PENDAHULUAN
Pengertian
Peradilan Tata Usaha Negara adalah salah satu pelaku kekuasaan kehakiman bagi
rakyat pencari keadilan terhadap sengketa tata usaha negara. Yang dimaksud “rakyat pencari
keadilan” adalah setiap orang baik warga negara Indonesia maupun orang asing dan
badan hukum perdata yang mencari keadilan pada Paradilan Tata Usaha Negara.
Tujuan
Peradilan Tata Usaha Negara dibentuk untuk menyelesaikan sengketa antara
pemerintah dan warga negaranya, yakni sengketa yang timbul sebagai akibat adanya
tindakan-tindakan pemerintah yang dianggap melanggar hak-hak warga negaranya. Tujuan
pembentukan Peradilan Tata Usaha Negara adalah:
1. Memberikan perlindungan terhadap hak-hak rakyat yang bersumber dari hak-hak individu.
2. Memberikan perlindungan terhadap hak-hak masyarakat yang didasarkan kepada
kepentingan bersama dari individu yang hidup dalam masyarakat tersebut.
Tujuan tersebut diatas, kemudian ditampung dalam penjelasan umum angka ke-1 UU
no. 5 Th 1986 tetang Peradilan Tata Usaha Negara (untuk selanjutnya digunakan istilah UU
PERATUN). Dengan demikian, fungsi dari Peradilan Tata Usaha Negara sebenarnya adalah
sebagai sarana untuk menyelesaikan konflik yang timbul antara pemerintah (Badan atau
Pejabat Tata Usaha Negara) dengan rakyat (orang atau badan hukum perdata) sebagai akibat
dikeluarkannya keputusan tata usaha negara.
Tugas Pokok
1. Peradilan Umum
2. Peradilan Agama
3. Peradilan Militer
4. Peradilan Tata Usaha Negara
3.1 Peran Serta Peradilan Tata Usaha Negara Dalam Sengketa Kenegaraan
Segketa Tata Usaha Negara adalah sengketa yang timbul dalam bidang Tata Usaha
Negara antara orang atau badan hukum perdata dengan Badan atau Pejabat Tata Usaha
Negara, baik di pusat maupun di daerah, sebagai akibat di keluarkannya Keputusan Tata
Usaha Negara.
Tata Usaha Negara adalah administrasi Negara yang melakukan fungsi
penyelenggaran urusan pemerintah ( eksekutif ) baik di pemerintah pusat atau di pemerintah
daerah, Tata Usaha ini dilakukan oleh fungsionaris yaitu pegawai negri yang menjabat
sebagai fungsi tertentu seperti Mentri, Direktur Jendral, Direktur, Kepala Inspektur Keungan
dan lain sebagainya.
Peradilan Tata Usaha Negara juga menerapkan peraturuan umum yang abstarak yang
terdapat dalam undang-undang pada kasus tertentu, di mana seperti pengadilan yang lain,
peradila Tata Usaha Ini, mengusahakan suatu keadilan yang seadil-adilnya bagi sekelompok
atau seseorang yang bersengketa.Maksud peradilan dalam hal ini adalah memberikan
keadilan kepada para pihak dan dengan demikian menghilangkan sengketa. Sengketa
merupakan suatu yang menganggu masyarakat, menggangu ketentraman masyarakat dan
mengganggu tata tertib masyarakat, sehingga keseimbangan masyarakat tergoncang
karenanya. Sengketa antara kedua pihak sukar di tangani tanpa bantuan dari pihak ke tiga,
pihak penengah yang netral/tidak berpihak, dan tidak berat sebelah.Maka oleh sebab itu pihak
penengah harus di atas para pihak dan tidak terpengaruh oleh siapapun, lebih-lebih oleh pihak
yang bersengketa.
Tidak sampai disana peran Serta Peradila Tata Negara juga sebagai pilar dalam
mencari keadilan dalam suatu sengketa, dimana sesuai dengan tujuan di bentukya perdilan
ini, peradilan Tata Usaha Negara memberikan sarana bagi masyarakat atau pengugat yang
biasanya seorang yang mendapatkan kerugian akibat keijakan yang di tetapkan pemerintah,
untuk di beri bantuan agar gugatannya dapat secara resmi terealisasi yang bisanya berbentuk
tulisan dan perlu di ketahui juga Gugatan adalah permohonan yang berisi tuntutan terhadap
badan atau pejabat Tata Usaha Negara yang harus di tunjukan kepada Peradilan Tata Usaha
Negara, sesuai wilayah dan atributnya, Penggugat menuntut agar Keputusan Tata Usaha
Negara dinyatakan batal atau ditiadakan.
Tentu setap orang yang merasa di rugikan atas kebijakan yang di ambil pemerintah di
bebaskan mengambil langkah Serta menggunakan saluruan hukum yang tersedia untuk
mencari keadilan, namun karena dalam masyarakat Indonesia berlaku sifat kekeluargaan
yang erat, maka sebelum suatu sengketa di seselesaikan dalam Peradilan Tata Usaha Negara,
maka terlebih dahulu di beri kesempatan kepada pihak untuk menyelesaikan sengketanya
melalui upaya administratip yang sudah tersedia baik berdasarkan undang-undang maupun
berdasrkan peraturan lainnya.
a. Penerimaan Perkara
Gugatan yang telah disusun / dibuat ditandatangani oleh Penggugat atau Kuasanya,
kemudian didaftarkan di Panitera Pengadilan Tata Usaha Negara yang berwenang sesuai
dengan ketentuan Pasal 54. Ayat (1) Gugatan Sengketa Tata Usaha Negara diajukan kepada
Pengadilan yang berwenang yang daerah hukumnya meliputi tempat kedudukan Tergugat.
Ayat (2) Apabila Tergugat lebih dari satu Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara dan
berkedudukan tidak dalam satu daerah Hukum Pengadilan, Gugatan diajukan kepada
Pengadilan yang daerah hukumnya meliputi kedudukan salah satu Badan atau Pejabat Tata
Usaha Negara. Ayat (3) Dalam hal tempat kedudukan Tergugat tidak berada dalam daerah
hukum Pengadilan tempat kediaman Pengugat, maka Gugatan dapat diajukan ke Pengadilan
yang daerah hukumnya meliputi tempat kediaman Penggugat selanjutnya diteruskan kepada
Pengadilan yang bersangkutan..Ayat (4) Dalam hal-hal tertentu sesuai dengan sifat sengketa
Tata Usaha Negara yang bersangkutan yang diatur dengan Peraturan Pemerintah, Gugatan
dapat diajukan kepada Pengadilan yang berwenang yang daerah hukumnya meliputi tempat
Tahap I
Adalah Tahap penelitian administrasi dilaksanakan oleh Panitera atau Staf panitera yang
ditugaskan oleh Panitera untuk melaksanakan Penilaian administrasi tersebut
Tahap II
Dilaksanakan oleh Ketua Pengadilan Tata Usaha Negara, dan pada tahap ke-II tersebut Ketua
memeriksa gugatan tersebut antara lain:
i. Proses Dismissal: yaitu memeriksa gugatan tersebut apakah gugatannya terkena dismissal.
Apabila terkena maka berdasar pasal 62 UU PTUN, artinya gugatan tidak diterima dan
Tahap III
Setelah Majelis Hakim menerima berkas perkara sesuai dengan Penetapan Penunjukan
Majelis Hakim yang menyidangkan perkara tersebut yang dikeluarkan oleh Ketua PTUN.
Tahap IV
Setelah dilaksanakan Pemeriksaan Penetapan terhadap gugatan kemudian Majelis
menetapkan untuk Pemeriksaan gugatan tersebut didalam persidangan
yang terbuka untuk umum.
Proses pemeriksaan di muka Pengadilan Tata Usaha Negara dimaksudkan untuk
menguji apakah dugaan bahwa KTUN yang digugat itu melawan hukum beralasan atau tidak.
Gugatan sifatnya tidak menunda atau menghalangi dilaksanakannya KTUN yang digugat
tersebut, selama hal itu belum diputuskan oleh pengadilan maka KTUN itu harus dianggap
menurut hukum. Hal ini dikarenakan Hukum Tata Usaha Negara mengenal asaspraduga
rechtmatig (vermoeden van rechtmatigheid) = praesumptio instae causa terhadap semua
tindakan dari Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara, termasuk KTUN yang telah
dikeluarkan (Suparto Wijoyo, 1997: 54).
3. PENYELESAIAN PERKARA
Saat berkas gugatan masuk dalam meja persidangan, maka sengketa tersebut akan
melalu beberapa tahapan-tahapan pokok, yaitu:
1. Tahap pembacaan isi gugatan dari penggugat dan pembacaan jawaban dari tergugat.
Pasal 74 ayat (1) menyatakan bahwa ”Pemeriksaan sengketa dimulai dengan membacakan isi
gugatan dan surat yang memuat jawabannya oleh Hakim Ketua Sidang dan jika tidak ada
surat jawaban, pihak tergugat diberi kesempatan untuk mengajukan jawabannya”. Dalam
prakteknya bisa saja hakim tidak membacakan gugatan atas persetujuan tergugat, mengingat
tergugat sudah mendapatkan salinan gugatan. Begitu juga terhadap jawaban gugatan dari
tergugat bisa saja tidak dibacakan oleh hakim tetapi hanya diserahkan salinannya kepada
penggugat.
2. Tahapan Pangajuan Replik
Replik diartikan penggugat mengajukan atau memberikan tanggapan terhadap jawaban yang
telah diajukan oleh tergugat. Sebelum penggugat mengajukan replik, atas dasar ketentuan
yang terdapat dalam Pasal 75 ayat (1), penggugat dapat mengubah alasan yang mendasari
gugatannya, asal disertai alasan yang cukup serta tidak merugikan kepentingan tergugat.
Replik diserahkan oleh penggugat kepada Hakim Ketua Sidang dan salinannya oleh Hakim
Ketua Sidang diserahkan kepada tergugat.
3. Tahapan Pengajuan Duplik
Secara garis besar dalam Hukum Acara Tata Usaha Negara dikenal dua Jenis putusan,
yaitu:
a. Putusan yang bukan putusan akhir
Putusan yang bukan putusan akhir adalah putusan yang dijatuhkan oleh hakim sebelum
pemeriksaan sengketa TUN dinyatakan selesai, yang ditujukan untuk memungkinkan atau
mempermudah pelanjutan pemeriksaan sengketa TUN di sidang pengadilan. Mengenai
putusan yang bukan putusan akhir ini dapat dilihat dari beberapa ketentuan pasal, misalnya:
i. Pasal 113 ayat (1) yang menyatakan bahwa: ”Putusan Pengadilan yang bukan putusan
akhir meskipun diucapkan dalam sidang, tidak dibuat sebagai putusan tersendiri
melainkan hanya dicantumkan dalam berita acara sidang”.
ii. Pasal 124 yang menyatakan bahwa: “Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara yang bukan
putusan akhir hanya dapat dimohonkan pemeriksaan banding bersama-sama dengan
putusan akhir”.
Dalam Hukum Acara Tata Usaha Negara, yang termasuk putusan yang bukan putusan akhir,
misalnya:
a) Putusan Hakim Ketua Sidang yang memerintahkan kepada Penggugat atau Tergugat
untuk datang menhadap sendiri ke pemeriksaan sidang pengadilan, meskipun sudah
diwakili oleh seorang kuasa (Pasal 58);
b. Putusan akhir
Putusan akhir adalah putusan yang dijatuhkan oleh hakim setelah pemeriksaan
sengketa TUN selesai yang mengakhiri sengketa tersebut pada tingkat pengadilan tertentu.
Sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 97 ayat (7), diketahui bahwa putusan akhir dapat
berupa:
1. Gugatan ditolak
Putusan yang berupa gugatan ditolak adalah putusan yang menyatakan bahwa KTUN yang
menimbulkan sengketa TUN adalah KTUN yang tidak dinyatakan batal atau dinyatakan sah.
2. Gugatan dikabulkan
Putusan yang berupa gugatan dikabulkan adalah putusan yang menyatakan bahwa KTUN
yang menimbulkan sengketa TUN adalah KTUN yang dinyatakan batal atau tidak sah. Dalam
hal gugatan dikabulkan maka dapat ditetapkan kewajiban yang harus dilakukan oleh tergugat
sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 97 ayat (9), berupa:
pencabutan KTUN yang bersangkutan, atau
pencabutan KTUN bersangkutan dan penerbitan KTUN yang baru, atau
penerbitan KTUN baru.
Sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 97 ayat (10) bahwa kewajiban yang dilakukan oleh
Tergugat tersebut dapat disertai pembebanan ganti kerugian. Disamping pembebanan
ganti kerugian terhadap gugatan dikabulkan berkenaan dengan kepegawaian dapat juga
disertai rehabilitasi atau kompensasi.
Ganti rugi adalah pembayaran sejumlah uang kepada orang atau badan hukum perdata
atas beban Badan Tata Usaha Negara berdasarkan putusan Pengadilan Tata Usaha Negara
karena adanya kerugian materiil yang diderita oleh penggugat.
Rehabilitasi adalah memulihkan hak penggugat dalam kemapuan dan kedudukan, harkat
dan martabatnya sebagai pegawai negeri seperti semula sebelum ada putusan mengenai
KTUN yang disengketakan.
Kompensasi adalah pembayaran sejumlah uang berdasarkan keputusan Pengadilan Tata
Usaha Negara akibat dari rehabilitasi tidak dapat atau tidak sempurna dijalankan oleh
Badan Tata Usaha Negara.
3. Gugatan tidak dapat diterima
Putusan yang berupa gugatan tidak diterima adalah putusan yang menyatakan bahwa syarat-
syarat yang telah ditentukan tidak dipenuhi oleh gugatan yang diajukan oleh penggugat.
4. Gugatan gugur
Putusan yang berupa gugatan gugur adalah putusan yang dijatuhkan hakim karena penggugat
tidak hadir dalam beberapa kali sidang, meskipun telah dipanggil dengan patut atau
penggugat telah meninggal dunia.Terhadap putusan pengadilan tersebut, penggugat dan/atau
tergugat dapat menentukan sikap sebagai berikut:
a. Menerima putusan pengadilan;
b. Menolak Putusan
4.1 Kesimpulan
Peradilan Tata Usaha Negara adalah salah satu pelaku kekuasaan kehakiman bagi
rakyat pencari keadilan terhadap sengketa Tata Usaha Negara. Yang dimaksud “rakyat
pencari keadilan” adalah setiap orang baik warga negara Indonesia maupun orang asing dan
badan hukum perdata yang mencari keadilan pada Paradilan Tata Usaha Negara.Umumnya
tugas dari Peradilan Tata Usaha Negara adalah sebagai pilar Serta sebagai penyedia sarana
masyarakat atau badan instansi lainnya yang merasa dirugikan atas kebijakan pemerintah
terhadap suatu hal.
Dalam menangani sengketa, Kewenangan peradilan Tata Usaha Negara bisa di sebut
dengan kewenangan absolut yaitu menyangkut kewenangan badan peradilan untuk
memeriksa, mengadili, dan memutuskan suatu perkara, namun kewenangan ini juga di batasi
oleh UU PTUN maupun , PP 65 Tahun 2006 terhadap KTUN yang dapat dijadikan objek
sengketa Tata Usaha Negara, sehingga umumnya wewenang dari Peradilan Tata Usaha
Negara sangat terbatas.Dan dalam menyelesaikan suatu gugatan, Terdapat 3 langkah yang
secara sistematis harus di lalui oleh penggugat yaitu: penerimaan, pemeriksaan dan
penyelesain gugatan, dalam tiga langkah ini di upayakan bahwa guagatan yang di terima di
Peradilan Tata Usaha Negara merupkan suatu gugatan yang sah dan sesuai dengan UU PTUN
yang berlaku Serta dalam mengambil keputusannya dapat sesuai dengan UU yang berlaku
dan seadil-adilnya bagi kedua pihak yang berasngkutan terhadap gugatan tersebut.
4.2 Saran