HAK CIPTA
Pasal 40 (1) UUHC menyebutkan bahwa dalam undang-undang ini ciptaan yang
dilindungi adalah ciptaan dalam bidang ilmu pengetahuan, seni, dan sastra, yang
mencakup:
a.buku, pamflet, perwajahan karya tulis yang diterbitkan, dan semua hasil karya tulis
lainnya;
b.ceramah, kuliah, pidato, dan ciptaan sejenis lainnya;
c.alat peraga yang dibuat untuk kepentingan pendidikan dan ilmu pengetahuan;
d.lagu dan/atau musik dengan atau tanpa teks;
e.drama, drama musikal, tari, koreografi, pewayangan, dan pantomim;
f.karya seni rupa dalam segala bentuk seperti lukisan, gambar, ukiran, kaligrafi, seni
pahat, patung, atau kolase
g.karya seni terapan;
h.karya arsitektur;
i.peta;
Halaman 5
Pasal 40 (1) UUHC menyebutkan bahwa dalam undang-undang ini ciptaan yang
dilindungi adalah ciptaan dalam bidang ilmu pengetahuan, seni, dan sastra, yang
mencakup:
a.buku, pamflet, perwajahan karya tulis yang diterbitkan, dan semua hasil karya tulis
lainnya;
b.ceramah, kuliah, pidato, dan ciptaan sejenis lainnya;
c.alat peraga yang dibuat untuk kepentingan pendidikan dan ilmu pengetahuan;
d.lagu dan/atau musik dengan atau tanpa teks;
e.drama, drama musikal, tari, koreografi, pewayangan, dan pantomim;
f.karya seni rupa dalam segala bentuk seperti lukisan, gambar, ukiran, kaligrafi, seni
pahat, patung, atau kolase
g.karya seni terapan;
h.karya arsitektur;
i.peta;
Halaman 5
2.Badan Hukum
Sebuah karya cipta bisa dimungkinkan dimiliki oleh badan usaha. Badan hukum dalam hal ini bisa
dalam bentuk badan hukum privat dan badan hukum publik.
PENCIPTA DI DALAM UNDANG-UNDANG
HAK CIPTA
Berdasarkan UUHC ada dua macam pencipta atau subjek hukum yang bisa diberikan
perlindungan hak cipta, yaitu
1.Perorangan
Apabila sebuah ciptaan diciptakan oleh beberapa orang (joint works), menurut pasal 34 UUHC
yang diakui sebagai pencipta adalah orang yang merancang ciptaan jika ciptaan dirancang oleh
seseorang dan diwujudkan serta dikerjakan oleh orang lain di bawah pimpinan dan pengawasan
orang yang merancang.
2.Badan Hukum
Sebuah karya cipta bisa dimungkinkan dimiliki oleh badan usaha. Badan hukum dalam hal ini bisa
dalam bentuk badan hukum privat dan badan hukum publik.
PELANGGARAN HAK CIPTA DI INDONESIA
Pelanggaran hak cipta pada dasarnya ada dua yaitu pelanggaran terhadap hak moral dan
pelanggaran terhadap hak ekonomi pencipta. Pelanggaran hak moral diatur dalam pasal 98
UUHC, dan dapat dilakukan dengan gugatan perdata dan ganti rugi melalui pengadilan niaga.
Lembaga yang diberi kewenangan untuk menyelesaikan perkara perdata pelanggaran hak
ekonomi adalah pengadilan niaga.
Pelanggaran hak cipta merupakan permasalahan hak cipta di Indonesia yang sampai sekarang
masih belum dapat dilakukan penegakan hukum secara maksimal. Munculnya permasalahan hak
cipta adalah seiring dengan masalah liberalisasi ekonomi yang berdampak pada keadaan sosial
budaya masyarakat. Liberalisasi telah menjadikan masyarakat Indonesia menjadi masyarakat
transisi industrial. Masyarakat transisi industrial adalah masyarakat yang sedang mengalami
perubahan dari masyarakat agraris yang berbudaya komunal/sosial tradisional ke masyarakat
yang berbudaya individual modern.
PELANGGARAN HAK CIPTA DI INDONESIA
Dalam fenomena di masyarakat masih sering ditemukan sebagian pencipta yang justru senang
jika hasil ciptaannya ditiru, diperbanyak atau dipertunjukkan oleh orang lain. Perbuatan itu
dianggap tidak merugikan kepentingan pencipta, namun sebaliknya akan mendatangkan
keuntungan, yaitu semakin di kenalnya karya cipta mereka di masyarakat. Mereka berpendapat
bahwa karya cipta tidak hanya semata-mata berorientasi pada materi, tapi juga memunyai nilai
sosial dan keagamaan. Ilmu yang dimiliki seseorang apabila dipelajari dan diamalkan kepada
orang lain, maka akan mendapatkan ridho dan pahala dari sang pencipta.
PELANGGARAN HAK CIPTA DI INDONESIA
Budaya masyarakat tradisional di Indonesia tidak mengenal konsep hak cipta. Nilai budaya
masyarakat Indonesia juga tidak mengenal kepemilikan individu atas karya cipta dalam bidang
ilmu pengetahuan, sastra dan seni. Kepemilikan cenderung bersifat sosial/ komunal, artinya
dimiliki oleh keluarga atau masyarakat hukum adatnya. Keadaan ini tampak dalam penghargaan
kreativitas dan karya seni dalam masyarakat tradisional. Karya seni asli tidak pernah dicantumkan
nama atau tanda lain sebagai pengenal penciptanya
UPAYA PENYELESAIAN PERMASALAHAN
HAK CIPTA
Undang-Undang Hak Cipta memberikan pilihan penyelesaian hukum bagi pencipta atau
pemegang hak cipta yang haknya dilanggar oleh pihak lain. Berikut ini mekanisme penyelesaian
bagi pencipta yang ingin mempertahankan haknya:
Gugatan Perdata, mekanisme ini diatur di dalam Pasal 99 UUHC. Pemegang hak cipta berhak
mengajukan gugatan ganti rugi kepada pengadilan niaga atas pelanggaran hak ciptaannya dan
meminta penyitaan terhadap benda yang diumumkan atau hasil perbanyakan ciptaan itu.
UPAYA PENYELESAIAN PERMASALAHAN
HAK CIPTA
a.Tuntutan Pidana. Ketentuan pidana pelanggaran hak cipta diatur di dalam pasal 112-118 UUHC.
Pengajuan gugatan perdata tetap bisa dilakukan bersama tuntutan pidana. Proses perdata tidak
menggugurkan hak negara untuk melakukan tuntutan pidana. Sebelum dilakukan upaya pidana,
UUHC yang baru mengharuskan dilakukan upaya mediasi terlebih dahulu sebelum tuntutan
pidana dilakukan (pasal 95 ayat 4 UUHC).