Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH HUKUM PERBURUHAN DAN

KETENAGAKERJAAN

DI SUSUN OLEH
MUHAMMAD ARIS ASHIDIQY (0021618)
MUHAMMAD FARID HARYANTO (0021619)
MUZA APRIDIANTO YUSUF (0021620)
NURALAILI NASTI RAMADHAN (0021622)
RAPIANTO (0021625)

POLITEKNIK MANUFAKTUR NEGERI


BANGKA BELITUNG
2018/2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha sehingga kami dapat
menyelesaikan penyusunan makalah ini yang berjudul “Hukum Perburuhan dan
ketenagakerjaan”.
makalah ini dibuat sebagai salah satu syarat penilaian untuk tugas semester ini
dalam mata kuliah Manajemen Industri dengan judul Hukum Perburuhan dan
Ketenagakerjaan.
Makalah ini kami akui masih banyak kekurangan karena pengalamanan
pengetahuan yang kami miliki sangat kurang. Oleh kerena itu kami harapkan kepada
Dosen mata kuliah maupun rekan rekan pembaca untuk memberikan masukan-masukan
yang bersifat membangun untuk kesempurnaan makalah ini.

Sungailiat, 17 Mei 2019

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR............................................................................................... i
DAFTAR ISI............................................................................................................. ii
BAB I PENDAHULUAN......................................................................................... 1
A. LATAR BELAKANG........................................................................................... 1
B. RUMUSAN MASALAH...................................................................................... 1
C. TUJUAN PENULISAN........................................................................................ 2
BAB II PEMBAHASAN.......................................................................................... 3
A. PENGERTIAN PERBURUHAN DAN KETENAGAKERJAAN....................... 3
B. SEJARAH HUKUM PERBURUHAN DAN KETENAGAKERJAAN............... 3
C. ANALISIS KEBIJAKAN KETENAGAKERJAAN DI INDONESIA................ 4
D. HUKUM PERBURUHAN DAN KETENAGAKERJAAN DI INDONESIA..... 7
E. PENGUPAHAAN DAN JAMINAN SOSIAL TENAGA KERJA........................ 8
F. KEMENTERIAN KETENAGAKERJAAN.......................................................... 9
BAB III PENUTUP.................................................................................................. 11
KESIMPULAN.......................................................................................................... 11
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................ 12

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Indonesia ialah negara hukum, hal ini tentunya kita telah mengetahuinya
karena dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
khususnya Pasal 1 ayat (3) telah menyatakan demikian. Sebagai negara hukum segala
aspek kehidupan bangsa Indonesia diatur oleh hukum termasuk dalam hubungan
industrial yang menyangkut tenaga kerja. Pengaturan ini demi terpenuhinya hak para
tenaga kerja agar tidak terjadi eksploitasi dan pelanggaran terhadap Hak Asasi Manusia
tenaga kerja.
Hukum ketenagakerjaan menurut Imam Soepomo diartikan sebagai himpunan
peraturan baik tertulis maupun tidak tertulis yang berkenaan dengan kejadian dimana
seseorang bekerja pada orang lain dengan menerima upah. Pengertian itu identik dengan
pengertian hukum perburuhan. Ruang lingkup hukum ketegakerjaan saya lebih luas dari
pada hukum perburuhan.
Hukum ketenagakerjaan dalam arti luas tidak hanya meliputi hubungan kerja
dimana pekerjaan dilakukan di bawah pimpinan pengusaha, tetapi juga pekerjaan yang
dilakukan oleh swapekerja yang melakukan pekerjaan atas tanggung jawb dan resiko
sendiri. Di Indonesia pengaturan tentang ketenagakerjaan diatur dalam Undang-Undang
Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Disebutkan dalam undang-undang itu
bahwa hukum ketenagakerjaan ialah himpunan peraturan mengenai segala hal yang
berhubungan dengan tenaga kerja pada waktu sebelum, selama, dan sesudah masa kerja.

B. RUMUSAN MASALAH
1. Pengertian Perburuhan Dan Ketenagakerjaan.
2. Sejarah Hukum Perburuhan Dan Ketenagakerjaan.
3. Analisis Kebijakan Ketenagakerjaan Di Indonesia.
4. Hukum Perburuhan Dan Ketenagakerjaan Di Indonesia.
5. Pengupahaan Dan Jaminan Sosial Tenaga Kerja.
6. Kementerian Ketenagakerjaan.

C. TUJUAN PENULISAN

1
Tujuan dari penulisan ini adalah untuk memahami secara mendalam tentang
hukum perburuhan serta hak-hak yang dimiliki pekerja/buruh.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN PERBURUHAN DAN KETENAGAKERJAAN


Menurut UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, pengertian tenaga
kerja adalah setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan guna menghasilkan
barang/jasa baik memenuhi kebuduhan sendiri maupun masyarakat.
Buruh, kerja, worker, laborer, tenaga kerja atau karyawan pada dasarnya
manusia yang menggunakan tenaga dan kemapuannya untuk mendapatkan balasan
berupa pendapatan baik berupa uang maupun bentuk lainnya kepada pemberi kerja atau
pengusaha atau majikan.
Buruh dibagi 2 klasifikasi besar yaitu:
 Buruh Profesional
Biasanya disebut buruh kerah putih menggunakan tenaga otak dalam
bekerja
 Buruh Kasar
Biasanya disebut buruh kerah biru menggunakan tenaga otot dalam
bekerja

B. SEJARAH HUKUM PERBURUHAN DAN KETENAGAKERJAAN


Di dalam Hukum Perburuhan/Ketenagakerjaan, jika orang melihat Undang-
Undang saja sudah dapat melihat/mengerti pertumbuhan/ perkembangan hukum
perburuhan/ketenagakerjaan, maka orang tersebut tidak akan puas. Hendaknya orang
melihat sejarah hukum perburuhan/ ketenagakerjaan dengan mengaitkan pada sejarah
umum yang ada di Indonesia. Sejarah hukum perburuhan/ketenagakerjaan dapat dibagi
menjadi 2 (dua) yaitu :
1. Sebelum Kemerdekaan 17 Agustus 1945.
2. Setelah Kemerdekaan 17 Agustus 1945.
Sebelum kemerdekaan 17 agustus 1945 sejarah hukum perburuhan/
ketenagakerjaan sebelum Kemerdekaan 1945 dibagi menjadi 3 (tiga), yaitu :
1. Zaman perbudakan.

3
Zaman perbudakan adalah zaman dimana orang melakukan pekerjaan
di bawah peimpinan orang lain. Ciri yang menonjol adalah buruh/tenaga kerja
tidak mempunyai hak apapun, bahkan hak atas hidupnya juga ditentukan oleh
tuannya.

2. Zaman rodi.
Mula-mula bentuknya adalah melakukan pekerjaan secara bersama-
sama antara budak-budak atau anggota masyarakat desa. Namun karena
berbagai alasan dan keadaan, kerja bersama tersebut berubah menjadi kerja
paksa untuk kepentingan seseorang dengan menerima upah.

3. Zaman poenale sanksi.


Zaman ini merupakan perkembangan kerja rodi untuk Gubernemen.
Gubervemen adalah penguasa pemerintah Hindia Belanda yang menyewakan
tanah pada orang-orang swasta (bukan orang Indonesia asli). Guna menggarap
tanah yang disewakan tersebut Gubervemen mengambil pekerjanya dari rodi
desa dengan menghubungi kepala desa yang bersangkutan. Pekerja
dipekerjakan pada tanah yang disewakan.

C. ANALISIS KEBIJAKAN KETENAGAKERJAAN DI INDONESIA


Dalam Undang-Undang No. 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan,
terdapat empat kebijakan pokok yang terkait dengan perlindungan tenaga kerja
dan perluasan kesempatan kerja yaitu kebijakan upah minimum, ketentuan PHK
dan pembayaran uang pesangon, ketentuan yang berkaitan hubungan kerja dan
ketentuan yang berkaitan dengan jam kerja.
- Upah Minimum
Pengaturan mengenai upah minimum dijelaskan pada pasal 88 – 90.
Dalam pasal-pasal tersebut dinyatakan bahwa salah satu
komponen/kebijakan pengupahan adalah upah minimum (pasal 88).
Pemerintah menetapkan upah minimum berdasarkan kebutuhan hidup layak
dan dengan memperhatikan produktivitas dan pertumbuhan ekonomi (pasal
88). Upah minimum ditetapkan berdasarkan wilayah provinsi atau

4
kabupaten/kota serta berdasarkan sektor pada wilayah provinsi atau
kabupaten/kota (pasal 89). Pengusaha dilarang membayar upah lebih rendah
dari upah minimum dan bagi pengusaha yang tidak mampu membayar upah
minimum tersebut dapat dilakukan penangguhan (pasal 90).

- PHK dan Pembayaran Uang Pesangon


Pengaturan mengenai PHK dan pembayaran uang pesangon dijelaskan
pada Bab XII pada pasal 150 – 172. PHK hanya dapat dilakukan perusahaan
atas perundingan dengan serikat pekerja (pasal 151), dan jika dari
perundingan tersebut tidak mendapatkan persetujuan maka permohonan
penetapan pemutusan hubungan kerja diajukan secara tertulis kepada
lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial disertai alasan yang
mendasarinya (pasal 152). Selanjutnya dalam pasal 153-155 dijelaskan
alasan-alasan yang diperbolehkannya PHK dan alasan-alasan tidak
diperbolehkannya PHK.
Jika terjadi PHK perusahaan diwajibkan membayar uang pesangon
dan atau uang penghargaan masa kerja dan uang penggantian hak yang
seharusnya diterima (pasal 156). Dalam pasal tersebut juga dirincikan
besarnya uang pesangon/penghargaan tersebut. Terdapat beberapa hal yang
perlu diperhatikan terkait dengan ketentuan pesangon ini :
1. Biaya pesangon meningkat pesat dari waktu ke waktu, baik terkait
dengan peningkatan besaran uang pesangon maupun melalui kenaikan
upah minimum yang tinggi. Peningkatan besarnya uang pesangon
meningkatkan insentif bagi pekerja untuk menjadikan dirinya dipecat
dengan melakukan pelanggaran ringan pada setiap waktu tertentu.
2. Diberlakukannya uang pesangon yang tinggi dapat dianggap sebagai
pajak di bidang ketenagakerjaan. Karena pemberi kerja harus membayar
uang pesangon secara lump sum pada saat pekerja dikeluarkan atau saat
terjadi pengurangan karyawan, maka uang pesangon dapat dianggap
sebagai pajak atas pemecatan dan penerimaan karyawan baru, yang dapat
mengurangi lapangan pekerjaan di sektor modern dalam jangka panjang.

5
3. Uang pesangon berkaitan langsung dengan masa kerja pekerja di
perusahaan. Hal ini menciptakan distorsi dalam pasar kerja. Misalnya,
perusahaan akan cenderung mempertahankan para pekerja yang lebih tua
usianya, walaupun mereka kurang produktif dibandingkan yang jauh
lebih muda karena biaya yang harus dikeluarkan untuk memecat pekerja
yang lebih tua lebih mahal. Dengan cara demikian, struktur uang
pesangon saat ini berpotensi menghambat bagi penempatan pekerja usia
muda sebagai pekerja.

4. Mengaitkan uang pesangon dengan masa kerja juga mengurangi insentif


pemberi kerja untuk berinvestasi dalam SDM (human capital) terutama
jika keahlian yang diperlukan merupakan keahlian khusus. Alasannya
adalah bahwa pembayaran uang pesangon mendorong pekerja tersebut
untuk berganti pekerjaan dan ini akan merupakan biaya besar bagi
perusahaan sehingga dalam jangka panjang perusahaan kehilangan
insentif untuk berinvestasi bagi pekerjanya.

5. Besarnya uang pesangon mendorong timbulnya perselisihan industrial


karena kebanyakan perusahaan tidak menyiapkan diri untuk melakukan
pembayaran uang pesangon, sehingga pekerja mempunyai inisiatif untuk
menunggu dipecat daripada mengundurkan diri secara sukarela walaupun
pekerja sudah tidak produktif lagi.

- Hubungan Kerja
Dalam pasal 56 dinyatakan perjanjian kerja dibuat untuk waktu
tertentu atau untuk waktu tidak tertentu. Selanjutnya, pada pasal 59
dinyatakan perjanjian kerja untuk waktu tertentu hanya dapat dibuat untuk
pekerjaan tertentu yang menurut jenis dan sifat atau kegiatan pekerjaannya
akan selesai dalam waktu tertentu, yaitu :
a. Pekerjaan yang sekali selesai atau yang sementara sifatnya;
b. Pekerjaan yang diperkirakan penyelesaiannya dalam waktu yang tidak
terlalu lama dan paling lama 3 (tiga) tahun.
c. Pekerjaan yang bersifat musiman

6
d. Pekerjaan yang berhubungan dengan produk baru, kegiatan baru, atau
produk tambahan yang masih dalam percobaan atau penjajakan.
Perjanjian kerja untuk waktu tertentu tidak dapat diadakan untuk
pekerjaan yang bersifat tetap.

- Waktu Kerja
Terkait dengan waktu kerja, pada pasal 76 dinyatakan adanya larangan
mempekerjakan pekerja perempuan di bawah 18 tahun dan pekerja
perempuan hamil pada malam hari (Pukul 23.00 7.00). Selanjutnya pada
pasal 77 dinyatakan kewajiban perusahaan untuk melaksanakan ketentuan
waktu kerja 7 (tujuh) jam 1 (satu) hari dan 40 (empat puluh) jam 1 (satu)
minggu untuk 6 (enam) hari kerja dalam 1 (satu) minggu; atau b. 8
(delapan) jam 1 (satu) hari dan 40 (empat puluh) jam 1 (satu) minggu untuk
5 (lima) hari kerja dalam 1 (satu) minggu.
Pengusaha yang mempekerjakan pekerja/buruh melebihi waktu kerja
berkewajiban membayar upah lembur, tetapi harus memenuhi syarat :
a. ada persetujuan pekerja/buruh yang bersangkutan
b. waktu kerja lembur hanya dapat dilakukan paling banyak 3 (tiga) jam
dalam 1 (satu) hari dan 14 (empat belas) jam dalam 1 (satu) minggu
(pasal 78).

D. HUKUM PERBURUHAN DAN KETENAGAKERJAAN DI INDONESIA


Hukum perburuhan adalah seperangkat aturan dan norma baik tertulis maupun
tidak tertulis, yang mengatur pola hubungan industrial antara pemberi kerja (Pengusaha,
Perusahaan, atau Badan Hukum) disatu sisi dan penerima kerja (Pekerja atau Buruh)
disi yang lain.
Hukum perburuhan terletak diantara hukum publik dan hukum privat.
Dikatakan hukum privat karena mengatur hubungan antara dua individu (pemberi kerja
dan penerima kerja), dan dikatakan hukum publik karena negara ikut campur melalui
pengikatan aturan yang mengurus hubungan antara dua individu.

7
Hukum perburuhan terbagi menjadi:
1. Hukum perburuhan individu (mengenai kontrak kerja), dan
2. Hukum perburhan kolektif (mengenai serikat buruh, pemogokan, dan lain
lain), Yang secara bersama-sama membentuk hukum sosial.

E. PENGUPAHAAN DAN JAMINAN SOSIAL TENAGA KERJA


Tujuan pekerja melakukan pekerjaan adalah untuk mendapatkan penghasilan
yang cukup untuk membiayai kehidupannya bersama keluarganya, yaitu penghasilan
yang layak bagi kemanusiaan. Penghasilan tadi dapat berupa upah yang diterimanya
secara teratur dan berkala dan dapat pula berupa jaminan sosial.
- Pengupahan
Kebijakan pemerintah terhadap upah pekerja diatur dalam Pasal 27 ayat (2)
Undang-Undang Dasar 1945 yang berbunyi “Setiap warga negara berhak atas
pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan”. Kebijakan tersebut
diatur lebih lanjut dalam Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang
Ketenagakerjaan Pasal 88 yang berbunyi : “Setiap pekerja berhak memperoleh
penghasilan yang memenuhi penghidupan yang layak bagi kemanusiaan”. Untuk
mewujudkan penghasilan yang memenuhi penghidupan yang layak bagi
kemanusiaan, pemerintah menetapkan kebijakan pengupahan yang meliputi :
a. Upah minimum.
b. Upah kerja lembur.
c. Upah tidak masuk kerja karena berhalangan.
d. Upah tidak masuk kerja karena melakukan kegiatan lain di luar pekerjaannya.
e. Upah karena menjlankan hak waktu istirahat kerja.
f. Bentuk dan cara pembayaran.
g. Denda dan potongan upah.
h. Hal-hal yang dapat diperhitungkan dengan upah.
i. Struktur dan skala pengupahan proposional.
j. Upah untuk pembayaran pesangon.
k. Upah untuk perhitungan pajak penghasilan.

8
- Jaminan Sosial Tenaga Kerja (JAMSOSTEK)
Undang-Undang yang mengatur jaminan sosial pertama kali di Indonesia
adalah Undang-Undang No 33 Tahun 1947 tentang kecelakaan (dalam hubungan
kerja). Undang-Undang tersebut memberikan santunan/ganti rugi kepada pekerja
yang mendapat kecelakaan dalam hubungan kerja. Pembayaran ganti rugi tersebut
didasarkan pada adanya resiko kemungkinan mendapat kecelakaan pada saat
menjalankan pekerjaan. Resiko tersebut menjadi tanggung jawab pengusaha.
Dasar/azas ini disebut RESQUE PROFESIONAL. Ada 4 faktor sebagai syarat
mendapat ganti rugi tersebut yakni :
a. Kecelakaan benar-benar terjadi.
b. Kecelakaan menimpa pekerja.
c. Kecelakaan terjadi di perusahaan yang diwajibkan membayar ganti rugi.
d. Kecelakaan terjadi dalam hubungan kerja.

Pelaksanaan Undang-Undang Kecelakaan No.33 Tahun 1947 diatur dalam Peraturan


Pemerintah No.33 Tahun 1977 tentang Asuransi Sosial Tenaga Kerja (ASTEK). ASTEK
ini mempunyai 3 macam program yakni :
a. Asuransi Kecelakaan Kerja (AKK).
b. Asuransi Kematian (AK).
c. Tabungan Hari Tua (THT).

F. Kementerian Ketenagakerjaan Republik Indonesia


Kementerian Ketenagakerjaan Republik Indonesia adalah kementerian dalam
Pemerintah Indonesia yang membidangi urusan ketenagakerjaan. Kementerian
Ketenagakerjaan berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Presiden.[1]
Kementerian Ketenagakerjaan dipimpin oleh seorang Menteri Ketenagakerjaan
(Menaker) yang sejak 27 Oktober 2014 dijabat oleh Hanif Dhakiri.

Tugas dan Fungsi :


Kementerian Ketenagakerjaan mempunyai tugas menyelenggarakan urusan
pemerintahan di bidang ketenagakerjaan untuk membantu Presiden dalam

9
menyelenggarakan pemerintahan negara. Dalam melaksanakan tugas, Kementerian
Ketenagakerjaan menyelenggarakan fungsi:
1. Perumusan, penetapan, dan pelaksanaan kebijakan di bidang peningkatan daya
saing tenaga kerja dan produktivitas, peningkatan penempatan tenaga kerja dan
perluasan kesempatan kerja, peningkatan peran hubungan industrial dan jaminan
sosial tenaga kerja, pembinaan pengawasan ketenagakerjaan serta keselamatan dan
kesehatan kerja.
2. Koordinasi pelaksanaan tugas, pembinaan dan pemberian dukungan administrasi
kepada seluruh unsur organisasi di lingkungan Kementerian Ketenagakerjaan.

3. Pengelolaan barang milik/kekayaan negara yang menjadi tanggung jawab


Kementerian Ketenagakerjaan.

4. Pengawasan atas pelaksanaan tugas di lingkungan Kementerian


Ketenagakerjaan.

5. Pelaksanaan bimbingan teknis dan supervisi atas pelaksanaan urusan


Kementerian Ketenagakerjaan di daerah.

6. Pelaksanaan kegiatan teknis yang berskala nasional, sesuai dengan ketentuan


peraturan perundangundangan.

7. Pelaksanaan perencanaan, penelitian dan pengembangan di bidang


ketenagakerjaan.

10
BAB III
PENUTUP

KESIMPULAN
1. Pemutusan hubungan kerja adalah pengakhiran hubungan kerja yang disebabkan
karena suatu hal yang mengakibatkan berakhirnya hak dan kewajiban antara
pekerja /buruh dan pengusaha/majikan
2. Masih banyak kesalahpahaman dan ketidak tahuan tentang hak hak yang diterima
buruh/pekerja yang terkena pemutusan hubungan kerja yang kemudian
dimanfaatkan perusahaan besar maupun kecil untuk mengurangi pengeluaran
3. Hak-hak yang berhak diterima Buruh/Pekerja yang terkena Pemutusan Hubungan
Kerja ialah Uang Pesangon, Uang Penghargaan masa kerja, serta Uang Penggantian
Hak.
4. Prosedur penghitungan uang pesangon tidak di samaratakan, melainkan ada 13
jenis kategori prosedur penghitungan uang pesangon yang diterima buruh/pekerja
yang terkena pemutusan hubungan kerja.
5. Semua ketentuan-ketentuan mengenai pemutusan hubungan kerja dan penghitungan
pesangon terdapat dalam Undang-Undang Negara Republik Indonesia Nomor 13
Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan.

11
DAFTAR PUSTAKA

Undang-Undang Negara Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2003 Tentang


Ketenagakerjaan.
Kitab Undang Undang Hukum Perdata
H. Manulang, Sendjun, 2001, Pokok-Pokok Hukum Ketenagakerjaan Di Indonesia,
Jakarta: PT. Rineka Cipta
Husni, Lalu, 2003, Pengantar Hukum KetenagaKerjaan Indonesia, Jakarta: PT. Raja
Grafindo Persada
Undang-Undang Negara Republik Indonesia Nomor 14 Tahun Tentang Ketentuan-
Ketentuan Pokok Mengenai Tenaga Kerja
Asri Wijayanti, Hukum Ketenagakerjaan Pasca Reformasi, Sinar Grafika,Jakarta,
2009.
Dede Agus, Hukum Perburuhan Konvensi ILO, Dinas Pendidikan Provinsi
Banten, Serang, 2012.
Ikomatussuniah, Diktat Hukum Ketenagakerjaan, Serang, 2013.
Zaeni Asyhadie, Hukum Kerja: Hukum Ketenagakerjaan Bidang Hubungan
Kerja, PT. Raja Grafindo, Jakarta, 2007.
Zainal Asikin, dkk, Dasar-dasar Hukum Perburuhan, PT Raja Grafindo Persada,
Jakarta, 2014.

12

Anda mungkin juga menyukai