Anda di halaman 1dari 5

HUKUM BISNIS

SURAT PERJANJIAN UTANG - PIUTANG

Disusun Oleh :

Jhoni Hendri 1842083/2018

Edvan Josley 1842084/2018

Devina 1842085/2018

Isabela Hadianto 1842093/2018

Vinnie Chelencia 1842097/2018

UNIVERSITAS INTERNASIONAL BATAM


BATAM
DASAR-DASAR HUKUM YANG MENGATUR
PERJANJIAN HUTANG-PIUTANG

Pengertian Utang Piutang dapat kita temukan dalam Pasal 1721 KUHPer yang berbunyi
sebagai berikut : “ Pinjam meminjam adalah suatu perjanjian dengan mana pihak yang satu
memberikan kepada pihak yang lain suatu jumlah barang tertentu dan habis pemakaian dengan
syarat bahwa yang belakangan ini akan mengemballikan sejumlah yang sama dari macam
keadaan yang sama pula”
Didalam Pasal 1721 KUHPer Pengertian Utang Piutang disamakan dengan perjanjian
pinjam meminjam.
Dalam Perjanjian Utang Piutang antara pemberi utang dan penerima utang biasanya
dilakukan dengan sebuah perjanjian.
Adapun dasar hukum perjanjian atau kontrak terdapat pada Pasal 1313 KUHPerdata yaitu
yang berbunyi sebagai berikut : "Perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu pihak atau
lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih".
Dalam membuat perjanjian utang piutang haruslah didasarkan kepada Pasal 1320
KUHPer yang memuat ketentuan sebagai berikut :
1. Kesepakatan mereka yang mengikatkan diri.
Kata sepakat tersebut dapat batal apabila terdapat unsur-unsur penipuan, paksaan
dan kekhilafan. Dalam Pasal 1321 KUH Perdata dinyatakan bahwa tiada sepakat yang
sah apabila sepakat itu diberikan secara kekhilafan atau diperolehnya dengan
paksaan/penipuan.

Kesepakatan mereka yang mengikatkan diri terjadi secara bebas atau dengan
kebebasan. Kebebasan bersepakat dapat terjadi secara tegas (mengucapkan kata/tertulis)
atau secara diam (dengan suatu sikap/isyarat). Suatu perjanjian dikatakan tidak
memenuhi unsur kebebasan apabila mengandung salah satu dari 3 (tiga) unsur di bawah
ini, yaitu :

a. Unsur paksaan (dwang)


Paksaan ialah paksaan terhadap badan, paksaan terhadap jiwa, serta paksaan lain yang
dilarang oleh undang-undang.
b. Unsur kekeliruan (dwaling)
Kekeliruan terjadi dalam 2 (dua) kemungkinan yaitu kekeliruan terhadap orang
(subjek hukum) dan kekeliruan terhadap barang (objek hukum).
c. Unsur penipuan (bedrog)
Apabila suatu pihak dengan sengaja memberikan keterangan yang tidak benar.
Suatu perjanjian yang tidak mengandung kebebasan bersepakat sebab terdapat
unsur paksaan dan/atau unsur kekeliruan, dan/atau unsur penipuan dapat dituntut
pembatalannya sampai batas waktu 5 tahun sebagaimana dimaksud Pasal 1454
KUHPerdata.

2. Kecakapan untuk membuat perikatan.


Seseorang dikatakan telah cakap hukum apabila telah berumur minimal 21 tahun,
atau apabila belum berumur 21 tahun namun telah melangsungkan perkawinan

3. Suatu hal tertentu.


Perjanjian yang dilakukan menyangkut obyek/hal yang jelas. Artinya apa yang
akan diperjanjikan harus jelas dan terperinci (jenis, jumlah, harga) atau keterangan
terhadap objek sudah cukup jelas, dapat diketahui hak dan kewajiban masing-masing
pihak, sehingga tidak akan terjadi suatu perselisihan antara para pihak.

4. Suatu sebab yang halal.


Adalah bahwa perjanjian dilakukan dengan itikad baik bukan ditujukan untuk
suatu kejahatan atau perbuatan melawan hukum dan bahwa isi daripada perjanjian
tersebut harus mempunyai tujuan/causa yang diperbolehkan oleh undang-undang,
kesusilaan atau ketertiban umum.

Dua syarat yang pertama, dinamakan syarat-syarat subjektif, apabila salah satu tidak
dipenuhi maka salah satu pihak dapat dimintakan pembatalan (canceling), dalam Pasal 1454
KUH Perdata, jangka waktu permintaan pembatalan perjanjian dibatasi hingga 5 tahun,
sedangkan dua syarat yang kedua, dinamakan syarat-syarat objektif, apabila salah satu tidak
dipenuhi maka perjanjian batal demi hukum yang artinya perjanjian tersebut dianggap tidak
pernah ada (null and void).
Ke 4 syarat tersebut diatas menjadi dasar untuk membuat surat perjanjian utang piutang.
Jadi jika nanti si penerima utang ingkar janji untuk membayar utangnya, maka si pemberi utang
dapat melakukan teguran/somasi kepada si penerima utang atau bahkan menggugat ke
Pengadilan Negeri.
Jika yang meminjam uang lalai tidak mengembalikan uang pinjaman dari kita maka
dalam Hukum Perdata dinamakan dengan Wanprestasi. Pengertian Wanprestasi :
Wanprestasi dapat diartikan sebagai tidak terlaksananya prestasi karena kesalahan debitur
baik karena kesengajaan atau kelalaian.
Menurut J Satrio: “Suatu keadaan di mana debitur tidak memenuhi janjinya atau tidak
memenuhi sebagaimana mestinya dan kesemuanya itu dapat dipersalahkan kepadanya”.
Yahya Harahap: “Wanprestasi sebagai pelaksanaan kewajiban yang tidak tepat pada
waktunya atau dilakukan tidak menurut selayaknya, sehingga menimbulkan keharusan bagi
pihak debitur untuk memberikan atau membayar ganti rugi (schadevergoeding), atau dengan
adanya wanprestasi oleh salah satu pihak, pihak yang lainnya dapat menuntut pembatalan
perjanjian.

Bentuk-bentuk Wanprestasi:

1. Tidak melaksanakan prestasi sama sekali;


2. Melaksanakan tetapi tidak tepat waktu (terlambat);
3. Melaksanakan tetapi tidak seperti yang diperjanjikan; dan
4. Debitur melaksanakan yang menurut perjanjian tidak boleh dilakukan.

Tata cara menyatakan debitur wanprestasi:

1. Sommatie: Peringatan tertulis dari kreditur kepada debitur secara resmi melalui Pengadilan
Negeri.
2. Ingebreke Stelling: Peringatan kreditur kepada debitur tidak melalui Pengadilan Negeri.

Isi Peringatan:

1. Teguran kreditur supaya debitur segera melaksanakan prestasi;


2. Dasar teguran;
3. Tanggal paling lambat untuk memenuhi prestasi (misalnya tanggal 9 Agustus 2012).

Somasi ini diatur di dalam Pasal 1238 KUHPerdata dan Pasal 1243 KUHPerdata.

Pasal 1238 KUHPerdata adalah :

"Debitur dinyatakan Ialai dengan surat perintah, atau dengan akta sejenis itu, atau berdasarkan
kekuatan dari perikatan sendiri, yaitu bila perikatan ini mengakibatkan debitur harus dianggap
Ialai dengan lewatnya waktu yang ditentukan"

Pasal 1243 KUHPerdata :

Penggantian biaya, kerugian dan bunga karena tak dipenuhinya suatu perikatan mulai diwajibkan,
bila debitur, walaupun telah dinyatakan Ialai, tetap Ialai untuk memenuhi perikatan itu, atau jika
sesuatu yang harus diberikan atau dilakukannya hanya dapat diberikan atau dilakukannya dalam
waktu yang melampaui waktu yang telah ditentukan.
Selain itu, kreditor berhak meminta ganti rugi sesuai dengan Pasal 1243 KUHPerdata

Debitur wajib membayar ganti rugi, setelah dinyatakan lalai ia tetap tidak memenuhi prestasi itu”.
(Pasal 1243 KUHPerdata). “Ganti rugi terdiri dari biaya, rugi, dan bunga” (Pasal 1244 s.d. 1246
KUHPerdata).

o Biaya adalah segala pengeluaran atau perongkosan yang nyata-nyata sudah dikeluarkan oleh
suatu pihak.
o Rugi adalah kerugian karena kerusakan barang-barang kepunyaan kreditur yang diakibatkan
oleh kelalaian si debitur.
o Bunga adalah kerugian yang berupa kehilangan keuntungan, yang sudah dibayarkan atau
dihitung oleh kreditur.

Didalam Pasal 1381 KUH Perdata disebutkan 10 cara penghapusan suatu perikatan yaitu :

1. Pembayaran, merupakan setiap pemenuhan perjanjian secara sukarela,


2. Penawaran pembayaran tunai diikuti dengan penyimpanan atau penitipan,
3. Pembaharuan utang,
4. Penjumpaan utang atau kompensasi,
5. Percampuran utang,
6. Pembebasan utang,
7. Musnahnya barang yang terutang,
8. Batal/ pembatalan,
9. Berlakunya suatu syarat batal,
10. Lewat waktu.

Anda mungkin juga menyukai