Anda di halaman 1dari 9

NAMA:FEBY YOLANDA

NIM:2000874201119

MATA KULIAH:HUKUM ADMINISTRASI NEGARA

TUGAS:RESUME BAB 3

Bab III

SUMBER – SUMBER HUKUM ADMINISTRASI NEGARA

A. Pengertian Sumber Hukum

Pada umumnya yang dimaksud dengan sumber hukum adalah segala sesuatu yang dapat
menimbulkan aturan hukum serta tempat diketemukan aturan hukum. Sumber hukum itu bisa
dilihat dari faktor-faktor yang mempengaruhi atau dilihat dari bentuknya. Dengan demikian ada dua
macam sumber hukum yaitu sumber hukum materiil dan sumber hukum formal. Sumber hukum
materil meliputi faktor faktor yang ikut mempengaruhi materi (isi) dari aturan-aturan hukum
sedangkan sumber hukum formal adalah berbagai bentuk aturan hukum yang ada

B.Sumber hukum materiil

Faktor-faktor yang kut mempengaruhi isi dari aturan hukum dalah historik, filosofik dan
sosiologis/antropologis

1. Sumber Historik (Sejarah)

Sejarah hukum

Sejarah atau sejarah lainnya dapat menjadi sumber hukum materiil dalam arti ikut berpengaruh atas
penentuan atas penentuan materi aturan hukum misalnya,

Dalam studi perkembangan hukum. Dari idut sejarah ini ada dua jenis sumber hukum, Yaitu :

A Undang-undang dan sistem hukum tertulis yang berlaku pada masa lampau di suatu tempat
Karena ada unsur yang dianggap baik maka hukum yang berlaku pada masa lalu itu oleh pembuat
undang-undang dapat dijadikan materi undang undang dan diberlakukan sebagai hukum positif.

b. Dokumen-dokumen dan surat-surat serta keterangan lain dari masa itu sehingga dapat diperoleh
gambaran tentang hukum yang berlaku di masa itu yang mungkin dapat diterima untuk dijadikan
hukum positif saat sekarang

Sumber hukum dari sudut historik ini yang paling relevan adalah undang undang dan sistem hukum
tertulis di masa lampau sebab undang-undang dan sistem hukum, tertulis itulah yang merupakan
hukum yang betul-betul berlaku, sedangkan dokumen dan surat-surat keterangan hanya bersifat
mengenalkan hukum yang berlaku di masa lampau. Oleh sebab itu JJ Van Apeldoorn menamakan
dokumen dan keterangan itu sebagai sumber pengenalan hukum.
2. Sumber Sosiologis/ antropologis

Dari sudut sosiologis/ antropologis ditegaskan bahwa sumber hukum material itu adalah seluruh
masyaraka. Sudut ini menyoroti lembaga-lembaga sosial sehingga

Dapat diketahui apakah yang dirasakan sebagai hukum oleh lembaga-lembaga itu Dan dari
kenyataan sosiologisnya,

Dapat juga dikatakan bahwa dari sudut sosiologis/ antropologis ini yang dimaksud dengan sumber
hukum adalah faktor-faktor dalam masyarakat yang ikut menentukan 1st hukum positif, faktor-
faktor mana meliputi pandangan ekonomi, pandangan agamis dan psikologis,

3. Sumber Filosofis.

Dari sudut filsafat ada dua masalah penting yang dapat menjadi sumber hukum, yaitu :

Ukuran untuk menentukan bahwa sesuatu itu bersifat adil, karena hukum itu di maksudkan, antara
lain, untuk menciptakan keadilan maka hal-hal yang bersifat secara filosofis dianggap adil dijadikan
juga sumber hukum materiil Faktor-faktor yang mendorong seseorang mau tunduk pada hukum
Hukum itu diciptakan agar ditaati, oleh sebab itu semua faktor yang dapat mendorong seseorang
taat pada hukum harus. Diperhatikan dalam pembuatan Hukum positif

4. Sumber hukum formali

Sumber hukum formal adalah sumber hukum yang berasal dari aturan-aturan hukum yang sudah
mempunyai bentuk sebagai pernyataan berlakunya hukum Dengan demikian sumber hukum formal
ini merupakan pemberian bentuk pernyataan bahwa sumber hukum maternl dinyatakan berlaku.
Dan ini berarti bahwa sumber hukum materiil dinyatakan berlaku. Jika sudah diberi bentuk atau
dinyatakan berlaku dengan hukum formal

Sumber-sumber hukum formaldari hukum administrasi negara adalah

1. Undang-undang (Hukum Administrasi Negara tertulis)

2. Praktek Administrasi Negara (Konvensi)

3. Yurisprudensi

4. Doktrin (anggapan para ahli hukum)

Menurut E Utrecht sumber hukum administrasi negara yang pertama dan kedua (UU dan Konvensi)
dapat diterima oleh semua sarjana sebagai sumber hukum yang mandiri, sedangkan sumber hukum
yang ketiga dan keempat (Yurisprudensi dan Doktrin) masih ditandai oleh adanya perbedaan
pendapat di kalangan sarjana, ada yang menerima sebagai sumber hukum yang mandiri, dan ada
menolaknya sebagai sumber hokum yang mandiri.

A. Undang-undang sebagai Sumber Hukum Formal

Secara formal yang dimaksud dengan UU di Indonesia adalah produk hukum yang dibuat oleh
Presiden bersama dengan DPR. Dengan demikian produk hukum lain yang hanya dibuat oleh
Presiden atau menteri misalnya bukanlah UU dalam arti formal Timbul pertanyaan apakah sumber
hukum formal yang ditulis itu hanya produk hukum yang dibuat oleh Presiden dan DPR Pertanyaan
timbul karena di dalam kenyataannya banyak peraturan hukun yang bukan dibuat Presiden dan DPR
(seperti UUD, Kepres Peraturan pemerintah. Tap MPR. Permen) juga menjadi sumber hukum
administrasi negara.

Untuk ini perlu diketahui bahwa yang dimaksud UU sebaga sumber hukum formal itu adalah UU
dalam arti materiil. UU dalan arti materiil itu bukan hanya dilihat dari segi bentuknya, tetap dilihat
dari kekuatan mengikatnya

Setiap peraturan hukum (yang dilihat dari cara pembentukan nya tidak menurut cara pembentukan
UU) yang mengikat secan langsung semua penduduk adalab juga merupakan UU dalam ari materiil.

Berkaitan dengan ini perlu juga disimak pendapat Laband tentang UL dalam arti

Formal dan dalam arti materiil

Paul Laband seorang sarjana Jerman mengemukakan bahw undang-undang itu dapat diartikan
secara formal maupun secan materiil (wer in formele zin dan wet in materiele zin). UU dalam art
formal adalah setiap peraturan (keputusan pemerintah) yang isinya dikaitkan dengan cara
terjadinya. Di Indonesia misalnya yang dimaksud dengan UU dalam arti formal adalah setiap produk
hukum yang dibuat oleh Presiden bersama DPR (lihat pasal 5 ayat Dan pasal 20 ayat 1 UUD 1945),
Sedangkan UU dalam arti materiil adalah suatu penetapan kaidah hukum dengan tegas sehingga,
kaidah hukum itu mempunyai sifat mengikat. Untuk mengikatnya satu aturan hukum menurut
Laband harus ada dua unsur secara bersama bagi aturan hukum itu yakni anordnung (penetapan
secara tegas) dan ‘Techtssats’ (peraturan atau isi hukumnya itu sendiri)

Peraturan tesebut merupakan UU dalam arti materiil Dengan demikian UU dalam arti materiil ini
dapat mencakup UU (dalam arti formal), Kepres, PP. UUD, Tap MPR, Inpres, Permen dan sebagainya
Dapatlah disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan UU sebagai sumber hukum formal dans HAN
bukan hanya UU dalam arti formal tetapi mencakup semua UU dalam arti materiil yaitu produk
hukum yang secara mengikat semua penduduk secara langsung. Dapat dibedakan pengertian U
sebagai sumber hukum formal dengan UU dalam art format Sumber hukum formal adalah
peraturan-peraturan yang sudah diberi bentuk penetapan, sedangkan UU dalam arti formal adalah
UU yang dikaitkan dengan cara terjadinya dan lembaga. Begitu juga sumber hukum maternil adalah
faktor-faktor yang mempengaruhi ist hukum sedangkan UU dalam arti matern adalah semua
peraturan yang mengikat seluruh penduduk tanpa mempersoalkan siapa yang melihat dan
bagaimana cara terjadinya

Pada umumnya yang dimaksud dengan UU memang sekaligus mempunyai arti formal dan materiil
sebab cara terjadinya menurut prosedur konstitusional dan isinya mengikat langsung seluruh
penduduk Misalnya UU No 5 tahun 1960 (UUPA). Pembentukannya dilakukan oleh Presiden bersama
DPR dan isinya mengikat langsung semua penduduk.

Tetapi ada juga UU yang hanya mempunyai arti formal saja karena pembuatannya dilakukan
menurut prosedur konstitusional dalam pembuatan ULI tetap isinya tidak mengikat langsung seluruh
penduduk

Misalnya UU tentang Nasionalisasi hanya berlaku bagi mereka yang diberi kewarganegaraan baru Di
atas telah disinggung bahwa yang dimaksudkan dengan UU sebagai sumber hukum formal’itu adalah
UU dalam arti materiil yakni, semua produk hukum yang mengikat langsung seluruh penduduk
sesuai dengan lingkupnya (produk Pemerintah Pusat biasanya mengikat seluruh penduduk negara,
produk Pemda biasanya mengikat penduduk di daerah yang bersangkutan) Keseluruhan aturan
hukum yang tercakup di dalam UU dalam arti materiil disebut Peraturan Perundang-undangan (ada
juga yang menyebutnya dengan Peraturan perundangan saja) atau regeling Peraturan perundang-
undangan ini tersusun dalam satu hierarchi atau tata urutan yang menunjukkan derajat masing-
masing

Di Indonesia cakupan regeling diatur secara baku di dalam Tap MPRS No XX tahun 1966. Tetapi perlu
juga diketahui bahwa selain apa yang disebutkan di dalam Tap MPRS tersebut, masih adi peraturan
perundang-undangan yang juga mengikat

Karena kaitan historik yang dilegalisasikan oleh pasal II Aturan Peralihan UUD 1945 Oleh sebab itu
pembahasan tentang peraturan perundan undangan di Indonesia akan lebih jelas jika dikaitkan
dengan pei jalanan sejarah tats hukum di Indonesia. Dengan demikian pembahasan tentang
peraturan perundang-undangan ini

Pun dapat dikelompokkan ke dalam tiga macam

1 Peraturan Perundang-undangan zaman. Hindia Belanda ci masih banyak yang. Berlaku berdasarkan
pasal II Aturann peralihan UUD 1945).

2 Peraturan Perundang-undangan berdasarkan UUD 1945 (vastu bentuk-bentuk yang disebutkan


secara eksplisit di dalam Batang Tubuh UUD 1945) 3. Peraturan Perundang-undangan menurut Tap
MPRS No. 19 tahun 1966

1.1. Peraturan Perundang-undangan zaman Hindia Belanda

Peraturan-peraturan pada zaman Hindia Belanda secara garis besar macam, yaitu.

a. Peraturan-peraturan umum (Algemenee Verordeningen)

b. Peraturan-peraturan Lokal (locale Verordeningen)

Kata Umum dan lokal tersebut menunjukkan luasnya lingkup wilayah (bukan menunjuk pada sifat
peraturannya), peraturan umum merupakan peraturan; yang melingkupi seluruh wilayah Hindia
Belanda, sedangkan peraturan lokal melingkupi dacrah tertentu sesuai dengan wilayah hukum
daerah yang mengeluarkan peraturan itu seperti residen, bupati dan sebagainya

(Dewan Rakyat) Hindia Belanda Dengan demikian lembaga legislatif tertinggi di Indonesia adalah
gubernur jenderal bersama volksrand

4. Regerings verordenings R. RV adalah satu jenis peraturan perundangan yang dibuat sendiri tanpa
volksraad) oleb Gubernur Jenderal Hindia Belanda.Jadi peraturan perundang-undangan pada zaman
Hindia Belanda terdiri dari Wet, AMVB Ordonantie dan Ry Peraturan perundangan tersebut tersusun
secara hierarchis artinya Wet berada pada derajat paling atas, kemudian AMB kemudian ordonantie
dan akhirnya Rv Peraturan perundangan yang lebih rendah tidak boleh bertentangan dengan
peraturan perundangan yang lebih tinggi Seharusnya sesudah zaman Hindia Belanda ada tertib per-
undang-undangan yang dikeluarkan oleh pemerintah penjajahan Jepang Tetapi zaman penjajahan
Jepang di Indonesia yang hanya sebentar (31/2 tahun) tidak sempat mengeluarkan berbagai
peraturan perundangan kecuali sebuah UU yaitu UU No. 1 tahun 1942 yang berisi pemberlakuan
berbagai peraturan perundangan yang ada pada zaman Hindia Belanda.
1.2. Peraturan Perundang-undangan Berdasarkan UUD 1945

Di dalam Batang Tubuh UUD 1945 ada beberapa peraturan perundangan (regeling) yang disebutkan
secara eksplisit yaitu Undang-undang Dasar, Undang undang, Peraturan Pemerintah Pengganti
Undang-undang dan Peraturan Pemerintah.

a. Undang-undang UU yang disebutkan di dalam UUD 1945

jelas menunjuk pada arti formal karena menekankan pada cara dan lembaga pembuatnya yaitu
Presiden bersama DPR Ketentuan tentang pembuatan UU ini diatur di dalam pasal 5 ayat 1 dan pasal
20 ayat 1 UUD 1945 Pasal 5 ayat 1 menentukan bahwa "Presiden memegang kekuasaan membentuk
undang-undang bersama DPR", sedangkan pasal 20 ayat 1 menentukan. bahwa "Tiap- tiap undang-
undang menghendaki persetujuan DPR Dengan demikian legislative power di Indonesia adalah
Presiden bersama DPR. Tetapi tidak semua produk legislatif Presiden itu berujud undang-undang,
sebab masih ada bentuk produk legislatif yang bisa dibuat oleh Presiden sendiri yaitu Peraturan
pemerintah Pengganti Undang-undang (Peperpu) Di dalam Batang Tubuh UUD 1945 disebutkan
adanya 16 macam masalah yang harus diatur dengan UU. UU yang dibuat berdasarkan ketentuan
eksplisit di dalam

Penyebutan berbagai masalah tersebut secara eksplisit untuk diatur dengan UU bukanlah bersifat
limitatif (terbatas pada yang disebutkan), tetapi bersifat enunsiatif. Artinya selain dari yang
disebutkan itu Presiden bersama DPR dapat membuat Ut tentang berbagai masalah

Dan dalam prakteknya produk UU yang ada sampai saat ini sebagian terbesar adalah menyangkut
masalah yang tidak diperintahkan secara eksplisit pembuatannya oleh UUD 1945, seperti UU No. 8
tahun 1974 (tentang Pokok-pokok Kepegawaian), UU No: 1 tahun 1974 (tentang Perkawinan). UU No
5 tahun 1960 (tentang Pokok-pokok Agraria) dan sebagainya,

b. Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Peperpu)

Sudah dikemukakan bahwa produk legislasi yang setingkat dengan UU tidak harus selalu dibuat oleh
Presiden bersama DPR Sebagai konsekuensi dari freies Ermessen dalam keadaan tertentu Presiden
berwenang mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti UU Dasar pemberian kewenangan ini
adalah ‘saluspopuli suprema lex (keselamatan rakyat adalah hukum yang tertinggi). Kewenangan
membuat Peperpu ini adalah kewenangan atas inisiatif sendir, artinya atas inisiatif dan
kekuasaannya sendiri Presiden dapat mengeluarkan Peraturan (Peperpu) yang

derajatnya setingkat dengan UU tanpa harus minta persetujuan 15PR lebih dulu, Ini berbeda dengan
kewenangan Presiden sing didapat berdasarkan atas delegasi perundang-undangan

Kowenangan atas delegasi ini menghasilkan bentuk peraturan yang derajatnya lebih rendah dari EU
seperti Peraturan Pemerintah Ketentuan yang memberikan kekuasaan kepada Presiden untuk
membuat Peperpu (kekuasaan atas inisiatif ini

terdapat di dalam pasal 22 UUD 1945 yang berbunyi sebagai berikut

(1) Dalam hal ikhwal kepentingan yang memaksa, Presiden berhak menetapkan

Peraturan Pemerintah sebagai Pengganti Undang-undang


(2) Peraturan Pemerintah itu harus mendapat persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat dalam
persidangan yang berikut

(3) Jika tidak mendapat persetujuan maka Peraturan Pemerintah itu harus dicabut

Pembertan kewenangan kepada Presiden untuk membuat Peperpu ialah agar Presiden dapat
mengambil tindakan cepat jika negara dalam keadaan genting. Sekalipun begitu DPR tetap
mempunyai hak kontrol dalam hal ini, sebab dalam persidangan berikut DPR harus dimintai
persetujuan atas Peperpu dengan akibat bahwa jika DPR tidak menyetujui maka Peperpu itu harus
dicabut Jika DPR menyetujuinya maka l'eperpu itu diberi bentuk (dijadikan) UU dan diundangkan
seperti biasa, hanya saja kedudukan asal dan UU ini (schagai Peperpu) tidak dihilangkan sehingga di
dalam pemberian nomor terhadap UU itu harus disertai pula dengan tanda (kode) PRP

c. Peraturan Pemerintah

Tentang Peraturan Pemerintah sebagai produk peraturan perundangan dari Presiden yang dibuat
berdasarkan kewenangan 'delegasi diatur, di dalam pasal 51 ayat 2 UUD 1945 Peraturan Pemerintah
ini berisi ketentuan-ketentuan untuk men jalankan satu Undang-undang sebagaimana mestinya
Pasal 5 ayat 2 UUD 1945 menentukan bahwa, "Presiden menetapkan Peraturan Pemerintah Untuk
menjalankan Undang-undang sebagaimana mestinya Dengan demikian Peraturan Pemerintah
bukanlah satu peraturan yang berdiri sendiri (otonom), sebab in dibuat untuk melaksanakan
Undang-undang yang telah ada sehingga bentuk maupun isinya, tidak boleh bertentangan secara
yuridis dengan UU.

1.3. Peraturan Perundang-undangan Berdasarkan Tap MPRS No XX Tahun 1966

Ketetapan MPRS No XX tahun 1956 adalah sebuah Ketetapan tentang Memorandum DPR-GR tanggal
9 Juni 1966 Memorandum ini semula lahir sebagai konsep untuk mengatasi keadaan hukum, yang
kacau-halau pada awal perjalanan Orde Baru, Memorandum DPR-GR tersebut sebenarnya berisi tiga
masalah yaitu sumber Tertib Hukum Republik Indonesia, Tata Urutan Perundang-undangan dan
Schema Susunan Kekuasaan Negara Republik Indonesia. Tetapi diktum Tap MPRS No, XX tahun 1966
hanya menerima isi memorandum khusus mengenai Sumber Tertib Hukum dan Tata tirutan
Peraturan Perundang-undangan.

Adapun Tata Urutan Perundang-undangan yang diatur dalam Tap MPRS No XX tahun 1965 tersebut
adalah

1. Undang-undang dasar

2. Ketetapan MPR

3. UU/Peperpui

4. Peraturan Pemerintah,

5. Keputusan Presiden

6. Peraturan Pelaksanaan lamnya, seperti, Instruksi Menteri, Peraturan Menteri dan sebagainya

A. Undang-undang Dasar
UUD adalah dokumen hukum yang mengandung aturan-aturan dan ketentuan ketentuan yang
pokok-pokok atau dasar-dasar ketatanegaraan dari suatu negara yang lazimnya diberi sifat luhur dan
kekal dan bilamana akan diubah biasanya jauh lebih sulit dan cara mengubah peraturan

B. Ketetapan MPR

Menurut pasal 1 ayat (2) MPR adalah pelaku (pelaksana) kedaulatan rakyat Dengan demikian MPR
merupakan perwujudan dari kekuasaan rakyat Tugas-tugas dan kewenangan MPR adalah
Menetapkan UUD, Menetapkan GBHN dan memilih Presiden dan Wakil Presiden, Adanya
kewenangan bagi MPR untuk menetapkan UUD seolah-olah memberikan isyarat bahwa produk MPR
adalah lebih tinggi derajatnya dari UUD sebab berlakunya UUD itu tergantung pada MPR, artinya
MPR lah yang berwenang memberlakukan dan/atau mencabut UUD.

Hal ini dapat dijelaskan bahwa khusus dalam hal menetapkan berlaku atau tidaknya UUD (maka) Tap
MPR lebih tinggi, tetapi setelah UUD ditetapkan maka MPR sendiri harus tunduk pada UUD itu dan
ketetapan-ketetapan yang dikeluarkannya harus bersumber pada UUD. Ketetapan MPR merupakan
produk legislasi yang mengikat baik keluar maupun ke dalam Jika mengikat keluar dan ke dalam
disebut ‘ketetapan’ sedangkan jika mengikat ke dalam saja disebut keputusan

Dalam kaitannya dengan tata hukum di Indonesia ini ada satu masalah yaitu tidak dibernya nomor
Lembaran Negara bagi Ketetapan MPR ini Prof Dr. R. Sri Soemantri pernah mempertanyakan
masalah tersebut melalui Pidato Pengukuhannya sebagai Guru.

Besar pada Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran, sebab berlakunya satu peraturan perundangan
selalu diumumkan lebih dulu secara resmi dan diberi Nomer Lembaran Negara atau Lembaran
Daerah sesuai dengan lingkupnya.

C. Keputusan Presiden

Keputusan Presiden adalah keputusan atau produk hukum dalam bidang pemerintahan Keppres ini
mempunyai fungsi untuk :

(1) Melaksanakan ketentuan UUD yang bersangkutan.

(2) Melaksanakan Ketetapan MPR dalam bidang, eksekutif

(3) Melaksanakan Peraturan Pemerintah.

D. Pelaksanaan Lainnya

Peraturan pelaksanaannya lamnya berfungsi untuk melaksanakan peraturan perundang undangan


yang sederajat Kepres dan seterusnya ke atas Peraturan pelaksanaan lainnya ini meliputi Peraturan
Menteri, Instruksi Menteri Peraturan Dirjen, Peraturan Daerah dan sebagainya. Itulah uraian
terpermei tentang regeling yang merupakan penjabaran dari UU sebagai sumber hukum formal dari
Hukum Administrasi Negara Perlu ditambahkan bahwa meskipun suatu peraturan perundangan
merupakan sumber dari HAN akan tetapi kadangkala hanya salah satu atau beberapa pasal atau
ketentuan dari peraturan perundangan itu yang benar-benar merupakan sumber HAN..

2 Konvensi
Konvensi yang menjadi sumber hukum administrasi negara adalah praktek dan keputusan-keputusan
pejabat administrasi negara atau hukum tak tertulis tetapi dipraktekkan di dalam kenyataan oleh
pejabat administrasi negara Konvensi ini penting mengingat HAN itu senantiasa bergerak dan
seringkah dituntut perubahannya oleh situasi Tuntutan situasi yang sering terjadi tiba tiba itu sulit
diimbangi dengan lahirnya hukum tertulis, oleh sebab itu diperlukan adanya lembaga konvensi
sebagai hukum tak tertulis Konvensi dalam HAN merupakan praktek pejabat-pejabat pemerintahan
Muchsan dalam bukunya Pengantar Hukum Administrasi Negara” memberi contoh bahwa gerakan
penghijauan yang pernah dilakukan oleh Gubernur DKI Jaya merupakan konvensi karena kemudian
dijadikan contoh (model) oleh gubernur-gubernur lain Sifat tak tertulis dari konvensi berarti bahwa
ia tidak berujud peraturan yang dikeluarkan lembaga tertentu yang berwenang Dan perlu ditekankan
bahwa konvensi sebagai sumber hukum tidak dapat dituntut di depan pengadilan untuk
pelaksanaannya

Tidak semua praktek dan keputusan pejabat administrasi negara menjadi sumber hukum yang
konvensional dengan sendirinya. Sebab setiap, keputusan pejabat administrasi negara bisa
menimbulkan dua macam respons yaitu

1. Keputusan yang memberi kesempatan bagi yang terkena untuk minta banding (beroep)

2. Keputusan yang berlaku tanpa ada peluang atau kemungkinan untuk adanya

Administratief beroep (yakni yang biasanya tidak mengeni hak-hak orang lain) Bentuk keputusan
pejabat administrasi negara yang bisa dimintakan banding ini tidak menjadi sumber HAN sebagai
konvensi atau tidak membentuk HAN, sebab

Keputusan yang dimintakan banding itu belum mempunyai kekuatan hukum yang Tetap Keputusan
yang bisa dimintakan banding yang menjadi sumber hukum HAN Adalah putusan hakim yang
mengadili permintaan banding (beroep) itu

Tetapi keputusan administrasi yang tidak dimintakan banding dapat menjadi Konvensi dan sumber
hukum formal dari HAN

3. Yurisprudens

Keputusan hakim bisa juga menjadi sumber hukum formal dari HAN Keputusan hakim
(yurisprudensi) yang dapat menjadi sumber hukum administrasi

Negara adalah keputusan hakim administrasi atau hakim umum yang memutus Perkara administrasi
negara

Bagaimana yurisprudensi bisa lahir ?

Yurisprudensi bisa lahir berkaitan dengan adanya prinsip di dalam hukum bahwa Hakim tidak boleh
menolak untuk mengadili perkara yang diajukan kepadanya DU No 14 tahun 1970 pasal 27 ayat (1)
menentukan bahwa “Hakim sebagai penegak

Hukum dan keadilan wajib mengadili, mengikut, dan memahami nilai-nilai hukum yang hidup
dimasyarakat. Berkenaan dengan ketentuan tersebut maka dalam Menangani perkara hakim
melakukan.

(1) Menerapkan secara in concreto aturan aturan bukum yang sudah ada (secara In abstracto) dan
berlaku sejak sebelumnya
(2) Mencari sendiri aturan-aturan hukum berdasarkan nilai-nilai hukum yang hidup dalam
masyarakat

Doktrin atau pendapat para ahli dapat pula menjadi sumber hukum formal hukum Administrasi
negara, sebab pendapat para ahli itu dapat melahirkan teori-teori dalam Lapangan hukum
administrasi yang kemudian mendorong timbulnya kaidah-kaidah HAN

Anda mungkin juga menyukai