Anda di halaman 1dari 65

ASSALAMUALAIKUM WARAHMATULLAHIWABAROKATUH

MATA KULIAH SISTEM HUKUM INDONESIA


SEMESTER III PRAJA MUDA IPDN KAMPUS NTB
TAHUN AKADEMIK 2022/2023
O
L
E
H
Drs. H. Abdul Wahab, SH., MH.

DOSEN INSTITUT PEMERINTAHAN DALAM NEGERI KAMPUS NTB


CPMK: Mampu Memahami Hukum
Administrasi Negara
Materi Kajian (Materi Pembelajaran) :
1. Pengertian Hukum Administrasi Negara.
2. Sumber-Sumber Hukum Administrasi Negara.
3. Obyek Hukum Administrasi Negara
4. Bentuk-BentukPerbuatan Pemerintah.
5. Peradilan Administrasi Negara.
1. Pengertian Hukum Administrasi Negara.

Hukum administrasi negara (sering disingkat


HAN) adalah sebuah cabang dari ilmu hukum
yang mempelajari mengenai tindakan-
tindakan dalam menyelenggarakan sebuah
negara. Ia mengatur tindakan, kegiatan, dan
keputusan yang dilakukan dan diambil oleh
lembaga-lembaga pemerintah dalam
menjalankan roda negara sehari-hari.
1.Pengertian Hukum Administrasi Negara.

Pengertian HAN
Dalam Kamus Bahasa Indonesia, Administrasi diartikan :
- Usaha dan kegiatan yang meliputi penetapan tujuan serta
penetapan cara-cara penyelenggaraan pembinaan
Organisasi.
- Usaha dan kegiatan yang dikaitkan dengan
penyelenggaraan kebijaksanaan serta mencapai tujuan.
- Kegiatan yang berkaitan dengan penyelenggaraan
Pemerintahan.
- Kegiatan kantor dan Tata usaha.
Pengertian Hukum Administrasi Negara Menurut Para Ahli

1. De La Bascecoir Anan
Pengertian Hukum Administrasi Negara menurut De La
Bascecoir Anan adalah himpunan peraturan tertentu yang
menjadi sebab Negara berfungsi atau bereaksi dan
peraturan itu mengatur hubungan antara warga Negara
dengan pemerintah.
2. L. J Van Apeldoorn
Pengertian Hukum Administrasi Negara menurut L.J. Van
Apeldoorn adalah keseluruhan aturan yang hendaknya
diperhatikan oleh par apendukung kekuasaan penguasa
yang diserahi tugas pemerintahan itu.
3. A. A. H. Strungken
Pengertian Hukum Administrasi Negara menurut A.A.H.
Strungken adalah aturan-aturan yang menguasai tiap
cabang kegiatan penguasa sendiri.
4. J. P. Hooykaas
Pengertian Hukum Administrasi Negara menurut J.P.
Hooykaas adalah ketentuan mengenai campur tangan
dan alat perlengkapan Negara dalam lingkungan swasta.
5. Sir. W. Ivor Jennings
Pengertian Hukum Administrasi Negara menurut Sir. W.
Ivor Jennings adalah hukum yang berhubungan dengan
Administrasi Negara, hukum ini menentukan organisasi
kekuasaan dan tugas dari pejabat administrasi.
6. Logemann
Pengertian Hukum Administrasi Negara menurut
Logemann adalah seperangkat dari norma yang
menguji hubungan Hukum Istimewa yang diadakan
untuk memungkinkan para pejabat administrasi
Negara melakukan tugas mereka yang khusus.
7. J. H. P. Beltefroid
Pengertian Hukum Administrasi Negara menurut
J.H.P. Beltefroid adalah keseluruhan aturan tentang
cara bagaimana alat pemerintahan dan badan
kenegaraan dan majelis pengadilan tata usaha
hendak memenuhi tugasnya.
8. Oppen Hein
Pengertian Hukum Administrasi Negara menurut Oppen Hein
adalah sebagai suatu gabungan ketentuan-ketentuan yang
mengikat badan yang tinggi maupun rendah jika badan itu
menggunakan wewenangnya yang telah diberikan kepadanya
oleh Hukum Tata Negara.
9. R. Abdoel Djamali
Pengertian Hukum Administrasi Negara menurut R. Abdoel
Djamali adalah petaruran hukum yang mengatur administrasi,
yaitu hubungan antara warga negara dan pemerintahannya
yang menjadi sebab hingga negara itu berfungsi.
10. Djokosutono
Pengertian Hukum Administrasi Negara menurut Djokosutono
adalah hukum yang mengatur tentang hubungan-hubungan
hukum antara jabatan-jabatan dalam negara dengan warga
masyarakat.
2. SUMBER-SUMBER HAN (Hukum Administrasi Negara)

Pengertian Sumber Hukum


Secara sederhana Sumber Hukum adalah : segala
sesuatu yang dapat menimbulkan aturan Hukum
dan tempat ditemukannya aturan-aturan Hukum.
Menurut Soedikno Martokusumo, kata sumber
Hukum sering digunakan dalam beberapa arti
yaitu :
a. Sebagai asas Hukum, sebagai sesutau yang
merupakan permulaan Hukum, misalnya
kehendak Tuhan, akal manusia, jiwa bangsa dan
sebagainya.
b. menunjukkan Hukum terdahulu yang memberi
bahan-bahan pada Hukum yang sekarang
berlaku, seperti Hukum Prancis, Hukum Romawi.
c. sebagai sumber berlakunya, yang memberi
kekuatan berlaku secara formal kepada
peraturan Hukum (Penguasa, masyarakat)
d. sebagai sumber dari mana kita dapat mengenal
Hukum, misalnya dokumen, UU Lontar, batu
tertulis.
e. sebagai sumber terjadinya Hukum, sumber yang
menimbulkan Hukum.
Macam-macam Sumber Hukum
Macam-macam sumber Hukum ini dapat di
bagi menjadi dua :
1. Sumber Hukum Materiil
2. Sumber Hukum Formal
a. Sumber Hukum Materiil
Adalah factor-faktor yang ikut mempengaruhi isi
dari atura-aturan huku. Factor tersebut adalah :
 Sumber Hukum Historis
Sumber Hukum ini mempunyai dua arti yaitu :
1. Sebagai sumber pengenalan/ tempat
menemukan Hukum pada saat tertentu
misalnya : UU, Putusan-putusan Hakim, tulisan-
tulisan ahli Hukum dan tidak tulisan yang
bersifat Yuridis sepanjang membuat
pemberitahuan mengenai lembaga-lembaga
Hukum
2. Sebagai sumber dimana pembuat Undang-
undang mengambil bahan dalam membentuk
peraturan Perundang-undangan misalkan,
system-sistem Hukum pada masa lalu yang
pernah berlaku pada tempat tertentu seperti
system Hukum Romawi, system hukum
Perancis dan sebagainya.
 Sumber Hukum Sosiologis
Adalah factor-faktor social yang mempengaruhi isi
Hukum positif, artinya peraturan Hukum tertentu
mencerminkan kenyataan yang hidup dalam masyarakat.
 Sumber Hukum Filosofis
Memiliki dua arti yaitu :
Pertama : sebagai sumber Hukum untuk isi Hukum yang
adil.
Kedua : sebagai sumber untuk kekuatan mengikat dari
Hukum.
b. Sumber Hukum Formal
Sumber Hukum Formal adalah berbagai bentuk aturan
Hukum yang ada, sumber Hukum ini terdiri dari :
1. Peraturan Perundang-undangan
Dalam keputusan Hukum, tidak semua peraturan dapat
dikategorikan sebagai peraturan Hukum, suatu peraturan
adalah peraturan Hukum bilamana peraturan itu mengikat
setiap orang dank arena itu ketaatannya dapat dipaksakan
oleh Hakim. Berdasarkan penjelasan Pasal 1 angka 2 UU
No. 5/1986 Peraturan Perundang-undangan adalah semua
peraturan yang bersifat mengikat secara umum yang
dikeluarkan oleh Badan Perwakilan Rakyat bersama
Pemerintah, baik di tingkat pusat maupun Daerah, serta
semua keputusan Badan atau Pejabat TUN baik ditingkat
pusat maupun Daerah yang juga mengikat umum.
2. Konvensi/ Praktek Administrasi Negara atau
Hukum Tidak Tertulis
Meskipun Undang-undang dianggap sebagai
sumber Hukum Administrasi Negara yang
paling penting, namun Undang-undang
sebagai peraturan tertulis mempunyai
kelemahan.
3. Yurisprudensi
Yurisprudensi adalah Peradilan akan tetapi
dalam arti sempit yang dimaksud dengan
Yurisprudensi adalah ajaran Hukum yang
tersusun dan dalam peradilan, yang kemudian
dipakai sebagai landasan Hukum.
Yurisprudensi juga diartikan sebagai himpunan
putusan-putusan pengadilan yang disusun
sistematik.
4. Doktrin
Meskipun ajaran Hukum atau pendapat para
sarjana Hukum tidak memiliki kekuatan
mengikat, namun pendapat sarjana Hukum ini
begitu penting bahkan dalam sejarah pernah
terdapat ungkapan bahwa orang tidak boleh
menyimpang dari pendapat umum para ahli
Hukum.
Skema sumber Hukum Administrasi dalam arti Formal (Menurut Philipus
Hadjon. Hal. 55)
Selanjutnya dalam perjalanannya, sumber Hukum Administrasi dalam
arti formal yaitu :
1. UUD 1945
2. Tap MPR
3. UU dan PERPU
4. PP
5. Kepres
6. Peraturan Menteri dan Surat Keputusan Menteri
7. Peraturan Daerah dan Keputusan Kepala Daerah
8. Yurisprudensi
9. Hukum Tidak tertulis
10. Hukum Internasional
11. Kepurusan Tata Udaha Negara
12. Doktrin
3. Obyek Hukum Administrasi Negara

Pengertian obyek adalah pokok permasalahan yang


akan dibicarakan.
Yang dimaksud obyek hukum administrasi negara
adalah pokok permasalahan yang akan dibicarakan
dalam hukum administrasi negara.
Obyek HAN Obyek hukum administrasi negara adalah
pemegang jabatan dalam negara itu atau alat-alat
perlengkapan negara dan warga masyarakat.
Ini pendapat dari Prof. Djokosutono, S.H., yang
mendefinisikan hukum administrasi negara adalah
hukum yang mengatur hubungan hukum antara
jabatan-jabatan dalam negara dan para warga
Obyek HAN Pendapat lain mengatakan bahwa
sebenarnya obyek hukum administrasi adalah
sama dengan obyek hukum tata negara, yaitu
negara (pendapat Soehino, S.H.). Pendapat
demikian dilandasi alasan bahwa hukum
administrasi negara dan hukum tata negara
sama- sama mengatur negara. Namun, kedua
hukum tersebut berbeda, yaitu hukum
administrasi negara mengatur negara dalam
keadaan bergerak sedangkan hukum tata
negara dalam keadaan diam.
Obyek HAN Maksud dari istilah ”negara dalam
keadaan bergerak” adalah bahwa negara tersebut
dalam keadaan hidup. Hal ini berarti bahwa
jabatan-jabatan atau alat-alat perlengkapan negara
yang ada pada negara telah melaksanakan
tugasnya sesuai dengan dengan fungsinya masing-
masing.
Istilah ”negara dalam keadaan diam” berarti bahwa
negara itu belum hidup sebagaimana mestinya. Hal
ini berarti bahwa alat-alat perlengkapan negara
yang ada belum menjalankan fungsinya. Dari
penjelasan diatas dapat diketahui tentang
perbedaan antara hukum administrasi negara dan
hukum tata negara.
Menurut Van Vollenhoven memberikan perbedaan
pengertian antara Hukum Tata Negara dan Hukum
Administrasi Negara.
Hukum Tata Negara merupakan rangkaian peraturan
hukum, yang mendirikan badan-badan sebagai alat
suatu negara, dengan memberikan wewenang kepada
badan-badan itu, dan membagi-bagi pekerjaan
pemerintah kepada banyak alat negara, baik yang
tinggi maupun yang rendah kedudukannya.
Hukum Administrasi Negara merupakan rangkaian
ketentuan-ketentuan yang mengikat alat-alat negara
tinggi dan rendah, pada waktu alat-alat negara itu
mulai menjalankan tugasnya, sebagaimana telah
ditetapkan dalam Hukum Tata Negara tadi.
4.
4.Bentuk-Bentuk Perbuatan-Perbuatan Pemerintahan

Perbuatan administrasi negara dapat


digolongkan menjadi 2 kategori yaitu :
kategori perbuatan hukum
(rechtshandelingen) dan kategori perbuatan
yang bukan perbuatan hukum atau perbuatan
tanpa akibat yang diatur oleh hukum (geen
rechts tapi hanya feitelijke handelingen).
Berdasarkan sistemnya hukum itu dibagi dalam
dua golongan yaitu : privat dan publik.
Pernuatan hukum publik ada 2 macam yaitu :
1. Perbuatan hukum publik yang bersegi satu
(eenzijdige publiekrechtelijke handeling). Jadi
menurut mereka tidak ada perjanjian
(overeenkomst) yang diatur oleh hukum publik,
perjanjian itu suatu perbuatan bersegi dua
karena diadakan oleh 2 kehendak. Maka dari itu
perjanjian dalam hukum publik tidak
ada.karena dalam hubungan yang diatur oleh
hukum publik hanya satu pihak saja yang secara
sukarela dapat menentukan kehendaknya yaitu
Perbuatan Hukum disebut juga “Beschiking”
dalam bahasa Indonesia sering dipakai istilah
“ketetapan”. Tujuannya menyeleanggrakan
hubungan-hubungan dalam lingkungan alat
negara (staatsorgaan) yang membuat
ketetapan-ketetapan intern, maupun
menyelenggarakan hubungan-hubungan
antara alat negara yang membuatnya dengan
seorang partikelir atau badan privat atau
antara dua atau lebih alat negara ketetapan
ekstern.
2. Perbuatan hukum publik yang bersegi dua
( tweezijdige publiekrechtelijke handeling).
Tokoh-tokohnya : Van der Pot, Van Praag,
Kranenburg-Vegting, Wiarda, Donner, yang
menerima adanya perbuatan hukum publik
bersegi 2, perjanjian menurut hukum publik.
Contohna perjanjian kerja jangka pendek
(korteverband contract).
Peraturan dan ketetapan, Dekrit presiden tertanggal 5
juli 1959, penetapan Presiden dan Ketetapan MPRS
dan MPR.

Agar dapat menjalankan tugasnya maka disamping


ketetapan itu, administrasi negara dapat membuat
peraturan (uu dalam arti materiil). Menurut UUD, maka
kekuasaan administrasi negara membuat peraturan
pemerintah terdapat dalam kekuasaan pemerintah
membuat peraturan pemerintah pengganti UU (pasal
22), berdasarkan delegasi perundang-undangan kepada
presiden (juga sebagai mandataris MPR), berdasarkan
delegasi perundang-undangan dari uu kepada
pemerintah.
Dalam praktek AN, bagian terbesar dari
kekuasaan membuat peraturan yang
didelegasi kepada pemerintah itu diserahkan
terus kepada ahli pemerintahan, yakni kepada
kepala jawatan, kepala bagian, kepala direksi,
bahkan kepada badan yang tidak termasuk
kalangan administrasi negara (badan partikelir
yang diberi kekuasaan memerintah) (delegasi
istimewa). Agar dapat menjalankan tugasnya
dengqan sebaik-baiknya, maka pemerintah
melakukan dekonsentrasi dan desentralisasi.
Jika kita memperhatikan isi dekrit presiden 5 juli 1959 yaitu :
menetapkan pembubaran badan konstituante; menetapkan UUD
1945 berlaku lagi bagi segenap bangsa Indonesia dan seluruh
tumpah darah Indonesia, mulai dari tanggal penetapan tersebut.
Pembentukan MPRS yang terdiri dari anggota DPR ditambah
dengan utusan dari daerah-daerah dan golongan-golongan, serta
pembentukan DPAS (dewan pertimbangan agung sementara),
akan dilakukan dalam waktu yang sesingkat-singkatnya. Maka
ternyatalah bahwa dekrit presiden 5 juli 1959 itu yang
mneyelesaikan suatu hal konkrit yang telah diketahui terlebih
dahulu oleh pembuatnya yang menjadi administrator tertinggi,
adalah surat ketetapan pada tingkat tertinggi (jadi bukan
peraturan).
Dasar dikeluarkannya dekrit presiden 5 juli 1959 adalah keadaan
ketatanegaraan yang membahayakan persatuan dan keselamatan
negara, nusa dan bangsa serta merintangi pembangunan semesta
untukmencapai masyarakat yang adil dan makmur (normative
Kraft de faktischen – Jellinek).
Syarat-syarat yang harus dipenuhi agar ketetapan adalah ketetapan sah

Ketetapan dibagi dalam dua macam yaitu :


1. ketetapan sah (rechtsgeldige beschikking)
2. ketetapan tidak sah (niet-rechtsgeldige beschikking). Ketetapan yang tidak
sah dapat berupa :

a. ketetapan yang batal karena hukum (nietig van rechtswege) merupakan


akibat sesuatu perbuatan, untuk sebagiannya atau untuk seluruhnya bagi
hukum dianggap tidak ada/dihapuskan tanpa diperlukan suatu keputusan
hakim atau keputusan suatu badan pemerintah lain yang berkompeten
untuk menyatakan batalnya sebagian atau seluruh akibat itu.
b. ketetapan yang batal (nietig, juga : batal absolut,absoluut nietig),
merupakan suatu akibat suatu perbuatan yang oleh hakim dibatalkan
karena mengandung kekurangan.
c. ketetapan yang dapat dibatalkan (vernietigbaar),meruapakan bagi hukum
perbuatan yang dilakukan dan akibatnya dianggap ada sampai waktu
pembatalan oleh hakim atau oleh suatu badan pemerintah lain yang
berwenang,pembatalan itu diadakan karena perbuatan tersebut
mengandung kekurangan.
Syarat-syarat yang harus dipenuhi agar ketetapan adalah ketetapan
yang sah
Donner mengemukakan bahwa kekurangan dalam ketetapan
dapat mengakibatkan bahwa :

1. ketetapan itu harus dianggap batal sama sekali


2. berlakunya ketetapan itu dapat digugat dalam bandingan
(beroep), pembatalan oleh jabatan (ambthasalve vernietiging)
karena bertentangan dengan undang-undang, penarikan kembali
( interekking) oleh kekuasaan yang berwenang (competent)
mengeluarkan ketetapan tersebut.
3. dalam hal ketetapan tersebut sebelum dapat berlaku
memerlukan persetujuan (peneguhan) suatu badan kenegaraan
yang lebih tinggi, maka persetujuan itu tidak diberi
4. ketetapan diberi suatu tujuan lain daripada tujuan permulaannya
(konversi,conversie)
Prof.Van der Pot menyebut 4 syarat yang harus dipenuhi
agar ketetapan dapat berlaku sebagai ketetapan sah yaitu :
1. ketetapan harus dibuat oleh alat (orgaan) yang
berwenang (bevoegd) membuatnya.
2. karena ketetapan itu suatu pernyataan kehendak
(wilsverklaring) maka pembentukan kehendak itu tidak
boleh memuat kekurangan yuridis (geen juridische
gebreken in de wilsvorming)
3. ketetapan harus diberi bentuk (vorm) yang ditetapkan
dalam peraturan yang menjadi dasarnya dan
pembuatannya harus juga memperhatikan cara
(procedure) membuat ketetapan itu, bilamana cara itu
ditetapkan dengan tegas dalam peraturan dasar tersebut.
4. isi dan tujuan ketetapan harus sesuai dengan isi dan
tujuan peraturan dasar.
Dalam pembentukan kehendak dari alat negara yang
mengeluarkan suatu ketetapan, tidak boleh ada
kekurangan yuridis ,kekurangan yuridis dalam
pembentukan kehendak alat negara yang
mengeluarkan suatu ketetapandapat disebabkan oleh
karena :
1. salah kira (dwaling) berarti bilamana seseorang
(subjek hukum) menghendaki suatu dan membuat
suatu pernyataan yang sesuai dengan kehendak itu
tapi kehendak tersebut didasarkan atas suatu
bayangan (voorstelling) (tentang suatu hal) yang
salah
2. paksaan (dwang)
3. tipuan (bedrog).
Ad. 1. Salah kira terjadi bilamana seseorang (subyek
hukum) menghendaki sesuatu dan mengadakan
suatu pernyataan yang sesuai dengan kehendak
itu, tetapi kehendak itu didasarkan atas suatu
bayangan (tentang suatu hal) yang salah. Bayangan
yang salah itu mengenai pokok maksud pembuat –
salah kira mengenai pokok maksud pembuat,atau
mengenai (kedudukan atau kecakapan keahlian)
seseorang (subyek hukum) – salah kira mngenai
orang (subyek hukum), atau menenai hak orang
lain – atau mengenai suatu hukum – atau
mengenai kekuasaan sendiri.
Pembatalan suatu ketetapan yang dibuat
berdasarkan salah kira mengenai orang hanya
dapat dituntut oleh orang yang mengalami
kerugian. Namun pembatalan itu tetap harus
dilakukan dalam suatu jangka tertentu, misalnya
jangka satu bulan setelah ketetapan itu dibuat.
Tidak setiap ketetapan yang dibuat berdasarkan
salah kira mengenai pokok maksud pembuatannya
adalah batal. Jadi yang disebabkan salah kira itu
dapat mempengaruhi berlakunya ketetapan hanya
dalam hal salah kira tersebut betentangan dengan
UU atau dengan kejadian-kejadian yang benar-
benar ada (feiten).
Ad.2. Paksaan. Yang dimaksud disini adalah
paksaan biasa bukan paksaan keras. Akibat daeri
paksaan keras yaitu dapat menjadi batal mutlak
karena pihak yang dipaksa sama sekali tidak ada
suatu kehendak. Sedangkan akibat dari paksaan
biasa adalah dapat dibatalkan karena pihak yang
dipaksa ada suatu kehendak walaupun
pembentukan kehendak itu dipengaruhi oleh
suatu ancaman. Menurut ayat (2) pasal 1324
KUH Perdata, dalam pembatalan suatu
perbuatan yang dilakukan dengan paksaan hakim
harus memperhatikan umur, jenis kelamin, dan
kedudukan sosial dari yang dipaksa.
Paksaan dapat menjadi sebab maka ketetapan
dapat dibatalkan, paksaan keras dpat menjadi
sebab maka ketetapan itu batal karena
hukum. Dalam hal ada paksaan, maka dapat
dikatakan bahwa pihak yang dipaksa masih
ada kehendak, sedangkan dalam paksaan
keras, maka dapat dikatakan bahwa pihak
yang dipaksa tidak memiliki suatu kehendak.
Ad.3. Tipuan terjadi bilamana yang mengadakan perbuatan
menggunakan beberapa muslihat sehingga pada pihak
lain ditimbulkan suatu bayangan palsu tentang suatu hal.
Agar ada tipuan diperlukan beberapa muslihat, karena
satu bohong belum menjadi tipuan. Akibat dari perbuatan
ini adalah dpat dibatalkan atau dibatalkan mutlak.
Ketetapan yang digunakan dengan menggunakan
muslihat.
Ketetapan hanya batal (atau diabatalkan) jika sifat tipuan
begitu rupa sehingga dapat dikatakan bahwa dengan tidak
menggunakan muslihat itu sudah tentu ketetapan tidak
dibuat. Dalam hal ini ada kekurangan yang “essentieel”.
Kekurangan yang disebabkan dengan tipuan itu dapat
mempengaruhi berlakunya ketetapan hanya dalam hal
tipuan tersebut bertentangan dengan UU atau dengan
kejadian yang benar ada.
Ketetapan harus diberi bentuk yang ditetapkan
dalam UU yang menjadi dasarnya dan
pembuatnya harus memperhatikan peraturan-
peraturan mengenai cara pembuatannya.
Bentuk ketetapan itu ada 2 macam :
a. Ketetapan dikeluarkan secara lisan
(mondelinge beschikking)
b. Ketetapan dikeluarkan secara tertulis
(schriftelijke atau geschreven beschikking)
Secara umum ada 2 hal mengapa ketetapan
dikeluarkan secara lisan:
1. Dalam hal yang tidak membawa akibat kekal
dan yang tidak begitu penting bagi
administrasi negara, sehingga tidak diperlukan
suatu ketetapan tertulis.
2. Dalam hal bilamana oleh yang mengeluarkan
suatu ketetapan dikehendaki suatu akibat
yang timbul dengan segera.
Bentuk tertulis suatu ketetapan itu ada bermacam-macam
yang dikarenakan ada bermacam-macam alat negara yang
membuat ketetapan.
Pembuatan suatu ketetapan juga harus memperhatikan
peraturan-peraturan yang menunjuk cara (prosedur)
pembuatan ketetapan itu.
Demikianjuga dengan menjalankan ketetapan itu harus
memperhatikan cara menjalankan ketetapan itu. Masing-
masing ketetapan hanya jika dianggap perlu menurut
peraturan untuk ditempatkan dalam suatu berita warta
pemerintah atau dalam surat kabar yang terkenal agar isinya
dapat dibaca oleh yang bersangkutan. Ketetapan yang
berbentuk UU diundangkan dalam lembaran negara,
ketetapan yang dibuat penguasa pemerintah pusat yang lain
diberitahukan dalam berita negara.
Ketetapan yang isi dan tujuannya tidak sesuai dengan isi dan
tujuan dari peraturan yang menjadi dasar ketetapan itu.
Syarat ini adalah suatu jenis yang harus dipenuhi dalam
negara hukum. Syarat legalitet ini adalah salah satu tiang
negara hukum. Oleh Kranenburg-Vegting menyebut 4
macam hal suatu alat negara memberi kepada ketetapan
suatu isi yang menurut peraturan yang bersangkutan
sebenarnya tiak dapat diberi kepada ketetapan itu :

1. Suatu alat negara membuat ketetapan, tetapi peristiwa


hukum atas peristiwa yang bukan peristiwa hukum yang
menurut peraturan yang bersangkutan harus ada agar
ketetapan itu dapat dibuat, sekali-kali tidak ada. Dalam hal
demikian, alasan untuk membuat ketetapan itu sebenarnya
tidak ada.
2. Suatu alat negara membuat ketetapan, tetapi
peristiwa yang disebut dalam ketetapan itu dan
yang menurut peraturan yang bersangkutan
adalah benar, sebetulnya alasan-alasan bagi
pembuatan suatu ketetapan lain dari yang telah
dibuat. Dalam hal demikian suatu alasan salah.
3. Suatu alat negara membuat ketetapan yang
menurut peraturan yang bersangkutan adalah
benar, tetapi peristiwa-peristiwa yang disebut
sebetulnya tidak dapat menjadi alasannya.
Dalam hal demikian dibuat suatu ketetapan
berdasarkan alasan-alasan yang tidak dapat
dipakai.
4. Suatu alat negara membuat ketetapan, tetapi
alat negara itu tidak mempergunakan
kekuasaannya secara resmi sesuai dengan
tujuannya yang telah diberi oleh peraturan
yang bersangkutan kepada kekuasaan itu.
Dlam hal demikian alat negara yang
membbuat ketetapan, mempergunakan
kekuasaannya secara tidak sesuai dengan
tujuan kekuasaannya itu, dan salah
menggunakan kekuasaan itu diberi nama
istimewa dari bahasa perancis yaitu
“detournement de douvoir”.
Kekuasaan hukum (rechtskracht) dari ketetapan sah.

Kita dapat menarik kesimpulan bahwa hanya suatu


ketetapan yang sah mendapat kekuasaan hukum.
sah itu suatu pendapat tentang suatu perbuatan
pemerintah, sedangkan kekusaan hukum itu sesuatu
mengenai kerjanya. Suatu perbuatan pemerintah
dianggap sah bilamana dapat diterima sebagai suatu
kesatuan ketertiban hukm, mempunyai kekuasaan
hukum, dan dpat mempengaruhi pergaulan umum.
Selama ketetapan belum mendapat suatu kekuasaan
hukum yang definitif, maka baik pemerintah maupun
yang diperintah selalu ada keragu-raguan.
Kita membedakan 2 pengertian “kekuasaan hukum”,
yaitu :
a. Kekuasaan hukum formil (formale rechtskracht)
b. Kekuasaan hukum materiil (materiele rechtskracht)
Yang dimaksud kekuasaan hukum formil adalah
pengaruh yang dapat diadakan oelh karena adanya
ketetapan itu. Suatu ketetapan mempunyai
“kekuasaan hukum formil” bilamana ketetapan itu
tidak lagi dibantah oleh suatu alat-hukum
(rechtsmiddel). Dalam hal demikian ketetapan itu sah.
Bagi yang dikenai suatu ketetapan, maka keteteapan itu
mempunyai kekuasaan hukum formil mutlak. Kranenburg-
Vegting menyebut 4 alat-hukum yang dapat digunakan oleh yang
dkenai suatu ketetapan untuk membantah ketetapan itu :
1. Yang dikenai suatu ketetapan dapat memohon pembatalan
ketetapan itu, yaitu dalam hal kemungkinan untuk memohon
bandingan diberi kepadanya.
2. Yang dikenai ketetapan dapat mengajukan permohonan kepada
pemerintah supaya ketetapa itu dibatalkan.
3. Yang dikenai ketetapan itu dapat mengajukan persoalannya
kepada hakim biasa sehingga ketetapan itu dinyatakan batal
karena bertentangan dengan hukum.
4. Yang dikenai ketetapan tidak menyelenggarakan apa yang
dicantumkan dalam ketetapan itu, dan setelah perkara yang
bersangkutan dibawa kemuka hakim, maka diusahakannya
supaya hakim itu menyatakan ketetapan itu batal karena
bertentangan dengan hukum.
Kekuasaan hakim yang wajib memberi keputusan dalam
suatu peselisihan antara pemerintah dengan dikenai suatu
ketetapan yang dibuat pemerintah itu, dibatasi 2 hal, yaitu
:
a) hakim tidak boleh mempertimbangakan kebijaksanaan
pemerintah dan
b) hakim tidak dapat membatalkan secara langsung suatu
ketetapan.
Hakim hanya menentukan bertentangan tidaknya dengan
hukum dari ketetapan itu dan selanjutnya menentukan
besarnya keganti-rugian yang harus dibayar oelh
pemerintah kepada yang mendapat kerugian ketetapan
itu. Hakim tidak dapat membatalkan ketetapan itu,
palingbanyak dikatakannya bahwa ketetapan itu tidak
mengikat. Jadi hakim hanya dapat menentukan
bertentangan tidaknya dengan hukum suatu ketetapan
Menurut Prins mengenai kemerdekaan menarik kembali
ketetapan yang telah dibuat harus memperhatikan 6 buah
asas :
1. Suatu ketetapan yang dibuat karena yang
berkepentingan mengguhnakan tipuan, senantiasa dapat
ditiadakan.
2. Suatu ketetapan yang isinya belum diberitahukan kepada
yang bersangkutan, jadi suatu ketetapan yang belum
menjadi suatu perbuatan yang sungguh-sungguh dalam
pergaulan hukum dapat ditiadakan.
3. Suatu ketetapan yang bermanfaat bagi yang dikenainya
dan yang diberi kepada yang dikenai itu dengan
beberapa syarat tertentu, dapat ditarik kembali pada
waktu yang dikenai tersebut tidak memenuhi syarat-
syarat yang ditentukan itu.
4. Suatu ketetapan yang bermanfaat bagi yang dikenainya
tidak boleh ditarik kembali setelah suatu jangka tertentu
lewat bilamana oleh karena menarik kembali tersebut,
suatu keadaan yang layak dibawah kekuasaan ketetapan
yang bermanfaat itu menjadi keadaan yang tidak layak.
5. Oleh karena suatu ketetapan yang tidak benar, diadakan
suatu keadaan yang tidak layak. Keadaan ini tidak boleh
ditiadakan, bilamana menarik kembali ketetapan yang
bersangkutan membawa kepada yang dikenainya suatu
kerugian yang sangat lebih besar dari pada kerugian yang
oleh negara diderita karena keadaan yang tidak layak
tersebut.
6. Menarik kembali atau mengubah suatu ketetapan, harus
diadakan menurut acara yang sama sebagai yang . bagi
membuat ketetapan itu.
Macam ketetapan

Ada beberapa macam golongan, yaitu :


1. Ketetapan positif dan ketetapan negatif. Suatu
ketetapan yang untuk yang dikenainya menimbulkan
hak atau/dan kewajiban adalah suatu ketetapan positif.
Suatu ketetapan yang baru membatalkan ketetapan
yang lama adalah suatu ketetapan positif, karena disini
suatu keadaan hukum yang lama diganti dengan yang
baru.
Suatu ketetapan yang negatif tidak mengadakan
perubahan dalam suatu keadaan hukum tertentu yang
telah ada. Maka suatu ketetapan yang negatif adalah
tiap penolakan atas suatu permohonan untuk
mengubah suatu keadaan hukum tertentu yang telah
ada.
2. Ketetapan deklaratur dan ketetapan konstitutif.
Oleh prins dikemukakan bahwa ada peraturan
yang tidak memerlukan suatu ketetapan agar
dapat menyelesaikan suatu soal yang konkrit.
Peraturan semacam itu langsung menyelesaikan
tiap-tiap soal konkrit, dan AN tidak beraksi.
Ketetapan deklaratur yaitu suatu ketetapan yang
hanya menyatakan bahwa yang bersangkutan
dapat diberi haknya karena termasuk golongan
ketetapan yang menyatakan hukum. ketetapan
konstitutif yaitu membuat hukum.
3. Ketetapan kilat dan ketetapan tetap. Oleh prins disebut 4
macam ketetapan kilat :
a. Suatu ketetapan yang bermaksud mengubah redaksi suatu
ketetapan yang lama.
b. Suatu ketetapan yang negatif. Ketetapan semacam ini
hanya memuat suatu keputusan yangbermaksud tidak
mengadakan sesuatu, dan ketetapan semacam ini bukan
halangan bagi AN untuk pada kemudian hari masih juga
bertindak, bila mana keadaan atau pendapat AN itu telah
berubah.
c. Suatu menarik kembali atau suatu pembatalan. Seperti
suatu ketetapan yang negatif, maka ketetapan semacam
ini pun tidak membawa suatu hasil yang positif, dan suatu
ketetapan semacam ini pun bukan halangan bagi AN
untuk mengadakan suatu ketetapan lain yang sama engan
ketetapan yang menarik kembali atau yang dibatalkan itu.
d. Suatu pernyataan pelaksanaan.
4. Dispensasi, ijin, lisensi, dan konsesi

Prof. Van der pot mendefinisikan dispensasi ialah keputusan AN


yang membebaskan suatu perbuatan dari kekuasaan suatu
peraturan yang menolak perbuatan itu.
Bila pembuat peraturan tidak umumnya melarang suatu
perbuatan, tetapi masih juga memperkenankanya asal saja
diadakan secara yang ditentukan untuk masing-masing hal
konkrit, maka keputusan AN yang memperkenankan perbuatan
tersebut bersifat ijin.
Kadang pembuat peraturan beranggapan bahwa suatu perbuatan
yang penting bagi umum, sebaik-baiknya dapat diadakan oleh
suatu subyek hukum pertikelir, tetapi dengan turut campur dari
phak pemerintah.
Suatu keputusan AN yang memperkenankan yang bersangkutan
mengadakan perbuatan tersebut, memuat suatu konsensi. Lisensi
digunakan untuk menyatakan suatu perusahaan satu macam ijin
5. Peradilan Administrasi Negara
Pengertian Peradilan
a. Menurut Prof. Dr. R.J. Van Apeldoorn, peradilan adalah
pemutusan perselisihan oleh suatu instansi yang tidak
mempunyai kepentingan dalam perkara itu, tetapi berdiri
di atas perkara itu. Hakim berstatus sebagai aparat yang
bertugas menerapkan peraturan terhadap perselisihan.
b. Menurut Van Praag, peradilan adalah pemutusan
berlakunya suatu aturan hukum pada suatu peristiwa yang
kongkret berkaitan dengan adanya suatu perselisihan.
c. Menurut G.Yellinek, peradilan adalah memasukkan
perkara-perkara lain yang kongkrit dalam suatu norma
yang abstrak dan kemudian perkaranya diputuskan.
Dengan tiga pendapat tersebut di atas, dapat
disimpulkan bahwa adanya suatu peradilan
harus memenuhi syarat-syarat seperti berikut :
1. adanya aturan hukum abstrak yang mengikat
dan dapat diterapkan pada suatu masalah.
2. adanya perselisihan hukum kongkrit.
3. adanya minimal dua pihak yang berselisih.
4. adanya aparatur peradilan yang berwenang
memutuskan.
Pengertian Peradilan Administrasi Negara.

Peradilan administrasi negara adalah peradilan


khusus. Oleh karenanya, disamping syarat-syarat
yang ada pada peradilan umum harus dipenuhi,
masih diperlukan juga syarat khusus tertentu.
Peradilan administrasi negara berfungsi untuk
menyelesaikan perselisihan yang terjadi pada
proses pelaksanaan administrasi negara.
Persengketaan atau perselisihan itu dapat pada
sesama aparat administrasi negara atau pada
hubungan antara aparat administrasi negara dan
masyarakat.
Jadi pengertian peradilan administrasi negara adalah badan
yang mengatur cara-cara penyelesaian persengketaan
intern administrasi negara dan persengketaan ekstern
administrasi negara.
Dari penjelasan-penjelasan di atas dapat diketahui bahwa
adanya peradilan administrasi negara diperlukan untuk
melindungi pihak-pihak yang dirugikan akibat adanya
kesalahan aparat administrasi negara maupun kesalahan
atau pelanggaran hukum yang dilakukan oleh warga
masyarakat, dan dapat juga akibat adanya keputusan
administrasi negara.
Guna mencegah terjadinya perselisihan, baik para petugas
administrasi negara maupun warga masyarakat diharapkan
dapat memenuhi kewajiban masing-masing sesuai dengan
ketentuan yang berlaku, dan untuk itu perlu adanya
pengawasan terhadap mereka.
Syarat-syarat hukum hukum yang dieprlukan
untuk adanya peradilan administrasi negara
adalah :
a. aturan hukum yang diterapkan yaitu kaidah-
kaidah hukum yang terletak pada hukum tata
negara dalam tata hukum administrasi negara.
Sifat kaidah hukum yang ditetapkan adalah
ketatanegaraan dan ketatapemerintahan.
b. Salah satu pihak yang bersengketa atau berselisih
adalah aparat administrasi negara. Dapat pula
kedua pihak yang bersengketa adalah sesama
aparat administrasi negara.
Garis besar proses peradilan dalam pengadilan
administrasi negara atau pengadilan tata usaha
negara dapat diuraikan secara singkat sebagai berikut:
• Pertama, pihak yang dirugikan atau merasa dirugikan
mengajukan gugatan yang disampaikan kepada kepala
pengadilan tata usaha negara yang wilayah hukumnya
meliputi tempat tinggal Penggugat. Gugatan dibuat
dalam bahasa Indonesia, disertai alasan-alasan yang
kuat dan mendasar.
Gugatan disertai tuntutan ganti rugi atau rahabilitasi
dan dimasukkan dalam jangka waktu 90 hari sejak
diterimanya keputusan administrasi negara, atau sejak
diterimanya keputusan administrasi negara, atau
diumumkannya keputusan itu.
Gugatan harus pula memuat:
a. Nama, kewarganegaraan, tempat tinggal dan
pekerjaan Penggugat atau kuasanya.
b. Nama jabatan dan tempat kedudukan tergugat.
c. Dasar gugatan dan hal yang diminta untuk diputuskan
oleh hakim

• Kedua, hakim yang ditunjuk oleh ketua pengadilan


administrasi negara memriksa gugatan itu akan
memberi nesehat kepada Penggugat apabila gugatan
itu belum lengkap. Kelengkapan berkas gugatan harus
dimasukan kembali ke pengadilan dalam jangka
waktu 30 hari, jika dalam jangka waktu tersebut
gugatan belum dilengkapi, gugatan dibatalkan.
• Ketiga, jika sudah lengkap, berkas perkara
disidangkan melalui sidang terbuka dengan
tiga orang hakim. Dalam sidang ini diadakan
pembuktian-pembuktian untuk mencari
kebenaran permasalahan yang ada dan untuk
menetapkan pihak mana yang benar atau
pihak mana yang salah, serta bagaimana
putusan yang diambil atau ditetapkan.
• Keempat, hakim berdasarkan hasil pemeriksaan
memutuskan pihak mana yang salah dan apa
hukumannya. Keputusan hakim berupa:
a. Menolak gugatan
b. Mengabulkan gugatan
c. Tidak menerima gugatan
d. Menyatakan gutan gugur
• Kelima, jika putusan hakim tidak diterima oleh
pihak Penggugat atau Tergugat, dalam jangka
14 hari sejak putusan itu diketahui, masing-
masing dapat mengajukan banding.
Terima Kasih

Anda mungkin juga menyukai