Anda di halaman 1dari 3

PERBEDAAN PERBUATAN MELAWAN HUKUM DAN WANPRESTASI

Orang sering mencampuradukkan antara gugatan wanprestasi dan gugatan perbuatan melawan
hukum. Adakalanya, orang mengajukan gugatan perbuatan melawan hukum. Namun dari dalil-dalil
yang dikemukakan, sebenarnya lebih tepat kalau diajukan gugatan wanprestasi. Ini akan menjadi
celah yang akan dimanfaatkan tergugat dalam tangkisannya.

Dalam hal adanya suatu pelanggaran hak yang menimbulkan kerugian, seseorang, terkadang
mengalami kebingungan sehubungan dengan kategori pelanggaran apa yang dialaminya antara
Wanprestasi dan perbuatan melawan hukum (PMH), Dalam praktik peradilanpun sering kali dijumpai
pencampuran antara Wanprestasi dengan PMH dalam gugatannya. Faktanya, terdapat perbedaan yang
sangat mendasar (prinsipil) antara Wanprestasi dengan PMH.

Perbedaan paling mendasar antara Wanprestasi dan PMH adalah dasar pengaturannya, Pengaturan
Wanprestasi secara khusus diatur dalam ketentuan Pasal 1343 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
(KUHPer) yang didasarkan pada adanya cedera janji dalam suatu perjanjian sehingga salah satu pihak
harus bertanggung jawab. Seseorang dapat dikatakan telah ingkar janji atau wanprestasi, apabila
orang tersebut (debitor) tidak melakukan apa yang dijanjikannya atau ia melanggar perjanjian, dan
wanprestasi seorang debitor terdiri dari empat macam, yaitu:

1. Tidak melakukan apa yang disanggupi akan dilakukannya;


2. Melaksanakan apa yang dijanjikannya, tetapi tidak sebagaimana yang
dijanjikan;
3. Melakukan apa yang dijanjikannya tetapi terlambat;
4. Melakukan sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh dilakukannya

Sedangkan pengaturan PMH secara khusus diatur dalam ketentuan 1365 KUHPer yaitu “Tiap
perbuatan melawan hukum yang membawa kerugian kepada orang lain mewajibkan orang yang
karena salahnya menerbitkan kerugian itu, mengganti kerugian tersebut”. Berdasarkan pengertian
tersebut dan yurisprudensi di Indonesia, PMH adalah perbuatan yang memenuhi kriteria:

1. Bertentangan dengan kewajiban hukum si pelaku, atau


2. Melanggar hak subjektif orang lain, atau
3. Melanggar kaidah tata susila, atau
4. Bertentangan dengan asas kepatutan, ketelitian serta sikap hati-hati yang
seharusnya dimiliki seseorang dalam pergaulan dengan sesama warga
masyarakat atau terhadap harta benda orang lain ;

Membedakan antara perbuatan melawan hukum dan wanprestasi sebenarnya gampang-gampang


susah. Sepintas, kita bisa melihat persamaan dan perbedaanya dengan gampang. Baik perbuatan
melawan hukum dan wanprestasi, sama-sama dapat diajukan tuntutan ganti rugi.

Sementara perbedaannya, seseorang dikatakan wanprestasi apabila ia melanggar suatu perjanjian yang
telah disepakati dengan pihak lain. Tiada wanprestasi apabila tidak ada perjanjian sebelumnya.

Sedangkan seseorang dikatakan melakukan perbuatan melawan hukum apabila perbuatannya


bertentangan dengan hak orang lain, atau bertentangan dengan kewajiban hukumnya sendiri, atau
bertentangan dengan kesusilaan.
Beberapa sarjana hukum bahkan berani menyamakan perbuatan melawan hukum dengan wanprestasi
dengan batasan-batasan tertentu. Asser Ruten, sarjana hukum Belanda, berpendapat bahwa tidak ada
perbedaan yang hakiki antara perbuatan melawan hukum dan wanprestasi. Menurutnya, wanprestasi
bukan hanya pelanggaran atas hak orang lain, melainkan juga merupakan gangguan terhadap hak
kebendaan.

Senada dengan Rutten, Yahya Harahap berpandapat bahwa dengan tindakan debitur dalam
melaksanakan kewajibannya yang tidak tepat waktu atau tak layak, jelas itu merupakan pelanggaran
hak kreditur. Setiap pelanggaran hak orang lain berarti merupakan perbuatan melawan hukum.
Dikatakan pula, wanprestasi adalah species, sedangkan genusnya adalah perbuatan melawan hukum.

Selain itu, bisa saja perbuatan seseorang dikatakan wanprestasi sekaligus perbuatan melawan hukum.
Misalnya A yang sedang mengontrak rumah B, tidak membayar uang sewa yang telah disepakati.
Selain belum membayar uang sewa, ternyata A juga merusak pintu rumah B

Namun apabila kita cermati lagi, ada suatu perbedaan hakiki antara sifat perbuatan melawan hukum
dan wanprestasi. Bahkan, Pitlo menegaskan bahwa baik dilihat dari sejarahnya maupun dari
sistematik undang-undang, wanprestasi tidak dapat digolongkan pada pengertian perbuatan melawan
hukum.

M.A. Moegni Djojodirdjo dalam bukunya yang berjudul “Perbuatan Melawan Hukum”, berpendapat
bahwa amat penting untuk mempertimbangkan apakah seseorang akan mengajukan tuntutan ganti rugi
karena wanprestasi atau karena perbuatan melawan hukum.

Menurut Moegni, akan ada perbedaan dalam pembebanan pembuktian, perhitungan kerugian, dan
bentuk ganti ruginya antara tuntutan wanprestasi dan perbuatan melawan hukum.

Dalam suatu gugatan perbuatan melawan hukum, penggugat harus membuktikan semua unsur-
unsur perbuatan melawan hukum selain harus mampu membuktikan adanya kesalahan yang
diperbuat debitur. Sedangkan dalam gugatan wanprestasi, penggugat cukup menunjukkan adanya
wanprestasi atau adanya perjanjian yang dilanggar.

Kemudian dalam suatu gugatan perbuatan melawan hukum, penggugat dapat menuntut pengembalian
pada keadaan semula (restitutio in integrum). Namun, tuntutan tersebut tidak diajukan apabila
gugatan yang diajukan dasarnya adalah wanprestasi.

Kesimpulannya,

Dalam PMH si penggugat harus dapat membuktikan semua unsur-unsur kesalahan pada si tergugat
PMH.

Sedangkan dalam wanprestasi si penggugat cukup menunjukkan adanya wanprestasi, sedangkan


pembuktian, dalil bahwa tidak adanya wanprestasi dibebankan pada si tergugat.
 
Tuntutan pengembalian pada keadaan semula (reestitutio in integrum) hanyalah dapat dilakukan jika
terjadi gugatan PMH, sedangkan dalam gugatan wanprestasi tidak dapat dituntut pengembalian pada
keadaan semula.

Bilamana terdapat beberapa orang debitur yang bertanggung gugat, maka dalam hal terjadi tuntutan
ganti kerugian pada gugatan PMH, masing-masing debitur dapat bertanggung gugat untuk
keseluruhan ganti kerugian tersebut, sekalipun tidak berarti bahwa tanggung gugat tersebut sama
dengan tanggung renteng, Kalau dalam gugatan wanprestasi, maka tuntutan pada masing-masing
orang untuk keseluruhannya hanya mungkin diajukan apabila sifat tanggung rentengnya dicantumkan
dalam kontraknya atau  apabila prestasinya tidak dapat dibagi-bagi.

Ditinjau dari Wanprestasi PMH


Wanprestasi menurut Pasal 1243
KUHPer timbul dari persetujuan PMH menurut Pasal 1365 KUHPer
Sumber hukum (agreement) timbul akibat perbuatan orang
Hak menuntut ganti rugi dalam Hak menuntut ganti rugi karena PMH
wanprestasi timbul dari Pasal 1243 tidak perlu somasi. Kapan saja terjadi
Timbulnya hak KUHPer, yang pada prinsipnya PMH, pihak yang dirugikan langsung
menuntut membutuhkan pernyataan lalai (somasi) mendapat hak untuk menuntut ganti rugi
KUHPer telah mengatur tentang jangka KUHPer tidak mengatur bagaimana
waktu perhitungan ganti rugi yang dapat bentuk dan rincian ganti rugi. Dengan
dituntut, serta jenis dan jumlah ganti rugi demikian, bisa dgugat ganti rugi nyata
Tuntutan ganti rugi yang dapat dituntut dalam wanprestasi dan kerugian immateriil

Anda mungkin juga menyukai