1. Renvoi atau yang dikenal juga sebagai doktrin penunjukan kembali
merupakan suatu doktrin yang dapat digunakan untuk menghindarkan pemberlakuan kaidah atau sistem hukum yang seharusnya berlaku (lex causae) yang sudah ditetapkan berdasarkan prosedur hukum perdata internasional secara normal dan mengubah acuan kepada suatu kaidah atau sistem hukum yang lain, seperti contoh kaidah-kaidah hukum intern lex fori atau sistem hukum lain selain lex causae . Oleh karena itu, renvoi digunakan sebagai alat bagi para hakim untuk merekayasa penentuan lex causae ke arah sistem hukum yang dianggap akan memberikan putusan yang dianggapnya terbaik. Sehingga sudah pasti dalam proses renvoi, ada kaidah hukum perdata internasional yang dikesampingkan. Dalam HPI Indonesia sendiri telah terjadi pertentangan istilah (Contraditio in Termins), dengan kata lain seolah-olah terdapat hukum perdata yang berlaku di semua negara padahal hukum perdata tersebut (HPI) berlaku di Indonesia.
2. Menurut saya tidak sah karena Berdasarkan Pasal 1 Undang-Undang No. 1
Tahun 1974 tentang Perkawinan (“UU Perkawinan”), perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanit sebagai suami isteri. Selain itu, didalam Pasal 2 ayat (1) UU Perkawinan dikatakan juga bahwa perkawinan adalah sah apabila dilakukan menurut hukum masing- masing agamanya dan kepercayaannya. Ini berarti selain negara hanya mengenal perkawinan antara wanita dan pria, negara juga mengembalikan lagi hal tersebut kepada agama masing-masing. Jadi, dapat kiranya disimpulkan bahwa berdasarkan peraturan perundang-undangan di Indonesia perkawinan sesama jenis tidak dapat dilakukan karena menurut hukum, perkawinan adalah antara seorang pria dan seorang wanita. Pada sisi lain, hukum agama Islam secara tegas melarang perkawinan sesama jenis.
3. Kasus tersebut menggunakan teori kualifikasi bertahap
Tahap Pertama Berdasarkan hukum Swiss hakim terlebih dahulu menentukan kategori hukum dari sekumpulan fakta yang dihadapinya. Seandainya Hukum Swiss menganggap peristiwa tersebut sebagai pewarisan, maka langgak selanjutnya adalah menetapkan Kaedah HPI apa dari Hukum Swis yang harus digunakan untuk menetapkan lex Causae. Kaedah HPI swis menetapkan bahwa pewarisan harus diatur oleh hukum dari tempat tinggal terakhir pewaris tanpa membedakan benda bergerak dan tidak bergerak. Dengan demikian berarti HPI Swis menunjuk hukum Inggris. Tahap Kedua Berdasarkan hukum Inggris hakim kemudian menetapkan bagianbagian dari harta peninggalan yang dikatagorikan sebagai sebagai benda bergerak atau tidak bergerak. Setelah itu berdasarkan kaedah hukum ingris hakim menetapkan hukum apa yang harus digunakan untuk mengatur pewarisan tersebut. Pada tahap ini hakim akan dapat menjumpai untuk benda bergerak pewarisan akan dilakukan berdasarkan hukum dari tempat pewaris berdomisili pada saat meninggal ( hukum Inggris ).Untuk benda- benda tetap kaedah HPI inggris menetapkan yang berlaku adalah hukum dari tempat dimana lOMoAR cPSD| 32866800
benda itu berada. Seandainya Sipewaris meninggalkan sebidang tanah
di Prancis maka tidak mustahil akan dipergunakan hukum Prancis untuk mengatur pewarisan tersebut.