Anda di halaman 1dari 15

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Perjanjian Bernama dalam bahasa Belanda (benoemd overeenkomst) atau
perjanjian khusus adalah perjanjian yang memiliki nama sendiri. Perjanjian tersebut
diberi nama oleh pembuat undang-undang dan merupakan perjanjian yang sering di
temui di masyarakat. Secara garis besar, perjanjian yang diatur/dikenal di dalam
KUHPer adalah sebagai berikut: Perjanjian jual beli, tukar-menukar, sewa-menyewa,
kerja, persekutuan perdata, perkumpulan, hibah, penitipan barang, pinjam pakai,
bunga tetap dan abadi, untung-untungan, pemberian kuasa, penanggung utang dan
perdamaian. Dalam teori ilmu hukum, perjanjian- perjanjian diatas disebut dengan
perjanjian nominaat. Dasar hukum perjanjian bernama terdapat dalam Bab V sampai
Bab XVIII Buku Ke Tiga KUHPerdata.
Perjanjian merupakan suatu perbuatan di mana satu orang atau
lebihmengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih. Seseorang ataulebih
berjanji untuk melakukan sesuatu kepada orang lain. Hal inimerupakan suatu
peristiwa yang menimbulkan satu hubungan hukum antaraorang-orang yang
membuatnya.
Di dalam perjanjian banyak sekali jenis-jenis perjanjian yang kitaketahui dan
sering terjadi di dalam masyarakat kita sekarang. Perjanjiansebenarnya merupakan
awal dari timbulnya perikatan. Secara sederhana, perikatan diartikan sebagai suatu hal
yang mengikat antara orang yang satudengan orang lain. Hal yang mengikat adalah
peristiwa hukum, seperti jual beli, utang-
piutang, kelahiran, kematian, dan lain sebagainya. Dengandemikian, peristiwa hukum
tersebut menciptakan hubungan hukum.Berkaitan dengan penjelasan di atas,
kelompok kami tertarik untukmembahas lebih dalam dan lebih luas mengenai
perjanjian, khususnya perjanjian nominaat.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa pengertian dari Perjanjian Nominat ?
2. Apa saja macam-macam Perjanjian Nominat ?
1.3 Tujuan Pembahasan
1. Untuk mengetahui pengertian Perjanjian Nominat.
2. Untuk mengetahui macam-macam perjanjian nominat.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Perjanjian Nominaat
Perjanjian bernama (nominaat) adalah perjanjian yang sudah mempunyai
nama sendiri, maksudnya adalah bahwa perjanjian-perjanjian tersebut diatur dan
diberi nama oleh pembentuk undang-undang, berdasarkan tipe yang paling banyak
terjadi sehari-hari. Perjanjian khusus terdapat dalam Bab V sampai dengan Bab XVIII
KUHPerdata.
Istilah perjanjian nominaat adalah terjemahan dari nominaat contract. Kontrak
nominaat sama artinya dengan perjanjian bernama atau benoemd dalam bahasa
Belanda. Kontrak nominaat merupakan perjanjian yang dikenal dan terdapat dalam
Pasal 1319 KUH Perdata yang berbunyi: "Semua perjanjian, baik yang mempunyai
nama khusus, maupun yang tidak dikenal dengan suatu nama tertentu, tunduk pada
peraturan umum yang termuat dalam bab ini dan bab yang lalu."
Syarat Sahnya Perjanjian Nominaat
Menurut pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata untuk sahnya
suatu perjanjian diperlukan 4 syarat, diantaranya yaitu :
a) Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya;
b) Cakap untuk membuat suatu perjanjian;
c) Mengenai suatu hal tertentu; dan
d) Suatu sebab yang halal (Subekti, 1987: 17).
Syarat huruf (a) dan (b) merupakan syarat subjektif, dimana salah satu syarat
ini tidak terpenuhi maka suatu perjanjian yang dibuat itu dapat dibatalkan. Sedangkan
syarat huruf (c) dan (d) merupakan syarat objektif, dimana salah satu dari syarat
tersebut tidak terpenuhi maka perjanjian yang dibuat itu batal demi hukum.1

2.2 Macam-Macam Perjanjian Nominaat


1. Perkumpulan
2. Penghibahan
3. Penitipan Barang
4. Pinjam Pakai
5. Pinjam Meminjam
6. Bunga Tetap atau Bunga Abadi
7. Perjanjian-Perjanjian Untung-Untungan
8. Pemberian Kuasa
9. Penanggung Utang
10. Perdamaian

1
Kamil Azahery Insan, Sonatra Pandji Ndaru, dkk. Agustus 2014-Januari 2015. “HUKUM KONTRAK
DALAM PERSPEKTIF KOMPARATIF (MENYOROT PERJANJIAN BERNAMA DENGAN
PERJANJIAN TIDAK BERNAMA)”. Jurnal Serambi Hukum Vol. 08 No.02,
https://media.neliti.com/media/publications/23085-ID-hukum-kontrak-dalam-perspektif-komparatif-
menyorot-perjanjian-bernama-dengan-per.pdf. 25 Maret 2020.
1. Perkumpulan
Pengertian
Pasal 1 angka 1 Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia
Nomor 3 Tahun 2016 tentang Tata Cara Pengajuan Permohonan
Pengesahan Badan Hukum dan Persetujuan Perubahan Anggaran
Dasar Perkumpulan (“Permenkumham 3/2016”) sebagai berikut :
Perkumpulan adalah badan hukum yang merupakan kumpulan
orang didirikan untuk mewujudkan kesamaan maksud dan tujuan
tertentu di bidang sosial, keagamaan, dan kemanusiaan dan tidak
membagikan keuntungan kepada anggotanya.
Perkumpulan atau  perhimpunan adalah beberapa orang yang
hendak  mencapai suatu tujuan dalam bidang non ekonomis ( tidak
untuk mencari keuntungan) bersepakat mengadakan suatu kerja sama
yang bentuk dan caranya diletakan dalam apa yang dinamakan
“anggaran dasar” atau “reglemen” atau “statue”.2
Dasar Hukum
1. Staatsblad 1870 Nomor 64 tentang Perkumpulan-Perkumpulan
Berbadan Hukum.
2. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.

Subyek dan Obyek


Subyek
Yang menjadi subyek hukum adalah manusia dan badan
hukum yaitu untuk melayani kepentingan tertentu.
Obyek
Obyek hukum dalam sebuah perkumpulan adalah isi
perjanjian yang hendak tercapai atau tujuannya. 3

Hak dan Kewajiban


 Hak : berhak untuk mengajukan gugatan.
 Kewajiban : wajib mendaftarkan perkumpulan atau tersebut
pada instansi yang berwenang untuk mendapatkan status badan
hukum
Dan juga disebutkan dalam KUHPerdata pasal 1660, sebagai
berikut :
Hak-hal serta kewajiban anggota perkumpulan-perkumpulan
yangg sedemikian diatur menurut peraturan-peraturan dengan
mana perkumpulan-perkumpulan itu telah diadakan atau diakui,
atau menurut surat pendiriannya, persetujuan-persetujuan dan
reglemen-reglemennya sekedar itu tidak ada, menurut ketentuan-
ketentuan dalam bab ini.
2
Prof. R. Subekti, S.H, Aneka Perjanjian, (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 1995). hlm.123.
3
0P.N.H Simanjuntak. Hukum Perdata Indonesia. (Jakarta: Kencana,2015). hlm. 25.
Ketentuan-ketentuan
Undang-undang tidak menentukan mengenai cara pendirian
perkumpulan, sehingga perjanjian perkumpulan bentuknya bebas.
Tetapi dalam praktek, hal ini dilakukan dengan akta otentik ataupun
akta dibawah tangan. Juga tidak ada ketentuan yang mengharuskan
pendaftaran dan pengumuman bagi perkumpulan, hal ini sesuai dengan
sifat maatschap yang tidak menghendaki adanya publikasi (terang-
terangkan).
Perjanjian untuk mendirikan perkumpulan, disamping harus
memenuhi ketentuan dalam Pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum
Perdata, juga harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:
a. Tidak dilarang oleh hukum.
b. Tidak bertentangan dengan tatasusila dan ketertiban
umum, dan
c. Harus merupakan kepentingan bersama yang dikejar,
yaitu keuntungan.4
2. Penghibahan
Pengertian
Menurut Pasal 1666 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH
Perdata) :
“Hibah adalah suatu perjanjian dengan mana si penghibah, di
waktu hidupnya, dengan cuma-cuma dan dengan tidak dapat ditarik
kembali, menyerahkan sesuatu barang guna keperluan si penerima
hibah yang menerima penyerahan itu”.5
Penghibahan ini digolongkan pada apa yang dinamakan perjanjian
“dengan cuma-cuma”(dalam bahasan Belanda : “om niet”) dimana
perkataan dengan cuma-cuma itu ditujukan pada hanya adanya prestasi
dari satu pihak saja, sedang pihak yang lain tidak perlu memberikan
kontra prestasi sebagai imbalan. Perjanjian yang demikian juga
dinamakan perjanjian “sepihak” (unilateral) sebagai lawan dari
perjanjian ”bertimbal balik” (bilateral). Perjanjian yang banyak
tentunya adalah bertimbal balik, karena yang lazim adalah bahwa
orang menyanggupi suatu prestasi karena ia akan menerima suatu
kontra prestasi.
Menurut R. Subekti, hibah atau diartikan sebagai pemberian
(Schenking) ialah perjanjian (obligator), dimana pihak yang satu
menyanggupi dengan cuma–cuma (om niet) dengan secara mutlak
(onnerroepelijk) memberikan suatu benda pada pihak yang lainnya
yaitu pihak yang menerima pemberian itu. Sebagai suatu perjanjian,
pemberian itu seketika mengikat dan tidak dapat ia tarik kembali
begitu saja menurut kehendak satu pihak.6

4
B. Marsh, Hukum Perjanjian, (Bandung: PT Alumni: Bandung, 2013). hlm. 42.
5
R. Subekti. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
6
R. Subekti. Aneka Perjanjian. Citra Aditya Bakti. Bandung. 1995. hlm. 95.
Dasar Hukum
 Kitab Undang–Undang Hukum Perdata Buku Ketiga Bab X
Tentang Penghibahan.
 UU No. 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok–Pokok
Agraria Pasal 26.
 Peraturan Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997 Tentang
Pendaftaran Tanah Pasal 37 ayat (1).
Subyek dan Obyek
Subyek
Dalam hukum dijelaskan bahwa setiap orang dapat
menjadi subyek hukum, tetapi menurut ketentuan undang-
undang ada subyek hukum yang tidak sempurna artinya bahwa
subyek hukum itu hanya mempunyai kehendak, tetapi tidak
mampu untuk menuangkan kehendaknya di dalam perbuatan
hukum, mereka-mereka itu adalah:
 Orang-orang yang belum dewasa/anak di bawah
umur.
 Orang dewasa tetapi tidak mampu berbuat
(gila).
 Wanita dalam perkawinan.7
Obyek
Obyek hibah adalah benda-benda atau barang–barang
yang diperjanjikan untuk diberikan atau diserahkan secara
cuma-cuma di dalam perjanjian hibah. Menurut Kitab Undang-
Undang Hukum Perdata barang dibedakan menjadi dua yaitu:
1. Barang Tidak Bergerak
Pasal 506 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
menyatakan bahwa kebendaan tidak bergerak adalah:
a. Tanah pekarangan dan apa yang didirikan diatasnya.
b. Penggilingan, kecuali yang dibicarakan dalam Pasal 510.
c. Pohon dan tanaman ladang yang dengan akarnya menancap
dalam tanah, buah pohon yang belum petik, demikian pula
barang-barang tambang seperti batu bara, sampah bara dan
sebagainya selama benda itu belum terpisah dan digali
dari tanah.

7
R. Subekti. Pokok-Pokok Hukum Perdata. (Bandung: PT. Internusa, 1994). hlm.41.
d. Kayu tebangan dari hutan dan kayu dari pohon – pohon
yang berbatang tinggi selama kayu tersebut belum ditebang.
e. Pipa-pipa dan got-got yang diperuntukan guna menyalurkan
air dari rumah atau pekarangan dan pada umumnya segala
sesuatu yang tertancap dalam perkarangan atau tepaku dalam
bangunan rumah.
2. Barang bergerak
Barang bergerak dapat dibedakan menjadi dua yaitu:
a. Barang bergerak yang berwujud, yaitu setiap benda yang
dapat berpindah sendiri atau dipindahkan dari suatu tempat ke
tempat yang lain, tanpa mengubah wujud, bentuk dan kegunaan
bagi benda tersebut sebagai satu-kesatuan.
b. Barang bergerak tidak berwujud, yaitu segala hak atau
penagihan atas barang tidak bergerak.8
Hak dan Kewajiban
Hak
1. Pemberi hibah berhak untuk memakai sejumlah
uang dari harta atau benda yang dihibahkannya,
asalkan hak ini diperjanjikan dalam penghibahan
(Pasal 1671 KUHPerdata).
2. Pemberi hibah berhak untuk mengambil benda yang
telah diberikannya jika si penerima hibah dan
keturunan-keturunannya meninggal terlebih dahulu
dari si penghibah, dengan catatan ini, dapat berlaku
sudah diperjanjikan terlebih dahulu (Pasal 1672
KUHPerdata).
3. Pemberi hibah dapat menarik kembali
pemberiannya, jika penerima hibah tidak mematuhi
kewajiban yang ditentukan dalam akta hibah atau
hal-hal lain yang dinyatakan dalam KUHPerdata.
Apabila penghibahan telah dilakukan dan penerima
hibah atau orang lain dengan suatu akta PPAT,
diberikan kuasa olehnya untuk menerima hibah,
setelah menerima pernyataan (levering) benda yang
dihibahkan itu, maka secara yuridis si penerima
hibah telah berhak menggunakan benda yang
dihibahkan kepadanya sesuai dengan keperluannya.
Karena hak milik dari benda-benda yang dihibahkan
itu telah beralih dari si pemberi hibah kepada
penerima hibah.

8
R. Subekti. Pokok-Pokok Hukum Perdata. (Bandung: PT. Internusa, 1994). hlm.42.
Kewajiban
Kewajiban penerima hibah Menurut Pasal 1666
KUHPerdata, penghibahan adalah suatu pemberian
Cuma-Cuma (om niet), namun KUHPerdata
memberikan kemungkinan bagi penerima hibah untuk
melakukan suatu kewajiban kepada penerima hibah
sebagai berikut :
1. Penerima hibah berkewajiban untuk melunasi
hutanghutang penghibah atau benda-benda lain,
dengan catatan hutang-hutang atau beban-beban
yang harus dibayar itu disebutkan dengan tegas di
dalam akta hibah. Hutanghutang atau beban itu
harus dijelaskan, hutang atau beban itu harus
dijelaskan, hutang atau beban yang mana (kepada
siapa harus dilunast dan berapa jumlahnya).
2. Penerima hibah diwajibkan untuk memberikan
tunjangan nafkah kepada pemberi hibah jika
pemberi hibah jatuh dalam kemiskinan.
3. Penerima hibah diwajibkan untuk mengembalikan
benda-benda yang telah dihibahkan, kepada pemberi
dan pendapatan-pendapatanya terhitung mulai
dimajukannya gugatan untuk menarik kembali hibah
berdasarkan alasan-alasan yang diatur oleh
KUHPerdata. Apabila benda yang dihrsahkan itu
telah dijual, maka ia berkewajiban untuk
mengembalikan pada waktu dimasukannya gugatan
dengan disertai hasil-hasil dan pendapatan-
pendapatan sejak saat itu (KUHPerdata).
4. Pemberi hibah berkewajiban untuk membern
gantirugi kepada pemberi hibah, untuk hipotik-
hipotik dan bendabenda lainnya yang dilekatkan
olehnya atas benda tidak bergerak.9
Ketentuan-ketentuan
Beberapa ketentuan yang mengatur mengenai
pemberian hibah diantaranya:

a.  Pemberian hibah harus dilakukan secara otentik dengan


Akta Notaris.
Pasal 1682 KUHPerdata “Tiada suatu penghibahan pun
kecuali termaksud dalam Pasal 1687 dapat dilakukan
tanpa akta notaris, yang minut (naskah aslinya) harus
disimpan pada notaris dan bila tidak dilakukan
demikian maka penghibahan itu tidaksah.”

9
R. Subekti. Pokok-Pokok Hukum Perdata. (Bandung: PT. Internusa, 1994). hlm.42.
Yang termasuk sebagai hal yang dikecualikan
dalam Pasal 1687 adalah hibah atas benda-benda
bergerak yang berwujud atau surat piutang yang akan
dibayar atas tunduk, tidak memerlukan akta notaris dan
adalah sah bila pemberian tersebut diserahkan begitu
saja kepada penerima hibah. 

b. Pemberian hibah hanya boleh dilakukan bagi mereka


yang sudah dewasa yaitu mencapai umur 21 tahun
ataupun belum 21 tahun tetapi sudah pernah menikah
(Pasal 1677 KUHPerdata).
 
c. Pemberian hibah kepada istri dari suami atau sebaliknya
hanya diperbolehkan apabila pemberian tersebut berupa
hadiah atau pemberian barang bergerak yang berwujud
da harganya tidak mahal apabila dibandingkan dengan
besarnya kekayaan penghibah. (Pasal 1678
KUHPerdata).
 
d. Suatu hibah tidak dapat ditarik kembali namun dapat
menjadi batal demi hukum dalam hal melanggar satu
atau lebih ketentuan KUHPerdata diantaranya sebagai
berikut :

 Hibah yang mengenai benda-benda yang baru


akan ada di kemudian hari (Pasal 1667
KUHPerdata.
 Hibah dengan mana si penghibah
memperjanjikan bahwa ia tetap berkuasa untuk
menjual atau memberikan kepada orang lain
suatu benda yang termasuk dalam hibah,
dianggap batal.Yang batal hanya terkait dengan
benda tersebut. (Pasal 1668 KUHPerdata).
 Hibah yang membuat syarat bahwa penerima
hibah akan melunasi utang atau beban-beban
lain di samping apa yang dinyatakan dalam akta
hibah itu sendiri atau dalam daftar
dilampirkan (Pasal 1670 KUHPerdata).10
3. Penitipan Barang
Pengertian
Perjanjian penitipan barang merupakan suatu perjanian riil
yang baru akan terjadi apabila seseorang telah menerima sesuatu
barang dari seorang lain dengan syarat bahwa ia akan
menyimpannya dengan mengembalikanya dalam wujud asal.

Ada dua jenis penitipan barang yaitu :

10
R. Subekti. Pokok-Pokok Hukum Perdata. (Bandung: PT. Internusa, 1994). hlm.44-45.
a. Penitipan yang sejati
Dianggap telah dibuat dengan cuma-cuma, jika
tidak diperjanjikan sebaliknya. Penitipan ini hanya
menegnai barang-barang bergerak. Penitipan barang
terjadi dengan sukarela atau karena terpaksa.
Penitipan barang dengan sukarela terjadi karena
sepakat bertimbal-balik antara pihak yang
menitipkan barang dan pihak yang menerima
titipan. Penitipan barang dengan sukarela hanyalah
dapat terjadi antara orang-orang yang mempunyai
kecakapan untuk membuat perikatan-perikatan. Jika
namun itu seorang yang cakap untuk membuat
perikatan-perikatan, menerima penitipan suatu
barang dari seorang yang tidak cakap untuk
membuat perikatan-perikatan, maka tunduklah ia
kepada segala kewajiban yang dipikul oleh seorang
penerima titipan yang sungguh-sungguh.
b. Sekestrasi
Adalah penitipan barang tentang mana ada
perselisihan, ditangannya seorang pihak ketiga yang
mengikatkan diri untuk setelah perselisihan ini
diputus, mengembalikan barang itu kepada siapa
akan dinyatakan berhak, beserta hasil-hasilnya.
Penitipan ini ada terjadi dengan perjanjian dan ada
pula yang dilakukan atas perintah hakim. Sekestrasi
terjadi dengan perjanjian, apabila barang yang
menjadi sengketa diserahkan kepada seorang pihak
ketiga oleh satu orang atau lebih secara sukarela.11
Dasar Hukum
 Kitab Undang–Undang Hukum Perdata Buku Ketiga Bab
XI Tentang Penitipan Barang.

Subyek dan Obyek


Subyek
Ada 2 subyek yang terikat dalam perjanjian
penitipan barang, yaitu :
1. Bewaargever adalah orang menyerahkan barang
untuk disimpan.
2. Bewaarnemer adalah orang yang menerima barang
untuk di simpan.
Obyek

11
J.H.Nieuwenhuis. Pokok-pokok Perikatan, terjemahan Djasadin Saragih. (Surabaya: Djumali, 1985), hlm.57.
Obyek dalam penitipan barang ini adalah barang
bergerak maupun tidak bergerak.12
Hak dan Kewajiban
Hak
Hak-hak si Penyimpan :
1. Penggantian biaya untuk mempertahankan
barang.
2. Penggantian kerugian yang diderita dalam
penyimpanan barang dan
3. Menahan barang sebelum penggantian biaya 
dan kerugian diterima dari penitip.
Hak Penitip adalah menerima barang yang telah
dititip secara utuh.
Kewajiban
Kewajiban si Penyimpan :
1. Memelihara barang  dengan sebaik – baiknya.
2. Mengembalikan barang tersebut kepada
penitipnya dan
3. Memelihara harus dilakukan secara hati - hati.
Kewajiban ini harus dilakukan secara teliti jika :
 Penerima titipan itu yang mula - mula
menawarkan diri untuk menyimpan barang
tersebut.
 Penyimpanan dijanjikan untuk mendapat
upah.
 Penitipan terjadi dilakukan untuk keperluan
penyimpan dan
 Telah diperjanjikan  si penerima titipan akan
menanggung segala kelalaiannya. (pasal
1707 KUH Perdata)
Kewajiban si Penitip :
1. Memberikan upah kepada penyimpan
2. Memberikan penggantian biaya dan rugi
kepada penyimpan.13
Ketentuan-ketentuan
 Pasal 1706 KUHPer

12
R.Setiawan, SH. Pokok-pokok Hukum Perikatan. (Bandung: PT Putra Abardin, 1978). hlm. 1-2.
13
Ibid, hlm. 3
Penerima titipan wajib memelihara barang
titipan itu dengan sebaik-baiknya seperti memelihara
barang-barang kepunyaan sendiri. 
 Pasal 1707 KUHPer
Ketentuan dalam pasal di atas ini wajib diterapkan
secara lebih teliti:
1. Jika penerima titipan itu yang mula-mula
menawarkan diri untuk menyimpan barang itu.
2. Jika ia meminta dijanjikan suatu upah untuk
penitipan itu.
3. Jika penitipan itu terjadi terutama untuk kepentingan
penerima titipan.
4. Jika diperjanjikan dengan tegas, bahwa penerima
titipan bertanggung jawab atau semua kelalaian
dalam menyimpan barang titipan itu.
 Pasal 1708 KUHPer
Penerima titipan sekali-kali tidak harus
bertanggung jawab atas kejadian-kejadian yang tidak
terelakkan datangnya, kecuali kalau ia telah lalai
mengembalikan barang titipan itu.14
4. Pinjam Pakai
Pengertian
Pinjam pakai merupakan perjanjian dengan mana pihak
yang satu memberikan sesuatu barang kepada pihak yang lainnya
untuk dipakai dengan Cuma-Cuma, dengan syarat bahwa yang
menerima barang ini, setelah memakainya atau setelah lewatnya
waktu tertentu, akan mengembalikannya.15
Pinjam pakai diatur dalam Pasal 1740 sampai dengan Pasal
1753 KUHPer, pada pasal 1740 dibunyikan “pinjam pakai adalah
suatu perjanjian dengan mana pihak yang satu memberikan suatu
barang kepada pihak lainnya untuk dipakai dengan cuma-cuma,
dengan syarat bahwa yang menerima barang ini, setelah
memakainya atau setelah lewatnya suatu waktu tertentu, akan
mengembalikannya”.

Dasar Hukum

 Kitab Undang–Undang Hukum Perdata Buku


Ketiga Bab XI Tentang Pinjam Pakai.
14

15
Drs. H. Chairuman Pasaribu. Hukum Perjanjian Dalam Islam. (Jakarta: Sinar Grafika,1994), hlm. 133.
Subyek dan Obyek

Subyek

Subyek dalam perjanjian pinjam pakai adalah


pemberi pinjaman dan penerima pinjaman.

Obyek

Obyek pinjam pakai adalah semua barang -


barang yang di pakai, dengan syarat bahwa barang itu
tidak bertentangan dengan Undang - Undang ,
Ketertiban Umum, dan Kesusilaan.16
Hak dan Kewajiban
Hak
Hak si pemberi pinjaman adalah menerima
kembali barang yang telah di pinjamnya.
Kewajiban
Kewajiban seorang yang menerima pinjaman
sebagai berikut :
 Menyimpan dan memelihara barang yang
dipinjamnya sebagai seorang bapak rumah
yang baik (Pasal 1744 KUHPerdata).
 Mengembalikan barang yang di pinjamnya
tepat waktu, sesuai dengan kesepakatan. 
Apabila barang yang dipinjam oleh yang
menerima pinjaman itu musnah atau rusak  maka ia
bertanggung jawab atas musnahnya barang tersebut.
Kemudian kewajiban dari si pemberi pinjaman
sebagai berikut :
 Tidak dapat meminta kembali barang
yang di pinjamnya kecuali lewat waktu
yang ditentukan ( Pasal 1750
KUHPerdata ).
 Menyerahkan barang  yang
dipinjamnya.17
Ketentuan-ketentuan
 Apabila barang yang dipinjam itu berkurang
harganya selama pemakaian dan hal tersebut di

16
Djaja S. Meliala. Perkembangan Hukum Perdata Tentang Benda Dan Hukum Perikatan. (Bandung: CV.
Nuansa Aulia, 2007). hlm 67.
17
Ibid. hlm. 68-69.
luar kesalahan si pemakai, maka pihak
peminjam tidak bertanggung jawab atas
berkurangnya harga barang tersebut.
 Apabila peminjam selama memakai barang telah
mengeluarkan biaya-biaya sementara, maka
peminjam tidak boleh menuntut kembali pada
yang meminjamkan, kecuali apabila ada
perjanjian yang menyatakan demikian.
 Apabila pihak peminjam terdiri dari beberapa
orang secara bersama-sama, maka masing-
masing untuk keseluruhan bertanggung jawab
atas barang tersebut.18
5. Pinjam Meminjam
Pengertian
Pinjam meminjam memang hampir sama dengan pinjam
pakai tetapi berbeda dalam tataran obyeknya. Jika pinjam pakai
barangnya yang dipinjamkan dikategorikan barang yang tidak
bisa musnah, sedangkan dalam pinjam meminjam barang yang
dipinjamnya bisa habis pakai.
Perjanjian pinjam meminjam diatur dalam KUHPerdata Pasal
1754 yaitu adalah perjanjian pinjam-meminjam adalah persetujuan
dengan mana pihak yang satu memberikan kepada pihak yang lain
sesuatu jumlah tentang barang-barang atau uang yang menghabiskan
karena pemakaian, dengan syarat bahwa pihak yang belakangan ini
akan mengembalikan dengan jumlah yang sama dari macam dan
keadaan yang sama pula.19

Dasar Hukum
 Kitab Undang–Undang Hukum Perdata Buku Ketiga Bab
XI Tentang Pinjam Pakai.

Subyek dan Obyek

Subyek

Subyek dalam perjanjian pinjam - meminjam ( pakai


habis ) adalah pemberi pinjaman ( Kreditur ) dan penerima
Pinjaman ( Debitur ).  Kreditur adalah orang yang meberikan
pinjaman uang kepada debitur , sedangkan debitur adalah orang
yang menerima pinjaman dari kreditur.

Obyek

Obyek pinjam - meminjam ( pakai habis ) adalah semua


barang - barang yang habis di pakai, dengan syarat bahwa
18
Djaja S. Meliala. Perkembangan Hukum Perdata Tentang Benda Dan Hukum Perikatan. (Bandung: CV.
Nuansa Aulia, 2007). hlm 70.
19
R. Subekti. Aneka Perjanjian. (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 1995). hlm. 20.
barang itu tidak bertentangan dengan Undang - Undang ,
Ketertiban Umum, dan Kesusilaan.20

Hak dan Kewajiban


Hak dan kewajiban antara pemberi dan penerima pinjaman
diatur dalam Pasal 1759 sampai Pasal 1764 KUHPerdata.
Hak
Hak dari si peminjam adalah menerima barang yang di
pinjam dari si pemberi pinjaman. Kemudian Kewajiban dari
pemberi pinjaman tidak dapat meminta kembali barang yang
diperpinjamkan sebelum lewat waktu yang telah ditentukan
dalam perjanjian.
Kewajiban
Kewajiban dari peminjam adalah mengembalikan
barang yang telah di pinjamnya dalam jumlah dan keadaan
yang sama sewaktu yang diperjanjikan ( Pasal 1763
KUHPerdata ). Apabila ia tidak mampu memenuhi
kewajibannya maka ia diwajibkan membayar harga barang
yang di pinjamkannya, dengan syarat ia harus memperhatikan
waktu dan tempat dimana barangnya, sesuai dengan Kontrak
( Pasal 1763 KUHPerdata ). Oleh karena itu yang menjadi hak
dari peminjam adalah menerima barang yang dipinjam pakai
habis.21
Ketentuan-ketentuan

20
R. Subekti. Aneka Perjanjian. (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 1995). hlm. 21.
21
Ibid. hlm. 22-23.

Anda mungkin juga menyukai