DISUSUN OLEH :
HENDRIK SYAHPUTRA
NIM. 2074201011
FAKULTAS HUKUM
perikatan yang lahir dari perjanjian dan perikatan yang lahir dari undang-
undang. Akibat hukum suatu perikatan yang lahir dari perjanjian memang
dikehendaki oleh para pihak, karena memang perjanjian dibuat didasarkan atas
perjanjian. Sedangkan akibat hukum suatu perikatan yang lahir dari undang-
undang mungkin tidak dikehendaki oleh para pihak, tetapi hubungan hukum dan
Untuk lebih memahami arti dari perikatan tersebut berikut pendapat beberapa ahli
Menurut Hoffmann :
subjek hukum sehubungan dengan itu seorang atau beberapa orang daripadanya
(debitur atau para debitur) mengikatkan dirinya untuk bersikap menurut cara-
cara tertentu terhadap pihak yang lain, yang berhak atas sikap yang demikian
itu”.
Menurut Pitlo :
“Perikatan adalah suatu hubungan hukum yang bersifat harta kekayaan antara dua
orang atau lebih, atas dasar mana pihak yang satu berhak (kreditur) dan pihak yang
perikatan paling sedikit terdapat satu hak atau satu kewajiban, suatu persetujuan
maka dapat dikatakan telah terjadi wanprestasi, karena adanya suatu hubungan
kontraktual antara pihak yang menimbulkan kerugian dan pihak yang menderita
kerugian. Namun bila tidak ada ditemukan hubungan kontraktual antara pihak
yang menimbulkan kerugian dengan pihak yang menderita kerugian, maka dapat
Menurut teori klasik tujuan daripada seseorang atau badan hukum mengajukan
would have been in had the contract been performed) atau dengan kata lain
ganti rugi tersebut adalah berupa kehilangan keuntungan yang diharapkan atau
hukum.
Namun, dari sejarah dan sistematika yang dianut oleh KUH Perdata orang
maka tidak ada dasar untuk tuntutan atas dasar perbuatan melawan hukum.
Namun ada juga yang menyatakan bahwa atas dasar pertimbangan praktis,
sama terbuka kemungkinan tuntutan baik atas dasar wanprestasi maupun atas
melanggar kewajiban kontraktual dan sekaligus juga tidak sesuai dengan tata
Lalu, dimana letak batasnya? dengan kata lain, kapan dikatakan bahwa suatu
permasalahan hukum dalam hal adanya hubungan kontraktual antara para pihak
hukum? Untuk itu berikut akan dibahas beberapa putusan pengadilan dimana
perbuatan melawan hukum (pasal 1365 KUH Perdata) digunakan sebagai dasar
hukum yang mana semua pengertian melawan hukum hanya diartikan secara
A. Pengertian Wanprestasi
perikatan yang timbul karena perjanjian maupun perikatan yang timbul karena
Undang-Undang.
kemungkinan, yaitu :
kelalaian;
2. Karena keadaan memaksa (force majeur), hal ini terjadi diluar kemampuan
debitur
Pengertian wanprestasi ini sendiri belum mendapatkan keseragaman, masih
tidak terdapat kata sepakat untuk menentukan istilah mana yang hendak
tepat pada waktunya atau dilakukan tidak menurut selayaknya. Kalau begitu
seorang debitur disebutkan dan berada dalam keadaan wanprestasi, apabila dia
telah lalai sehingga terlambat dari jadwal waktu yang ditentukan atau dalam
Seperti diketahui dalam setiap persetujuan tidak selamanya pihak debitur dapat
selalu bahwa tidak dapat memenuhi sama sekali prestasi yang diperjanjikannya,
melainkan dapat juga dalam seorang debitur tidak tepat waktunya dalam
Dalam suatu perikatan yang dibuat dua pihak yang terikat yaitu debitur dan
kreditur dimana dalam hal ini menimbulkan hak dan kewajiban bagi para pihak
berbuat, atau tidak berbuat sesuatu (pasal 1234 KUH Perdata). Selain itu debitur
melaksanakan prestasi;
Dari ketiga bentuk wanprestasi tersebut diatas, maka yang menjadi masalah
adalah pada saat mana debitur dikatakan terlambat memenuhi prestasi dan pada
saat mana pula debitur dikatakan tidak memenuhi prestasi sama sekali.
wanprestasi maka dalam hal ini kreditur dapat meminta ganti rugi atau ongkos
kerugian dan bunga yang dideritanya. Hal ini menurut ketentuan yang diatur
dalam pasal 1246 KUH Perdata bahwa oleh kreditur dapat dituntut :
Menurut Mariam Darus wujud dari tidak memenuhi perikatan ada 3 macam
yaitu :
dengan sendirinya. Wanprestasi itu tidak terjadi dengan sendirinya, maka untuk
mulai saat orang itu melakukan perbuatan yang dilarang dalam perjanjian dan
Apabila seorang debitur sudah diperingatkan atau sudah dengan tegas ditagih
janjinya, seperti yang telah diterangkan diatas, maka jika tetap tidak memenuhi
prestasi yang diperjanjikan, maka berada dalam keadaan lalai atau alpa dan
terhadap debitur yang lalai dapat dikenakan empat macam sanksi, yaitu :
c. Peralihan resiko ;
Ganti rugi sering diperinci dalam tiga unsur : Biaya (kosten), rugi (schaden), dan
bunga (interesten). Ketentuan tentang ganti rugi ini diatur dalam pasal 1248 KUH
Perdata sampai dengan 1251 KUH Perdata, yang dimaksudkan dengan biaya adalah
segala pengeluaran atau perongkosan yang nyata-nyata sudah dikeluarkan oleh suatu
pihak. Jika seorang sutradara mengadakan suatu perjanjian dengan seorang artis
untuk mengadakan suatu pertunjukkan dan pemain ini kemudian tidak datang,
pertunjukan terpaksa dibatalkan, maka yang termaksud biaya adalah ongkos cetak
Yang dimaksud dengan istilah rugi adalah kerugian karena kerusakan barang-
tentang apa yang dimaksud dalam ganti rugi tersebut. Boleh dikatakan,
ketentuan-ketentuan itu merupakan pembatasan dari apa yang boleh dituntut
sebagai ganti rugi. Dengan demikian seorang debitur yang lalai, masih juga
biaya rugi dan bunga yang nyata telah atau sedianya harus dapat diduga
sewaktu perjanjian dilahirkan, kecuali jika hal itu dipenuhinya perjanjian itu
disebabkan olehnya.
Pasal 1248 KUH Perdata menentukan : Bahkan jika hal tidak dipenuhinya
perjanjian itu disebabkan karena tipu daya si berhutang, penggantian biaya, rugi
keuntungan yang terhilang baginya yang merupakan akibat langsung dan tidak
dipenuhinya perjanjian.
hubungannya satu sama lain. Lazimnya apa yang tidak dapat diduga juga bukan
Suatu pembatasan lagi dalam pembayaran ganti rugi terdapat dalam peraturan
mengenai bunga moratoir yaitu bunga yang harus dibayar (sebagai hukuman)
karena debitur itu alpa atau lalai membayar hutangnya. Besarnya bunga moratoir
1848 No. 22 ditetapkan sebesar 6 % setahun. Menurut pasal 1250 KUH Perdata
bunga yang dapat dituntut tidak boleh melebihi persenan yang ditetapkan
undang-undang tersebut. Jadi pasal 1247 KUH Perdata, 1248 KUH Perdata, dan
serangkaian pasal-pasal yang bertujuan membatasi ganti rugi yang dapat dituntut
sesuatu dari pihak yang lain, baik uang maupun barang, maka itu harus
dikembalikan.
Masalah pembatalan perjanjian karena kelalaian pihak debitur ini dalam KUH
Perdata terdapat pengaturannya pada pasal 1266 KUH Perdata yang antara lain
hakim.
Jadi, menurut pasal 1266 KUH Perdata diatas, maka pembatalan suatu perikatan
tidak terjadi dengan sendirinya harus dimintakan kepada hakim dan hakimlah
memenuhi prestasinya.
apakah debitur dapat memenuhi prestasinya, dan apakah prestasi itu masih ada
Tenggang waktu yang diberikan untuk memenuhi prestasinya ini disebut dengan
Apabila jangka waktu yang ditentukan dalam mana pihak debitur harus
memenuhi kewajibannya telah lampau dan debitur masih juga dalam keadaan
wanprestasi, maka hal ini berakibat harta milik debitur akan dieksekusi (dilelang
Sanksi ketiga yaitu peralihan resiko atas kelalaian seorang debitur disebut dalam
pasal 1237 ayat 2 KUH Perdata. Resiko mempunyai pengertian kewajiban untuk
memikul kerugian jika terjadi suatu peristiwa diluar kesalahan salah satu pihak,
Tentang pembayaran ongkos biaya perkara sebagai sanksi keempat bagi seorang
debitur yang lalai adalah tersimpul dalam suatu peraturan Hukum Acara, bahwa
pihak yang dikalahkan wajib membayar biaya perkara (pasal 181 ayat 1
HIR). Seorang debitur yang lalai tentu akan dikalahkan sampai terjadi
perkaradimuka hakim.
Akibat dari suatu perbuatan yang bertentangan dengan hukum diatur juga oleh
hukum, walaupun akibat itu memang tidak dikehendaki oleh yang melakukan
hukum harus mengganti kerugian yang diderita oleh yang dirugikan karena
perbuatan tersebut. Jadi, dapat dikatakan karena perbuatan melawan hukum maka
timbullah suatu ikatan (verbintenisen) untuk mengganti kerugian yang diderita oleh
yang dirugikan. Asas ini terdapat dalam pasal 1365 KUH Perdata, yang berbunyi :
Tiap perbuatan melawan hukum, yang membawa kerugian kepada seorang lain,
Dalam abad ke-19 ketika aliran logisme masih kuat, yang menjadi perbuatan
undang tidak ada hukum. Pada akhr abad ke-19 pendapat aliran logisme ini
yang mula-mula mengatakan bahwa penafsiran yang sempit itu tidak dapat
Bahwa pengertian perbuatan melawan hukum seperti yang disebut pada pasal
1365 KUH Perdata, tidak hanya suatu perbuatan yang bertentangan dengan
perbuatan yang bertentangan dengan segala sesuatu yang ada diluar undang-
undang yang memuat kaedah-kaedah sosial. Anggapan ilmu hukum ini diterima
Dari penjelasan diatas dapat kita ketahui bahwa setelah tahun 1919 perbuatan
melawan hukum seperti tercantum dalam pasal 1365 KUH Perdata bukan saja yang
Adapun asas yang tercantum dalam pasal 1365 KUH Perdata yang menegaskan
bahwa tiap perbuatan yang bertentangan dengan hukum (melawan hukum), yang
mengganti kerugian yang diderita oleh pihak yang dirugikan itu. Selanjutnya
dikatakan :
Dalam sejarah hukum perbuatan melawan hukum disebutkan dalam pasal 1365
KUH Perdata telah diperluas pengertiannya menjadi membuat sesuatu dan tidak
perbuatan itu;
Ini merupakan pegangan yang sangat luas bagi hakim untuk menentukan
“Bagi orang Indonesia asli tetap berlaku hukum adat yang juga mengenal hak
hukum, seperti tertulis pada pasal 1365 KUHPerdata, yaitu secara bersalah
melakukan perbuatan melawan hukum dan dengan itu merugikan orang lain,
menurut hukum adat di Jawa Timur setiap sebab yang menimbulkan kerugian
kelalaian seseorang mewajibkan orang yang bersalah tentang timbulnya kerugian itu
kerugian, ada hal-hal tertentu yang membebaskan orang tersebut dari kewajiban
membayar ganti rugi. Hukum adat yang tidak mengenal penyusunan dalam suatu
perundang-undangan tertulis, serta dalam melaksanakan hukum adat tentang hal ini
seorang hakim dapat lebih leluasa untuk meninjau hakekat hukum tersebut darisudut
manapun dan menurut keyakinannya tentang rasa keadilan yang benar-benar hidup
dimasyarakat.
bagian yaitu :
Adalah pasal 1365 KUH Perdata yang mengatur ketentuan atas syarat- syarat
umum dan berlaku untuk semua perbuatan melawan hukum yang diatur dalam
oleh orang yang berada dibawah pengampuannya, diatur dalam pasal 1367 KUH
Perdata.
Dari rumusan pasal-pasal tersebut diatas belum ditemukan pengertian yang baku
dari perbuatan melawan hukum. Memang tidak ditemui baik dalam doktrin,
Oleh karena itu dalam putusan 31 Januari 1919, Mahkamah Tinggi merumuskan
dengan hak orang lain atau bertentangan dengan kesusilaan ataupun keharusan
lain ataupun benda, sedangkan barang siapa karena salahnya sehingga akibat
perbuatannya itu telah mendatangkan kerugian pada orang lain, maka orang
Dengan penafsiran luas atas keputusan hogeraad 1919 ini diketahui tentang
pihak yang dituntut agar tidak dijatuhi hukuman semena-mena untuk membayar
ganti rugi atau dengan kata lain untuk membatasi pertanggungjawaban atas
tuntutan ganti rugi yang dianggap terlalu luas. Hal ini disebut dengan
“Schutznorm Theorie” atau teori perlindungan. Teori ini didukung oleh Telders,
Vander Griten, Molengraf dan juga hogeraad Belanda. Teori perlindungan atau
menerima ganti rugi, dan yang berhak ialah hanya orang-orang yang
berkepentingan yang dilindungi suatu norma yang dilanggar. Ahli hukum yang
lain seperti Meyers, Scholten dan Ribbius menolak teori Schutznorm ini. Mereka
yang sangat relatif dan tidak bisa dijadikan pegangan untuk menerapkan batas
pedoman, apa yang harus dianggap dengan perbuatan positif adalah perbuatan
A melempar batu mengenai kaca jendela rumah B dan mengakibatkan kacanya itu
pecah.
hak orang lain atau bertentangan dengan undang-undang atau dengan kewajiban
Karena aliran ini berpandangan sempit tentang perbuatan melawan hukum maka
banyak kasus yang terjadi dalam masyarakat yang pada dasarnya adalah
perbuatan melanggar hukum tetapi menurut aliran logisme ini tidak digolongkan
Adapun yang dimaksud dengan penafsiran sempit adalah baru dikatakan ada
onrechtmatigedaad, kalau :
Dari rumusan ini maka penafsiran pengertian perbuatan melawan hukum sudah
2. Adanya kesalahan
3. Terjadinya kerugian
Adapun unsur-unusr yang terdapat dalam pasal 1365 KUH Perdata tersebut,
antara lain :
bertentangan dengan hak subjektif orang lain yaitu kewenangan yang berasal
dari kaedah hukum, hak-hak yang penting diakui oleh yurisprudensi adalah hak-
hak pribadi, seperti hak atas kebebasan, kehormatan, nama baik dan kekayaan.
yang didasarkan pada hukum, baik yang tertulis. Menurut rumusan perbuatan
melawan hukum diatas, yang dimaksud dengan kewajiban hukum adalah
sebagainorma hukum.
masyarakat terhadap diri atau barang orang lain. Itu berarti bahwa setiap
sebagai hal yang layak dan patut. Dapat dianggap bertentangan dengan
kepatutan berupa :
1) Perbuatan yang sangat merugikan orang lain tanpa kepentingan yang layak.
lain, dimana menurut manusia yang normal hal tersebut harus diperhatikan.
Ad.2.Terdapat Kesalahan
Prodjodikoro, bahwa : “Bahwa pasal 1365 KUH Perdata tidak membedakan antara
kesalahan dalam bentuk kesengajaan (opzet dolus) dan kesalahan dalam bentuk
kekurang hati-hatian (culpa). Jadi berbeda dengan hukum pidana yang membedakan
antara kesengajaan dengan hukum pidana yang membedakan antara kesengajaan dan
kurang hati-hati”.
Oleh karena itu hakimlah yang harus menilai dan mempertimbangkan berat
Menurut Arrest Hogeraad tanggal 4 Februari 1926 jika orang yang dirugikan
hukum itu dilakukan dengan sengaja. Seseorang yang menuntut ganti rugi
kepada perusahaan kereta api, karena ditabrak kereta api, dipersilangan rel
Hogeraad karena juga ada kesalahan yaitu bilamana cukup waspada, maka akan
Dalam kasus yang lain Hogeraad berpendapat bahwa jika kerugian yang terjadi
ialah karena kesalahan yang dilakukan beberapa orang maka setiap orang
(noodweer)
hukum karena melakukan perintah jabatan dan salah sangka yang dapat
binatang-binatang miliknya.
a. Kerugian materil
Kerugian materil dapat berupa kerugian yang nyata diderita dari suatu perbuatan
melanggar hukum yang dilakukan oleh orang lain. Misalnya : kebakaran mobil
itu tidak hanya membayar biaya perbaikan mobil tersebut, akan tetapi juga
b. Kerugian immaterial
dapat berupa :
1. Kerugian moral
2. Kerugian ideal
dilakukan dengan menilai kerugian tersebut. Karena itu pada asasnya yang dirugikan
harus sedapat mungkin ditempatkan dalam keadaan yang sesungguhnya jika tidak
melawan hukum selain harus ada kesalahan, disamping itu pula harus ada hubungan
A. Kesimpulan
hal yang mutlak harus diketahui oleh pihak-pihak yang membuat perikatan.
Pada umumnya tujuan setiap perikatan ialah diakhiri dengan pelaksanaan dan
melakukan wanprestasi.
prestasi tapi tidak tepat waktu dan tidak sesuai dengan yang seharusnya. Jadi,
prestasi dari waktu yang telah ditentukan, atau tidak sesuai dengan apa yang
melawan hukum terhadap hak kreditur yang lebih dikenal dengan istilah
onrechtmatigedaad .
Akibat yang ditimbulkan, debitur diharuskan membayar ganti rugi, atau pihak
Prestasi adalah sesuatu yang dapat dituntut. Jadi dalam suatu perjanjan suatu
pihak (biasanya kreditur/berpiutang), menuntut prestasi pada pihak lainnya
dalam pasal 1365 KUH Perdata sampai dengan pasal 1380 KUH Perdata. Tiap
KUH Perdata).
dengan hukum pada umumnya. Hukum bukan saja berupa ketentuan undang-
undang, tapi juga aturan-aturan hukum yang tidak tertulis,yang harus ditaati
perbuatan melawan hukum. Antara lain kerugian dan perbuatan itu harus ada
schuld pembuat. Kesalahan adalah apabila pada pelaku ada kesengajaan atau
kealpaan (kelalaian).
hukum atau wanprestasi. Hal ini terjadi karena mungkin saja hal yang dinilai
perlu diingat bahwa wanprestasi hanya dapat terjadi apabila seseorang yang
telah ditetapkan atau dibebani dengan prestasi sesuai dengan perjanjian yang
telah dibuat tidak melaksanakan atau tidak memenuhi prestasi sesuai dengan
B. Saran
yang tidak diinginkan terjadi dalam suatu perikatan, namun dalam setiap
wanprestasi dengan jelas dan tegas. Hal ini tentunya akan lebih memudahkan
bagi pelaku bisnis maupun masyarakat awam, karena dengan mengetahui hal
ini tentu saja akan memudahkan kreditur untuk meminta ganti rugi dari
gugatan.