Anda di halaman 1dari 9

PENGANTAR ILMU HUKUM

POKOK BAHASAN : SUMBER SUMBER HUKUM

1. PENGERTIAN SUMBER HUKUM.

Sumber hukum adalah : segala apa saja (sesuatu) yang menimbulkan aturan-aturan yg
mempunyai kekuatan mengikat dan bersifat memaksa, yakni aturan-aturan yang kalau dilanggar
mengakibatkan sanksi yang tegas dan nyata bagi pelanggarnya.

Yang dimaksud dengan segala apa saja (sesuatu) yakni faktor-faktor yang berpengaruh terhadap
timbulnya hukum, faktor-faktor yang merupakan sumber kekuatan berlakunya hukum secara
formal, dari mana hukum itu dapat ditemukan.

Menurut Prof. Soedikno ada beberapa arti sumber hukum :


1. Sebagai azas hukum.
2. Hukum terdahulu yang memberi bahan.
3. Dasar berlakunya.
4. Tempat mengetahui hukum.
5. Sebab yang menimbulkan hukum.

Menurut C.S.T Kansil , SH sumber hukum adalah : segala apa saja yang menimbulkan aturan-
aturan yang mempunyai kekuatan yang bersifat memaksa yakni aturan-aturan yang kalau
dilanggar mengakibatkan sanksi yang tegas dan nyata.

Menurut Zevenbergen, sumber hukum adalah sumber terjadinya hukum; atau sumber yang
menimbulkan hukum.

Menurut Achmad Ali sumber hukum adalah tempat di mana kita dapat menemukan hukum.
Namun perlu diketahui pula bahwa adakalanya sumber hukum juga sekaligus merupakan hukum,
contohnya putusan hakim.

Meskipun pengertian sumber hukum dipahami secara beragam, sejalan dengan pendekatan yang
digunakan dan sesuai dengan latar belakang dan pendidikannya, secara umum dapat disebutkan
bahwa sumber hukum dipakai orang dalam dua arti. Arti yang pertama untuk menjawab
pertanyaan mengapa hukum itu mengikat ? Pertanyaan ini bisa juga dirumuskan apa sumber
(kekuatan) hukum hingga mengikat atau dipatuhi manusia. Pengertian sumber dalam arti ini
dinamakan sumber hukum dalam arti material. Kata sumber juga dipakai dalam arti lain, yaitu
menjawab pertanyaan dimanakah kita dapatkan atau temukan aturan-aturan hukum yang
mengatur kehidupan kita itu ? Sumber dalam arti kata ini dinamakan sumber hukum dalam arti
formal. Secara sederhana, sumber hukum adalah segala suatu yang dapat menimbulkan aturan
hukum serta tempat ditemukannya aturan-aturan hukum.

1
2. MACAM MACAM SUMBER HUKUM.

Sebagaimana diuraikan diatas ada dua sumber hukum yaitu sumber hukum dalam arti material
dan formal.

I. Sumber Hukum Material.


Sumber hukum material adalah faktor yg turut serta menentukan isi hukum. Dapat ditinjau dari
berbagai sudut misalnya sudut ekonomi, sejarah, sosiologi, filsafat, agama, dll. Dalam kata lain
sumber hukum material adalah faktor-faktor masyarakat yang mempengaruhi pembentukan
hukum (pengaruh terhadap pembuat UU, pengaruh terhadap keputusan hakim, dsb). Atau faktor
yang ikut mempengaruhi materi (isi) dari aturan-aturan hukum, atau tempat dari mana materi
hukum itu diambil. Menurut Ultrecht : Perasaan atau keyakinan hukum individu dan masyarakat
( public opinion ) yang menjadi determinan material membentuk hukum ( material determinan
van de....) dan menentukan isi hukum. Sumber hukum material ini merupakan faktor yang
membantu pembentukan hukum.
Faktor-faktor tersebut adalah :
- Faktor idiil.
Faktor idiil adalah patokan-patokan yang tetap mengenai keadilan yang harus ditaati oleh
para pembentuk UU ataupun para pembentuk hukum yang lain dalam melaksanakan
tugasnya.
- Faktor Kemasyarakatan.
Faktor kemasyarakatan adalah hal-hal yang benar-benar hidup dalam masyarakat dan
tunduk pada aturan-aturan yang berlaku sebagai petunjuk hidup masyarakat yang
bersangkutan. Contohnya struktur ekonomi, kebiasaan, adat istiadat, dll.

Dalam berbagai kepustakaan hukum ditemukan bahwa sumber hukum material itu terdiri dari
tiga jenis yaitu menurut (van Apeldoorn) :

1. Sumber Hukum Historis (rechtsbron in historischezin) yaitu : tempat kita dapat menemukan
hukumnya dalam sejarah atau dari segi historis. Sumber hukum ini dibagi menjadi dua,yaitu :
- Sumber hukum yg merupakan tempat dapat ditemukan atau dikenal hukum secara historis :
dokumen-dokumen kuno, lontar, dll.
- Sumber hukum yg merupakan tempat pembentuk UU mengambil hukumnya.
2. Sumber Hukum Sosiologis (rechtsbron in sociologischezin) yaitu : merupakan faktor-faktor
yang menentukan isi hukum positif, seperti misalnya : keadaan agama, pandangan agama,
kebudayaan dsbnya.
3. Sumber Hukum Filosofis (rechtsbron in filosofischezin) sumber hukum ini dibagi lebih lanjut
menjadi dua :
a. Sumber isi hukum; disini dinyatakan isi hukum asalnya darimana.
Ada tiga pandangan yang mencoba menjawab pertanyaan ini yaitu :
- Pandangan Theocratis, menurut pandangan ini hukum berasal dari Tuhan.
- Pandangan hukum Kodrat, menurut pandangan ini isi hukum berasal dari akal manusia.
- Pandangan mazhab hostoris, menurut pandangan isi hukum berasal dari kesadaran
hukum.
b. Sumber kekuatan mengikat dari hukum yaitu mengapa hukum mempuyai kekuatan
mengikat, mengapa kita tunduk pada hukum.

2
II. Sumber Hukum Formal.

Sumber hukum formal adalah sumber hukum dengan bentuk tertentu yang merupakan dasar
berlakunya hukum secara formal. Jadi sumber hukum formal merupakan dasar kekuatan
mengikatnya peraturan-peraturan agar ditaati oleh masyarakat maupun oleh penegak hukum
( cause efficient and law ).

Apa beda antara undang-undang dengan peraturan perundang-undangan?


- Undang-Undang dibuat oleh DPR dengan persetujuan Presiden.
- Peraturan perundang-undangan dibuat berdasarkan wewenang masing-masing pembuatnya,
seperti PP, dll atau Peraturan Perundang-undangan adalah peraturan tertulis yang dibentuk oleh
lembaga negara atau pejabat yang berwenang dan mengikat secara umum (Pasal 1 ayat 2 UU
No. 10 tahun 2004).

Macam-macam sumber hukum formal :

1. Pancasila dan UUD 1945.


Dalam perjalanan sejarah ketatanegaraan RI, secara yuridis konstitusional Pancasila sebagai
ideologi negara merupakan sumber dari segala sumber hukum. Sebab, Pancasila mengandung
nilai-nilai universal :
1. KetuhananYang Maha Esa.
2. Kemanusiaan yang Adil dan Beradab.
3. Persatuan Indonesia.
4. Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat dan Kebijaksanaan dalam
Permusyawaratan/Perwakilan.
5. Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia.

Memahami nilai-nilai Pancasila tersebut memiliki fleksibilitas normatif dalam arti hukum adat
( local ), hukum nasional, dan global/hukum internasional. Karena itu daya kemampuan
adaptabilitasnya tidak diragukan lagi sebagai ideologi Negara dan pandangan hidup terbuka.
Dalam nilai yuridis, nilai-nilai Pancasila berfungsi sebagai stabilisator atau pengembangan antara
hak-hak kebebasan dengan kewajiban-kewajiban sekaligus tanggung jawab atas tegaknya
kehidupan bernegara dan bermasyarakat secara beradab.

Setidaknya status dan kedudukan Pancasila tersebut sangat kuat sebagai sumber dari segala
sumber hukum mengingat beberapa argumentasi yuridis :
1. Keberadaan nilai-nilai dasar, yang terkandung dalam Pancasila merupakan cita-cita
hukum ( rechtsidee ) yang menguasai hukum dasar negara, baik hukum yang tertulis
( Undang-undang ) maupun hukum yang tidak tertulis ( kebiasaan,adat istiadat ). Secara
formal Pancasila sebagai sumber tertinggi hukum nasional mendapatkan legitimasi
hukum dan politik. Penempatan Pancasila sebagai staats fundamental norm pertama kali
disampaikan oleh Notonegoro. Pancasila dilihat sebagai hukum ( rechtsidee ) merupakan
bintang pemandu. Posisi ini mengharuskan pembentukan hukum positif adalah untuk
mencapai ide-ide dalam Pancasila. Jimly Asshiddiqie mencoba menenggarai pandangan
Hans Kelsen tentang staatsfundamental norms seperti kedudukan Pembukaan UUD 1945
( yang terdapat di dalamnya Pancasila ). Kedudukan Pancasila yang legitimit terkait

3
dengan Pasal 2 UUD 1945 (sebelum amandemen dilakukan) tentang tugas dan wewenang
MPR sebagai lembaga tertinggi negara. Salah satu tugasnya adalah MPR menetapkan
UUD 1945 dan menetapkan GBHN. Dalam kewenangannya inilah MPR berfungsi
sebagai pelindung dan perawat rumah hukum Pancasila sebagai sumber dari segala
sumber hukum. Bukti efektifitas UUD 1945 dan Pancasila sebagai sumber dari segala
sumber hukum, selalu disebutkan secara konsisten dan koheren dalam setiap peraturan
perundang-undangan sebelum era reformasi. Pertama, penyebutan Pancasila dan UUD
1945 secara berurutan dalam UU terutama terletak dalam konsideran atau menimbang,
sebagai landasan filosofis dan landasan konstitusional. Sebagai contoh, UU No. 02
Tahun 1997, tentang Kepolisian Negara Repuublik Indonesia, dalam konsideran butir a
dinyatakan bahwa pembangunan nasional di bidang hukum nasional yang mantap,
bersumberkan pada Pancasila dan UUD 1945. Kesadaran hukum dan politik aparat
pemerintah sungguh konsisten. Sehingga tidak pernah ada suatu undang-undang tanpa
menyebutkan Pancasila dan UUD 1945.
2. Landasan Yuridis status Pancasila dan UUD 1945 selalu disebutkan dalam kebijakan
peraturan pemerintah sebagai produk non legislasi (non legislative product), dalam
keputusan dan instruksi Presiden. Pada intinya Keppres tersebut seperti yang tertuang
selalu menegaskan Pancasila dan UUD 1945 sebagai sumber hukum dalam alinea
konsiderannya. Dukungan yuridis dan kebijakan tegaknya rumah hukum Pancasila
didasarkan pada Tap MPR No II/MPR.1978 tentang Pedoman Penghayatan Pengamalan
Pancasila (Ekaprasetia Pancakarsa) yang didukung oleh Keputusan Presiden No.10 Tahun
1979, dan dukungan 13 Inpres yang memberikan dukungan kuat untuk melengkapi
instrument hukum sehingga nilai-nilai Pancasila dan UUD 1945 menjadi terlindungi dan
terawat. Dalam Pasal 2 UU No. 10 tahun 2004 jelas-jelas disebutkan Pancasila sebagai
sumber dari segala sumber hukum. Tetapi dalam Pasal 6, Pancasila tidak termasuk
kedalam hirarki urutan peraturan hukum Indonesia. Dengan penjelasan diatas maka
sangatlah jelas bahwa Pancasila dan UUD 1945 merupakan sumber hukum. ( kajian
yuridis sosiologis nilai-nilai Pancasila ke dalam pembentukan Undang-undang pasca
amandemen UUD 1945..jawahir Thontowi ).

2. Undang-Undang.
yaitu suatu peraturan negara yang mempunyai kekuatan hukum yang mengikat diadakan dan
dipelihara oleh penguasa negara.

Menurut Buys, Undang-Undang itu mempunyai dua arti :

* Dalam arti formal, yaitu setiap keputusan pemerintah yang merupakan UU karena cara
pembuatannya (misalnya, dibuat oleh pemerintah bersama-sama dengan parlemen).
* Dalam arti material, yaitu setiap keputusan pemerintah yang menurut isinya mengikat setiap
penduduk.

Menurut UU No. 10 tahun 2004 yang dimaksud dengan UU adalah peraturan perundang-
undangan yang dibentuk oleh DPR dengan persetujuan bersama Presiden (pasal 1 angka 3).
Syarat berlakunya adalah diundangkannya dalam lembaran negara (LN = staatsblad) dulu oleh
Menteri/Sekretaris negara. Sekarang oleh Menkumham (UU No. 10 tahun 2004). Tujuannya agar

4
setiap orang dapat mengetahui UU tersebut (fictie=setiap orang dianggap tahu akan UU =
iedereen wordt geacht de wet te kennen, nemo ius ignorare consetur= in dubio proreo, latin).

Konsekuensinya adalah ketika seseorang melanggar ketentuan hukum tidak boleh beralasan
bahwa ketentuan hukum itu tidak diketahuinya. Artinya apabila suatu ketentuan perundang-
undangan itu sudah diberlakukan (diundangkan) maka dianggap (difiksikan) bahwa semua orang
telah mengetahuinya dan untuk itu harus ditaati.

Berakhirnya/tidak berlaku lagi jika :


a. Jangka waktu berlakunya telah ditentukan UU itu sudah lampau.
b. Keadaan atau hal untuk mana UU itu diadakan sudah tidak ada lagi .
c. UU itu dengan tegas dicabut oleh instansi yang membuat atau instansi yang lebih
tinggi.
d. Telah ada UU yang baru yang isinya bertentangan atau berlainan dgn UU yg dulu
berlaku.

Lembaran Negara (LN) dan Berita Negara :


LN adalah suatu lembaran (kertas) tempat mengundangkan (mengumumkan) semua peraturan
negara dan pemerintah agar sah berlaku. Penjelasan dari pada suatu UU dimuat dalam tambahan
LN, yg mempunyai nomor urut. LN diterbitkan oleh Menteri Sekretaris Negara, yang disebut
dengan tahun penerbitannya dan nomor urut, misalnya L.N tahun 1962 No. 1 (L.N.1962/1).

Berita Negara :
adalah suatu penerbitan resmi sekretariat negara yg memuat hal-hal yang berhubungan dengan
peraturan-peraturan negara dan pemerintah dan memuat surat-surat yang dianggap perlu seperti :
Akta pendirian PT, nama orang-orang yang dinaturalisasi menjadi WNI, dll.
Catatan : Jika berkaitan dengan peraturan daerah diatur dalam lembaran daerah.

Kekuatan berlakunya undang-undang :


UU mengikat sejak diundangkan berarti sejak saat itu orang wajib mengakui eksistensinya UU.
Sedangkan kekuatan berlakunya UU berarti sudah menyangkut berlakunya UU secara
operasional.
Agar UU mempunyai kekuatan berlaku harus memenuhi persyaratan yaitu :
1. Kekuatan berlaku Yuridis.
Dasar kekuatan berlaku yuridis pada prinsipnya harus menunjukkan :
a. Keharusan adanya kewenangan dari pembuat peraturan perundang-undangan dalam arti
harus di buat oleh badan atau pejabat yang berwenang.
b. Keharusan adanya kesesuian bentuk atau jenis peraturan perundang-undangan dengan
materi yang diatur, terutama kalau diperintahkan oleh peraturan perundang-undangan
yang lebih tinggi atau sederajat.
c. Keharusan mengikuti tata cara tertentu, seperti pengundangan atau pengumuman setiap
undang-undang harus dalam Lembaran Negara atau Peraturan Daerah harus mendapat
persetujuan dari DPRD bersangkutan.
d. Keharusan bahwa tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih
tinggi tingkatannya.

5
2. Kekuatan berlaku Sosiologis.
Harus menceritakan kenyataan penerimaan dalam masyarakat. Menurut Soejono Soekamto
dan Purnadi Purbacaraka bahwa landasan teoritis sebagai dasar sosiologis berlakunya
kaedah hukum didasarkan pada dua teori yaitu :
a. Teori kekuasaan bahwa secara sosiologis kaidah hukum berlaku karena paksaan
penguasa, terlepas diterima atau tidak diterimanya oleh masyarakat.
b. Teori pengakuan bahwa kaidah hukum berlaku berdasarkan penerimaan dari
masyarakat tempat hukum itu berlaku.

3. Kekuatan berlaku Filosofis.


Dasar kekuatan berlaku filosofis menyangkut pandangan mengenai inti atau hakikat dari
kaidah hukum itu, yaitu apa yang menjadi cita hukum ( rechsidee ) yaitu apa yang mereka
harapkan dari hukum, misalnya untuk menjamin keadilan, ketertiban, kesejahteraan dan
sebagainya.

Jenis dan hirarki Peraturan Perundang-undangan adalah sebagai berikut (Pasal 7 UU No.
10/2004) :
1. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
2. Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang.
3. Peraturan Pemerintah.
4. Peraturan Presiden.
5. Peraturan Daerah (Provinsi, Kabupaten, Desa).

3. Kebiasaan ( Custom).
Kebiasaan adalah perbuatan manusia yang tetap dilakukan berulang-ulang dalam hal yang sama.
Apabila suatu kebiasaan tertentu diterima oleh masyarakat dan kebiasaan itu selalu berulang-
ulang dilakukan sedemikan rupa, sehingga tindakan yang berlawanan dengan kebiasaan itu
dirasakan sebagai pelanggaran perasaan hukum, maka dengan demikian timbulah suatu
kebiasaan hukum, yang oleh pergaulan hidup dipandang sebagai hukum.
Contoh : apabila seorang komisioner sekali menerima 10 % dari hasil penjualan atau pembelian
sebagai upah dan hal ini terjadi berulang dan juga komisioner yang lainpun menerima upah yang
sama yaitu 10 % maka oleh karena itu timbul suatu kebiasaan yg lambat laun berkembang
menjadi hukum kebiasaan.
Namun demikian tidak semua kebiasaan itu pasti mengandung hukum yg baik dan adil oleh
sebab itu belum tentu kebiasaan atau adat istiadat itu pasti menjadi sumber hukum formal.
Adat kebiasaan tertentu di daerah hukum adat tertentu yang justru sekarang ini dilarang untuk
diberlakukan karena dirasakan tidak adil dan tidak berperikemanusiaan sehingga bertentangan
dengan Pancasila yang merupakan sumber dari segala sumber hukum, misalnya jika berbuat
susila/zinah, pelakunya ditelanjangi keliling kampung.

Untuk timbulnya hukum kebiasaan diperlukan beberapa syarat :


a. Adanya perbuatan tertentu yg dilakukan berulang-ulang di dalam masyarakat tertentu (syarat
material).
b. Adanya keyakinan hukum dari masyarakat yang bersangkutan (opinio necessitatis = bahwa
perbuatan tersebut merupakan kewajiban hukum atau demikianlah seharusnya) = syarat
intelektual.

6
c. Adanya akibat hukum apabila kebiasaan itu dilanggar.
Selanjutnya kebiasaan akan menjadi hukum kebiasaan karena kebiasaan tersebut dirumuskan
hakim dalam putusannya. Selanjutnya berarti kebiasaan adalah sumber hukum.
Kebiasaan adalah bukan hukum apabila UU tidak menunjuknya (pasal 15 AB = (Algemene
Bepalingen van Wetgeving voor Indonesia = ketentuan-ketentuan umum tentang peraturan per
UU an untuk Indonesia.
Disamping kebiasaan ada juga peraturan yang mengatur tata pergaulan masyarakat yaitu adat
istiadat. Adat istiadat adalah : himpunan kaidah sosial yang sudah sejak lama ada dan
merupakan tradisi serta lebih banyak berbau sakral, mengatur tata kehidupan masyarakat
tertentu. Adat istiadat hidup dan berkembang di masyarakat tertentu dan dapat menjadi hukum
adat jika mendapat dukungan sanksi hukum. Contoh Perjanjian bagi hasil antara pemilik sawah
dengan penggarapnya. Kebiasaan untuk hal itu ditempat atau wilayah hukum adat tertentu tidak
sama dengan yang berlaku di masyarakat hukum adat yang lain. Kebiasaan dan adat istiadat itu
kekuatan berlakunya terbatas pada masyarakat tertentu.

4. Jurisprudensi ( Keputusan-Keputusan Hakim).


Adalah : keputusan hakim yang terdahulu yang dijadikan dasar pada keputusan hakim lain
sehingga kemudian keputusan ini menjelma menjadi keputusan hakim yang tetap terhadap
persoalan/peristiwa hukum tertentu.
Seorang hakim mengkuti keputusan hakim yang terdahulu itu karena ia sependapat dengan isi
keputusan tersebut dan lagi pula hanya dipakai sebagai pedoman dalam mengambil sesuatu
keputusan mengenai suatu perkara yang sama.

Pengertian yurisprudensi di Negara-negara yang hukumnya Common Law (Inggris atau


Amerika) sedikit lebih luas, di mana yurisprudensi berarti ilmu hukum. Sedangkan pengertian
yurisprudensi di Negara-negara Eropa Kontinental (termasuk Indonesia) hanya berarti putusan
pengadilan. Adapun yurisprudensi yang kita maksudkan dengan putusan pengadilan, di Negara
Anglo Saxon dinamakan preseden.

Sudikno mengartikan yurisprudensi sebagai peradilan pada umumnya, yaitu pelaksanaan hukum
dalam hal konkret terhadap tuntutan hak yang dijalankan oleh suatu badan yang berdiri sendiri
dan diadakan oleh suatu Negara serta bebas dari pengaruh apa atau siapapun dengan cara
memberikan putusan yang bersifat mengikat dan berwibawa.

Walaupun demikian, Sudikno menerima bahwa di samping itu yurisprudensi dapat pula berarti
ajaran hukum atau doktrin yang dimuat dalam putusan. Juga yurisprudensi dapat berarti putusan
pengadilan.

Yurisprudensi dalam arti sebagai putusan pengadilan dibedakan lagi dalam dua macam :

1. Yurisprudensi (biasa), yaitu seluruh putusan pengadilan yang telah memiliki kekuatan pasti,
yang terdiri dari :

a. Putusan perdamaian.

b. Putusan pengadilan negeri yang tidak di banding.

7
c. Putusan pengadilan tinggi yang tidak di kasasi.

d. Seluruh putusan Mahkamah Agung.

2. Yurisprudensi tetap (vaste jurisprudentie), yaitu putusan hakim yang selalu diikuti oleh hakim
lain dalam perkara sejenis.

5. Traktat ( Treaty ).
Traktat adalah : perjanjian yang diadakan oleh dua negara atau lebih yang mengikat tidak saja
kepada masing-masing negara itu melainkan mengikat pula warga negara-negara dari negara-
negara yang berkepentingan.

Macam-macam Traktat :
a. Traktat Bilateral, yaitu traktat yang diadakan hanya oleh dua negara, misalnya perjanjian
internasional yang diadakan antara Pemerintah RI dengan Pemerintah RRC tentang
Dwi kewarganegaraan.
b. Traktat Multilateral, yaitu perjanjian internasional yang diikuti oleh beberapa negara,
misalnya perjanjian tentang pertahanan negara bersama negara-negara Eropa (NATO)
yang diikuti oleh beberapa negara Eropa.

Dasar hukum Traktat / Treaty: Pasal 11 ayat (1 & 2) UUD 1945 yang berisi :

(1) Presiden dengan persetujuan DPR menyatakan perang, membuat perdamaian dan perjanjian
dengan Negara lain;

(2) Presiden dalam membuat perjanjian internasional lainnya yang menimbulkan akibat yang
luas dan mendasar bagi kehidupan rakyat yang terkait dengan beban keuangan Negara, dan /atau
mengharuskan perubahan atau pembentukan undang-undang harus dengan persetujuan DPR.

6. Perjanjian ( Overeenkomst ).
adalah suatu peristiwa dimana dua orang atau lebih saling berjanji untuk melakukan atau tidak
melakukan perbuatan tertentu. Para pihak yang telah saling sepakat mengenai hal-hal yang
diperjanjikan, berkewajiban untuk mentaati dan melaksanakannya ( azas pact sunt servanda ).

7. Pendapat Ahli Hukum (Doktrin).


Pendapat ahli hukum (doktrin) adalah pendapat seseorang atau beberapa orang sarjana hukum
yang terkenal dalam ilmu pengetahuan hukum. Doktrin ini dapat menjadi dasar pertimbangan
hakim dalam menjatuhkan putusannya.

Sumber hukum menurut Algra :


1. Sumber material, yaitu tempat darimana materi hukum itu diambil. Sumber hukum material ini
merupakan faktor yang membantu pembentukan hukum, misalnya hubungan sosial, hubungan
kekuatan politik, situasi sosial ekonomi, kebudayaan, agama, keadaan geografis, dsb.
2. Sumber hukum formal, yaitu tempat atau sumber dari mana suatu peraturan memperoleh
kekuatan hukum. Ini berkaitan dengan bentuk atau cara yang menyebabkan peraturan hukum
itu formal berlaku, misalnya UU, perjanjian antar negara, yurisprudensi dan kebiasaan.

8
Sumber hukum menurut Ahmad Sanusi :
1. Sumber hukum normal :
a. Sumber hukum normal yang langsung atas pengakuan UU yaitu, UU, perjanjian
antar negara dan kebiasaan.
b. Sumber hukum normal yang tidak langsung atas pengakuan UU, yaitu perjanjian doktrin
dan yurisprudensi.
2. Sumber hukum abnormal yaitu :
a. Proklamasi.
b. Revolusi.
c. Coup detat.

Sumber hukum menurut van Apeldoorn :


1. Sumber hukum dalam arti historis, yaitu tempat kita dapat menemukan hukumnya dalam
sejarah atau dari segi historis. Sumber hukum ini dibagi menjadi :
a. Sumber hukum yg merupakan tempat dapat ditemukan atau dikenal hukum secara
historis : dokumen-dokumen kuno, lontar, dll.
b. Sumber hukum yg merupakan tempat pembentuk UU mengambil hukumnya.
2. Sumber hukum dalam arti sosiologis yaitu merupakan faktor-faktor yang menentukan isi
hukum positif, seperti misalnya keadaan agama, pandangan agama, kebudayaan dsb.
3. Sumber hukum dalam arti filosofis, sumber hukum ini dibagi lebih lanjut menjadi dua :
a. Sumber isi hukum; disini dinyatakan isi hukum asalnya darimana.
Ada tiga pandangan yang mencoba menjawab pertanyaan ini yaitu :
- pandangan theocratis, menurut pandangan ini hukum berasal dari Tuhan
- pandangan hukum kodrat, menurut pandangan ini isi hukum berasal dari akal manusia
- pandangan mazhab hostoris, menurut pandangan isi hukum berasal dari kesadaran
hukum.
b. Sumber kekuatan mengikat dari hukum yaitu mengapa hukum mempuyai kekuatan
mengikat, mengapa kita tunduk pada hukum.
4. Sumber hukum dalam arti formal, yaitu sumber hukum dilihat dari cara terjadinya hukum
positif merupakan fakta yang menimbulkan hukum yang berlaku yang mengikat hakim dan
penduduk.

Demikianlah ringkasan singkat mengenai Sumber sumber hukum. Setelah membaca ringkasan
ini diharapkan setidaknya bisa dapat dimengerti tentang sumber sumber hukum yang ada. Tidak
lupa kami ucapkan terima kasih atas semua perhatian yang telah diberikan, kami berharap kritik
dan saran untuk dapat menambah ilmu dan kekurangan yang kami miliki. Terima Kasih.

Hormat Kami,

Penulis.

Anda mungkin juga menyukai