PENDAHULUAN
1.1 Definisi & Tanda Gejala
Pneumonia merupakan salah satu penyakit infeksi saluran pernafasan akut bagian
bawah yang menjadi penyebab utama morbiditas dan mortalitas anak berusia dibawah 5
tahun terutama di negara yang sedang berkembang. Kematian balita di Indonesia yang
disebabkan penyakit respiratori terutama adalah pneumonia (Efni Yulia., et al, 2016).
Pneumonia adalah infeksi jaringan paru-paru (alveoli) yang bersifat akut. Penyebabnya
adalah bakteri, virus, jamur, pajanan bahan kimia atau kerusakan fisik dari paru-paru,
maupun pengaruh tidak langsung dari penyakit lain. Bakteri yang biasa menyebabkan
pneumonia adalah Streptococcus dan Mycoplasma pneumonia, sedangkan virus yang
menyebabkan pneumonia adalah adenoviruses, rhinovirus, influenza virus, respiratory
syncytial virus (RSV) dan para influenza virus (Anwar Athena & Dharmayanti Ika,
2014). Pneumonia pada anak balita seringkali bersamaan dengan terjadinya proses
infeksi akut pada bronkus yang disebut bronchopneumonia (Rasyid Zulmeliza, 2013).
Gejala penyakit pneumonia ini berupa nafas cepat dan nafas sesak, karena paru
meradang secara mendadak. Batas nafas cepat adalah frekuensi pernafasan sebanyak 60
kali per menit atau lebih pada umur balita < 2 bulan, 50 kali per menit atau lebih pada
anak usia 2 bulan sampai kurang dari 1 tahun, dan 40 kali per menit atau lebih pada
anak usia 1 tahun sampai kurang dari 5 tahun (Rasyid Zulmeliza, 2013). Selain itu,
gambaran klinis pneumonia ditandai dengan demam, takipnu, usaha napas meningkat,
disertai tarikan otot-otot dinding dada, disertai napas cuping hidung. Pada infeksi yang
berat dapat dijumpai sianosis dan gagal napas. Pada pemeriksaan fisik didapatkan ronki
dan mengi (Nurjannah, et al. 2012).
Pada umumnya, pneumonia dikategorikan dalam penyakit menular yang
ditularkan melalui udara, dengan sumber penularan adalah penderita pneumonia yang
menyebarkan kuman dalam bentuk droplet ke udara pada saat batuk atau bersin. Untuk
selanjutnya, kuman penyebab pneumonia masuk ke saluran pernapasan melalui proses
inhalasi (udara yang dihirup), atau dengan cara penularan langsung, yaitu percikan
droplet yang dikeluarkan oleh penderita saat batuk, bersin, dan berbicara langsung
terhirup oleh orang di sekitar penderita, atau memegang dan menggunakan benda yang
telah terkena sekresi saluran pernapasan penderita (Anwar Athena & Dharmayanti Ika,
2014).
1.2 Patofisiologi
Pneumonia adalah invasi saluran pernapasan bagian bawah, di bawah laring oleh
patogen baik melalui inhalasi, aspirasi, invasi epitel pernapasan, atau penyebaran
hematogen. Ada hambatan infeksi yang meliputi struktur anatomi (rambut hidung,
turbinat, epiglotis, silia), imunitas humoral dan seluler. Setelah hambatan ini dilewati,
terjadi infeksi, baik oleh penyebaran fomite / droplet (kebanyakan virus) atau kolonisasi
nasofaring (sebagian besar bakteri), menghasilkan peradangan dan cedera atau kematian
epitel dan alveoli di sekitarnya. Ini pada akhirnya disertai dengan migrasi sel-sel
inflamasi ke tempat infeksi, menyebabkan proses eksudatif, yang pada gilirannya
mengganggu oksigenasi. Dalam sebagian besar kasus, mikroba tidak teridentifikasi, dan
penyebab paling umum adalah etiologi virus (Ebeledike C & Ahmad T, 2020).
Ada empat tahap lobar pneumonia. Tahap pertama terjadi dalam 24 jam dan
ditandai oleh edema alveolar dan kongesti vaskular. Terdapat kakteri dan neutrofil. Red
hepatization adalah tahap kedua, dan memiliki konsistensi hati. Tahap ini ditandai oleh
neutrofil, sel darah merah, dan sel epitel yang dideklamasi. Deposit fibrin dalam alveoli
sering terjadi. Tahap ketiga gray hepatization terjadi 2-3 hari kemudian, dan paru-paru
tampak coklat gelap. Ada akumulasi hemosiderin dan hemolisis sel darah merah. Tahap
keempat adalah tahap resolusi, di mana infiltrasi seluler diserap, dan arsitektur paru
dipulihkan. Jika penyembuhan tidak ideal, maka itu dapat menyebabkan
parapneumonic effusions dan pleural adhesions. Pada bronkopneumonia, sering ada
potongan konsolidasi satu atau lebih lobus. Infiltrat neutrofilik terutama di sekitar pusat
bronkus (Ebeledike C & Ahmad T, 2020).
1.3 Epidemiologi
Berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) pada tahun 2007, dari tahun
ke tahun pneumonia selalu menduduki peringkat atas penyebab kematian bayi dan anak
balita di Indonesia. Penyakit pneumonia merupakan penyebab kematian kedua setelah
diare (15,5% diantara semua balita) dan selalu berada pada daftar 10 penyakit terbesar
setiap tahunnya di fasilitas kesehatan. Prevalensi pneumonia balita di Indonesia
meningkat dari 7,6% pada tahun 2002 menjadi 11,2% pada tahun 2007 (Kemenkes RI,
2010). Pada Profil Kesehatan Republik Indonesia data tahun 2017 didapatkan angka
insiden pneumonia di Indonesia sebesar 20,54 per 1000 balita. Jumlah kasus pneumonia
balita di Indonesia pada tahun 2013 hingga 2017 mengalami kenaikan dan penurunan.
Pada tahun 2013 ditemukan kasus pneumonia balita sebanyak 571.547 kasus. Kasus
tersebut mengalami kenaikan pada tahun 2014 menjadi 657.490 kasus. Penurunan angka
kasus terjadi pada tahun 2015 dengan besaran 554.650 kasus. Namun, pada tahun 2016
kembali mengalami kenaikan hingga sebanyak 568.146 kasus dan menurun pada tahun
2017 sebesar 511.434 kasus (Sari, 2019).
Pada Provinsi Bali, prevalensi pneumonia bayi (< 1 tahun) mencapai 12,9% dan
anak balita (1-4 tahun) mencapai 13,2%, dengan menduduki prevalensi tertinggi kedua
di seluruh Indonesia setelah Provinsi Gorontalo (Kemenkes RI, 2010)
BAB II
ISI
2.1 Algoritma HOAC 2
Collect Initial Data
Vital Sign
Pemeriksaan Fisik (Inspeksi, Palpasi, Perkusi,
Konsultasi dokter
Aulkultasi)
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Fungsi Gerak
Melakukan Pengukuran ( Scala nyeri dan
Kemampuan respirasi)
Vital sign:
o HR : Takikardi
o BP : Normal
o RR : Takipnea
o Temperature : Hipertermi
o Kesadaran : Composmentis
Conduct The Examination And Analyze The Data
Inspeksi:
o Inspeksi Statis: bentuk dada retraksi, wajah pucat.
o Inspeksi Dinamis: Pasien terlihat sesak, nafas pendek
Palpasi: Denyut nadi terirama beraturan namun terjadi peningkatan, badan terasa panas, spasme otot
perut dan tenderness pada bahu.
Perkusi : Redup
Auskultasi : Crackles (Ronki basah pada paru)
SkalaBorg (sesak nafas) : 4 (agak berat)
Skala Borg (aktivitas fisik) : 13
- Pemeriksaan expansi thorax (untuk menilai kedalaman dan kualitas pergerakan dari setiap sisi dada)
Pemeriksaan auskultasi : Ronki dan Mengi
Pemeriksaan Spirometri : 75% (Sedang)
Scala nyeri WBR : 4 (agak mengganggu)
Pemeriksaan Penunjang :
o Rontgen : Infiltrat pada paru
o Laboratorium : Leukosit meningkat
Establish Goals
Anticipated Problems
Existing Problems Mencegah kelainan postur tubuh
Mencegah inaktivitas sehingga mengalami
Meningkatkan kapasitas/ventilasi paru penurunan V02Max
Mengurangi Sputum Mencegah iskemia jaringan yang
Merileksasikan otot yang mengalami menyebabkan pink puffer atau blue blotter
spasme Mencegah terjadinya empiema
Konsultasi
Konsultasi dokter
dokter Status Problems & Goals
Tactic
3 PosturalDrainage
Prinsip postural drainage adalah penempatan posisi anak yang benar dan
membawa udara agar tekanan dalam rongga dada lebih rendah dari
tekanan atmosfer sehingga udara dapat bergerak ke paru saat inspirasi.
Tujuan dari postural drainase adalah mengeluarkan apa saja yang
terkumpul dalam rongga pleura agar rongga pleura normal (Arif Muttaqin,
2008). Teknik postural drainage yaitu
3.2 Edukasi
Berikan nasihat kepada orang tua untuk mencegah terpapar dari rokok, dan
sebagai bagian dari perawatan primer yang antisipatif, mendidik orang tua mengenai
paparan menular di kemudian hari di pusat penitipan anak, sekolah, dan lingkungan
serupa serta pentingnya mencuci tangan. Selain itu, diskusikan manfaat yang dapat
diterima anak dari imunisasi pneumokokus dan imunisasi influenza tahunan serta
potensi manfaat dan biaya RSV imun globulin. Tekankan surveilans pada masalah
jangka panjang dengan pertumbuhan, perkembangan, otitis, penyakit saluran napas
reaktif, dan komplikasi lainnya. Selain itu, hal-hal yang perlu diperhatikan bagi orang
tua maupun caregiver terhadap anak yang mengalami pneumonia, yaitu:
American Thoracic Society. 2016. What is Pneumonia?. Am J Respir Crit Care Med.
193: 1-2.
Anwar Athena & Dharmayanti Ika. 2014. Pneumonia pada Anak Balita di Indonesia.
Jurnal Kesehatan Masyarakat Nasional. Voume 8 (8). Hal. 359 – 365.
Azizah, R.A.U., Nataliswati, T. and Anantasari, R., 2018. Pengaruh latihan pursed lips
breathing terhadap perubahan RR pasien pneumonia di RSUD Lawang. Jurnal
Ners dan Kebidanan (Journal of Ners and Midwifery), 5(3), pp.188-194.
Bennett, N.J. 2018. Pediatric Pneumonia. Tersedia pada
https://emedicine.medscape.com/article/967822-overview#a1, [Diakses 20 Mei
2020]
Chaves, G.S., Freitas, D.A., Santino, T.A., Nogueira, P.A.M., Fregonezi, G.A. and
Mendonca, K.M., 2019. Chest physiotherapy for pneumonia in children.
Cochrane Database of Systematic Reviews, (1).
Ebeledike C & Ahmad T. 2020. Pediatric Pneumonia. Stat Pearls. Dilihat 17 Mei 2020 :
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK536940/
Efni Yuliana, Machmud R, Pertiwi Dian. 2016. Faktor Risiko yang Berhubungan
dengan Kejadian Pneumonia pada Balita di Kelurahan Air Tawar Barat Padang.
Jurnal Kesehatan Andalas. Volume 5(2). Hal. 365 – 370.
Elsevier. 2019. Pneumonia. Tersedia pada
https://www.elsevier.com/__data/assets/pdf_file/0009/974628/CPG_IP_Pneumo
nia-Peds.pdf, [Diakses 20 Mei 2020]
Hermansyah, Nina, R.K., & Aminoto, T. 2015. Pengaruh Breathing Exercise Terhadap
Kualitas Hidup Lanjut Usia di Panti Werdha Ria Pembangunan. Jurnal Ilmu dan
Teknologi Kesehatan, vol.2(2).
‘International Classification of Functioning , Disability and Health’ (2001) World
Health Organization.
Kemenkes RI. 2010. Pneumonia Balita. Buletin Jendela Epidemiologi. Vol: 3.
Kisner, C. & Colby, L.A. 2007. Theraputic Exercise and Techniques. third edition.
United States of America : Fad avis Company.
Leelarungrayub, D. 2012. Chest Mobilization Techniques for Improving Ventilation
and Gas Exchange in Chronic Lung Disease. Thailand : Departement of Physical
Therapy.