Anda di halaman 1dari 3

A.

Ketentuan Umum dalam Perikatan


1.
Pengertian Perikatan
Perikatan adalah terjemahan dari istilah aslinya dalam bahasa Belanda verbintenis .
Perikatan artinya hal yang mengikat antara orang yang satu dan orang yang lain.
Hal yang mengikat itu adalah pristiwa hukum yang dapat berupa perbuatan, misaln
ya jual beli, hutang-piutang, dapat berupa kejadian, misalnya kelahiran, kematia
n, dapat berupa keadaan, misalnya pekarangan berdampingan, rumah bersusun. Prist
iwa hukum itu menciptakan hubungan hukum.[1]
Dalam hubungan hukum itu tiap pihak mempunyai hak dan kewajiban secara timbal ba
lik. Pihak yang satu mempunyai hak untuk menuntut sesuatu dari pihak yang lain,
dan pihak yang lain itu wajib memenuhi tuntutan itu, dan sebaliknya. Pihak yang
berhak menuntut sesuatu disebut kreditur, sedangkan pihak yang wajib memenuhi tu
ntutan disebut debitur. Sesuatu yang dituntut disebut prestasi.[2]
Dari uraian diatas dapat dinyatakan bahwa perikatan itu adalah hubungan hukum. H
ubungan hukum itu timbul karena adanya pristiwa hukum yang dapat berupa perbuata
n, kejadian, keadaan. Objek hubungan itu adalah harta kekayaan yang dapat dinila
i dengan uang. Pihak yang berhak menuntut sesuatu disebut kreditur, dan pihak ya
ng wajib memenuhi tuntutan itu disebut debitur. Dengan demikian dapat dirumuskan
bahwa perikatan adalah hubungan hukum mengenai harta kekayaan yang terjadi anta
ra kreditur dan debitur.[3]
2.
Pengaturan Hukum Perikatan
Perikatan diatur dalam Buku KUH Perdata. Perikatan adalah hubungan hukum yang te
rjadi karena perjanjian dan Undang-Undang. Aturan mengenai perikatan meliputi ba
gian umum dan bagian khusus. Bagian umum meliputi aturan yang tercantum dalam Ba
b I, Bab II, Bab III (Pasal 1352 dan 1353), dan Bab IV KUH Perdata yang belaku b
agi perikatan umum. Adapun bagian khusus meliputi Bab III (kecuali Pasal 1352 da
n 1353) dan Bab V sampai dengan Bab XVIII KUH Perdata yang berlaku bagi perjanji
an-perjanjian tertentu saja, yang sudah ditentukan namanya dalam bab-bab bersang
kutan.
Pengaturan nama didasarkan pada sistem terbuka , maksudnya setiap orang boleh menga
dakan perikatan apa saja, baik yang sudah ditentukan namanya maupun yang belum d
itentukan namanya dalam Undang-Undang. Sistem terbuka dibatasi oleh tiga hal, ya
itu :
a.
Tidak dilarang Undang-Undang
b. Tidak bertentangan dengan ketertiban umum
c.
Tidak bertentangan dengan kesusilaan
Sesuai dengan penggunaan sistem terbuka, maka pasal 1233 KUH Perdata menetukan b
ahwa perikatan dapat terjadi, baik karena perjanijian maupun karena Undang-Undan
g. Dengan kata lain, sumber peikatan adalah Undang-Undang dan perikatan. Dalam p
asal 1352 KUH Perdata, perikatan yang terjadi karena Undang-Undang dirinci menja
di dua, yaitu perikatan yang terjadi semata-mata karena ditentukan dalam UndangUndang dan perikatan yang terjadi karena perbuatana orang. Perikatan yang terjad
i karena perbuatan orang, dalam pasal 1353 KUH Perdata dirinci lagi menjadi perb
uatan menurut hukum (rechmatig daad) dan perbuatan melawan hukum (onrechtmatige
daad).
3.
Prestasi dan Wanprestasi
Prestasi
Prestasi adalah sesuatu yang wajib dipenuhi oleh debitor dalam setiap perikatan.
Prestasi adalah objek perikatan. Dalam hukum perdata kewajiban memenuhi prestas
i selalu disertai jaminan harta kekayaan debitor. Dalam Pasal 1131 dan 1132 KUHP
dt dinyatakan bahwa harta kekayaan debitor, baik yang bergerak maupun tidak berg
erak, baik yang sudah ada maupun yang akan ada, menjadi jaminan pemenuhan utangn
ya terhadap kreditor. Namun, jaminan umum ini dapat dibatasi dengan jaminan khus
us berupa benda tertentu yang ditetapkan dalam perjanjian antara pihak-pihak.
Menurut ketentuan Pasal 1234 KUHPdt, selalu ada tiga kemungkinan wujud prestasi,
yaitu:
a.
Memberikan sesuatu, misalnya, menyerahkan benda, membayar harga benda, dan
memberikan hibah penelitian.
b. Melakukan sesuatu, misalnya, membuatkan pagar pekarangan rumah, mengangkut
barang tertentu, dan menyimpan rahasia perusahaan.

c.
Tidak melakukan sesuatu, misalnya, tidak melakukan persaingan curang, tida
k melakukan dumping, dan tidak menggunakan merek orang lain.
Pasal 1235 ayat (1) KUHPdt menjelaskan pengertian memberikan sesuatu, yaitu meny
erahkan penguasaan nyata atas suatu benda dari debitor kepada kreditor atau seb
aliknya, misalnya, dalam jual beli, sewa menyewa, perjanjian gadai, dan utang pi
utang. Dalam perikatan yang objeknya melakukan sesuatu , debitor wajib melakukan pe
rbuatan tertentu yang telah ditetapkan dalam perikatan, misalnya, melakukan perb
uatan membongkar tembok, mengosongkan rumah, dan membangun gedung. Dalam melakuk
an perbuatan tersebbut, debitor arus mematuhi semua ketentuan dalam perikatan. D
ebitor bertanggung jawab atas perbuatannya yang tidak sesuai dengan ketentuan pe
rikatan. Dalam perikatan yang objeknya tidak melakukan sesuatu , debitor tidak mela
kukan perbuatan yang telah disepakati dalam perikatan, misalnya, tidak membuat t
embok rumah yang tinggi sehingga menghalangi pemandangan tetangganya. Apabila de
bitor melakukan pembuatan tembok yang berlawanan dengan perikatan ini, dia berta
nggung jawab karena melanggar perjanjian dan harus membongkar tembok atau membay
ar ganti kerugian kepada tetangganya.
Sebagian besar perikatan yang dialami dalam masyarakat terjadi karena perjanjian
. Karena itu, Undang-Undang mengatur bahwa perjanjian yang dibuat secara sah ber
laku sebagai Undang-Undang bagi pihak-pihak yang membuatnya (Pasal 1338 ayat (1)
KUHPdt). Artinya, jika salah satu pihak tidak bersedia memenuhi prestasinya, ke
wajiban berprestasi itu dapat dipaksakan.
Jika pihak yang satu tidak memenuhi prestasinya, pihak yang lainnya berhak menga
jukan gugatan ke muka pengadilan dan pengadilan akan memaksakan pemenuhan presta
si tersebut dengan menyita dan melelang harta kekayaannya sejumlah yang wajib di
penuhinya kepada pihak lain.Perjanjian yang diakui dan diberi akibat hukum itu a
dalah perjanjian yang tidak dilarang Undang-Undang serta tidak bertentangan deng
an ketertiban umum dan kesusilaan masyarakat. Karena itu, ada tiga sumber perika
tan, yaitu perjanjian, Undang-Undang, serta ketertiban umum dan kesusilaan.[4]
Wanprestasi
Wanprestasi artinya tidak memenuhi kewajiban yang telah disepakati dalam perikat
an. Tidak dipenuhinya kewajiban oleh debitor karena dua kemungkinan alasan, yait
u:
a.
Karena kesalahan debitor, baik karena kesengajaan maupun kelalaian dan
b. Karena keadaan memaksa (force majeure, diluar kemampuan debitor.Jadi, debit
or tidak bersalah.
Untuk menentukan apakah seorang debitor bersalah melakukan wanprestasi, perlu di
tentukan dalam keadaan bagaimana debitor diakatakan sengaja atau lalai tidak mem
enuhi prestasi. Dalam hal ini, ada tiga keadaan, yaitu:
a.
Debitor tidak memnuhi prestasi sama sekali;
b. Debitor memenuhi prestasi, tetapi tidak baika atau keliru; dan
c.
Debitor memenuhi prestasi, tetapi tidak tepat waktunya atau terlambat.
Untuk mengetahui sejak kapan debitor dalam keadaan wanprestasi, perlu diperhatik
an apakah dalam perikatan itu ditentukan jangka waktu pelaksanaan pemenuhan pres
tasi atau tidak? Dalam hal tenggang waktu pelaksanaan pemenuhan prestasi tidak d
itentukan, perlu memperingatkan debitor supaya dia memenuhi prestasi. Dalam hal
telah ditentukan tenggang waktunya, menurut ketentuan Pasal 1238 KUHPdt debitor
dianggap lalai dengan lewatnya tenggang waktu yang telah ditetapkan dalam perika
tan.
Bagaimana cara memperingatkan debitor supaya dia memenuhi prestasinya? Debitor p
erlu diberi peringatan tertulis, yang isinya menyatakan bahwa debitor wajib meme
nuhi prestasi dalam waktu yang ditentukan. Jika dalam waktu itu debitor tidak me
menuhinya, debitor dinyatakan telah lalai atau wanprestasi.
Peringatan tertulis dapat dilakukan secara resmi dan dapat juga secara tidak res
mi. Peringatan tertulis secara resmi dilakukan melalui pengadilan negeri yang be
rwenang, yang disebut sommatie. Kemudian, pengadilan negeri dengan perantaraan j
uru sita menyampaikan surat peringatan tersebut kepada debitor yang disertai ber
ita acara penyampaiannya. Peringatan tertulis tidak resmi, misalnya, melalui sur
at tercatat, telegram, faksimile, atau disampaikan senidri oleh kreditor kepada
debitor dengan tanda terima. Surat peringatan ini disebut ingebreke stelling.
Akibat hukum bagi debitor yang telah melakukan wanprestasi adalah hukuman atau s

anksi hukum berikut ini:


a.
Debitor diwajibkan membayar ganti kerugian yang diderita oleh kreditor (Pa
sal 1243 KUHPdt).
b.
Apabila perikatan itutimbal balik, kreditor dapat menuntut pemutusan atau
pembatalan perikatan melalui pengadilan (Pasal 1266 KUHPdt)
c.
Perikatan untuk memberikan sesuatu, risiko beralih kepada debitor sejak
terjadi wanprestasi (Pasal 1237 ayat (2) KUHPdt)
d. Debitor diwajibkan memenuhi perikatan jika masih dapat dilakukan atau pemba
talan disertai pembayaran ganti kerugian (Pasal 1267 KUHPdt)
e.
Debitor wajib membayar biaya perkara jika diperkarakan di muka pengadilan
negeri dan debitor dinyatakan bersalah[5]
4.
Keadaan Memaksa (Overmacht)
Keadaan memaksa (force majeure) adalah keadaan tidak dipenuhinya prestasi oleh d
ebitor karena terjadi peristiwa yang tidak dapat diketahui atau tidak dapat didu
ga akan terjadi ketika membuat perikatan. Dalam keadaan memaksa debitor tidak da
pat disalahkan karena keadaan ini timbul di luar kemauan dan kemampuan debitor.[
6]
5.
Ganti Rugi
Ganti kerugian hanya berupa uang bukan barang, kecuali jika diperjanjikan lain.
Untuk melindungi debitor dari tuntutan sewenang-wenang dari pihak kreditor, Unda
ng-Undang memberikan pembatasan terhadap ganti kerugian yang wajib dibayar oleh
debitor sebagai akibat dari kelalainnya (wanprestasi). Kerugian yang harus diaba
yar oleh debitor hanya meliputi:
a.
Kerugian yang dapat diduga ketika membuat perikatan
b. Kerugian sebagai akibat langsung dari wanprestasi (kelalaian) debitor
c.
Bunga dalam hal terlambat membayar sejumlah utang.

Anda mungkin juga menyukai