Anda di halaman 1dari 11

Pertemuan 8

Penunjukan Kembali (Renvoi)


A. Tujuan Pembelajaran

Dalam bab ini akan dijelaskan mengenai pengertian renvoi (penunjukan kembali) sehingga
mahasiswa mampu:

1. Menjelaskan pengertian renvoi dan contoh-contoh kasus yang berkaitan dengan


renvoi.
2. Memahami proses menyelesaikan renvoi dalam perkara yang berkaitan dengan HPI
3. Menjelaskan renvoi menurut HPI Indonesia

B. URAIAN MATERI

1. Pengertian RENVOI

Peninjauan kembali (renvoi) merupakan salah satu bagian dari teori umum dari HPI yang
selalu menarik perhatian masalah renvoi timbul karena perbedaan sistem HPI di dunia oleh
karena ittu negara negara didunia mempunyai sistem HPI nya sendiri. Salah satu
permasalahan apakah status personil itu ditentukan oleh prinsip personalitas atau domisili
karena adanya sistem hukum yang berbeda.

Masalah renvoi juga mempunyai hubungan yang erat dengan persoalan kualifikasi. Apakah
yang diartikan dengan istilah hukum asing, Jika sistem hukum HPI Indonesia menunjukan
perlakuannya kepada hukum asing.apakah ini berati hukum intern dari negara sebagai berikut
yang harus diberlakukan lebih luas lagi juga teruntuk didalam penunjukan ini kaidah kaidah
HPI nya.

Hal ini dapat diberikan contoh menurut HPI indonesia, maka hukum inggrisn yang
diperlakukan untuk mengadili perkara timbul, apakah yang diartikan dengan istilah hukum
inggris itu dalam hal ini dapat terjadi dua kemungkinan, yaitu:

A. hukum intern inggris (domistic murniciptual law) yang berlaku dinegara inggris untuk
hubungan hubungan hukum antara semua orang.
B. Bukan saja hukum inggris tetapi ditambah dengan kaidah kaidah HPI inggris jadi
termasuk didalamnya kaidah kaidah choice of law

1
Apabila didalam penunjukan ketetatapan hukum asing ini dianggap termasuk kaidah kaidah
HPI nya maka mungkin terjadi apa yang dimaksudkan penunjukan kembali, yakni: hakim
negara singapura menurut kaidah HPI, singapura memberlakukan hukum negara indonesia
dalam arti kata seluruh hukum termasuk dalam kaidah2 hukum HPINY

Mungkin hpi dari indonesia ini menunjuk kembali pada hukum singapura, mungkin juga HPI
negara indonesia menunjuk lebih jauh dari hukum ketiga yaitu negara aggaria penunjukan
lebih jauh. Contoh mengenai renvoi adalah apabila untuk seorang inggris yang berdomisili di
indonesia ditentukan apabila sudah dewasa atau belum alm ybs akan melakukan tindakan
hukum lain.

Berkenaan dengan status personilnya, maka menurut HPI indonesia berdasrkan pasal 16
algemene verderverwijzing (AB) harus dipakai hukum inggris dengan lain perkataan kaidah
HPI Indonesia, menunjuk pada hukum inggris dan hukum inggris kaidah kaidah HPInya
menunjuk kembali kepada hukum indonesia, karena menurut hukum inggris harus dipakai
untuk status formil, yaitu domisili dari seseorang dalam hal ini domisili orang inggris adalah
diindonesia yang harus diberlakukan.

Jika petunjuk kaidah HPI indonesia kepada hukum inggris diartikan sebagai menunjuk pada
hukum intern inggris artinya kita menolak renvoi dan sebaliknya jika kita artikan hukum
inggris dengan mencangkup juga kaidah kaidah HPI inggris dan hukum yang ditunjuk
kembali untuk diperlakukan oleh kaidah kaidah HPI inggris dan indonesia memberlakukan
hukum intern indonesia, ini artinya indonesia menerima renvoi. Dengan kemungkinan doktrin
menunjukan kembali lebih jauh (renvoi doctrine) menciptakan salah satu HPI teradisional
yang terutama berkembang didalam traditicivil law hukum eropa kontinental sebagai pramata
yang sempat digunakan untuk mengutarakan pemberlakuan kaidah atau sistem hukum yang
seharusnya berlaku ( lex clause) yang sudah ditetapkan prosedur HPI yang normal.

Pertahanan renvoi ini pada dasarnya didasari hukum karena perkembangan sistem hukum
didunia yang masing masing memiliki sistem dan kaidah kaidah HPInya terdiri dalam teori
HPI tradisional suatu kaidah HPI (choice of law rule) pada dasarnya dibuat untuk
menunjukan kearah untuk sistem hukum tertentu, sebagai sistem hukum yang seharusnya
berlaku untuk menyelesaikan masalah HPI yang sedang dihadapi.

Yang menjadi masalah adalah apa yang dimaksud dengan menunjuk kearah sistem hukum
tertentu itu karena adanya pendekatan dalam memberikan arti penunjukan, yaitu:

2
a. Penunjukan kearah kaidah kaidah intern suatu sistem hukum tertentu
b. Penunjukan kearah keseluruhan sistem hukum tertentu yang artinya juridis
factie adalah kaidah kaidah HPI dari sistem hukum tersebut yang menjadi
pertanyaan, sejauh mana kedua penunjukan tersebut relevan dengan
berlangsungnya renvoi dalam HPI, yaitu sebagai berikut:
a) Renvoi hanya mungkinbisa dilaksanakan apabila kaidah HPI Lex Fori
menunjuk kearah suatu sistem hukum asing, artinya penunjukan itu
diarahkan kepada kaidah HPI asing yang dianggap relevan dengan
perkara yang sedang dihadapi
b) Renvoi dilakukan orang agar perkara dapat ditentukan dengan cara
yang oleh pengadilan dianggap kejadian dengan cara seharusnya
perkara itu diadili, pandangan lain mengangap bahwa dengan bantuan
renvoi diharapkan dapat tercipta keselarasan dalam menyelesaikan
perkara HPI, walaupun orang menghadapi doktrin atau pola
penyelesaian perkara HPI yang berbeda ditiap negara. Alasan ini dapat
dilibatkan lebih lanjut karena balasan antara penguasa keselarasan
penyelesaian sengketa dan kecenderungan untuk selalu
mengesampingkan berlakunya hukum asing sering terjadi tidak jelas.
Jadi secara umum dapat dikatakan bahwa renvoi adalah penunjukan
kembali atau penunjukan lebih lanjut oleh kaidah kaidah HPI dari
suatu sistem hukum asing yang ditunjuk oleh kaidah HPI Lex Fori,
doktrin renvoi tumbuh dalam tradisi hukum civil law yang
mengadalkan satu titik taut sekunder untuk menentukan hukum mana
yang akan berlaku sebagai Lex Cause.
Doktrin ini umumnya ditolak oleh sistem complete of law di inggris
dan di AS karena dianggap mengandung kesulitan bagi tertentu
dibanding dengan doktrin ini yang berkembang didalam tradisi hukum
eropa kontinental ini dikenal dengan sebutan single renvoi

3
2. PENILAIAN TENTANG ADANYA RENVOI

Dalam perkembangan penyelesaian perkara yang berkaitan dengan HPI terdapat beberapa
sarjana dimasing masing negara yang memberikan penilaian terhadap adanya renvoi tersebut,
yaitu:

a) Renvoi tidak logis


b) Renvoi penetapan penyerahan kedaulatan legislative
c) Renvoi membawa ketidakpastian hukum

Apabila kita menerima renvoi akan terjadi suatu penunjukan kembali secara terus menerus
dengan tidak henti hentinya hingga akan terjadi suatu permainan batminton internasional
artinya tidak ada penyelesaian karena terus menerus seperti orang bermain batminton bolanya
akan terus dan tidak akan terputus putus, sebaliknya yang menerima renvoi mengatakan
bahwa yang menerima atau menolak dua duanya adalah secara logis dimungkinkan dengan
adanya renvoi seolah olah kita memanipulasi kaidah2 kita sendiri, kaidah kaidah kita sendiri
untuk kaidah HPI asing. Seolah olah HPI asing mengantikan kaidah kaidah HPI kita.

Kedaulatan negara kita terancam atau seolah olah kaidah HPI sang hakim sendiri
dikorbankan terhadap berlakunya kaidah kaidah HPI asing. Ada teori renvoi yang
menyatakan bahwa teori renvoi bukan merupakan suatu penghapusan diri sendiri bukan
merupakan suatu kualifikasi dari hukum sendiri. Demi berlakunya hukum asing yang telah
berlalu adalah keinginan kita sendiri, kita memperlakukan hukum asing yang menghendaki
demikian yang pertama tama diberlakukan adalah hukuman kita, HPI kita sendiri.

Kalau HPI maka penyelesaian HPI akan menjadi samar samar dapat berjalan kesegala
jurusan (ambiguawa) dan tidak kokoh dan tidak stabil. Dengan demikian maka secara teoritis
dan praktis akan diperoleh kesulitan kalau kita menerima renvoi ini, sebaliknya mereka yang
pro renvoi bahwa penolakan renvoi akan membawa ketidakpastian karena jika renvoi
diterima maka hukum intern dari hakim sendiri yang akan dipakai ini akan membawa
kepastian sebaliknya jika ditolak akan terjadi kesulitan dan ketidak pastian misalnya hakim
inggris memakai hukum intern perancis dan hukum perancis akan memakai hukum intern
inggris. Kalau hal yang sama renvoi akan membawa kesukaran bagi hakim adalah
incorverment jadi hukum harus lebih dulu mengetahui HPI negara negara lain.

4
sBagi yang setuju umtuk memberlakukan renvoi maka renvoi akan memberi keuntungan
praktis artinya hukum intern hakim yang akan dipergunakan dan ini merupakan keuntungan
praktis dan hakim akan mudah dan cepat melaksanakan hukum jika boleh mempergunakan
hukum internnya sendiri, dan akan terasa seperti orang berada didalam rumahnya sendiri
sedangkan bagi yang tidak setuju maka hal ini tentunya akan membawa kepada chaivinisme
yuridis yang mengartikan sama sekali kemungkinan perkembangan HPI. Apabila
mempelajari alasan kontrak renvoi dapat disimbulkan bahwa alasan alasan tersebut seimbang
alasan tersebut dapat dipertanggung jawabkan, menurut pendapat lemair untuk penyelesaian
renvoi di indonesia cara peninjauan dan pokok pangkal pembicaraan dari mereka yang
kekurangan bahwa mereka menghampiri masalah renvoi ini dengan cara berfikir secara logis
sebaliknya jangan kita mempergunakannya dari segi logis atau tidak logisnya renvoi ini.

Tetapi kita harus melihat secara positif renvoi rechtelijk menurut hukum positif masalah
masalah hukum tidak selalu bisa di pecahkan secara memerlukan dengan berdasarkan syarat
syarat logis baru jika kita melakukan peninjauan secara hukum positif maka untuk HPI di
Indonesia tiba pada kesimplan bahwa mengenai renvoi di bidang status personal ini
masalahnya di indonesia mengenai renvoi adalah suatu persoalan dinamakan pelembutan
hukum atau recht verfijning.

Untuk keadaan di indonesia menurut HPI bahwa dapat disimpulkan menurut hukum positif
renvoi nyatanya telah diterima suatu peraturan tertulis tentang renvoi tidak terapat di
indonesia , memang seperti dijelaskan oleh pembentukan undang undang di indonesia, sedikit
sekali membawa peraturan perundangan undangan dibidang HPI hanya 3 pasalyang
terpenting dalam AB yang mengatur soal soal HPI yaitu pasal 16 sampai dengan pasal 18AB
yang didalamnya tidak terdapat masalah renvoi secara tegas. Indonesia menganut prinsip
nasionalitas untuk status personal soal kemampuan untuk menikah dan persetujuan dari
orrang tua sebagai syarat untuk melangsungkan pernikahan termasuk bidang status personil.

Oran orang asing secara analagis menurut pasal 16AB ditentukan status personilnya menurut
hukum nasionalnya mereka masing masing jadi untuk mengetahui apakah seorang asing yang
hendak menikah di indonesia menentukan persetujuan dari orang tua walaupun sudah dewasa
tetapi tidak cukup 30 tahun, perlu dilihat kepadaa hukum negara nasional mereka sendiri bagi
orang inggris berlaku prinsip domisili untuk menentukan status personil bagi orang inggris
akan menikah di indonesia maka BW yang akan diperlakukan karena HPI Inggris menganut
sistem domisili dan pasal 48 BW berlaku untuk hal ini juga ketentuan ini berlaku juga bagi

5
orang orang amerika serikat dan dermak disamping renvoi berlaku dalam perkawinan maka
bagaimanakah untuk suatu perjanjian atau kontrak kontrak yang bersifat internasional.
Menurut pendapat cheshire doktrin renvoi ini tidak dapat digunakan disemua jenis perkara
HPI terutama dalam perkara yang sedikit banyak berkaitan dengan transaksi bisnis setiap
tindakan pilihan hukum dalam transaksi seperti itu pati akan dimaksudkan sebagai
petnunjukan kearah hukum intern didalam pasal 15 dari konfeksi roma tahun 1980 yang
mengikat semua negara anggota MEE dan juga didalam konvensi Mexico tahun 1994.

misalnya renvoi tegas ditolak dalam penyelesaian perkara HPI dalam bidang perjanjian
kontrak rasio yang melatarbelakangi kecenderungan internasional untuk menolak renvoi
dalamkontrak, kemungkinan besar karena hakikat renvoi akan berkontradisi dengan atas
utama dalam hukum kontrak (HPI) Bahwa para pihak dalam kontrak sebenarnya memiliki
kelibatan untuk menentukan hukum yang berlaku kalau kebebasan ini ternyata rentan
terhadap tindakan renvoi oleh pengadilan, kebebasan ini menjadi signifikan sifatnya masalah
masalah HPI jika dimungkinkan dapat diselesaikan menggunakan doktri renvoi adalah
masalah fasilitas pewarisan perkara perkara yang menyangkut benda bergerak dan masalah
masalah harta perkawinan dst.

Negara ditentukan oleh prinsip domisili dari negara tersebut

Didalam perkembangan tentang renvoi terdapat berbagai sarjana yang memberikan sikap
tentang berlakunya renvoi, ada yang menyatakan bahwa renvoi itu tidak tegas, renvoi itu
merupakan pengerakan kedaulatan legislative dan juga renvoi itu membawa ketidakpastian
dalam menjalankan hukum. Coba saudara berikan pendapatnya terkait dengan masalah
tersebut diatas.

C. SOAL LATIHAN/TUGAS

1. Dalam HPI dikenal dengan pemahaman tentang penunjukan kembali (renvoi). Coba
saudara berikan istilah renvoi itu seperti apa dan berikan juga contoh-contohnya!
2. Coba saudara jelaskan bagaimana cara penyelesaian kasus HPI dan dihubungkan
dengan renvoi!

C. DAFTAR PUSTAKA

6
Bayu Seto. H.2013. Dasar-dasar Hukum Perdata Internasional.Bandung.
PT. Citra Aditya Bakti.2013.

Ridwan Khairady. 2010. Pengantar Hukum Perdata Internasional. Yogyakarta, FH


UII Press.

S. Gautama. 1987. Pengantar Hukum Perdata Internasional Indonsia. Jakarta.


Binacipta. 1987.

Sudargo Gautama. 2010. Hukum Antar Tata Hukum. Bandung, PT. Alumni. 2010.

SELAMAT Siang pak Ijin menjawab NO 1 soal dalam materi pertemuan 8 ini,

1. Dalam HPI dikenal dengan pemahaman tentang penunjukan kembali (renvoi). Coba saudara
berikan istilah renvoi itu seperti apa dan berikan juga contoh-contohnya!

Doktrin Penunjukan Kembali (Renvoi Doctrine) merupakan salah satu pranata HPI tradisional yang
terutama berkembang di dalam tradisi Civil Law (hukum Eropa Kontinental) sebagai pranata yang
dapat digunakan untuk menghindarkan pemberlakuan kaidah atau sistem hukum yang seharusnya
berlaku (lex causae) yang sudah ditetapkan berdasarkan prosedur HPI yang normal. Pelaksanaan
Renvoi ini pada dasarnya dimungkinkan karena adanya pelbagai sistem hukum di dunia yang masing-
masing memiliki sistem dan kaidah-kaidah HPI-nya sendiri.

istilah renvoi dan contoh-contohnya!

contoh sebagai berikut : bilamana hakim Indonesia berdasarkan ketentuan HPI indonesia telah
menyatakan bahwa hukum yang berlaku terhadap perkara yang ia periksa atau adili adalah hukum
Inggris, maka timbul persoalan atau pertanyaan apakah yang diartikan dengan hukum inggris itu?
Dalam hal ini dapat terjadi dua kemungkinan.

1. Hukum intern (domestic law = municipal law = local law) Inggris yang berlaku di Inggris untuk
hubungan-hubungan hukum sesama orang Inggris; atau

2. Di dalamnya termasuk pula ketentuan-ketentuan HPI Inggris, jadi termasuk pula ketentuan choice
of law. Bilamana kita hanya menunjuk pada hukum intern saja, orang Jerman menyebutnya sebagai
sachnormen, penunjukkannya dinamakan sachnormverweisung. Bilamana yang dimaksud dengan
hukum asing itu adalah seluruh sistem hukum (jadi termasuk ketentuan HPI-nya) disebut
kollisionsnormen, penunjukkannya dinamakan gesamtverweisung.

Penerapan ruang lingkup asing kami lengkapi lagi dengan penjelasan ilustrasi telah dikemukakan J.G.
Castel di atas Pengadilan Ontario menunjuk hukum Jerman, karena negara Jerman merupakan

7
domisili terakhir orang meninggal (pewaris). Dalam menginterpretasikan kaidah-kaidah HPI,
pengadilan harus memberikan arti “hukum Jerman” tersebut.

Pertama hukum Jerman diartikan sebagai hukum substantif “internal atau domestik” negara
tersebut. Dalam pengertian ini pengadilan Ontario akan menerapkan hukum domestik Jerman yang
berlaku bagi warga negara Jerman, tanpa menghiraukan bahwa yang bersangkutan adalah warga
negara Kanada dan harta warisan berupa benda bergerak tersebut terletak di Ontario. Dengan kata
lain, forum tidak mempertimbangkan elemen-elemen faktual mengenai bagaimana pengadilan
Jerman akan menerapkan ketentuan HPI-nya jika kasus tersebut dihadapkan kepadanya. Inilah yang
disebut sebagai teori “hukum intern” (internal law) atau referensi substantif (substantive reference).
Pengadilan Ontario akan memutuskan, bahwa kaidah HPI yang relevan dengan kasus tersebut
memberikan arti “alamiah” dan hukum Jerman harus diberlakukan tanpa memperhatikan kaidah
HPI-nya. Solusi seperti ini tidak memerlukan pembuktian apapun tentang kaidah HPI Jerman
meskipun pembuktian harus dilakukan terhadap hukum internal negara tersebut.

Kedua, “hukum Jerman” diartikan sebagai keseluruhan hukum Jerman, termasuk kaidah HPI-nya.
Jika dalam masalah yang sama kaidah HPI Jerman menunjuk hukum Kanada, dalam hal ini hukum
provinsi Ontario, maka akan terjadi konflik kaidah HPI yang berkelanjutan, karena kaidah HPI lex fori
dan lex cause berbeda. Jika kaidah HPI Ontario dan Jerman sama, tetapi titik pertalian dalam kedua
kaidah atau aturan HPI tersebut diinterpretasikan secara berbeda, maka akan timbul konflik kaidah
atau aturan HPI yang juga akan menunjuk kembali kepada hukum provinsi Ontario. Penunjukan
kembali pada hukum Ontario tersebut disebut renvoi atau remission.

2. Coba saudara jelaskan bagaimana cara penyelesaian kasus HPI dan dihubungkan dengan renvoi!

Masalah-masalah HPI yang jika dimungkinkan masih dapat diselesaikan dengan menggunakan
doktrin renvoi adalah masalah seperti validitas pewarisan (testamenter atau intentatis), tuntutan-
tuntutan atas benda-benda tetap di negara asing, perkara-perkara yang menyangkut benda
bergerak, dan masalah-masalah hukum keluarga (perkawinan, akibat perkawinan, harta perkawinan,
status personal, hak asuh anak, dan sebagainya)

Praktek Penyelesaian Renvoi

Contoh klasik yang dapat dijadikan standar penerapan doktrin renvoi ini dapat dilihat dalam kasus
Forgo (1883). Posisi kasusnya adalah sebagai berikut:

1. Forgo adalah seorang anak luar kawin, memiliki kewarganegaraan Bavaria (Beiren).

2. Ia sejak kecil sudah berdomisili (bertempat tinggal) di Perancis.

3. Ia meninggal dunia di Perancis tanpa meninggalkan testamen.

4. Forgo meninggalkan benda-benda bergerak, berupa sejumlah uang yang didepositokan di Bank
Perancis.

5. Perkara pembagian warisan diajukan oleh saudara-saudara alamiah (natuurlijke bloedverwanten)


Forgo pada pengadilan Perancis. Persoalan hukum yang timbul adalah : berdasarkan hukum
manakah pengaturan pembagian warisan tersebut harus dilakukan? Berdasarkan hukum Bavaria

8
atau hukum Perancis? Kaidah HPI lex fori (Perancis) menyatakan bahwa persoalan pewarisan benda-
benda bergerak harus diatur berdasarkan kaidah-kaidah hukum dari tempat dimana pewaris menjadi
warga negara. Sedangkan kaidah HPI Bavaria menetapkan bahwa pewarisan benda-benda bergerak
harus diatur berdasarkan hukum dari tempat di mana pewaris bertempat tinggal sehari-hari
(habitual residence).

Proses penyelesaian perkara :

1. Pada tahap pertama, hakim Perancis melakukan penunjukan ke arah hukum Bavaria sesuai
perintah kaidah HPI Perancis.

2. Tampaknya, hakim perancis menganggap penunjukan itu sebagai gesamtverweisung, sehingga


meliputi pula kaidah-kaidah HPI Bavaria.

3. Telah diketahui, bahwa kaidah HPI bavaria yang menyangkut pewarisan benda-benda bergerak
menetapkan bahwa hukum yang harus digunakan adalah hukum dari tempat tinggal tetap di
pewaris. Jadi kaidah HPI Bavaria menunjuk kembali ke arah hukum Perancis (hukum dari tempat
kediaman tetap si Pewaris). Pada tahap seperti inilah baru terjadi renvoi.

4. Hakim perancis ternyata kemudian menganggap bahwa penunjukan kembali oleh kaidah HPI
Bavaria sebagai suatu sachtnormverweisung.

5. Berdasarkan anggapan itu, hakim perancis (dalam hal ini cour de cassation) kemudian
memberlakukan kaidah hukum waris Perancis (code civil) untuk memutus perkara yang
bersangkutan.

Perbedaan antara pemberlakuan hukum Perancis atau hukum Bavaria untuk memutus perkara
tersebut bukanlah sekadar masalah teoritik saja, tetapi juga dapat menghasilkan keputusan yang
mungkin berbeda. Dalam kasus Forgo di atas, menurut hukum Bavaria, saudara-saudara kandung
dari seorang anak di luar kawin tetap berhak menerima harta warisan dari anak luar kawin tersebut.
Sedangkan menurut code civil Perancis : harta peninggalan dari seorang anak luar kawin akan jatuh
ke tangan negara. Oleh karena cour de cassation telah menerima renvoi, yang berarti hakim
menerapkan code civil Perancis, maka sebagai akibatnya harta warisan Forgo jatuh ke tangan fiscus
atau pemerintah Perancis121 (contoh kasus di atas merupakan contoh penerapan single / simple
renvoi).

Bahwa yang dimaksud Renvoi adalah penujukan kembali. Istilah-istilah lain seperti renvoi atau
premier degree atau partial or single renvoi_Perancis, Ruckverweisbung_Jerman, Renvoi ersten
Grades, Remission, “remitting” reference back remittal (Inggris, USA), Rinvio Indrieto (Italia),
terugwijzing, terugverwijzing (Belanda).

Namun renvoi baru dianggap diterima jika hakim (lex fori) menganggap bahwa penunjukan kembali
oleh kaidah HPI asing itu diarahkan ke kaidah-kaidah hukum intern lex fori (sachnormverweisung)

9
Dalam hukum perdata internasional ada dua kemungkinan renvoi diantaranya :

A. Penunjukan kembali (remission, ruckverweisung, terugverwijzing) yaitu penunjukan oleh kaidah


HPI asing kembali ke arah lex fori.

B. Penunjukan lebih lanjut (transmission, weiterver-weisung, verderverweijzing). Dalam hal ini


kadiah HPI asing yang telah ditunjuk oleh lex fori tidak menunjuk kembali ke arah lex fori, tetapi
menunjuk ke arah sistem hukum asing lain.

Contohnya adalah seperti :

Forgo dia adalah seorang yang berwarga negara Bavaria (Jerman), ia berdomisili di Prancis sejak
berusia lima tahun tanpa memperoleh kewarganegaraan Prancis. Kemudain Forgo meninggal dunia
di Prancis secara ab intestatis (tanpa meninggalkan testamen), di mana sebelumnya Forgo adalah
seorang anak luar kawin yang telah meninggalkan sejumlah barang bergerak di Prancis. Akhirnya
perkara pembagian harta warisan Forgo di ajukan di depan pengadilan Prancis

Permasalahannya adalah berdasarkan pada hukum mana pengaturan pembagian warisan itu
dilakukan ?

berdasarkan hukum Bavaria ataukah hukum Prancis. Oleh karena kaidah HPI lex fori Perancis
menegaskan “persoalan pewarisan benda-benda bergerak harus diatur berdasarkan kaidah-kaidah
hukum dari tempat di mana pewaris menjadi warga negara.” Sementara Forgo sendiri berasal dari
warga negara Bavaria yang menurut versi HPI Prancis. Kaidah HPI Bavaria menegaskan bahwa
“pewarisan benda-benda bergerak harus diatur berdasarkan hukum dari tempat di mana pewaris
bertempat tinggal sehari-hari (habitual residence).

Dengan mekanisme renvoi Proses penyelesaian masalah tersebut di atas melalui beberapa tahap:

Pada tahap pertama hakim Prancis melakukan penunjukan ke arah hukum Bavaria sesuai perintah
kaidah HPI Prancis.

Di era globalisasi sekarang ini, interaksi antar manusia dari berbagai penjuru dunia semakin
banyak dan intens.Pengaruh kemajuan teknologi dan sarana komunikasi yang semakin canggih
membuat berbagai pihak dari satu negara dengan negara lain yang memiliki kecocokan
kepentingan satu sama lain kemudian menjalin hubungan di berbagai bidang.

Pada Hukum Perdata Internasional yang menjadi sumber hukum adalah Hukum Nasional (domestik)
law dari pihak-pihak yang berperkara hal ini dikarenakan tiap-tiap individu yang berbeda negara
tunduk pada hukum nasional negaranya masing-masing.Kata Internasional yang terdapat pada
hukum perdata internasional terletak pada unsur asing yang terdapat dalam perkara hukum perdata
internasional tersebut.Unsur asing tersebut dapat berupa status personalitas (person) dari pihak-
pihak yang berperkara atau unsur teritorialitas tempat dimana peristiwa atau hubungan hukum
tersebut terjadi.

Jadi, Pada dasarnya antara Hukum Internasional dan Hukum Perdata Internasional tidak dapat
disamakan .Hal ini karena terdapat perbedaan-perbedaan yang cukup mendasar.Pertama ditinjau
dari sumber hukumnya Hukum Internasional Publik bersumber pada sumber hukum internasional

10
yang diatur dalam pasal 38 ayat (1) Statuta Mahkamah Internasional.Berbeda dengan Hukum
Perdata Internasional yang bersumber pada hukum nasional (domestic law) dari pihak-pihak yang
terkait dengan perkara HPI terte

11

Anda mungkin juga menyukai