Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH HUKUM PERDATA NASIONAL

RENVOI
Disusun Guna Memenuhi Nilai Mata Kuliah Hukum Perdata Internasional dengan Dosen
Pengampu: Yusuf Wibisono, S.Ag., M.S.I., SHEL.

Disusun oleh :
Sindiy Suciana
182111285
Hukum Ekonomi Syariah – 7I

JURUSAN HUKUM EKONOMI SYARIAH


FAKULTAS SYARIAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI SURAKARTA
2021
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Renvoi adalah penunjukkan kembali atau penunjukkan lebih lanjut
kaidah-kaidah HPI dari suatu sistem hukum asing yang ditunjuk oleh kaidah
HPI Lex Fori. Mengenai persoalan renvoi dalam HPI (Hukum Perdata
Internasional) Indonesia terdapat perkembangan tertentu.
Dengan nyata dapat dilihat perbedaan pendapat para sarjana atau
yurisprudensi di Nederland dan parasarjana atau yurisprudensi di Indonesia
mengenai persoalan apakah Renvoi ini sebaiknya diterima atau tidak dalam
sistem HPI. Seperti diketahui persoalan Renvoi ini merupakan pembawaan
daripada adanya perbedaan antara pemakaian prinsip nasionalitas dan prinsip
domicilie untuk status personil seseorang dimana kaidah HPI Lex Fori dan
kaidah HPI lex Causae berbeda.
Jika dinyatakan oleh kaidah-kaidah HPI suatu Negara bahwa kaidah-
kaidah HPI Negara lain (X) akan berlaku, apakah yang diartikan dengan
istilah "kaidah-kaidah Negara X" ini hukum intern Negara X kah
(Sachnormen penunjukannya dinamakan Sachnormverweisung) atau hukum
Negara X ini berarti hukum secara keseluruhannya (yakni kaidah intern juga
kaidah HPI-nya/Kollisionsnormen penunjukkannya disebut sebagai
Gesamtvevweisung). Jika yang pertama diartikan, maka kita bicara tentang
penunjukkan kepada Sachnormen-Sachnormverweisung artinya renvoi ditolak,
tetapi jika yang terakhir adalah yang tepat, maka kita bicara tentang
Gesamtverweisung, artinya renvoi diterima. Jika misalnya menurut ketentuan
dari HPI Indonesia, oleh hakim Indonesia telah ditentukan, bahwa hukum
Inggris yang harus diperlakukan untuk mengadili perkara HPI yang
diperiksanya.
Renvoi akan timbul bilamana hukum asing yang ditunjuk lexfovi
menunjuk kembali kepada lex fori tadi atau kepada system hukum yang lain.

2
Dengan demikian penunjukkan kembali dapat dibagi dua, yaitu Penunjukkan
kembali (simple renvoi atau vemmision) dan Penunjukkan lebih lanjut atau
penunjukkan lebih jauh (transmission atau renvoi at the second degree)

B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian renvoi?
2. Apa saja macam-macam renvoi?
3. Bagaimana penyelesaian perkara renvoi?

C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui pengertian renvoi.
2. Untuk mengetahui saja macam-macam renvoi.
3. Untuk mengetahui penyelesaian perkara renvoi.

1.

3
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Renvoi
Doktrin renvoi merupakan salah satu pranata HPI tradisional yang
terutama berkembang di dalam tradisi civil law system (sistem hukum Eropa
Kontinental) sebagai pranata yang dapat digunakan untuk menghindarkan
pemberlakukan kaidah atau sistem hukum yang seharusnya berlaku (lex
causae) yang sudah ditetapkan berdasarkan prosedur HPI yang normal.
Renvoi adalah penunjukan kembali kepada hukum yang semula
menunjuknya sebagai hukum yang harus diterapkan.1 Renvoi dapat terjadi
apabila prinsip-prinsip nasionalitas (kewarganegaraan) dan prinsip domisili
bertemu, sehingga harus ditentukan hukum yang akan diberlakukan berkenaan
dengan status personal seseorang.
Ketika seseorang yang berasal dari negara yang menganut prinsip
domisili, kemudian berkediaman di negara dengan prinsip nasionalitas.
Negara asal orang tersebut menentukan bahwa status personal seseorang
tunduk pada hukum di mana seseorang itu mempunyai domisili, sedangkan
negara tempat orang tersebut bertempat tinggal menentukan bahwa status
personal seseorang tunduk pada hukum nasionalnya, atau hukum dari mana
dia menjadi warga negara. Keadaan inilah yang menimbulkan permasalahan
penentuan hukum yang berlaku untuk status personal seseorang. Masalah ini
dapat diselesaikan dengan menggunakan teori penunjukan kembali (renvoi).
Sebagai contoh, negara Indonesia sebagaimana diatur dalam Pasal 16
A.B, menganut prinsip nasionalitas (kewarganegaraan). Artinya, apabila
seorang WNI berada di luar negeri, maka ia akan tetap tunduk pada hukum
Indonesia untuk status personalnya.
Sebaliknya, menurut prinsip domisili, status personal ditentukan oleh
hukum dari mana orang tersebut mempunyai domisili/kediaman, tanpa yang

1
Ari Purwadi, Dasar-Dasar Hukum Perdata Internasional (Surabaya: Pusat Pengkajian
Hukum dan Pembangunan, 2016), hlm. 76.

4
bersangkutan melepaskan kewarganegaraannya. Misalnya, Singapura adalah
negara yang menganut prinsip domisili. Artinya, apabila seorang warga negara
Singapura yang berdomisili di kota New York, Amerika Serikat, yang juga
menganut prinsip domisili, maka ia akan tunduk pada pada hukum negara
bagian New York untuk status personalnya tanpa ia kehilangan
kewarganegaraan Singapura.2
Suatu kaidah HPI (Choice of Law Rule) pada dasarnya dibuat untuk
menunjuk ke arah suatu sistem hukum tertentu sebagai sistem hukum yang
harus diberlakukan dalam penyelesaian suatu masalah HPI. Masalahnya,
apakah yang dimaksud dengan “Menunjuk ke arah suatu sistem hukum”?
Pertanyaan di atas timbul karena ada dua arti penunjukan yaitu:
1. Penunjukan yang dimaksudkan ke arah Kaidah-Kaidah Hukum Intern
(Sachnormen) saja dari suatu system hukum tertentu. Penunjukan
semacam ini dinamakan Sachnormverweisung.
2. Penunjukan yang diarahkan ke seluruh system hukum (asing), termasuk
kaidah-kaidah HPI (Kollisionsnormen) dari sistem hukum asing tersebut.
Penunjukan semacam ini dinamakan Gesamtverweisung.
Pertanyaan, apa relevansi antara kedua pengertian “Penunjukan” di atas
dengan terjadinya renvoi dalam HPI? Renvoi hanya mungkin terjadi bila
penunjukan oleh kaidah-kaidah HPI Lex Fori diarahkan ke seluruh sistem
hukum asing yang bersangkutan (Gesamtverweisung). “Mungkin terjadi”
maksudnya, hanya terjadi apabila Kaidah-kaidah HPI asing itu menunjuk
kembali kea rah Lex Fori (atau menunjuk lagi ke arah suatu system hukum
ketiga). Jadi dapat dikatakan bahwa renvoi adalah penunjukan kembali oleh
kaidah-kaidah HPI dari suatu sistem hukum yang ditunjuk oleh Kaidah HPI
Lex Fori.3

2
Sugeng, Memahami Hukum Perdata Internasional Indonesia (Jakarta: Kencana, 2021),
hlm. 62.
3
Yulia, Hukum Perdata Internasional (Sulawesi: Unimal Press, 2016), hlm. 84.

5
Contoh:
1. Seorang warga negara Inggris berdomisili di Surabaya, dan meninggal
pula di Surabaya. Bagaimana ketentuan diterapkan mengenai
warisannya?
2. Berdasarkan lex fori, yang diterapkan adalah Hukum Inggris (prinsip
nasionalitas), namun penunjukkan ini: apakah Sachnorm ataukah
Gesamtnorm?
3. Kalau Sachnorm, maka hanya menunjuk hukum materiil intern, maka
hukum Inggris yang diterapkan pada persoalan ini.
4. Sedangkan kalau Gesamtnorm, penunjukkan itu termasuk ketentuan
HPI, maka kita lihat ketentuan HPI Inggris. Ternyata ketentuan
penunjuknya berprinsip domisili, bukan nasionalitas. Jadi hukum Inggris
yang kita tunjuk itu, kemudian menunjuk kembali kepada hukum
Indonesia.
Terkait dengan renvoi, ada dua sikap yang dapat diambil oleh negara
yang menunjuk, yaitu: 4
1. Sikap negara yang menerima renvoi di mana negara yang menunjuk
terhadap berlakunya hukum asing, sehingga penunjukan tersebut meliputi
keseluruhan kaidah hukum asing, termasuk kaidah-kaidah HPI
(kollisionsnormen), dari negara asing tersebut yang di dalamnya terdapat
prinsip nasionalitas atau prinsip domisili, sehingga hukum asing tersebut
akan menunjuk kembali kepada hukum dari negara yang menunjuk dan hal
ini berarti bahwa negara tersebut bersedia menerima penunjukan tersebut;
2. Sikap negara yang menolak renvoi di mana negara yang menunjuk
terhadap berlakunya hukum asing dalam arti (sachnonnverweisung),
sehingga penunjukan tersebut hanya meliputi kaidah-kaidah hukum intern
(sachnonnen) dari negara asing yang ditunjuk sehingga ini berarti bahwa
hukum yang berlaku adalah kaidah-kaidah hukum intern dari negara asing
tersebut dan hal ini berarti bahwa negara yang menunjuk menolak untuk
ditunjuk kembali.

4
Sugeng, Op. Cit., hlm. 62.

6
Dari paparan di atas, dapat simpulkan ada dua macam sikap yang
berbeda dari negara yang menunjuk, dan akan membawa akibat yang berbeda
pula terhadap hukum yang akan diberlakukan bagi status personal seseorang.

B. Macam-Macam Renvoi
Ada dua macam renvoi, yaitu: penunjukan kembali (single renvoi) dan
penunjukan lebih jauh.
1. Single Renvoi
Single renvoi pada umumnya dianut oleh negara-negara Eropa
Kontinental. Single renvoi merupakan skema yang melakukan penunjukan
terhadap hukum asing, yang menunjuk kembali kepada hukum nasional
hakim. Yang dimaksud dengan “hukum asing” bisa berarti hukum intern
suatu negara asing (Sachnormen) maupun kaidah HPI negara asing
tersebut (Kollisionsnormen).
Bila yang ditunjuk oleh hukum nasional sang hakim adalah hukum
intern negara asing, maka yang terjadi adalah Sachnormenverweisung.
Namun bila yang ditunjuk adalah keseluruhan hukum asing beserta kaidah
HPI-nya, maka penunjukan tersebut adalah Gesamtverweisung. Contoh
yurisprudensi terkenal dalam pembahasan single renvoi adalah kasus
Forgo, yang diputus oleh Cour de Cassation Perancis. Yurisprudensi
Indonesia menunjukkan penerimaan renvoi seperti dalam kasus kepailitan
orang British India, dan Armenia Nasrani.5
2. Penunjukan Lebih Lanjut
Penunjukan lebih jauh merupakan skema renvoi yang melibatkan
tiga atau lebih sistem hukum. Contoh yurisprudensi dari penunjukan lebih
jauh adalah pada kasus Paman dan Kemenakan (Oom en Nicht) Swiss di
Moskow.6
Contoh Perkara:7
5
Sudargo Gautama, Hukum Perdata Internasional Indonesia (Bandung: Eresco, 1988), hlm.
142-144.
6
Ibid., hlm. 11-13.
7
Ari Purwadi, Log. Cit., hlm. 79.

7
a. Hakim Indonesia menghadapi persoalan tentang perkawinan yang
telah dilangsungkan oleh seorang warga negara Amerika Serikat yang
berdomisili di Perancis, di mana perkawinan itu dilangsungkan.
b. Persoalannya adalah: apakah orang tersebut sudah cukup umur waktu
melangsungkan perkawinan tersebut. Hukum mana yang diterapkan?
c. Menurut HPI Indonesia berdasarkan prinsip nasionalitas (Pasal 16
AB), maka hukum nasional orangnya yang berlaku, yaitu hukum
Amerika Serikat. Tetapi apakah ini berarti hukum intern Amerika
Serikat yang harus diperhatikan, atau juga termasuk HPI-nya? Kalau
HPI-nya juga termasuk dalam penunjukan itu, maka HPI Amerika
Serikat (yang menggunakan prinsip domisili) akan menunjuk terus
kepada hukum Perancis sebagai hukum domisili orangnya. Jadi kalau
hukum Indonesia menerima transmission itu, maka hakim Indonesia
akan menerapkan hukum Perancis, sebaliknya kalau transmissiontidak
diterima, maka hukum intern Amerika Serikat-lah yang akan
diterapkan.
Dari kedua macam renvoi di atas, Indonesia termasuk negara yang
menerima teori Renvoi dengan skema yang pertama (single renvoi).
Menurut Chesire, doktrin renvoi tidak dapat digunakan di semua jenis
perkara HPI, terutama dalam perkara-perkara yang sedikit banyak
berkaitan dengan transaksi-transaksi bisnis, dan setiap tindakan pilihan
hukum dalam transaksi-transaksi seperti itu pasti akan dimaksudkan
sebagai ‘penunjukan ke arah hukum intern’ (sachnormenverweisung). Di
dalam pasal 15 dari Konvensi Roma (1980) yang mengikat semua negara
anggota Masyarakat Eropa (contohnya), Renvoi tegas-tegas ditolak.
Masalah-masalah HPI yang jika dimungkinkan masih dapat
diselesaikan dengan menggunakan doktrin renvoi adalah masalah seperti
validitas pewarisan (testamenter atau intentatis), tuntutan-tuntutan atas
benda-benda tetap di negara asing, perkara-perkara yang menyangkut
benda bergerak, dan masalah-masalah hukum keluarga (perkawinan,

8
akibat perkawinan, harta perkawinan, status personal, hak asuh anak, dan
sebagainya. 8

C. Praktek Penyelesaian Perkara


1. The Forgo Case (1879)
Kasus Posisi:
a. Forgo adalah seorang warga negara Bavaria (Jerman);
b. Forgo menetap di Perancis sejak berusia 5 tahun, tanpa berupaya
untuk memperoleh tempat kediaman resmi (domicile) di Perancis;
c. Forgo meninggal di Perancis tanpa meninggalkan testament;
d. Forgo adalah seorang anak luar kawin;
e. Ia meninggalkan sejumlah benda-benda bergerak di Perancis;
f. Tuntutan atas pembagian harta peninggalan Forgo diajukan oleh
saudara-saudara kandungnya di Pengadilan Perancis.
Fakta Hukum:
a. Hukum Perdata intern Bavaria menetapkan bahwa Saudara-saudara
kandung dari seorang anak luar kawin tetap berhak untuk
menerima harta peninggalan dari anak luar kawin yang
bersangkutan;
b. Hukum Perdata intern Perancis menetapkan bahwa Harta
peninggalan dari seorang anak luar kawin jatuh ke tangan negara;
c. Kaidah HPI Bavaria menetapkan bahwa Pewarisan benda-benda
bergerak harus tunduk pada hukum dari tempat di mana pewaris
bertempat tinggal sehari-hari (habitual recidence);
d. Kaidah HPI Perancis menetapkan bahwa persoalan pewarisan
benda-benda bergerak harus diatur berdasarkan hukum dari tempat
di mana pewaris menjadi warga negara;

Masalah Hukum:

8
Ida Bagus Wyasa Putra, dkk, Buku Ajar Hukum Perdata Internasional (Fakultas Hukum:
Universitas Udayana Denpasar, 2016), hlm. 56-57.

9
Berdasarkan hukum manakah (Perancis atau Bavaria) status harta
peninggalan benda-benda bergerak milik Forgo diatur?
Proses Penyelesaian Perkara:
a. Pada tahap pertama Pengadilan Perancis menggunakan kaidah
HPI-nya dan menunjuk ke arah Hukum Bavaria sebagai hukum
dan tempat Pewaris menjadi warga negara;
b. Penunjukkan ke arah Hukum Bavaria ini ternyata dianggap sebagai
Gesamtverweisung, sehingga termasuk kaidah-kaidah HPI Bavaria;
c. Kaidah HPI Bavaria mengenai pewarisan benda-benda bergerak
menunjuk ke arah habitual residence Pewaris. Jadi, dalam hal ini
kaidah HPI Bavaria menunjuk kembali ke arah Hukum Perancis
sebagai Lex Domicilii Forgo;
d. Hakim Perancis menganggap penunjukkan kembali ini sebagai
Sachnormverweisung ke arah hukum intern Perancis (dalam HPI
sikap hakim Perancis ini disebut “menerima Renvoi”);
e. Berdasarkan anggapan itu, Hakim Perancis lalu memberlakukan
kaidah hukum waris intern Perancis (Code Civil) untuk memutus
perkara, dan menetapkan bahwa harta peninggalan Forgo jatuh ke
tangan negara Perancis.

2. Kasus Patino v. Patino (1950)


Kasus Posisi:
a. Sepasang suami isteri Warga negara Bolivia mengajukan
permohonan untuk perceraian;
b. Pernikahan mereka dilakukan dan diresmikan di Spanyol;
c. Permohonan perceraian diajukan di Pengadilan Perancis.
Fakta Hukum:
a. Kaidah HPI Perancis menetapkan bahwa: Perkara-perkara yang
menyangkut Status Personal harus ditentukan berdasarkan Prinsip
Kewarganegaraan para pihak;

10
b. Kaidah HPI Bolivia menetapkan bahwa: Perkara tentang
“Pemenuhan atau Penolakan terhadap permohonan perceraian”
harus dilakukan berdasarkan hukum dari tempat perkawinan
diresmikan (Lex Loci Celebrationis).
c. Kaidah hukum intern Spanyol menutup kemungkinan untuk
pelaksanaan perceraian terhadap perkawinan yang resmi
dilaksanakan berdasarkan hukum Spanyol.
Proses Penyelesaian Perkara:
a. Hakim Perancis, pertama-tama menggunakan kaidah HPI Lex Fori
untuk menentukan hukum yang seharusnya berlaku, dan
berdasarkan prinsip kewarganegaraan, kaidah HPI Perancis
menunjuk ke arah hukum Bolivia;
b. Penunjukkan ke arah Hukum Bolivia oleh hakim Perancis ternyata
dimaksudkan sebagai Gesamtverweisung ke arah kaidah HPI
Bolivia;
c. Kaidah HPI Bolivia ternyata menunjuk ke arah tempat Peresmian
Perkawinan (Locus Celebrationis) dan dalam hal ini adalah
Spanyol. Penunjukkan dari Bolivia ke arah hukum Spanyol inilah
yang merupakan Renvoi ke arah sistemhukum ketiga (dan tidak
kembali ke arah Lex Fori);
d. Hakim Perancis kemudian menganggap bahwa seorang hakim
Spanyol akan menolak penunjukan ini dan menganggapnya
sebagai Sachnormenverweisung ke arah hukum intern Spanyol;
e. Dengan asumsi ini, hakim Perancis kemudian memberlakukan
hukum intern Spanyol dan menolak permohonan cerai yang
bersangkutan, dan pola berpikir yang digunakan hakim Perancis ini
menggambarkan proses Renvoi dalam arti Transmission
(penunjukkan lebih lanjut).

11
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Persoalan renvoi berkaitan derat dengan persoalan prinsip nasionalitas
atau domisili dalam menentukan status personal seseorang. Terutama karena
adanya perbedaan mengenai prinsip yang dianut (nasionalitas atau domisili) di
berbagai negara. Persoalan semacam ini timbul karena menurut kenyataan
terdapat aneka warna sistem hukum Hukum Perdata Internasional. Oleh
karena jitu, terjadilah conflict de systems in de internastional prive, sehingga
tidak ada keseragaman dalam menyelesaikan masalah Hukum Perdata
Internasional diberbagai negara. Setelah sekumpulan fakta dalam suatu
perkara Hukum Perdata Internasional telah dikualifikasikan, kemudian dicari
titil-titik taut yang dapat memberikan petunjuk tentang hukum mana yang
akan berlaku terhadap kasus atau perkara yang bersangkutan.

12
DAFTAR PUSTAKA

Gautama, Sudargo. 1988. Hukum Perdata Internasional Indonesia (Bandung:


Eresco)
Purwadi, Ari. 2016. Dasar-Dasar Hukum Perdata Internasional (Surabaya: Pusat
Pengkajian Hukum dan Pembangunan)
Putra, Ida Bagus Wyasa. Dkk. 2016. Buku Ajar Hukum Perdata Internasional
(Fakultas Hukum: Universitas Udayana Denpasar)
Sugeng. 2021. Memahami Hukum Perdata Internasional Indonesia (Jakarta:
Kencana)
Yulia. 2016. Hukum Perdata Internasional (Sulawesi: Unimal Press)

13

Anda mungkin juga menyukai