Anda di halaman 1dari 4

PERTEMUAN 5 : PRESTASI DAN WANPRESTASI

Mata Kuliah : Hukum Perikatan


Nama : SUPENDI
NIM : 2016020495
Mata Kuliah : Hukum Perikatan

PERTANYAAN:

1. Apa yang dimaksud PRESTASI dalam hukum perikatan?


2. Berikan penjelasan mengenai 3 (tiga) jenis prestasi dalam hukum perikatan!
3. Salah satu syarat dari Prestasi adalah “dapat memberikan manfaat bagi debitur”.
Jelaskan maksud pernyataan tersebut dan berikan contohnya!
4. Dalam hal apa saja dapat terjadi Wanprestasi?
5. Berikan perbedaan antara Wanprestasi dengan Perbuatan Melawan Hukum!

JAWABAN

1. Pengertian prestasi adalah sesuatu yang wajib dipenuhi oleh debitur dalam setiap perikatan.
Prestasi adalah objek perikatan. Supaya objek itu dapat dicapai, dalam arti dipenuhi oleh debitur,
maka perlu diketahui sifat-sifatnya sebagaimana tercantum dalam pasal 1320 KUH Perdata ayat
(3), yaitu:
a. Barang atau perbuatannya harus sudah ditentukan
b. Harus mungkin, artinya prestasi itu mungkin dipenuhi oleh debitur secara wajar dengan
segala usahanya
c. Harus diperbolehkan (halal), artinya tidak bertentangan dengan agama dan undang-undang
d. Harus ada manfaat bagi debitur, artinya debitur dapat menggunakan dan memanfaatkannya

2. Menurut Pasal 1234 KUHPerdata wujud prestasi ada tiga, yaitu :


a. Memberikan sesuatu
Menurut Pasal 1235 ayat (1) KUHPerdata, pengertian memberikan sesuatu adalah
menyerahkan kekuasaan nyata atas suatu benda dari debitur kepada kreditur, contoh : dalam
jual beli, sewa-menyewa, hibah, gadai, hutang-piutang
b. Berbuat sesuatu
Dalam perikatan yang objeknya “berbuat sesuatu”, debitur wajib melakukan perbuatan
tertentu yang telah ditetapkan dalam perikatan, contoh : membangun rumah / gedung,
mengosongkan rumah
c. Tidak berbuat sesuatu.
Dalam perikatan yang objeknya “tidak berbuat sesuatu”, debitur tidak melakukan perbuatan
yang telah ditetapkan dalam perikatan, contoh : tidak membangun rumah, tidak membuat
pagar, tidak membuat perusahaan yang sama, dsb

3. dapat memberikan manfaat bagi debitur artinya debitur dapat menggunakan, menikmati, dan
mengambil hasilnya Contohnya Si A mengajukan kredit sepeda motor ke pihak pembiayaan
kredit sepeda motor dimana pemanfaatannya untuk di gunakan dalam bekerja sebegai ojeg online

4. Wanprestasi dapat terjadi karena


a. Wanprestasi yang disengaja
Wanprestasi dianggap sengaja apabila debitor dapat dikatakan berbuat sesuatu atau tidak
berbuat sesuatu, walaupun ia insaf bahwa tindakannya atau tidak bertindaknya mengakibatkan
wanprestasi. Contoh : Dalam perjanjian peruntungan modal, dalam hal ini Burhan bersedia
menyerahkan modalnya kepada Perusahaan Andi yang bergerak di bidang ekspor-impor
dengan perjanjian bahwa setiap keuntungan akan dibagi kepada Burhan sesuai modal yang
diserahkan setiap bulannya. Tetapi setelah beberapa bulan berjalan, ternyata si Andi tidak
memenuhi prestasinya sama sekali tanpa alasan yang jelas. Wanprestasi yang disegaja
mempengaruhi besarnya denda atau dan ganti rugi (Pasal 1247 dan 1248 KUHPedata).
Apabila seseorang berwanprestasi, mungkin ia akan dituntut membayar ganti rugi, ditambah
dengan biaya, kerugian dan bunga.
b. Wanprestasi karena kesalahan
Wanprestasi karena kesalahan adalah akibat dari sikap debitor yang acuh tetap acuh, atau
debitor tidak melakukan usaha yang dapat diharapkan dari seorang debitor, namun justru
memilih melakukan suatu perbuatan atau mengambil sikap diam (tidak bertindak).
Contoh : Dalam hal perjanjian pengangkutan barang, dimana Perusahaan Pengangkutan Citra
Lestari milik Badu mempunyai banyak orderan dalam pengangkutan barang di berbagai
daerah dan saat itu Perusahaan milik Badu menerima orderan yang lebih besar dari biasanya
karena tergiur dengan keuntungan yang besar dengan menerima kesanggupan mengirim
barang ke berbagai daerah melebihi batas maksimum pengangkutan perusahaannya.Disini ada
pihak yang terpenuhi prestasinya dan juga ada pihak yang ditunda prestasinya
c. Wanprestasi tanpa kesalahan (Force Major dan Overmacht)
Yang dimaksud disini, undang-undang juga melihat kemungkinan terjadinya keadaan yang
tidak dapat dipertanggungjawabkan kepada debitor.Akibat wanprestasi yang dilakukan
debitur, dapat menimbulkan kerugian bagi kreditur, sanksi atau akibat-akibat hukum bagi
debitur yang wanprestasi ada 4 macam, yaitu:
1. Debitur diharuskan membayar ganti-kerugian yang diderita oleh kreditur (pasal 1243
KUH Perdata);
2. Pembatalan perjanjian disertai dengan pembayaran ganti-kerugian (pasal 1267 KUH
Perdata);
3. Peralihan risiko kepada debitur sejak saat terjadinya wanprestasi (pasal 1237 ayat 2 KUH
Perdata);
4. Pembayaran biaya perkara apabila diperkarakan di muka hakim (pasal 181 ayat 1 HIR).

5. Perbedaan antara Wanprestasi dengan Perbuatan Melawan Hukum


1. Wanprestasi bersumber dari suatu ikatan, adanya wanprestasi karena sebelumnya ada suatu
perjanjian yang mengharuskan melaksanakan suatu kewajiban, dikatakan wanprestasi saat
pihak yang memiliki kewajiban tersebut tidak dapat menjalankan kewajibannya, sehingga
penyelesaiannya dapat melalui jalur negosiasi, mediasi, atau yang tertera sebelumnya pada
perjanjian. Sedangkan perbuatan melawan hukum ialah bersumber dari Undang-undang
bukan berdasarkan perjanjian hasil persetujuan,perbuatan melawan hukum berpatokan pada
melawan hukum atau tidak sesuai dengan hukum maka akibatnya hukuman pidana atau
pertanggung jawaban perdata.
2. Pada wanprestasi pihak yang dirugikan tidak dapat langsung memberikan somasi kepada
pihak yang cidera janji, karena butuh proses untuk melihat perjanjian awal,apakah dia cidera
janji karena lalai atau tidak. sedangkan dalam Perbuatan melawan hukum jika pihak yang
dirugikan sesuai dengan ketentuan Undang undang hukum positif maka bisa dapat langsung
melaporkan kerugian tersebut kepada kepolisian.
3. Ganti rugi dalam wanprestasi (injury damage) yang dapat dituntut haruslah terinci dan
jelas. Sementara, dalam perbuatan melawan hukum, tuntutan ganti rugi sesuai dengan
ketentuan pasal 1265 KUHPerdata, tidak perlu menyebut ganti rugi bagaimana bentuknya,
tidak perlu perincian. Dengan demikian, tuntutan ganti rugi didasarkan pada hitungan objektif
dan konkrit yang meliputi materiil dan moril. Dapat juga diperhitungkan jumlah ganti rugi
berupa pemulihan kepada keadaan semula.
PERTEMUAN 6 : OVERMACHT DAN RESIKO
Mata Kuliah : Hukum Perikatan
Nama : SUPENDI
NIM : 2016020495
Mata Kuliah : Hukum Perikatan

Pertanyaan :
1. Pada overmacht Agar rintangan/halangan itu memadai atau memenuhi maksud overmacht
rintangan tersebut haruslah rintangan yang langsung terhadap “prestasi” itu sendiri. Bukan
rintangan atau diri pribadi si debitur. Jelaskan lebih jauh maksud dari pernyataan tersebut!
2. Rintangan seperti apakah yang dimaksud sebagai rintangan diri pribadi si debitur? Jelaskan!
3. Apa yang dimaksud dengan resiko dalam hukum perikatan?
4. Bedakan antara Resiko dalam perjanjian sepihak dan resiko dalam perjanjian timbal balik!

Jawaban

1. Overmacht (keadaan memaksa) adalah suatu keadaan dimana debitor tidak dapat melakukan
prestasinya kepada kreditor setelah di buatnya persetujuan, yang menghalangi debitur untuk
memenuhi prestasinya,dimana debitur tidak dapat dipersalahkan dan tidak harus menanggung
resiko serta tidak dapat menduga pada waktu persetujuan dibuat yang disebabkan adanya
kejadiaan yang berbeda di luar kuasanya. Seperti gempa bumi, banjir dan kecelakaan. Dalam
KUHPerdata Overmacht atau keadaan memaksa diatur dalam Buku III pasal 1244 dan 1245.

Pasal 1244

Debitur harus dihukum untuk mengganti biaya, kerugian dan bunga. bila ia tak dapat
membuktikan bahwa tidak dilaksanakannya perikatan itu atau tidak tepatnya waktu dalam
melaksanakan perikatan itu disebabkan oleh sesuatu hal yang tak terduga, yang tak dapat
dipertanggungkan kepadanya. walaupun tidak ada itikad buruk kepadanya.

Pasal 1245

Tidak ada penggantian biaya, kerugian dan bunga. Bila karena keadaan memaksa atau karena hal
yang terjadi secara kebetulan, debitur terhalang untuk memberikan atau berbuat sesuatu yang
diwajibkan, atau melakukan suatu perbuatan yang terlarang baginya.

terdapat 3 unsur yang harus dipenuhi oleh overmacht yakni:

a. Debitur tidak memenuhi prestasi walaupun telah berusaha secara patut


b. Ada sebab yang terletak diluar kesalahan debitur
c. Faktor penyebab itu tidak dapat diduga oleh siapapun dan tidak dapat di pertanggung jawabkan
kepada debitur..

2 Biasanya rintangan diri pribadi sidebitur yaitu adanya itikad tidak baik seperti unsur kesalahan
maupun kesengajaan si debitur yang secara sepihak mencari keuntungan sendiri untuk tidak
memenuhi prestasinya.

3. Resiko adalah kewajiban untuk menanggung atau memikul kerugian sebagai akibat dari suatu
peristiwa atau kejadian di luar kesalahan para pihak yang menimpa objek perjanjian.Resiko
berpangkal pada suatu kejadian, yang dalam hukum perjanjian disebut overmacht atau keadaan
memaksa.
Contoh :
Jika seseorang menjanjikan akan memberikan seekor kuda, dan kuda ini sebelum diserahkan mati
karena disambar petir, maka perjanjian dianggap hapus. Orang yang harus menyerahkan kuda
bebas dari kewajiban untuk menyerahkan. Ia pun tak usah memberikan sesuatu kerugian dan
akhirnya yang menderita kerugian ini adalah orang yang akan menerima kuda tersebut
4. Perbedaan Resiko dalam perjanjian sepihak dan resiko dalam perjanjian timbal balik
a. Resiko pada Perjanjian sepihak
Resiko ditanggung oleh kreditur, debitur tidak wajib memenuhi prestasinya.
Menurut pasal 1245 BW resiko dalam perjanjian itu ditanggung oleh kreditur atau dengan
kata lain debitur tidak wajib memenuhi prestasinya, sedangkan menurut pasal 1444 BW
masih memberikan perlunakan5. Menurut Pasal 1445 BW menentukan, bahwa apa yang
diperoleh debitur sebagai penggantian daripada barang yang musnah harus diserahkan kepada
kreditur (asuransi).
Contoh :
A menghadiahkan rumah kepada B dan jika rumah tersebut musnah karena gempa bumi,
maka B tidak akan mendapatkan rumah tersebut dan juga tidak dapat menuntut ganti rugi.
Jadi dalam hal ini seakan-akan tidak pernah terjadi persetujuan hibah
b. Resiko pada Perjanjian timbal balik
Perjanjian timbal balik dimana salah satu pihak tidak dapat memenuhi prestasi karena
overmacht maka seolah–oleh perjanjian itu tidak pernah ada.
Menurut pitlo berdasarkan pasal 1444 BW dengan membaca “hapusnya sebagaihapusnya
komplek perikatan” .dalam hal ini sesuai dengan ketentuan pasal 1445 BW, oleh karena itu
tidak logis jika pembentuk UU memberikan hak atas tuntutan terhadap penggantian barang
yang hilang atau musnah pada kreditur,
sedangkan debitur dari barang yang musnah karena perikatan-perikatannya telah hapus tidak
memperoleh apa-apa. Pitlo mengemukakan bahwa menurut kepantasan, jika debitur tidak lagi
berkewajiban maka piahk lainnya pun bebas dari kewajibannya.
Contoh :
“A harus menyerahkan kuda kepada B dan B menyerahkan sapinya kepada A. Jika kuda A
mati disambar petir maka B tetap menguasai sapinya. Jadi seolah- olah tidak pernah terjadi
persetujuan antara A dan B”
Selain berdasarkan alasan tersebut, pendapat pitlo6 didukung oleh ketentuan UU, yaitu antara
lain pasal 1246, 1545 dan 1563 BW.
Ketentuan-ketentuan tersebut membebankan kerugian dalam hal terjadinya keadaan memaksa
kepada debitur pada siapa barang yang musnah. Kecuali yang diatur dalam pasal 1460 BW.
Yang menentukan bahwa jual beli barang tertentu
resikonya dibebankan kepada pembeli.

Anda mungkin juga menyukai