Anda di halaman 1dari 4

MANDAT

Web 1:

seringkali kita menemukan istilah yang disamakan dengan kata wewenang adalah kekuasaan.
Tetapi dalam scope Hukum tata negara kebanyakan ahli hukum tata negara menggunakan istilah
wewenang. Wewenang dalam bahasa inggris disebut authority atau dalam bahasa belanda
bovedegheid. Yang kira-kira arti singkat dari wewenang adalah kekuasaan yang sah/ legitim.

Kenapa dikatakan sebagai kekuasaan yang sah ? adalah karena undang-undang yang
memberikan kewenangan/ kesahihan terhadap pejabat tersebut. Atau dengan kata lain tidak ada
kewenangan tanpa undang-undang yang mengaturnya. Ini disebut asas legalitas yakni berasal
dari kata lex yang berarti undang-undang.

Jadi dengan demikian, munculnya kewenangan adalah membatasi agar penyelenggara negara
dalam melaksanakan pemerintahan dapat dibatasi kewenangannya agar tidak berlaku sewenang-
wenang.

Kemudian muncul pula asas dalam hukum administrasi negara “tidak ada kewenangan tanpa
pertanggungjawaban.” Oleh karena itu siapapun atau pejabat manapun harus
mempertanggungjawabkan setiap tugas dan kewenangannya.

Maka, untuk mengetahui lebih lanjut dari pada siapa yang mesti bertanggung jawab dari pejabat
tersebut maka hal ini penting untuk diuraikan tiga cara memperoleh wewenang:

1. Atribusi adalah pemberian kewenangan pemerintahan oleh pembuat undang-undang


kepada organ pemerintahan tersebut. Artinya kewenangan itu bersifat melekat terhadap
pejabat yang dituju atas jabatan yang diembannya. Misalnya berdasarkan Pasal 41 UU
Nomor 27 Tahun 2009 tentang MD3 menegaskan  “DPR dapat membentuk undang-
undang untuk disetuji bersama dengan Presiden”.
2. Delegasi adalah pelimpahan kewenangan pemerintahan dari organ pemerintahan yang
satu kepada organ pemerintahan lainnya. Atau dengan kata lain terjadi pelimpahan
kewenangan. Jadi tanggung jawab/ tanggung gugat berada pada penerima delegasi/
delegataris. Misalnya: pemerintah pusat memberi delegasi kepada semua Pemda untuk
membuat Perda (termasuk membuat besluit/ keputusan) berdasarkan daerahnya masing-
masing.
3. Mandat terjadi jika organ pemerintahan mengizinkan kewenangannya dijalankan oleh
organ lain atas namanya. Pada mandat tidak terjadi peralihan tanggung jawab, melainkan
tanggung jawab tetap melekat pada sipemberi mandat. Misalnya instruksi gubernur
kepada sekretaris daerah agar ia bertanda tangan untuk keputusan pencairan anggaran
pendidikan. Jadi di sini jika jika keputusan yang hendak digugat berarti tetap yang
digugat/ sebagai tergugat adalah Gubernur.

Mengenai rumusan mandat, oleh Philipus M Hadjon mengemukakan ”Kewenangan membuat


keputusan hanya dapat diperoleh dengan dua cara, yaitu atribusi atau delegasi. Oleh karena
mandat merupakan suatu pelimpahan wewenang kepada bawahan. Pelimpahan ini bermaksud
memberi wewenang kepada bawahan untuk membuat keputusan a.n. pejabat tun yang memberi
mandat. Keputusan itu merupakan keputusan pejabat tun yang memberi mandat. Dengan
demikian tanggung jawab dan tanggung gugat tetap pada pemberi mandat. Untuk mandat tidak
perlu ada ketentuan peraturan perundang-undangan yang melandasinya karena mandat
merupakan hal rutin dalam hubungan intim-hirarkis organisasi pemerintahan”

Web 2:

Atribusi adalah pemberian wewenang pemerintahan oleh pembuat undang-undang kepada


organ pemerintahan.

Delegasi adalah pelimpahan wewenang pemerintahan dari satu organ pemerintahan


kepada organ pemerintahan lainnya.

Mandat terjadi ketika organ pemerintahan mengizinkan kewenangan dijalannya oleh organ
lain atas namanya.

Sedangkan yang dimaksud dengan diskresi adalah keputusan dan/atau tindakan yang
ditetapkan dan/atau dilakukan oleh pejabat pemerintahan untuk mengatasi persoalan
konkret yang dihadapi dalam penyelenggaraan pemerintahan dalam hal peraturan
perundang-undangan yang memberikan pilihan, tidak mengatur, tidak lengkap atau tidak
jelas, dan/atau adanya stagnasi pemerintahan.

Penjelasan lebih lanjut dapat Anda simak dalam ulasan di bawah ini.

Ulasan:

Terima kasih atas pertanyaan Anda.

Sumber Kewenangan
Pasal 1 angka 8 Undang-Undang Nomor 51 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua atas
Undang-Undang Nomor 5 tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara menyebutkan
sebagai berikut:

 
Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara adalah badan atau pejabat yang
melaksanakan urusan pemerintahan berdasarkan peraturan perundang-undangan
yang berlaku.
 

Indroharto dalam buku Usaha Memahami Undang-Undang Tentang Peradilan Tata Usaha
Negara: Buku I Beberapa Pengertian Dasar Hukum Tata Usaha Negara (hal. 90),
sebagaimana yang kami sarikan, menjelaskan bahwa rumusan “berdasarkan peraturan
perundang-undangan yang berlaku” selain mengandung makna untuk keabsahan (legalitas)
dari setiap perbuatan pemerintah yang dilakukan oleh Badan atau Pejabat Tata Usaha
Negara (“TUN”), juga menunjukkan bahwa wewenang pemerintahan berasal dari peraturan
perundang-undangan yang berlaku saja.

Hal serupa juga dijelaskan oleh Ridwan HR dalam buku Hukum Administrasi Negara (hal.
101-102). Ridwan menjelaskan bahwa seiring dengan pilar utama negara hukum, yaitu asas
legalitas, maka berdasarkan prinsip ini tersirat bahwa wewenang pemerintahan berasal dari
peraturan perundang-undangan, artinya sumber wewenang bagi pemerintah adalah
peraturan perundang-undangan. Secara teoritik, kewenangan yang bersumber dari
peraturan perundang-undangan tersebut diperoleh melalui tiga cara, sebagaimana yang
didefinisikan oleh H.D van Wijk/ Willem Konijnenbelt, sebagai berikut:
a.    Atribusi adalah pemberian wewenang pemerintahan oleh pembuat undang-undang
kepada organ pemerintahan.
b.    Delegasi adalah pelimpahan wewenang pemerintahan dari satu organ pemerintahan
kepada organ pemerintahan lainnya.
c.    Mandat terjadi ketika organ pemerintahan mengizinkan kewenangannya dijalankan oleh
organ lain atas namanya.

Lebih lanjut, Ridwan HR (hal. 105) menjelaskan bahwa wewenang yang diperoleh secara
atribusi bersifat asli berasal dari peraturan perundang-undangan. Dengan kata lain, organ
pemerintahan memperoleh kewenangan secara langsung dari redaksi pasal tertentu dalam
peraturan perundang-undangan. Dalam hal atribusi, penerima wewenang dapat
menciptakan wewenang baru atau memperluas wewenang yang sudah ada.

Pada delegasi tidak ada penciptaan wewenang, yang ada hanya pelimpahan wewenang
dari pejabat yang satu kepada pejabat lainnya. Tanggung jawab yuridis tidak lagi berada
pada pemberi delegasi, tetapi beralih pada penerima delegasi.

WEB 3:
Contoh Penggunaan Delegasi dan Mandat

Delegasi dan mandat merupakan bagian dari sumber adanya wewenag. Delegasi sendiri adalah
penyerahan wewenang kepada pihak lain dan yang bertanggung jawab adalah pihak yang
diberikan wewenang tersebut.

Adapun beberapa contoh dalam penggunaan delegasi :

1. Mengirimkan delegasi pelajar Indoneisa dalam mengikuti ajang kompetisi fisika tingkat
Internasional. Sehingga para pelajar indonesia harus bertanggungjawab atas delegasi
yang diterimanya.
2. Pemerintah Pusat memberikan wewenang kepada Pemerintah Daerah untuk membuat
peraturan pada daerahnya masing-masing. Sehingga Pemerintah Daerah bertanggung
jawab penuh atas kewenangan delegasi yang diterimanya.
3. Pemberian kewenangan dari Kepala Daerah kepada Kepala Dinas atau Camat dalam
melaksanakan pelayanan publik dan untuk membuat produk hukum dalam bentuk apapun
sesuai dengan tujuan negara.. Sehingga kepala dinas atau camat memiliki tanggung jawab
atas kewenangan delegasi yang telah diterima untuk melaksanakan pelayanan publik
secara baik dan sesuai aturan yang telah ada.

      Sedangkan mandat adalah penyerahan wewenang kepada pihak lain dan yang
bertanggungjawab adalah pihak yang memberi wewenang. Wewenang ini diberikan kepada
bawahan oleh atasan dimana pelimpahan bermaksud memberi wewenang kepada bawahan untuk
membuat keputusan atas nama pejabat yang memberi mandat. Dalam pemberian mandat,
pemberi mandat dapat mengunakan kewenangan yang telah diberikannya itu setiap saat.

Berikut contoh penggunaan madat, yaitu :

1. Kepala daerah memerintahkan bawahannya mengeluarkan uang daerah untuk suatu


kepentingan, maka konsekuensi tanggung jawab dan tanggung gugat tetap pada pemberi
mandat yaitu kepala daerah.
2. Katika gubernur sedang berada di luar kota, pada saat bersamaan di daerah yang
dipimpinnya dia harus memberikan persetujuannya untuk memberikan dana kepada salah
satu daerahnya, maka dia  bisa memberi mandat kepada wail gubernur untuk
menandatangani persetujuan tersebut. Setelah persetujuan tersebut ditandatangani
otomatis berakhirlah mandat yang telah diberikan tersebut dan apabila dikemudian hari
terjadi permasalahan dengan keputusan pemberian dana tersebut maka Gubernur
langsung lah yang bertanggung jawab.
3. Ketika kepala daerah memerintahkan bawahannya mengeluarkan uang daerah untuk
suatu kepentingan, maka konsekuensi tanggung jawab dan tanggung gugat tetap pada
pemberi mandat yaitu kepala daerah.

Anda mungkin juga menyukai