NIM : 15022100002 Mata Kuliah : Hukum Administrasi Negara
Hukum Administrasi Negara
I. Pengertian dan Istilah Hukum Administrasi Negara
Sebagaimana kita ketahui bahwa Indonesia dahulu merupakan bekas jajahan Belanda, sehingga Hukum Administrasi Negara Indonesia merupakan terjemahan dari Administratiefrecht. Untuk menerjemahkan Administratiefrecht dari Hukum Belanda ini para ahli hukum di Indonesia belum ada kata sepakat. Baru setelah dikeluarkannya UU No.5 tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara yang dikeluarkan oleh para ahli. E.Utrecht dalam bukunya “Pengantar Hukum Administrasi” , mula- mula memakai istilah Hukum Administrasi Negara Indonesia. WF Prins dalam bukunya “Inleiding in het administratiefrecht” memakai istilah Hukum Tata Usaha Negara Indonesia. Wirjono Prodjodikoro memakai istilah Hukum Tata Usaha Pemerintah. Prajudi Atmasudirdjo memakai istilah Hukum Administrasi Negara. Dalam SK Mendikbud tanggal 30 Desember 1972, No.0198/U/1972 tentang Kurikulum Minimal menggunakan istilah Hukum Tata Pemerintahan. Rapat staf dosen Fakultas-fakultas Hukum Negeri seluruh Indonesia yang diadakan pada bulan Maret 1973 di Cibulan, memakai istilah Hukum Administrasi Negara dengan tidak menutup kemungkinan menggunakan istilah lain. SK Kurikulum yang terakhir menggunakan istilah Hukum Tata Usaha Negara. Berdasarkan perspektif ilmu administrasi negara, ada dua jenis hukum administrasi. Pertama, hukum administrasi umum (algemeen deel), yakni berkaitan dengan teori dan prinsip yang berlaku untuk semua bidang hukum administrasi, tidak terkait pada bidang-bidang tertentu. Kedua, hukum administrasi khusus (bijzonder deel), yaitu hukum-hukum yang berkaitan dengan bidang pemerintahan tertentu, seperti hukum lingkungan, hukum tata ruang, hukum kesehatan, dan sebagainya. Ada beberapa ahli dunia yang mencoba memberikan pengertian tentang Hukum Tata Usaha Negara, diantaranya: 1. JHP Bellafroid, menyatakan bahwa Hukum Tata Usaha Negara/Hukum Tata Pemerintahan adalah keseluruhan aturan-aturan tentang cara bagaimana alat-alat perlengkapan pemerintahan dan badan-badan kenegaraan serta majelis-majelis pengadilan khusus yang diserahi pengadilan tata usaha negara hendaknya memenuhi tugasnya. 2. Oppenheim, mengemukakan bahwa Hukum Administrasi Negara adalah suatu gabungan ketentuan-ketentuan yang mengikat badan- badan yang tinggi maupun rendah apabila badan-badan itu menggunakan wewenang yang telah diberikan kepadanya oleh HukumTata Negara. Hukum Administrai Negara menggambarkan negara dalam keadaan bergerak. 3. Logemann, mengetengahkan Hukum Pemerintahan/Hukum Administrasi Negara sebagai seperangkat norma-norma yang menguji hukum istimewa yang diadakan untuk memungkinkan para pejabat (Alat Tata Usaha Negara/ Alat Administrasi Negara) melakukan tugas mereka yang khusus. Hukum Administrasi Negara tidak identik/sama dengan hukum yang mengatur pekerjaan administrasi negara, karena hukum yang mengatur pekerjaan administrasi negara sudah termasuk dalam Hukum Tata Negara. II. Ruang Lingkup HAN Mengenai ruang lingkup yang dipelajari dalam studi Hukum Administrasi Negara, Prajudi Atmosudirdjo mengemukakan ada enam ruang lingkup yang dipelajari dalam HAN yaitu meliputi : 1) Hukum tentang dasar-dasar dan prinsip-prinsip umum dari administrasi negara; 2) Hukum tentang organisasi negara; 3) Hukum tentang aktivitas-aktivitas dari administrasi negara, terutama yang bersifat yuridis; 4) Hukum tentang sarana-sarana dari administrasi negara terutama mengenai kepegawaian negara dan keuangan negara; 5) Hukum administrasi pemerintah daerah dan Wilayah, yang a. dibagi menjadi: b. Hukum Administrasi Kepegawaian; c. Hukum Administrasi Keuangan; d. Hukum Administrasi Materiil; e. Hukum Administrasi Perusahaan Negara. 6) Hukum tentang Peradilan Administrasi Negara. Kusumadi Pudjosewojo, membagi bidang-bidang pokok Hukum Administrasi Negara sebagai berikut : a. Hukum Tata Pemerintahan; b. Hukum Tata Keuangan termasuk Hukum Pajak; c. Hukum Hubungan Luar Negri; d. Hukum Pertahanan dan Keamanan Umum III. Sumber-Sumber Hukum Administrasi Negara a. Sumber Hukum Materiil (Tertulis) Dalam kepustakaan hukum ditemukan bahwa sumber-sumber hukum materiil ini terdiri atas tiga jenis berikut: 1. Sumber Hukum Historis (Rechtsbron in Historischezin) Sumber hukum historis meliputi undang-undang, putusan hakim, tulisan ahli hukum, juga tulisan yang tidak bersifat yuridis selama memuat pemberitahuan mengenai lembaga-lembaga hukum. 2. Sumber Hukum Sosiologis (Rechtsbron in Sociologischezin) Sumber hukum sosiologis meliputi faktor-faktor sosial yang memengaruhi isi hukum positif. Artinya, peraturan hukum tertentu yang mencerminkan kenyataan yang hidup dalam masyarakat. 3. Sumber Hukum Filosofis (Rechtsbron in Filosofi schezin) Sumber hukum dalam arti filosofis memiliki arti, yaitu untuk menaati kewajiban terhadap hukum dan sumber untuk kekuatan mengikat dari hukum, untuk menjawab pertanyaan, mengapa kita harus mematuhi hukum. b. Sumber Hukum Formiil (Formal) Sumber hukum formal diartikan juga sebagai tempat atau sumber suatu peraturan memperoleh kekuatan hukum. Hal ini berkaitan dengan bentuk atau cara yang menyebabkan peraturan hukum formal berlaku. Sumber hukum administrasi negara dalam arti formal terdiri: 1. Peraturan Perundang-Undangan Peraturan perundang-undangan sebagai hukum positif tertulis yang dibuat, ditetapkan, atau dibentuk pejabat atau lingkungan jabatan yang berwenang atau berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan tertentu dalam bentuk tertulis yang berisi aturan tingkah laku yang berlaku atau mengikat (secara) umum. 2. Praktik Administrasi Negara atau Hukum Tidak Tertulis Tindakan-tindakan yang dilakukan oleh administrasi negara melahirkan hukum tidak tertulis atau konvensi jika dilakukan secara teratur dan tanpa keberatan (bezveaar) atau banding (beroep) dari warga masyarakat. Hukum tidak tertulis yang lahir dari tindakan administrasi negara inilah yang dapat menjadi sumber hukum dalam arti formal dalam rangka pembuatan peraturan perundang-undangan dalam bidang hukum administrasi negara. 3. Yurisprudensi Yurisprudensi adalah putusan badan peradilan (hakim) yang diikuti secara berulang-ulang dalam kasus yang sama oleh para hakim lainnya sehingga dapat disebut pula sebagai rechtersrecht (hukum ciptaan hakim/peradilan). 4. Doktrin Doktrin adalah ajaran hukum atau pendapat para pakar hukum yang berpengaruh.