Anda di halaman 1dari 13

YAYASAN PENDIDIKAN JAMBI

UNIVERSITAS BATANG HARI


FAKULTAS HUKUM

TUGAS RESUME

NAMA :FEBY YOLANDA


NIM :2000874201119
MATA KULIAH :HUKUM PERDATA
DOSEN :H.ABDUL HARISS,S.H.,M.HUM
BAB VI

PERIKATAN DAN JENIS PERIKATAN

A.KETENTUAN UMUM PERIKATAN


1.KONSEP PERIKATAN

Perikatan adalah terjemahan dari istilah aslinya dalam bahasa belanda verbintenis.perikatan Artinya
hal yang mengikat antara orang yang satu dan orang yang lain.hal yang mengikat itu adalah peristiwa
hukum(rechtsfalten)yang dapat berupa:

a.perbuatan,misalnya jual beli,utang-piutang,hibah

b.kejadian,misalnya kelahiran,kematian,pohon tumbang,kambing makan tanaman di kebun


tetangga.

c.keadaan misalnya,perkarangan,perdampingan,rumah susun kemiringan tanah perkarangan

peristiwa hukum tersebut menciptakan hubungan hukum antara pihak yang satu dan pihak yang
lain.dalam hubungan hukum tersebut,setiap memiliki hak dan kewajiban timbal balik,pihak yang
satu mempunyai hak menuntut sesuatu terhadap pihak lainnya dan pihak lain itu wajib memenuhi
tuntutan itu,juga sebaliknya.pihak yang berhak menuntut sesuatu disebut pihak
penuntut(kreditor),sedangkan pihak yang wajib memenuhi tuntutan disebut pihak pihak yang
dituntut(debitor).sesuatu yang dituntut disebut prestasi.

Dapat dinyatakan perikatan adalah hubungan hukum yang terjadi karena peristiwa hukum,yang
berupa perbuatan,kejadian,atau keadaan,objek perikatan berupa prestasi dapat dinilai dengan
sejumlah uang.

2.PENGATURAN PERIKATAN

Perikatan diatur dalam buku III KUHPdt.perikatan adalah hubungan hukum yang terjadi karena
perjanjian dan undang-undang.aturan mengenai perikatan meliputi bagian umum dan bagian
khusus.bagian umum meliputi semua aturan yang berlaku bagi perikatan umum.sedangkan bagian
khusus meliputi semua aturan yang berlaku bagi perjanjian bemama sebagai perjanjian khusus yang
banyak digunakan dalam masyarakat.

Pengaturan perikatan didasarkan pada”sistem terbuka” maksudnya setiap orang boleh mengadakan
perikatan apa saja,baik yang sudah di tentutkan namanya maupun yang belum di tentukan namanya
dalam undang-undang.akan tetapi,sistem terbuka dibatasi oleh tiga hal,yaitu:
a.tidak dilarang undang-undang;
b.tidak bertentangan dengan ketertiban umum;dan
c.tidak bertentangan dengan kesusilaan.
Dalam perikatan yang timbul karena undang-undang,hak dan kewajiban debitor dan kreditor di
tetapkan oleh undang-undang.pihak debitor dan kreditor wajib memenuhi ketentuan undang-
undang.undang-undang mewajibkan debitor berprestasi dan kreditorberhak atas prestasi.kewajiban
itu disebut kewajiban undang-undang

3.UNSUR-UNSUR PERIKATAN

Dalam setiap konsep perikatan dapat diindentifikasi paling sedikit empat unsur perikatan.keempat
unsur tersebut adalah subjek perikatan,wenang berbuat,objek perikatan,dan tujuan perikatan agar
setiap perikatan itu sah dan engikat pihak puhak,setiap unsur perikatan harus memenuhi syarat-
syarat yang ditentukan undang-undang.apabila ada salah satu unsur atau syarat yang tidak di penuhi
akan menimbulkan akibat hukum tertentu atas perikatan yang dibuat oleh pihak-pihak yang
bersangkutan.

3.1 subjek perikatan

Subjek perikatan disebut juga pelaku perikatan.perikatan yang di maksud meliputi perikatan yang
terjadi karena perjanjian dan karena kentuan undang-undang.setiap pelaku perikatan yang
mengadakan perikatan harus:

a.ada kebebasan menyatakan kehendak nya sendiri;

b.tidak ada paksaan dari pihak manapun;

c.tidak ada penipuan dari salah satu pihak;dan

d.tidak ada kekhilafan pihak-pihak yang bersangkutan.

3.2 wenang berbuat

Setiap pihak dalam perikatan harus wenang berbuast menurut hukum dalam mencapai persetujuan
kehendak(ijab kabul)persetujuan kehendak adalah pernyataan saling memberi dan menerima secara
rill dalam bentuk tindakan nyata.

Setiap pihak dalam perikatan harus memenuhi syarat-syarat wenang berbuat menurut hukum yang
di tentukan oleh undang-undang sebagai berikut:

a.sudah dewasa,artinya sudah berumur 21 tahun penuh;

b.walaupun belum dewasa,tetapi sudah menikah;

c.dalam keadaan akal sehat(tidak gila)

d.tidak berada dalam pengampunan;dan

e.memiliki surat kuasa jika mewakili pihak lain.


Persetujuan kehendak menyatakan saat kedua pihak terikat untuk saling memenuhi kewajiban dan
saling memperoleh hak dalam setiap perikatan.persetujuan kehendak juga menentukan saat kedua
pihak mengakhiri perikatan karena tujuan pihak-pihak sudah tercapai.misalnya,dalam perikatan jual
beli kendaraan bermotor,terjadinya perikatan jual beli baru dalam taraf menimbulkan kewajiban dan
hak masing-masing pihak.

3.3 OBJEK PERIKATAN(PRESTASI)

Objek perikatan dalam hukum perdata selalu berupa benda.benda adalah setiap barang dan hak
halal yang dapat dimiliki dan dinikmati orang.dapat dimiliki dan dinikmati orang maksudnya
memberi manfaat atau mendatangkan keuntungan secara halal bagi orang yang
memilikinya,misalnya kendaraan bermotor,rumah,perhiasan,makanan,dan kekayaan intelektual,dan
piutang.selain itu,benda dapat benda berwujud,yaitu benda yang dapat di raba,dilihat atau ada
bentuk nyata seperti buku,atau kendaraan.

Apabila benda dijadikan objek perikatan,benda tersebut harus memenuhi syarat seperti yang di
tetapkan oleh undang-undang.syarat-syarat tersebut tersebut adalah:

Benda dalam perdagangan


Benda tertentu atau dapat di tentukan
Benda bergerak atau tidak bergerak,berwujud atau tidak berwujud
Benda itu di larang oleh undang-undang atau benda halal
Benda itu ada pemiliknya dan dalam penguasaan pemiliknya
Benda itu dapat di serahkan oleh pemiliknya;dan
Benda itu dalam penguasaan pihak lain berdasar alas hak sah

Dalam konsep hukum modern,pengertian benda sebagai objek perikatan meliputi juga
modal,piutang,keuntungan,dan jasa.

3.4 tujuan perikatan


Tujuan pihak -pihak mengadakan perikatan adalah terpenuhinya prestasi bagi kedua belah
pihak.prestasi yang di maksud harus halal,artinya tidak di larang undang-undang,tidak bertentangan
dengan ketertiban umum,dan tidak bertentangan dengan kesusilaan masyarakat.

B.PRESTASI DAN WANPRESTASI


1.KONSEP PRESTASI

Prestasi adalah sesuatu yang wajib di penuhi oleh debitor dalam setiap perikatan.prestasi adalah
objek perikatan.dalam hukum perdata kewajiban memenuhi prestasi selalu disertai jaminan harta
kekayaan debitor.dalam pasal 1131 dan 1132 KUHPdt dinyatakan bahwa harta kekayaam debitor
baik yang bergerak maupun tidak bergerak,baik yang sudah ada maupun yang akan ada.

Dalam perikatan objek nya “tidak melakuan sesuatu”debitor tidak melakukan perbuatan yang telah
di sepakati dalam perikatan.misalnya tidak membuat tembok rumah yang tidak sehingga
menghalangi pemandangan tetangga.
Sebagian besar perikatan yang di alami dalam masyarakat terjadi karena perjanjian.kerena
itu,undang-undang mengatur bahwa perjanjian yang di buat secara sah berlaku sebagai undang-
undang bagi pihak pihak yang membuatnya(pasal 2338 ayat(1)KUHPdt).artinya,jika salah satu pihak
tidak bersedia memenuhi prestasinya,kewajiban berprestasi itu dapat di paksakan.
Jika pihak yang satu tidak memenuhi prestasinya,pihak yang lainnya berhak berhak mengajukan
gugutan ke muka pengadilan dan pengadilan akan memaksakan pemenuhan prestasi tersebut
dengan menyita dan melelang harta kekayaan sejumlah yang wajib dipenuhi kepada pihak lain.

Sifat Prestasi
Sifat-sifat prestasi adalah sebagai berikut :
1)    Harus sudah tertentu dan dapat ditentukan. Jika prestasi tidak tertentu atau tidak ditentukan
mengakibatkan perikatan batal (nietig).
2)    Harus mungkin, artinya prestasi itu dapat dipenuhi oleh debitur secara wajar dengan segala
usahanya. Jika tidak demikian perikatan batal (nietig).
3)    Harus diperbolehkan (halal), artinya tidak dilarang oleh undang-undang, tidak bertentangan
dengan kesusilaan dan ketertiban umum. Jika prestasi itu tidak halal, perikatan batal (nietig).
4)    Harus ada manfaat bagi kreditur, artinya kreditur dapat menggunakan, menikmati, dan
mengambil hasilnya. Jika tidak demikian, perikatan dapat dibatalkan (vernietigbaar).
5) Terdiri dari satu perbuatan atau serentetan perbuatan. Jika prestasi terdiri dari satu perbuatan
dilakukan lebih dari satu, mengakibatkan pembatalan perikatan (vernietigbaar)

3. Wanprestasi
Pengertian Wanprestasi adalah tidak memenuhi sesuatu yang diwajibkan sebagaimana yang telah
ditetapkan oleh perikatan. Faktor yang penyebab wanprestasi ada dua, yaitu :
1) Karena kesalahan debitur, baik yang disengaja maupun karena kelalaian.
2) Karena keadaan memaksa (evermacht), force majeure, jadi di luar kemampuan debitur. Debitur
tidak bersalah.

Untuk menentukan dalam keadaan bagaimana debitur dikatakan wanprestasi, ada tiga keadaan
yaitu :
(1) Debitur tidak memenuhi prestasi sama sekali,
(2) Debitur memenuhi prestasi, tetapi tidak baik atau keliru,
(3) Debitur memenuhi prestasi, tetapi tidak tepat waktu atau terlambat.

Untuk memperingatkan debitur agar ia memenuhi prestasinya, maka debitur perlu diberikan
peringatan tertulis yang isinya menyatakan debitur wajib memenuhi prestasi dalam waktu yang
ditentukan. Jika dalam waktu itu debitur tidak memenuhinya maka debitur dinyatakan wanprestasi.

Akibat Hukum Wanprestasi


Akibat hukum bagi debitur yang melakukan wanprestasi adalah sebagai berikut :
(1) Debitur wajib membayar ganti kerugian yang telah diderita oleh kreditur (Pasal 1243 KUHPdt).
(2) Apabila perikatan timbal balik, kreditur dapat menuntut pembatalan perikatan melalui Hakim
(Pasal 1266 KUHPdt).
(3) Dalam perikatan untuk memberikan sesuatu, resiko beralih kepada debitur sejak terjadi
wanprestasi (Pasal 1237 ayat (2) KUHPdt).
(4) Debitur wajib memenuhi perikatan jika masih dapat dilakukan atau pembatalan disertai
pembayaran ganti kerugian (Pasal 1267 KUHPdt).
(5) Debitur wajib membayar biaya perkara, jika diperkarakan di Pengadilan Negeri dan debitur
dinyatakan bersalah.

4,keadaan memaksa

4.1konsep keadaan memaksa

Keadaan memaksa adalah keadaan tidak di penuhinya prestasi oleh debitor karena terjadi peristiwa
yang tidak dapat diketahui atau tidak dapat di duga akan terjadi ketika membuat perikatan.
Unsur-unsur keadaan memaksa adalah sebagai berikut:

a)tidak di penuhi prestasi karna terjadi peristiwa yang membinasakan dan memusnahkan benda
objek perikatan;atau

b)tidak di penuhi prestasi karena terjadi peristiwa yang menghalangi perbuatan debitor untuk
berprestasi;

c.peristiwa ini tidak dapat di ketahui atau di duga akan terjadi pada waktu membuat perikatan.

4.keadaan memaksa
4.1.konsep keadaan memaksa

Hampir pada setiap perjanjian yang dituangkan dalam suatu dokumen kontrak dapat dipastikan
bahwa para pihak yang melaksanakan perjanjian tidak akan lupa untuk mencantumkan klausula
tentang overmacht atau force majeure atau yang lebih dikenal sebagai keadaan memaksa. Keadaan
memaksa ini dapat dipakai sebagai salah satu pembelaan oleh debitur untuk menghindarkan
tuntutan wanprestasi. Pada Pasal 1245 KUH Perdata disebutkan bahwa dalam keadaan memaksa,
maka debitur tidak dapat dituntut penggatian biaya, kerugian dan bunga akibat tidak memenuhi
prestasi. Namun dalam Pasal 1244 KUH Perdata, tidak terlaksananya kewajiban debitur akibat suatu
hal yang tidak terduga tersebut harus dapat dibuktikan oleh debitur. Waprestasi atas keadaan
memaksa ini dapat terjadi karena dua hal yaitu : 1) objek perikatan musnah (objective
overmacht),  jika bendanya musnah sama sekali, maka sifatnya abadi dan perikatan menjadi hapus;
dan 2) kehendak debitur untuk melakukan prestasi terhalang (relative overmacht), sifatnya
sementara karena bisa disebabkan oleh bencana alam atau keadaan perang. Tidak ada satu
pihakpun yang beritikad baik dalam perjanjian menginginkan terjadinya keadaan yang bakal
mengganggu terlaksananya perjanjian, sehingga ketika terjadi keadaan memaksa, maka akan ada
pihak yang dirugikan dan bagaimana penyelesaian atas risiko-risiko yang terjadi karena keadaan
memaksa. Dari permasalahan tersebut, maka perlu diketahui terlebih dahulu kondisi-kondisi seperti
apa sajakah yang bisa dikategorikan sebagai keadaan memaksa.
Merujuk pada pengklasifikasian jenis keadaan memaksa yang disebutkan oleh
Soemadipradja (2010) maka dapat diperoleh kategori-kategori yang dapat dikatakan sebagai
sebuah keadaan memaksa, yaitu:
Berdasarkan penyebab: Overmacht karena keadaan alam, keadaan darurat, karena
musnahnya atau hilangnya barang objek perjanjian, karena perubahan kebijakan atau
peraturan pemerintah.
Berdasarkan sifat: Bersifat tetap bahwa suatu perjanjian tidak mungkin dilaksanakan atau
tidak dapat dipenuhi sama sekali, bersifat sementara adalah keadaan memaksa yang
mengakibatkan pelaksanaan suatu perjanjian ditunda daripada waktu yang ditentukan.
Berdasarkan objek: bisa mengenai seluruh prestasi atau sebagian prestasi yang tidak
dilaksanakan oleh debitur
Berdasarkan subjek: a) objektif adalah keadaan memaksa yang menyebabkan pemenuhan
prestasi tidak mungkin dilakukan oleh siapa pun dikarenakan ketidakmungkinan
(imposibilitas); b) subjektif yaitu terjadi ketika pemenuhan prestasi menimbulkan kesulitan
pelaksanaan bagi debitur tertentu. Debitur masih mungkin memenuhi prestasi, tetapi
dengan pengorbanan yang besar yang tidak seimbang, atau menimbulkan bahaya kerugian
yang besar sekali bagi debitur. Keadaan ini di dalam sistem Anglo–
American disebut hardship yang menimbulkan hak untuk negosiasi kembali.
Berdasarkan ruang lingkup: a) Umum, dapat berupa iklim, kehilangan, dan pencurian; b)
Khusus, dapat berupa berlakunya suatu peraturan (Undang-Undang atau Peraturan
Pemerintah). Dalam hal ini, prestasi bukan tidak dapat dilakukan, tetapi prestasi tidak boleh
dilakukan.
Kriteria lain dalam ilmu hukum kontrak : terdiri atas ketidakmungkinan, ketidakpraktisan,
frustrasi terhadap maksud kontrak
Dari kategori tersebut, maka para pihak dapat mempertimbangkan kondisi-kondisi yang
seperti apa sajakah yang kiranya akan dapat diklaim oleh debitur sebagai keadaan
memaksa. Hal ini dapat dipakai sebagai antisipasi oleh kreditur tentang tidak dapat
dipenuhinya prestasi dalam kontrak oleh debitur dengan alasan keadaan memaksa, yang
bisa saja akan dijadikan pertimbangan oleh hakim saat kreditur dan debitur membawa
sengketa mereka ke pengadilan
4.3 pengaturan keadaan memaksa
Pembentukan undang-undangtidak mengatur keadaan memaksa secara umum dam
KUHPdt.akan tetapi,secara khusus di atur untuk perjanjian tertentu saj,misalnya pada:
a)perjanjian hibah(pasal 1237KUHPdt)
b)perjanjian jual beli ( pasal 1460 KUHPdt)
c)perjanjian tukar-menukar(pasal 1545 KUHPdt):dan
d)perjanjian sewa menyewa(pasal 1553 KUHPdt)
oleh karna itu pihak-pihak bebas memperjanjikan tanggung jawab itu dalam perjanjian yang
mereka buat apabila terjadi keadaan memaksa.

C.JENIS-JEKNIS PERIKATAN
. Jenis-Jenis Perikatan
(1) Perikatan Bersyarat
(2) Perikatan Dengan Ketetapan Waktu
(3) Perikatan Manasuka (boleh pilih)
(4) Perikatan Tanggung Menanggung
(5) Perikatan yang dapat dan tidak dapat dibagi
(6) Perikatan dengan Ancaman Hukuman
(1) Perikatan Bersyarat
Perikatan Bersyarat (voorwardelijk verbintenis) adalah Perikatan yang digantungkan pada
syarat. Syarat itu adalah suatu peristiwa yang masih akan terjadi dan belum pasti terjadinya,
baik dengan menangguhkan pelaksanaan perikatan hingga terjadi peristiwa, maupun
dengan membatalkan perikatan karena terjadi atau tidak terjadinya peristiwa tersebut
(Pasal 1253 KUHPerdata). Dari ketentuan Pasal ini dapat dibedakan dua perikatan bersyarat
yaitu :
a. Perikatan dengan syarat tangguh
Apabila syarat “peristiwa” yang dimaksudkan itu terjadi, maka Perikatan dlaksanakan (Pasal
1263 KUHPerdata). Jadi, sejak peristiwa itu terjadi, kewajiban debitur untuk berprestasi
segera dilaksanakan.
b. Perikatan dengan syarat batal
Di sini justru perikatan yang sudah ada akan berakhir apabila “peristiwa” yang dimaksudkan
itu terjadi (Pasal 1265 KUHPerdata).

. (2) Perikatan Dengan Ketetapan Waktu


Suatu ketetapan waktu tidak menangguhkan perikatan, melainkan hanya menangguhkan
pelaksanaannya. Maksud syarat “ketepatan waktu” ialah pelaksanaan perikatan itu
digantungkan pada “waktuu yang ditetapkan”. Waktu yang ditetapkan itu adalah peristiwa
yang masih akan terjadi dan terjadinya itu sudah pasti, atau dapat berupa tanggal yang
sudah ditetapkan.
Misalnya A berjanji kepada anak perempuannya yang telah kawin itu untuk memberikan
rumahnya, apabila bayi yang sedang dikandungnya itu telah lahir.
Dalam perikatan dengan ketepatan waktu, apa yang harus dibayar pada waktu yang
ditentukan tidak dapat ditagih sebelum waktu itu tiba. Tetapi apa yang telah dibayar
sebelum waktu itu tiba tidak dapat diminta kembali (Pasal 1269 KUHPerdata).
(3) Perikatan Manasuka (boleh pilih)
Dalam perikatan manasuka, objek prestasi ada dua macam benda. Dikatakan perikatan
manasuka, karena debitur boleh memenuhi prestasi dengan memilih salah satuu dari dua
benda yang dijadikan objek perikatan. Tetapi debitur tidak dapat memaksa kreditur untuk
menerima sebagian benda yang satu dan sebagian benda yang lainnya. Jika debitur telah
memenuhi salah satu dari dua benda yang disebutkan dalam perikatan, ia dibebaskan dan
perikatan berakhir. Hak memilih prestasi itu ada pada debitur, jika hak ini tidak secara tegas
diberikan kepada kreditur (Pasal 1272 dan 1273 KUHPerdata).
.
(4) Perikatan Tanggung Menanggung alam perikatan tanggung menanggung dapat
terjadi seorang debitur berhadapan dengan beberapa orang kreditur, atau seorang kreditur
berhadapan dengan beberapa orang debitur. Apabila kreditur terdiri dari beberapa orang,
ini disebut tanggung menanggung aktif. Dalam hal ini setiap kreditur berhak atas
pemenuhan prestasi seluruh hutang, dan jika prestasi tersebut sudah dipenuhi, debitur
dibebaskan dari hutangnya dan perikatan hapus (Pasal 1278 KUHPerdata).

(5) Perikatan yang dapat dan tidak dapat dibagi


Suatu perikatan dikatakan dapat atau tidak dapat dibagi apabila benda yang menjadi objek
perikatan dapat atau tidak dapat dibagi menurut imbangan, lagi pula pembagian itu tidak
boleh mengurangi hakikat dari prestasi tersebut. Jadi, sifat dapat atau tidak dapat dibagi itu
didasarkan pada :
a. Sifat benda yang menjadi objek perikatan,
b. Maksud perikatannya, apakah itu dapat atau tidak dapat dibagi.
Persoalan dapat atau tidak dapat dibagi itu mempunyai arti apabila dalam perikatan itu
terdapat lebih dari seorang debitur atau lebih dari seorang kreditur. Jika hanya seorang
kreditur saja dalam perikatan itu, maka perikatan itu dianggap sebagai tidak dapat dibagi,
meskipun prestasinya dapat dibagi. Menurut ketentuan Pasal 1390 KUHPerdata, tak seorang
debitur pun dapat memaksa kreditur menerima pembayaran hutangnya sebagian demi
sebagian, meskipun hutang itu dapat dibagi-bagi.
(6) Perikatan dengan Ancaman Hukuman
Perikatan ini memuat suatu ancaman hukuman terhadap debitur apabila ia lalai memenuhi
prestasinya. Ancaman hukuman ini bermaksud untuk memberikan suatu kepastian atas
pelaksanaan isi perikatan seperti yang telah ditetapkan dalam perjanjian yang dibuat oleh
pihak-pihak. Di samping itu juga sebagai usaha untuk menetapkan jumlah ganti kerugian jika
betul-betul terjadi wanprestasi. Hukuman itu merupakan pendorong debitur untuk
membebaskan kreditur dari pembuktian tentang besarnya ganti kerugian yang telah
dideritanya.
Menurut ketentuan PAsal 1304 KUHPerdata, ancaman hukukam itu ialah untuk melakukan
sesuatu apabila perikatan tidak dipenuhi, sedangkan penetapan hukuman itu adalah sebagai
ganti kerugian karena tidak dipenuhinya prestasi (Pasal 1307 KUHPerdata). Ganti kerugian
selalu berupa uang. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa ancaman hukuman itu
berupa ancaman pembayaran denda. Pembayaran denda sebagai ganti kerugian tidak dapat
dituntut oleh kreditur apabila tidak berprestasi debitur itu karena adanya keadaan memaksa
(overmacht).

D.PERBUATAN MELAWAN HUKUM


Perbuatan melawan hukum diatur dalam Pasal 1365 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
(KUHPerdata), berbunyi: “Tiap perbuatan yang melanggar hukum dan membawa kerugian kepada
orang lain, mewajibkan orang yang menimbulkan kerugian itu karena kesalahannya untuk
menggantikan kerugian tersebut.”
Dari bunyi Pasal tersebut, maka dapat ditarik unsur-unsur PMH sebagai berikut:
ada perbuatan melawan hukum;
ada kesalahan;
ada hubungan sebab akibat antara kerugian dan perbuatan;
ada kerugian.
 
I. Unsur ada perbuatan melawan hukum
Perbuatan melawan hukum berarti adanya perbuatan atau tindakan dari pelaku yang
melanggar/melawan hukum.
Dulu, pengertian melanggar hukum ditafsirkan sempit, yakni hanya hukum tertulis saja, yaitu
undang-undang. Jadi seseorang atau badan hukum hanya bisa digugat kalau dia melanggar hukum
tertulis (undang-undang) saja.
Tapi sejak tahun 1919, ada putusan Mahkamah Agung Belanda dalam kasus Arrest Cohen-
Lindenbaum (H.R. 31 Januari 1919), yang kemudian telah memperluas pengertian melawan hukum
tidak hanya terbatas pada undang-undang (hukum tertulis saja) tapi juga hukum yang tidak tertulis,
sebagai berikut:
Melanggar Undang-Undang, artinya perbuatan yang dilakukan jelas-jelas melanggar undang-
undang.
Melanggar hak subjektif orang lain, artinya jika perbuatan yang dilakukan telah melanggar hak-hak
orang lain yang dijamin oleh hukum (termasuk tapi tidak terbatas pada hak yang bersifat pribadi,
kebebasan, hak kebendaan, kehormatan, nama baik ataupun hak perorangan lainnya.
Bertentangan dengan kewajiban hukum si pelaku, artinya kewajiban hukum baik yang tertulis
maupun yang tidak tertulis, termasuk hukum publik.
Bertentangan dengan kesusilaan, yaitu kaidah moral (Pasal 1335 Jo Pasal 1337 KUHPerdata)
Bertentangan dengan sikap kehati-hatian yang sepatutnya dalam masyarakat. Kriteria ini
bersumber pada hukum tak tertulis (bersifat relatif). Yaitu perbuatan yang dilakukan bertentangan
dengan sikap yang baik/kepatutan dalam masyarakat untuk memperhatikan kepentingan orang lain.
II. Unsur adanya kesalahan
Kesalahan ini ada 2 (dua), bisa karena kesengajaan atau karena kealpaan.
Kesengajaan maksudnya ada kesadaran yang oleh orang normal pasti tahu konsekuensi dari
perbuatannya itu akan merugikan orang lain.
Sedang, Kealpaan berarti ada perbuatan mengabaikan sesuatu yang mestinya dilakukan, atau tidak
berhati-hati atau teliti sehingga menimbulkan kerugian bagi orang lain [2]
Namun demikian adakalanya suatu keadaan tertentu dapat meniadakan unsur kesalahan, misalnya
dalam hal keadaan memaksa (overmacht) atau si pelaku tidak sehat pikirannya (gila)
III. Unsur adanya hubungan sebab akibat antara kerugian dan perbuatan (Hubungan Kausalitas)
Maksudnya, ada hubungan sebab akibat antara perbuatan yang dilakukan dengan akibat yang
muncul.
Misalnya, kerugian yang terjadi disebabkan perbuatan si pelaku atau dengan kata lain, kerugian tidak
akan terjadi jika pelaku tidak melakukan perbuatan melawan hukum tersebut.
IV. Unsur adanya kerugian
Akibat perbuatan pelaku menimbulkan kerugian. Kerugian di sini dibagi jadi 2 (dua) yaitu Materil dan
Imateril.
Materil misalnya kerugian karena tabrakan mobil, hilangnya keuntungan, ongkos barang, biaya-
biaya, dan lain-lain.
Imateril misalnya ketakutan, kekecewaan, penyesalan, sakit, dan kehilangan semagat hidup yang
pada prakteknya akan dinilai dalam bentuk uang.
Adapun pemberian ganti kerugian menurut KUHPerdata sebagai berikut[3]: 
Ganti rugi untuk semua perbuatan melawan hukum (Pasal 1365 KUHPerdata);
Ganti rugi untuk perbuatan yang dilakukan oleh orang lain (Pasal 1367 KUHPerdata). Pasal 1367 ayat
(1) KUHPerdata, seseorang tidak hanya bertanggungjawab atas kerugian yang disebabkan
perbuatannya sendiri, melainkan juga atas kerugian yang disebabkan perbuatan orang-orang yang
menjadi tanggungannya atau disebabkan barang-barang yang berada dalam pengawasannya
(vicarious liability)
Ganti rugi untuk pemilik binatan (Pasal 1368 KUHPerdata)
Ganti rugi untuk pemilik gedung yang ambruk (Pasal 1369 KUHPerdata)
Ganti rugi untuk keluarga yang ditinggalkan oleh orang yang dibunuh (Pasal 1370 KUHPerdata)
Ganti rugi karena telah luka tau cacat anggota badan (Pasal 1371 KUHPerdata)
Ganti rugi karena tindakan penghinaan (Pasal 1372 KUHPerdata)
KUHPerdata tidak mengatur soal ganti kerugian yang harus dibayar karena Perbuatan Melawan
Hukum sedang Pasal 1243 KUHPerdata membuat ketentuan tentang ganti rugi karena Wanprestasi.
Maka menurut Yurisprudensi ketentuan ganti kerugian karena wanprestasi dapat diterapkan untuk
menentukan ganti kerugian karena Perbuatan Melawan Hukum.[4]
Jadi berdasarkan uraian di atas, dapat dipahami bahwa unsur-unsunr PMH bisa dibagi menjadi 4
unsur; Pertama: unsur adanya perbuatan yang melawan hukum, Kedua: unsur adanya
kesalahan Ketiga: Unsur adanya hubungan kausalitas, dan Keempat: unsur
adanya kerugian.

E.PERWAKILAN SUKA RELA


l.konsep perwakilan sukarela
Menurut ketentuan pasal 1354 KUHPdt,jika seorang dengan sukarela tanpa mendapat
perintah untuk itu,mewakili urusan orang lain dengan atau tanpa pengetahuan orang lain
itu,secara diam-diam mengikatkan dirinya untuk meneruskan dan menyelesaikan urusan
tersebut,sampai orang yang di wakili kepentingan nya itu dapat mengerjakan sendiri urusan
itu.
Figur hukum yang di atur dalam pasal 1354 KUHPdt ini disebut perwakilan
sukarela.penyelenggaraan urusan itu bersifat suka rela.tanpa kuasa dari pihak
berkepntingan.urusan itu di lakukan secara sukarela dengan tujuan agar memperoleh
kemanfaatan bagi pihak yang berkepentingan dan perbuatan tersebut di akui serta di
benarkan oleh undang undang.
2.UNSUR-UNSUR PERWAKILAN SUKARELA
Berdasarkan pada ketentuan pasal KUHPdt.daapt di rinci unsur-unsur konsep perwakilan
sukarela.unsur-unsur tersebut dapat di jelaskan seperti yang tertera dalam uraian berikut.
2.1 sukarela
Perbuatan di lakukan dengan sukarela.artinya,kesadaran sendiri tanpa mengharapkan suatu
apapun dari imbalannya.pihak yang melakukan perbuatan itu tidak mempunyai kepentingan
apa-apa,kecuali manfaat bagi pihak yang berkepentingan sendiri.dalam hal ini,pihak wakil
sukarela bertindak semata-mata karna kesediaan menolong sesama manusia,sesama
keluarga,atau sesama teman.
2.2 tanpa kuasa
Perbuatan di lakukan tanpa mendapat perintah(kuasa).artinya pihak wakil sukarela itu
bertindak atas inisiatif sendiri tanpa ada pesan,perintah atau pun kuasa dari pihak yang
berkepentingan,baik secara lisan maupun tulisan.
2.3 mewakili urusan orang lain
Perbuatan mewaili urusan orang lain artinya,pihak wakil sukarela bertindak untuk
kepentingan orang lain bukan kepentingan pribadinya sendiri.urusan yang di wakili itu dapat
berupa perbuatan hukum atau perbuatan wajar(biasa),misal nya,memelihara
hewan,menyimpan barang-barang behargaa,dan mengurus harta terlantar.
2.4 dengan atau tanpa pengetahuan
Perbuatan di lakukan dengan atau tanpa pengetahuan orang itu,artinya,orang yang
berkepentingan itu tidak mengetahui bahwa kepentingan nya di urus oleh orang lain
2.5.meneruskan dan menyelesaikan
Wakil sukarela wajib meneruskan dan menyelesaikan urusan itu.artinya,sekali wakil sukarela
mengurus kepentingan orang lain itu,dia wajib meneruskan sampai urusan itu
selesaisehingga orang yang di urus kepentingan nya itu dapat menikmati manfaatnya.
2.6bertindak menurut hukum
Wakil sukarela harus bertindak menurut hukum.artinya,dalam mengurus hukum
kepentingan orang lain itu harus di lakukan berdasarkan pada kewajiban undang-undang
atau bertindak tidak bertentangan dengan kehendak pihak yang berkepentingan itu.

F.PEMBAYARAN TANPA HUTANG


1.KONSEP PEMBAYARAN TANPA HUTANG
Pembayaran tanpa hutang di atur dalam pasal 1359 KUHPdt.menurut ketentuan pasal
tersebut,setiap pembayaran yang di tunjuk untuk melunasi suatu utang,tetapi ternyata tidak
ada yang utang,pembayaran yang telah di lakukan itu dapat di tuntut kembali.ketentuan ini
jelas memberikan kepastian bahwa orang yang memperoleh kekayaan tanpa hak itu
seharusnya bersedia mengembalikan kekayaan yang telah di serahkan kepadanya karna
kekeliruan atau salah perkiraan
2.TUNTUTAN PENGEMBALIAN PEMBAYARAN
Dalam perikatan pembayaran tanpa utang,tuntutan kembali atas pembayaran yang telah di
lakukan itu disebut conditio indebiti.tuntutan seperti ini dapat di lakukan terhadap badan-
badan pemerintah,seperti terjadi pada pembayaran pajak,yang kemudian ternyata tidak ada
pajak.
PENERIMA PEMBAYARAN BERIKTIKAD BURUK
Jika orang yang menerima pembayaran itu beriktikad buruk karna seharusnya tidak di bayarkan
kepadanya,dia di wajibkan mengembalikan pembayaran yang bukan hak nyaitu di tambah dengan

bunga dan hasil-hasilnya.terhitung sejak hari pembayaran tanpa mengurangi penggantian


biaya,kerugian,dan bunga jika bendanya telah merosot nilai nya pasal 1362 ayat(1) KUHPdt)

PENERIMA PEMBAYARAN BERIKTIKAD BAIK

Akan tetapi jika orang yang menerima suatu benda sebagai pembayaran yang tidak di
wajibkan itu dengan iktikad baik,kemudian dia menjual benda tersebut dia hanya di
wajibkan mengembalikan harga benda itu.
Orang yang menerima pengembalian benda itu di wajibkan mengganti segala pengeluaran
yang perlu guna keselamatan benda tersebut.jika pengeluaran itu tidak atau belum di
ganti,orang yang menguasai benda itu berhak menahan bendanya samapi pengeluaran itu
di lunasi (pasal 1364 KUHPdt)

G.HAPUSNYA PERIKATAN

1.pembayaran

Yang di maksud dengan pembayaran dalam hal ini tidak hanya meliputi penyerahan
sejumlah uang tetapi juga penyerahan suatu benda.dengan kata lain perikatan berakhir
karna pembayaran dan penyerahan benda.
Jadi,dalam hal objek perikatan adalah sejumlah uang.maka perikatan berakhir dengan
pembayaran hutang.

Supaya penawaran pembayaran itu sah.perlu di penuhi syarat-syarat:

a.di lakukan kepada kreditor atau kuasanya;

b.di lakukan oleh debitor yang wenang membayar;

c.mengenai semua uang pokok,bunga,dan biaya yang telah di tetap kan;


d.waktu yang di tetapkan telah tiba;

e.syarat di mana utang di buat telah terpenuhi;

f.penawaran pembayaran di lakukan di tempat yang telah di tetapakn atau tempat yang
telah di setujui;dan
g.penawaran pembayaran di lakuan oleh notaris atay juruvsita di sertai oleh dua orang saksi.

Anda mungkin juga menyukai