Anda di halaman 1dari 29

5.

ISTILAH
PERUNDANG-
UNDANGAN.
 Sampai kini tampaknya belum ada kesepakatan
tentang penggunaan istilah mengenai perundang-
undangan.
 Kalau kita perhatikan istilah yg ada ternyata banyak
istilah yg kita ketemukan tentang UU atau peraturan
per UU an, baik di dalam kenyataan maupun di
dalam berbagai literatur yg berkaitan dg HTN.
 Istilah tsb adalah:
- Peraturan Negara
- Perundangan,
- Peraturan perundangan,
- Peraturan perUU an,
- Per UU an,
 Dalam bahasa belanda, di kenal dg istilah:
- Wet,
- Wetgeving,
- Wettelijke regels atau,
- Wettelijke regeling(en)
 Pengertian Wet sendiri di bedakan antara :
- Wet in formele zin dan
- Wet in materiele zin.
 Istilah Perundang-undangan, Peraturan
perundang-undangan berasal dari Wetelijke
regels.
Peraturan Negara

 Istilah peraturan negara, mungkin merupakan


terjemahan dari istilah :
“Staat regeling”.
Staat = Negara,
Regeling = peraturan.
 Adapun yg di maksud dg peraturan negara
adalah: peraturan tertulis yg di terbitkan oleh
instansi resmi , baik dlm pengertian
“lembaga” atau Pejabat tertentu.
 Peraturan yg di maksud meliputi:
- Undang-Undang,
- Peraturan Pemerintah sebagai Pengganti
Undang-Undang,
- Peraturan Pemerintah,
- Peraturan Daerah,
- Surat Keputusan dan
- Instruksi
Perundangan dan Peraturan perundanagan

 Istilah “Perundangan” termasuk


“Peraturan perundangan”
berasal dari kata “undang”,
bukan berasal dari kata-kata Undang-Undang.
 Kata “ Undang” tidak mempunyai konotasi dg
pengertian “Wet” atau Undang-Undang,
karena istilah undang mempunyai
arti tersendiri.
Peraturan Perundangan
Peraturan Perundangan .
Adalah peraturan mengenai tatacara pembuatan
Peraturan Negara.
 SOEHINO.

Dlm bukunya yg berjudul “Hukum Tata Negara dan


Teknik Perundang-undangan” menggunakan istilah:
“Peraturan Perundangan”.
 Istilah tersebut pernah pula di gunakan dlm Ketetapan

MPRS No. XX / MPRS /1966, sebagaimana tercantum


pada judul Ketetapan MPRS tsb, yaitu : “Sumber
tertib hukum RI dan Tata Urutan Peraturan
Perundangan RI …. dst
Perundang-undangan
 Amiroeddin Syarief. Menggunakan istilah “Perundang-
undangan” dg alasan : bahwa
istilah itu lebih pendek dan oleh karena itu sangat
ekonomis.
 Selain itu , istilah Perundang-undangan pernah di gunakan
dalam
1). KRIS (Konstitusi Republik Indonesia Serikat
tahun 1949) sebagaimana di buat dlm
pasal 51 ayat (3) dg rumusan :
“Perundang-undangan Fedral” .
2). Dalam UUDS 1950, sebagaimana di muat
dalam
Bagian II dg judul : “Perundang-undangan”.
Peraturan Perundang-undangan
 Istilah tsb di kemukakan oleh
- A HAMID S ATTAMIMI,
- SRI SOEMANTRI,
- BAGIRMANAN.
A Hamid S Attamimi mengatakan bahwa
Istilah Peraturan perundang-undangan berasal dari
istilah “Wettelijke regeling” atau “Wettelijke regels”.
 Walaupun demikian istilah tersebut tidak mutlak di pakai
secara konsisten, karena dlm
konteks tertentu lebih tepat di gunakan istilah
“Perundang-undangan”,
dan dalam konteks lain di gunakan istilah “Peraturan
perundang-undangan”
 Penggunaan istilah “Peraturan perundang-
undangan” lebih berkaitan atau lebih relevan
dlm pembicaraan mengenai jenis atau bentuk
peraturan atau hukum.
 Sedangkan penggunaan istilah “Perundang-
undangan “ lebih mengena kalau di pakai dlm
konteks lain, seperti misalnya dlm istilah:
- ilmu perundang-undangan,
- Teori perundang-undangan,
- Dasar perundang-undangan dsb.
 Perlu di ketahui bahwa istilah
“perundang-undangan” dan
“Peraturan perundang-undangan”
berasal dari istilah atau kata
“ Undang-Undang ”,
yg menunjuk kepada jenis atau bentuk
peraturan yg di buat oleh Negara.
 Dlm literatur Belanda di kenal istilah : “Wet”,
Wet mempunyai dua arti yaitu:
- “Wet in formele zin” , yaitu: pengertian
Undang-undang yg di dasarkan kepada
bentuk dan cara terbentuknya.
- “Wet in materiele zin”, yaitu: pengertian
undang-undang di dasarkan kepada isi atau
substansinya.
 Dg memakai istilah “perundangan”, maka tidak lain

bahwa asal katanya adalah “undang” dg di bubuhi


awalan “per” dan akhiran “an”.
 Kata “undang” berkonotasi lain dari kata “undang-

undang”
 Dalam hubungan dg pengertian
– UU dlm arti material (Wet in materiele zin)
dan
– UU dlm arti formal (Wet in formele zin) ini
perlu di pahami perbedaannya antara UU
material dan UU formal, oleh karena
dari sudut tata hukum di kenal adanya:
1. UU formal tidak material,
2. UU tidak formal tetapi material,
3. UU formal yg material,
4. UU tidak formal dan juga tidak material
 Pemahaman terhadap Undang-undang tesebut
adalah:
ad. 1. Undang-undang formal tidak material
adalah: peraturan yg terbentuknya dg
persetujuan DPR dan pengesahan pemerintah
(Presiden) tetapi isinya tidak langsung
mengikat penghidupan rakyat,
misalnya:
- UU tentang APBN,
- UU tentang ratifikasi perjanjian dg negara
lain.
ad.2. UU tidak formal tetapi material, adalah:
Peraturan yg terbentuknya tidak dengan
persetujuan DPR dan pengesahan Pemerintah
tetapi substansinya mengikat masyarakat.
 Umpama:
Peraturan yg di keluarkan oleh Kepala Daera
akan tetapi isinya langsung mengikat
penghidupan masyarakat. Ini
termasuk pengertian peraturan perundang-
undangan.
ad.3. UU Formal dan material.
Adalah: UU yg di bentuk atas persetujuan DPR dan di
sahkan oleh Presiden yg isinya mengikat rakyat.
Misalnya:
- UU Perkawinan,
- UUPA,
- UULAJR, dsb.
ad.4. UU yg tidak formal dan tidak material. Adalah:
UU yang tidak atas prsetujuan (di bentuk ) oleh DPR dan
tidak di sahkan oleh Presiden. Dan UU ini isinya
sama sekali tidak langsung mengikat penghidupan rakyat.
Misalnya.
- tentang tatatertib DPR, dsb
Terimakasih
6.
BATASAN DAN CIRI-CIRI
PERATURAN
PERUNDANG-UNDANGAN
 Tentang batasan/difinisi per UU an belum ada
kesepakatan.
 Apakah pengertian per UU an akan mencakup
/ meliputi semua peraturan tertulis yg di buat
oleh penguasa ataukah terbatas ?.
 Apakah meliputi hanya peraturan pusat saja
ataukah juga meliputi peraturan-peraturan
daerah ?.
 Kalau meliputi peraturan pusat saja apakah
akan meliputi pula produk-produk MPR ?.
 Sebagai perbandingan perlu di lihat dalam
sejarah per UU an.
 Di jaman Hindia Belanda yg termasuk kedalam kategori
“Wettelijke regelingen”adalah meliputi:
a. Internationale tractaten.
Yaitu: perjanjian-pejanjian internasional.
b. Politike contracten,
yaitu: perjanjian (kontrak) politik raja-raja di
Indonesia dg pemerintah penjajahan Belanda.
c. Locale verordening,
adalah: Peraturan Daerah.
d. Weterschaps verordening,
adalah: Peraturan- peraturan Daerah sepengairan.
e. Verordeningen van hoofden van gewestelijk
bestuur,
yaitu: Peraturan-peraturan yg di keluarkan oleh Kepala
Pemerintah di wilayah
f. Algemene verordeningen.Menurut pasal 93 IS (Indische
Staatregeling) terdiri dari:
1. Regerings verordening (RV),
yaitu: Peraturan Pemerintah.
2. Ordonantie (Ordonansi)
yaitu peraturan setingkat UU.
3. Algemene maatregel van bestuur, disingkat
(AMvB)
yaitu berupa tindakan umum Pemerintah, yakni
sejenis peraturan yg di tetapkan dg Koninklijk
besluit (KB),
yaitu berupa keputusan Raja.
4. Wetten,
yaitu Undang-undang Negeri Belanda.
 Ada beberapa batasan / pendapat dari sarjana-
sarjana a.l.
1.PJP. TAK. Dalam bukunya yg berjudul:
“RECHTSVORMING IN NEDERLAND”
mengartikan peraturan perundang-undangan
(UU dlm arti materiil) adalah:
setiap keputusan tertulis
yg di keluarkan pejabat berwenang
yg berisi aturan tingkah laku
yg bersifat mengikat secara umum.
. BAGIRMANAN DAN KUNTANA MAGNAR
memberikan pengertian peraturan per UU an adalah:
setiap putusan tertulis
yg di buat, di tetapkan dan di keluarkan oleh
lembaga dan atau pejabat Negara
yg mempunyai (menjalankan) fungsi legislatif
sesuai dg tatacara yg berlaku.

3. A HAMID S ATTAMIMI
memberikan batasan peraturan per UU an adalah:
peraturan negara di tingkat pusat dan di tingkat
daerah
yg di bentuk berdasarkan kewenangan per UU an
bersifat atribusi maupun bersifat delegasi.
 Pada bagian lain
A HAMID S ATTAMIMI memberikan batasan
mengenai peraturan per UU an sbb.
Semua peraturan hukum
yg di bentuk oleh semua tingkat lembaga
dlm bentuk tertentu
dg prosedur tertentu
biasanya di sertai sanksi
dan berlaku umum serta mengikat rakyat.
4. TJ. BUYS
mengartikan peraturan per UU an sebagai peraturan-
peraturan yg mengikat secara umum (ALGEMEEN
BINDENDE VOORSCHRIFTEN)
 Pendapat TJ BUYS tsb di tambahkan oleh Prof
JHA LOGEMANN dg “NAAR BUITEN
WERKENDE VOORSCHRIFTEN”.
 Sehingga menurut JHA LOGEMANN
peraturan per UU an adalah: peraturan yg
mengikat secara umum dan berdaya laku
keluar (ALGEMEEN BINDENDE EN NAAR
BUITEN WERKENDE VOORSCHRIFTEN).
 Pengertian berdaya laku keluar adalah: bahwa
peraturan tsb di tujukan kepada masyarakat
(umum) tidak di tujukan kepada (kedalam)
pembentuknya.
 Di dlm hukum positif Indonesia, yaitu UU No. 5 th 1986 yg
kemudian di rubah dg UU No. 9 th 2004 tentang Peradilan Tata
Usaha Negara.
 Pada pasal 1 butir 2 terdapat rumusan “……melaksanakan urusan
pemerintahan berdasarkan peraturan per UU an yg berlaku.
 Rumusan mengenai “ Peraturan per UU an di maksud, yaitu:
- semua peraturan
- yg bersifat mengikat secara umum
- yg di keluarkan oleh badan perwakilan rakyat bersama
Pemerintah
- baik di tingkat pusat maupun di tingkat daerah.

 serta semua keputusan badan atau pejabat TUN baik di tingkat


pusat maupun di tingkat daerah yg juga bersifat mengikat secara
umum
 Dari sekian difinisi nampaknya sukar untuk
menentukan difinisi mana yg paling tepat. Yg
jelas bahwa dari difinisi atau batasan dan
pengertian peraturan per UU an sebagaimana di
rumuskan di atas dapat di identifikasi sifat-sifat
atau ciri-ciri dari suatu peraturan per UU an,
yaitu:
1. Peraturan per UU an itu berupa keputusan
tertulis. Jadi mempunyai format/bentuk tertentu.
2. Di bentuk, di tetapkan dan di keluarkan oleh
pejabat berwenang baik di tingkat pusat maupun
di tingkat daerah
 Yg di maksud dg pejabat yg berwenang adalah:
pejabat yg di tetapkan berdasarkan pada
ketentuan yg berlaku, baik berdasar atribusi
maupun delegasi.
3. Peraturan per UU tsb berisi aturan pola tingkah
laku.
Jadi peraturan per UU an bersifat : mengatur
(regulerend) dan tidak bersifat sekali jalan
(einmalig).
4. Peraturan per UU an mengikat secara umum
(karena di tujukan kepada umum), artinya: tidak
di tujukan kepada seseorang atau individu
tertentu (tidak bersifat individual)
Terimakasih

Anda mungkin juga menyukai