Anda di halaman 1dari 20

WANPRESTASI DAN AKIBATNYA

Dr. Supriyanto Hadi, S.H.,M.H.

PERTEMUAN – 09 FH. UNIYAP PAPUA


DEFINISI
WANPRESTASI adalah tidak melakukan apa
yang diperjanjikan. Ia alpa atau lalai atau
ingkar janji.
MACAM WANPRESTASI
1. tidak melakukan apa yang disanggupi untuk
dilakukan
2. melaksanakan apa yang dijanjikan, tetapi tidak
sebagaimana yang dijanjikan
3. melakukan apa yang diperjanjikan tetapi
terlambat
4. melakukan sesuatu yang menurut perjanjian
tidak boleh dilakukan
 Bahwa seseorang dapat dituntut seketika
atas dasar perbuatan lalai atau alpa, jika
hal tersebut benar-benar telah disebutkan
dalam suatu “klausula” perjanjian yang telah
mereka buat dan mereka sepakati.
Contoh klausula
 “Pihak Kedua (debitur) dapat dinyatakan telah
melakukan kelalaian atau kealpaan jika………”
atau
“Apabila Pihak Kedua (debitur) tidak menepati
janjinya maka Pihak Kedua “Debitur” dapat dituntut
….”

 Hal ini didasarkan pada Pasal 1238 KUHPerdata :
“Si berutang adalah lalai, bila ia dengan surat perintah atau dengan
sebuah akta sejenis itu telah dinyatakan lalai, atau demi perikatannya
sendiri jika hal ini menetapkan bahwa si berutang akan harus
dianggap lalai dengan lewatnya waktu yang ditentukan.

 Contoh klausulanya:
“Pihak Kedua (Debitur) dapat dinyatakn telah melakukan “kelalaian”
apabila telah lewat jangka waktunya tidak melaksanakan
kewajibannya sesuai dengan apa yang telah diperjanjikan hingga
…………………. “
 Tata cara menyatakan debitur wanprestasi:
1. Peringatan tertulis dari kreditur kepada debitur secara resmi
melalui Pengadilan Negeri. (Somasi)
2. Peringatan kreditur kepada debitur tidak melalui Pengadilan
Negeri.
 Isi Peringatan:
1. Teguran kreditur supaya debitur segera melaksanakan prestasi;
2. Dasar teguran;
3. Tanggal paling lambat untuk memenuhi prestasi (misalnya
tanggal 9 Agustus 2016).
 Somasi minimal telah dilakukan sebanyak tiga kali oleh kreditor
atau juru sita.
 Apabila somasi itu tidak diindahkannya, maka kreditur berhak
membawa persoalan itu ke pengadilan. Dan pengadilanlah yang
akan memutuskan, apakah debitur wanprestasi atau tidak.
 Somasi adalah teguran dari si berpiutang (kreditur) kepada si
berutang (debitur) agar dapat memenuhi prestasi sesuai dengan isi
perjanjian yang telah disepakati antara keduanya.
 Somasi ini diatur di dalam Pasal 1238 KUHPerdata dan Pasal 1243
KUHPerdata.
AKIBAT WANPRESTASI
1. membayar kerugian yang diderita oleh kreditur
(ganti-rugi);
2. pembatalan perjanjian atau pemecahan
perjanjian;
3. peralihan resiko;
4. membayar biaya perkara, kalau sampai
diperkarakan di depan hakim.
Ganti Rugi
Dalam hal ganti rugi, terdapat 3 hal, yakni biaya, rugi
dan bunga.
1. Biaya adalah segala pengeluaran atau perongkosan

yang nyata-nyata sudah dikeluarkan oleh satu pihak.


Contoh nya jika seorang sutradara mengadakan suatu
perjanjian dengan pemain sandiwara untuk
mengadakan suatu pertunjukan dan pemain tersebut
tidak datang sehingga pertunjukan terpaksa
dibatalkan, maka yang termasuk biaya adalah ongkos
cetak iklan, sewa gedung, sewa kursi dan lain-lain.
Ganti Rugi
2. Rugi adalah kerugian karena kerusakan barang-barang
kepunyaan kreditur yang diakibatkan oleh kelalaian si debitur.
Misalnya rumah yang baru diserahkan oleh pemborong
ambruk karena salah konstruksinya, hingga merusak perabot
rumah.
3. Bunga adalah kerugian yang berupa kehilangan keuntungan
yang sudah dibayangkan atau dihitung oleh kreditur.
Misalnya, dalam hal jual beli barang, jika barang tersebut
sudah mendapat tawaran yang lebih tinggi dari harga
pembeliannya.
Dalam soal penuntutan ganti rugi, oleh undang-undang diberikan ketentuan-
ketentuan yang merupakan pembatasan dari apa yang boleh dituntut sebagai
ganti rugi.
 Pasal 1247 KUHPerdata menentukan :
“Si berutang hanya diwajibkan mengganti biaya rugi dan bunga yang
nyata telah atau sedianya harus dapat diduga sewaktu perjanjian
dilahirkan, kecuali jika hal tidak dipenuhinya perjanjian itu disebabkan
karena sesuatu tipu daya yang dilakukan olehnya”.
 Pasal 1248 KUHPerdata menentukan :
“Bahkan jika hal tidak dipenuhinya perjanjian itu disebabkan karena tipu
daya si berutang, penggantian biaya, rugi dan bunga, sekedar mengenai
kerugian yang diderita oleh si berpiutang dan keuntungan yang terhilang
baginya, hanyalah terdiri atas apa yang merupakan akibat langsung dari
tak dipenuhinya perjanjian”.
 Jadi, ganti rugi itu hanya dibatasi atau hanya meliputi kerugian
yang dapat diduga dan yang merupakan akibat langsung dari
wanprestasi.
 Persyaratan dapat diduga dan akibat langsung dari wanprestasi
sangat erat hubungannya satu sama lain, sehingga apa yang tidak
dapat diduga juga bukanlah merupakan akibat langsung dari
kelalaian si debitur.
 Hal ini sesuai dengan teori ADEQUASI : (teori sebab dan akibat)
Suatu peristiwa dianggap sebagai akibat dari suatu peristiwa lain
apabila peristiwa yang pertama tadi secara langsung diakibatkan
oleh peristiwa yang kedua dan menurut pengalaman dalam
masyarakat dapat diduga akan terjadi.
 Pembatasan ini juga diatur dalam peraturan mengenai
bunga moratoir (bunga kealpaan atau kelalaian).
 Bunga moratoir adalah bunga yang harus dibayar
(sebagai hukuman) karena debitur alpa atau lalai
membayar utangnya (LN tahun 1848 No. 22
ditetapkan 6 prosen pertahun, dan menurut pasal 1250
KUHPerdata, bunga yang dapat dituntut terdiri atas
bunga yang ditentukan oleh UU tanpa mengurangi
berlakunya UU khusus).
Pembatalan Perjanjian
 Pembatalan perjanjian, bertujuan membawa kedua
belah pihak kembali pada keadaan sebelum
perjanjian diadakan.
 Kalau suatu pihak sudah menerima sesuatu dari
pihak yang lain, baik uang maupun barang, maka
itu harus dikembalikan.
 Pokoknya, perjanjian itu ditiadakan.
 Pembatalan perjanjian karena kelalaian debitur diatur dalam pasal 1266
KUHPerdata yang mengatur mengenai perikatan bersyarat, yang
berbunyi:
Syarat batal dianggap selalu dicantumkan dalam persetujuan-persetujuan
yang bertimbal balik jika salah satu pihak tidak memenuhi kewajibannya.
Dalam hal yang demikian, persetujuan tidak batal demi hukum tetapi
pembatalan harus dimintakan kepada Hakim.
Permintaan juga harus dilakukan, meskipun syarat batal mengenai tidak
dipenuhinya kewajiban dinyatakan dalam persetujuan. Jika syarat batal
tidak dinyatakan dalam persetujuan, maka Hakim atas suatu keadaan atau
atas permintaan tergugat dapat memberikan jangka waktu, namun tidak
boleh lebih dari satu bulan.
 DISCRETIONAIR adalah kekuasaan dari Hakim untuk
menilai besar kecilnya kelalaian debitur dibandingkan
dengan beratnya akibat pembatalan perjanjian yang
mungkin menimpa si debitur.
 Dalam hal perjanjian dibatalkan, maka kedua belah
pihak dibawa kedalam keadaan sebelum perjanjian
diadakan. Pembatalan tersebut berlaku surut sampai
pada detik dilahirkannya perjanjian. Apa yang sudah
terlanjur diterima oleh satu pihak harus dikembalikan
kepada pihak yang lainnya.
 Dalam hal perjanjian jual beli atau sewa menyewa, barang
(hak milik) dapat dengan mudah dikembalikan kepada pemilik
asli, namun bagaimana dengan sewa menyewa ataupun
dalam perjanjian perburuhan ?
 Dalam hal sewa menyewa ada unsur hak menikmati, maka
atas barang yang telah dinikmati oleh penyewa hak menikmati
tidak dapat dikembalikan. Sedangkan dalam perjanjian
perburuhan bagaimana tenaga yang telah diberikan oleh
pihak buruh kepada majikan dapat dikembalikan? Jadi
berlaku surut pembatalan itu merupakan suatu pedoman yang
harus dilaksanakan jika hal itu mungkin dilaksanakan.
Peralihan Resiko
 Kewajiban untuk memikul kerugian jika terjadi suatu peristiwa diluar
kesalahan salah satu pihak yang menimpa barang yang menjadi obyek
perjanjian.
 Hal ini didasarkan pada :
Pasal 1237 KUHPerdata:
Dalam hal adanya perikatan untuk memberikan sesuatu kebendaan
tertentu, kebendaan tertentu semenjak perikatan dilahirkan, adalah atas
tanggungan siberpiutang. Jika siberpiutang lalai menyerahkannya, maka
semenjak saat kelalaian, kebendaan adalah atas tanggungannya.
Pasal 1460 KUHPerdata :
Jika kebendaan yang dijual itu berupa suatu barang yang sudah
ditentukan, maka barang ini sejak saat pembelian adalah atas tanggungan
sipembeli, meskipun penyerahannya belum dilakukan, dan sipenjual berhak
menuntut harganya.
Membayar Biaya Perkara
 Tentang pembayaran ongkos biaya perkara sebagai sanksi
keempat bagi seorang debitur yang lalai adalah tersimpul dalam
suatu peraturan Hukum Acara, bahwa pihak yang dikalahkan
diwajibkan membayar biaya perkara.
 Menurut pasal 1267 KUHPerdata, pihak kreditur dapat menuntut si
debitur yang lalai untuk melakukan :
1. pemenuhan perjanjian;
2. pemenuhan perjanjian disertai ganti rugi;
3. ganti rugi saja;
4. pembatalan perjanjian; p
5. embatalan disertai ganti rugi.

Anda mungkin juga menyukai