SUMBER-SUMBER HAP
Pada zaman Hindia Belanda:
1. RV (reglement op de Burgerlijk Rechtsvordering) utk golongan Eropa Sekarang sdh tidak berlaku lagi.
2. HIR (Herzeine Indlandsch Reglement)
utk golongan Bumiputera daerah Jawa dan Madura
3. RBg (Reglement voor de Buitengewesten) untuk golongan Bumiputera luar Jawa dan Madura.
4. UU Darurat No. 1 tahun 1951.
RV (reglement op de Burgerlijk Rechtsvordering) S. 1847 nomor 52 dan S.1849 nomor 63.
Rv lazim disebut dgn Reglemen Hukum Acara Perdata untuk Golongan Eropa. Rv ini hanya berlaku utk golongan Eropa dan
sekarang sdh tidak berlaku lagi
2. HIR (Herzeine Indlandsch Reglement)
HIR dahulu hanya disebut dgn Inlandsch Reglement atau IR yg disyahkan & dikuatkan dgn Firman Raja tgl 29 Sept. 1849
No. 93 dan diundangkan dlm Stbl. 1849 No. 63. IR ini telah mengalami beberapa kali perubahan dan perubahan yg
terpenting terjadi pd thn 1941, yg diumumkan dlm Stbl. Thn 1941 No. 31 yo No. 98. Dmk pula buku UU yg semula berna-
ma IR diubah menjadi HIR yg di Indonesiakan dgn nama Reglemen Indonesia yang dibaharui dan disingkat menjadi HIR
atau RIB. Perbedaan yg sangat penting antara IR dgn HIR adalah didirikannya Kejaksaan (Openbaar Ministerie) sbg
Penuntut Umum. Anggota2nya ad/ para Jaksa yg dahulu dit4kan dibawah taktis Pamongpraja, sdg kini lsg dibawah Jaksa
Tinggi & Kejaksaaan Agung. Pd thn 1951 keluarlah UU Darurat No. 1 tahun 1951 dimuat dlm lembaran Negara No. 9/1950.
UU Darurat ini bernama “Tindakan2 sementara Untuk Menyelenggarakan kesatuan Susunan, Kekuasaan dan Acara
Pengadilan2 Sipil”. Yg dimksd dgn istilah Pengadian Sipil i/ bukan pengadilan militer, jadi bukan dimksdkan sbg peradilan
perdata. Psl. 6 UU Darurat tsb menentukan sbb : “Pd saat peraturan ini mulai berlaku, oleh segala Pengadilan Negeri, o/
segala Kejaksaan pdnya & oleh segala Penga- dilan Tinggi dlm daerah Wilayah RI Reglemen Indonesia Yg Dibaharui
(Staablad 1941 No. 44) seberapa mgkn hrs diambil sbg pedoman ttg acara perkara pidana sipil.” HIR ini diciptakan utk
diperlakukan di Jawa & madura.
3. RBg (Reglement voor de Buitengewesten)
UU ini disingkat dgn RBg & di indonesiakan dgn Reglemen Tanah Seberang a/ Reglemen Daerah Seberang yg selanjutnya
diasingkat dgn RDS. Berhbg HIR diciptakan hanya utk Jawa & madura, mk dibuatlah RBg utk luar Jawa & Madura. UU ini
dimuat dlm Staatblad 1927 No. 227, diperlakukan dgn Ordonansi tgl 11 Mei 1927.
Ketentuan dlm RBg kebanyakan sama dgn HIR, terutama mengenai Hukum Acara Perdata. Hanya terdpt beberapa
tambahan & perbedaan2 dgn HIR yg diseduaikan dgn t4 & wkt berlakunya UU ini lahir. HIR terdiri dari 304 psl sdgkan
RBg 723 pasal.
SUMBER-SUMBER HAP
4. UU Darurat No. 1 tahun 1951
Seblm berlakunya UU ini, susunan & bentuk peradilan serta wewenang & acara2 peradilan di Indonesia sangat beragam,
shg tujuan UU ini dibuat utk menghilangkan keberagaman tsb.
Psl 1 dr UU ini menghapus sekian banyak bdn2 peradilan yg beraneka ragam, yaitu :
Mahkamah Justisi di Mks & alat Penuntut Umum pd nya
Appel – raad di Makassar dan di Medan
Segala Pengadilan Negara & segala Landgerecht (cara baru), alat Penuntut Umum (PU) pdnya.
Segala Pengadilan Kepolisian & alat PU pdnya;
Segala Pengadilan Magistraat (Pengadilan Rendah;
Segala Pengadilan Kabupaten, Segala Raad Distrik, Segala Pengadilan Distrik, Segala Pengadilan Negeri.
Kmd memberi kewenangan pd Menteri Kehakiman utk menghapus secara ber-angsur2:
Segala pengadilan Swapraja (Zelfbestuursrechtspraak) dlm negeri Sumatra Timur dahulu, Keresidenan Kaliman-tan Barat
dahulu & Negara Indonesia Timur dahulu, Kecuali peradilan agama jika perdilan itu menurut hkm yg hidup merpkan satu
bgn tersendiri dr peradilan Swapraja. Segala Pengadilan Adat (inheemse rechtspraak in rechts sttreeksbestuur dgebied),
kecuali peradilan agama jika perdilan itu menurut hukum yg hidup merpkan satu bgn tersendiri dari peradilan Swapraja.
Utk Hukum Acara Perdata, Psl 5 UU ini menentukan bhw : “Peraturan2 RI yg tlh ada tetap berlaku sepanjang tdk berttgan
dgn ketentuan2 dlm UU Daruat ini. Berdsrkan Psl 5 ini maka di :
Jawa & Madura berlaku HIR
Luar Jawa & Madura berlaku RBg
Pemisahan daerah kekuasaan kedua Reglemen msh dianggap penting oleh Mahkamah Agung (sampai saat ini). Hal ini
nampak dlm putusan MA No. 1099 K/Sip/ 1972 tgl 30 Jan. 1975 yg tlh menguatkan putusan PT yg :
Membatalkan keputusan Pengadilan Negeri gorontalo karena menggunakan Hukum Acara HIR, sdgkan yg sehrsnya
digunakan adalah Hukum Acara yg terdapat dalam RBg.
SUMBER-SUMBER HAP
Saat Ini
HIR dan RBg
UU No 20 Tahun 1947 ttg Peradilan Ulangan Jawa dan Madura.
UU No 1 Tahun 1974 ttg Pokok Perkawinan & PP.9/75 ,PP 45/90
UU 14/1970 UU 35 /99 UU No 4 Tahun 2004 UU 48/2009 Ttg Kekuasaan Kehakiman
UU 14/85 UU No 5 Tahun 2004 UU 3/2009 tentang Mahkamah Agung
SUMBER-SUMBER HAP
6. UU 2/1986 diganti UU 8/2004 diganti lagi dgn UU 49/2009 ttg Peradilan Umum
7. UU 7/1989 diganti UU 3/2006 diganti UU 50 /2009 ttg Peradilan Agama
8. KUHP (BW) Buku ke-IV tentang Pembuktian dan Daluarsa
9. Yurisprudensi.
10. PERMA
11. Hukum Adat
12. Doktrin ( Pendapat Sarjana )
SEJARAH
HUKUM ACARA PERDATA
sebelum tanggal 5 April 1848
HAP yg digunakan di pengadilan Gubernemen bagi golongan Bumi putera untuk kota2 besar di Jawa adalah BrV (hukum
acara bagi golongan Eropa) Untuk luar kota-kota besar Jawa digunakan beberapa pasal dalam Stb 1819-20
Pada tahun 1846 Ketua Mahkamah Agung (Hooggrerechtshof) Mr H.L Wichers tidak setuju hukum acara perdata bagi
golongan Eropa digunakan untuk golongan Bumiputera tanpa berdasarkan perintah UU maka Gubenur Jendral J.J
Rochussen menugaskan Wichers membuat rancangan Reglement ttg Administrasi Polisi dan Hukum Acara Perdata dan
Pidana Bagi Bumiputera. Tahun 1847 rancangan selesai dibuat tetapi JJ Rochussen mengajukan keberatan yaitu
Pasal 432 ayat (2) : membolehkan pengadilan yang memeriksa perkara perdata untuk golongan Bumiputera menggunakan
hukum acara perdata yang diperuntukkan untuk golongan Eropa.
Rancangan itu terlalu sederhana karena tidak dimasukkannya lembaga2 intervensi, kumulasi gugatan, penjaminan dan rekes
civil seperti yang termuat dalam BRv. Tanggal 5 April 1848 setelah melakukan perubahan dan penambahan maka
rancangan itu ditetapkan dengan nama Inlandsch Reglement (IR) yang ditetapkan dengan Stb 1848-16 dan disahkan dengan
firman Raja tanggal 29 September 1849 dengan Stb 1849-63. Tahun 1927 diberlakukan RBg (Rechtsreglement voor de
Buitengewesten) yaitu hukum acara perdata bagi golongan Bumiputera luar Jawa dan Madura. Sebelumnya berlaku
peraturan tentang susunan Kehakiman dan kebijaksanaan Pengadilan Stb 1847 -23. Tahun 1941 terjadi perubahan nama Ir
menjadi HIR (Herzeine Indlansch Reglement)dengan Stb 1941-44 yang berlaku untuk Jawa dan Madura.
Pada saat ini dengan Pasal II Peraturan Peralihan UUD 1945 yang telah diamandemen yg ke 4 HIR dan RBg masih berlaku
sampai saat ini.
HUBUNGAN HAP DGN HP MATERIL
Berdasarkan FUNGSINYA, Hukum Perdata dibedakan atas :
Hukum Perdata Materiil
disbt juga sbg Hukum Perdata Substantif merupakan hukum yang mengatur tentang pengertian dan kedudukan subyek
hukum, obyek hukum, perbuatan hukum, hubungan hukum, peristiwa hukum, hak dan kewajiban hukum, dlm hubungan
keperdataan(privaat);
2. Hukum Acara Perdata
disebut juga sebagai Hukum Perdata Formil atau Hukum Perdata Prosesuil merupakan hukum yang mengatur tentang
prosedur, proses dan kewenangan menegakan hukum perdata materiil oleh dan melalui Pengadilan.
Hubungan antara HAP dgn HA Materil adalah :
Terdapat relasi fungsional antara Hukum Perdata Materiil dgn Hukum Perdata Formil
Sengketa pelanggaran ketentuan Hukum Perdata Materiil tidak boleh menggunakan cara main hakim sendiri
Jika terjadi sengketa atau perselisihan dlm Hkm Perdata Materiil maka hrs mengguna kan prosedur atau cara2 tertentu yg
sudah diatur dlm peraturan perUUan shg tdk boleh menggunakan cara main hakim sendiri
Menurut Hkm Perdata Formil, jika terjadi perselisihan dlm bidang perdata maka dapat diselesaikan :
- diluar pengadilan atau di muka pengadilan.
Penyelesaian perselisihan diluar pengadilan berdsrkan kesepakaan para pihak, berupa perdamaian atau diselesaikan melalui
arbitrase.
Penyelesaian perselisihan di muka pengadilan hrs menggunakan prosedur, proses & kewenangan yg diatur dlm Hukum
Perdata Formil, atau disebut juga dgn Hukum Acara Perdata.
ASAS2
1. Hakim bersifat menunggu artinya, inisiatif mengajukan gugatan sepenuhnya dari pihak yg berkepentingan
(penggugat) atau oleh kuasanya (Psl 118 HIR/142 RBg & Psl 10 ayt (1) UU No. 48/2009).
2. Hakim bersifat Pasif (lijdelijkeheid van rechter). ruang lingkup atau luas sempitnya pokok sengketa yg diajukan utk
diperiksa ditentukan oleh pihak2 berperkara bkn oleh hakim.
3. Asas Bebas Dari Campur Tangan Pihak Di Luar Pengadilan
Hakim dituntut sungguh-sungguh mandiri. Hakim mempunyai otonomi yang selalu harus dijaga agar proses peradilan
berjalan menuju sasaran: peradilan yang obyektif, fair, jujur dan tidak memihak.
4. Persidangan Terbuka Untuk Umum (0penbaarheid van rechtspraak).
Psl 13 ayt (1) UU no. 48/2009 menentukan : semua sidang pemeriksaan pengadilan adalah terbuka utk umum, kecuali
UU menentukan lain.
5. Mendengar kedua belah pihak (Audi Et Alteram Partem)
Asas ini tercermin dlm Psl 4 ayat (1) UU No. 48/ 2009, Psl 145 &157 RBg, Psl 121 &132 HIR. Pengadilan hrs
memperlakukan kedua belah pihak sama, memberi kesempatan yg sama kpd para pihak utk memberi pendptnya & tdk
memi- hak.
6. Putusan hrs disertai dgn alasan2 (motie- vering Plicht-voeldoende gemotiveerd).
Alasan tsb dimksdkan sbg pertgjwban hakim dr ptsannya terhdp masyarakat, para pihak, pengadilan yg lebih tinggi,
ilmu hkm shg mempunyai nilai obyektif.
7. Berperkara dikenai biaya
8. Tdk ada keharusan utk mewakilkan
HIR tdk mewjbkan orang utk mewakilkan kpd org lain jika hendak berperkara di muka penga- dilan, baik sbg Pg
maupun sbg Tg, shg peme- riksaan di persidangan dpt terjadi secara lsg ter hdp para pihak yg berkepentingan.
9. Peradilan dilakukan “Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan YME “
Fungsinya : memberi kekuatan eksekutorial pada putusan hakim.
Kekuatan eksekutorial adalah kekuatan untuk dilaksanakan apa yang ditetapkan dalam putusan itu secara paksa oleh
alat negara.
10. Asas Persidangan berbentuk Majelis Ps 11 ayat 1 Pengadilan memeriksa dgn susunan majelis se-kurang2nya 3 org
hakim, kecuali UU menentukan lain.
11. Asas objektivitas Pengadilan mengadili menurut hukum dgn tdk membedakan-bedakan orang ->ps 4 ayat 1 UU
49/2009
12. Pemeriksaan dalam Dua Tingkat .Tk pertama Original Yurisdiction. Tk Banding Apellate Jurisdiction ) Judex
Fakctie.- Mahkamah Agung judex Iuris
13. Hak menguji tidak dikenal
Hakim Indonesia tidak mempunyai hak menguji UU.
14. Hak Ingkar Adalah hak seorang yg diadili untuk mengajukan keberatan yang disertai dgn alasan terhdp seorang hakim
yg mengadili perkaranya (Psl 17 ayat (2) UU No.48 Tahun 2009)
GUGATAN
KOMPETENSI PENGADILAN
1. Peraturan yg mengatur ttg Kompetensi pengadilan, khusus untuk perkara perdata dapat dibagi menjadi 2 kelompok,
yaitu
1. kompentesi absolut dan
2. kompetensi relatif
2. Kompetensi absolut adalah kewenangan bdn peradilan dlm memeriksa jenis perkara tertentu yg secara absolut / mutlak
tdk dapat diperiksa oleh badan peradilan lain baik dlm lingkungan peradilan yang sama (PN dgn pengadilan tinggi, yg
sama2 dlm lingkungan peradilan umum) maupun dlm lingkungan peradilan yg berbeda (eg. PN yg berada dlm
lingkungan peradilan umum, dgn PA yg berada dlm lingkungan peradilan agama). Kompentesi Absolut diartikan
kewenangan pengadilan mengadili suatu perkara/sengketa yg didasarkan kepada “materi pokok perkaranya”.
Peraturan2 yg mengatur ttg kompetensi absolute, mengatur ttg pembagian wewenang mengadili di antara peradilan2 yg
tdk sejenis atau tdk sederajat.
3. Kewenangan tertentu tsb menjadi kewenangan absolut (absolute jurisdiction) pada msg2 lingkungan peradilan sesuai
dgn subjek/materinya;
mis. perselisihan buruh dgn majikan, termsk kewenangan Panitia Penyelesaian Perburuhan Daerah/Pusat.
Oleh krn itu msg2 lingkungan pengadilan hanya berwenang mengadili perkara/ka-sus yg dilimpahkan UU kepadanya.
4. Setidaknya terdpt 4 jenis pengadilan jika di tinjau dari aspek kompetensi absolutnya, yi :
5. Pengadilan Umum, yi pengadilan yg berwe-nang utk memeriksa, mengadili & memutus perkara pidana (umum dan
khusus) serta perkara perdata (umum dan khusus);
Dlm Peradilan Umum ini, terdiri dari :
Pengadilan Negeri dan
Pengadilan Niaga
Pengadilan Tata Usaha Negara, yaitu pengadilan yg berwenang memeriksa, meng adili & dan memutus perkara yg
objeknya keptsan (beschikking) yg berttgan dgn peraturan perUUan dan asas2 umum pemerintahan yang baik
(AAUB);
Pengadilan Agama, yi pengadilan yg ber -wenang memeriksa, mengadili dan memutus perkara berhbgn dgn :
perkawinan, waris, hibah, wakaf, zakat, shadaqah dan ekonomi syari’ah;
Pengadilan Militer, yaitu pengadilan yang berwenang memeriksa, mengadili dan memutus perkara pidana yang
dilakukan oleh prajurit TNI
6. Kompetensi relatif sering pula disebut dgn kewenangan nisbi, yg menyangkut pemba- gian kewenangan mengadili
antar pengadilan sejenis berdsrkan yurisdiksi wilayahnya. Artinya, bhw suatu pengadilan hanya berwenang mengadili
perkara yang subyeknya atau obyeknya berada pada wilayah pengadilan ybs (H. Zainal Asikin, 2015: 88). Mis. : antar
PN Denpasar dgn PN Gianyar. Jadi Kompetensi relatif diartikan kewe- nangan pengadilan utk menangani/ mengadili
suatu sengketa/perkara didsrkan pd tempat/lokasi/domisili para pihak yg bersengketa atau didsrkan pada dimana objek
yg disengketakan berada. atau dgn kata lain, kompetenasi relatif adalah kewenangan pengadilan untuk menangani
perkara sesuai dgn wilayah hukum (yurisdiksi) yang dimilikinya.
JAWABAN TERGUGAT
1. Setiap orang boleh berpekara di depan pengadilan, namun ada pengecualiannya yaitu orang sakit ingatan, belum
dewasa. Bila badan hukum, maka orang yang mewakili adalah wenang mewakili badan hukum, itu dapat dilihat di
ADRT. Surat kuasa yang dipakai adalah surat kuasa khusus
2. Eksepsi, Bentuk jwban dalam eksepsi ialah suatu tangkisan bhw syrt2 prosessuil gugatan tdk benar atau eksepsi
berdsrkan ketentuan materiil (eksepsi dilatoir dan eksepsi paremptoir), shg gugatan harus dinyatakan tdk dpt diterima
(niet ontvankelijk verklaard).
3. Dasar2 eksepsi antara lain sbg berikut :
Gugatan diajukan kepada pengadilan yang tidak berwenang
Gugatan salah alamat (tergugat tak ada hubungan hukum)
Penggugat tak berkualitas (penggugat tidak mempunyai hubungan hukum)
Tergugat tidak lengkap
Penggugat telah memberi penundaan pembayaran (eksepsi)
4. Dalam Pokok Perkara,
Jwban dlm pokok perkara ini merupakan bantahan terhdp dalil2 atau fundamentum petendi yang diajukan penggugat
5. Jawaban tergugat pada prinsipnya menolak gugatan penggugat dengan jalan menangkis dan membantah apa yang
didalihkan oleh penggugat. Untuk itu tergugat harus jeli, menguasai permasalahan serta hukum-hukum yang terkait.
semua jawaban juga cukup beralasan artinya berdasarkan peristiwa yang didukung oleh hukum.
6. Wajibnya hakim untuk mengupaya kan perdamaian dalam persidangan sesuai dgn Pasal 130 Ayat 1 HIR
Perdamaian dalam persidangan, memiliki kekuatan hukum yang pasti
Jwban diajukan setlh upaya perdamaian, tidak berhasil.
Jawaban pada dasarnya dapat dilakukan secara lisan.
Jawaban tergugat akan ditanggapi oleh penggugat dalam replik
Tanggapan atas replik dijawab tergugat dalam duplik
Setlh itu apabila dikehendaki, maka para pihak dpt membuat kesimpulan sebelum memohon ptsan dgn penawaran bukti
7. Jawab tergugat dapat dikategorikan 2 macam :
Jawaban tidak langsung mengenai pokok perkara atau disebut sebagi tangkisan/ eksepsi
Jawaban mengenai pokok perkara
Eksepsi yang dikenal HIR adalah berkenaan dengan tidak berkuasanya hakim dalam mengadili apakah itu kekuasan
absolut atau relatif
8. Eksepsi berdasarkan hukum materil ada 2 macam:
Eksepsi dilatoir, eksepsi yang menyatakan gugatan penggugat belum dapat dikabulkan, misalnya karena penundaan
pembayaran
Eksepsi peremptoir, eksepsi yang menghalangi dikabulkannya gugatan, misalnya gugatan yang diajukan daluarsa
Pengajuan eksepsi, umumnya dilakukan pada awal persidangan, yaitu sebelum tergugat mengajukan jawaban
Terlambat memberikan eksepsi, mengakibatkan sia-sia
9. Jawaban tergugat hendaknya singkat, padat, dan pada pokok persoalan dengan mengemukakan alasan-alasan yang
berdasar
Gugat balik/ gugat dalam rekonpensi adalah hak dari tergugat
Gugat balasan diajukan bersama-sama dengan jawaban atas gugatan
10. Gugat balasan dapat diajukan dalam setiap perkara kecuali seperti yang diatur dalam pasal 132 a HIR, yaitu :
Jika penggugat dalam gugat asal mengenai sifat, sedangkan gugat balasan mengenai dirinya sendiri dan sebaliknya
Jika PN kepada siapa gugat asal itu dimasukkan, tidak berhak, oleh karenanya berhubung dengan pokok perselisihan,
memeriksa gugat balasan
Dalam perkara perselisihan tentang menjalankan putusan
Jika dalam pemeriksaan tingkat pertama tidak dimasukkan gugat balasan, maka dalam tingkat banding tidak ole
memajukan gugat balasan
11. Kebenaran atas suatu fakta adalah hal yang harus dibuktikan oleh hakim.
Kebenaran yg dicari adalah kebenaran formil
12. Hakim terikat oleh alat bukti dlm suatu proses pembuktian, namun dmk hakim juga diberi kebebasan utk menilai alat
bukti & pembuktian tsb (Pasal 172 HIR, 309 RBg, dan 1908 BW)
Hakim melakukan penilaian terhdp bukti, dan dpt dikatakan pembuktian merupakanpenilaian terhadap kenyataan yang
ada (judex factie)
Suatu Bukti dikatakan sempurna jika bukti yang diajukan tersebut dinilai hakim telah memadai untuk memberikan
kepastian tentang peristiwa yang disengketakan
13. 3 Teori yg lazim digunakan utk menentukan keterikatan hakim dan para pihak, yaitu :
Teori pembuktian bebas, yaitu memberikan kebebasan pd hakim, tanpa ada ketentuan2 tertentu yg mengikat hakim, dan
itu tergantung terhdp banyaknya alat bukti yang diserahkan oleh hakim dalam persidangan
Teori Pembuktian Negatif, ini memberikan pembatasan pada larangan hakim untuk melakukan sesuatu yang berkaitan
dengan pembuktian
Teori Pembuktian Positif, disini ditekankan perlunya perintah terhadap hakim disamping ada larangan
Namun dalam Praktek teori pembuktian yang dipakai adalah Teori Pembuktian bebas
14. Ada 5 alat bukti yg dapat diajukan dalam sidang perdata (Pasal 164 HIR, 284 RBg, dan 1866 BW) :
Bukti Surat
Bukti Saksi
Persangkaan
Pengakuan, dan
Sumpah
15. Pd hakikat tujuan seseorang beracara perdata di pengadilan adalah utk mendpt- kan penjaminan hak atau adanya
jaminan bahwa putusan dapat dilaksanakan.
Agar terjamin hak penggugat, sekiranya dikabulkan hakim, UU menyediakan upa- ya penjaminan hak tsb yi melalui
penyita- an (beslag)
Penyitaan diartikan sbg tindakan persiap- an utk menjamin dapat dilaksanakannya putusan hakim dlm perkara perdata
Barang2 yg disita utk kepentingan Pg itu disimpan dan dibekukan untuk jaminan agar barang tsb tidak dapat dialihkan
atau dijual oleh pihak tergugat (Pasal 197 Ayat 9, Pasal 199 HIR, Pasal 212, 214 RBg)
Penyitaan demikian selanjutnya disebut sebagai sita jaminan atau conservatoir beslag
Akibat adanya sita jaminan ini, tergugat kehilangan hak dan wewenangnya untuk menguasai benda.
Bila tergugat secara sadar melakukan tindakan pengalihan atas benda yang telah disita, maka tindakan tersebut adalah
tindakan tidak sah, dan melawan hukum dan dapat dipidana (Pasal 231, 232 KUHP)
Yang berwenang untuk melaksanakan penyitaan adalah panitera pengadilan.
Dalam praktek permohonan ini diajukan kepada Ketua PN, dan umumnya diajukan dalam petitum, meskipun dapat
diakukan kemudian
Bila permohonan diterima dan dikabulkan, maka hakim menyatakan sah sah dan berharga (van waarde verklard)
16. Susunan Persidangan, Hakim tunggal a/ Hakim Majelis terdiri dari satu ketua dan dua hakim anggota, yg dilengkapi
oleh Panitera sbg pencatat jlnnya persidangan. Pihak Pg & Tg duduk berhadapan dengan hakim & posisi Tergugat
disebelah kanan dan Penggugat disebelah kiri Hakim. Apabila persidangan berjalan lancar maka jumlah persidangan
lebih kurang 8 kali yang terdiri dari sidang pertama sampai dengan putusan hakim.
17. Susunan sidang :
a. Sidang Pertama, setlh hakim ketua mem- buka sidang dgn menyatakan “sidang dibu ka utk umum” dgn mengetuk palu.
hakim memulai dgn mengajukan pertanyaan2 kpd Pg & Tg :
Identitas Penggugat
Identitas Tergugat
Apa sdh mengerti mksd didatangkannya para pihak, di muka sidang pengadilan.
b. Sidang Kedua (Jwban Tergugat), Apabila para pihak dpt berdamai maka ada 2 kemungkinan:
Gugatan dicabut
Mereka mengadakan perdamaian di luar atau di muka sidang
Apabila perdamaian dilakukan di luar sidang, maka hakim tdk ikut campur. Para berdamai sendiri. Ciri perdamaian
diluar pengadilan yi:
Dilakukan para pihaknya sendiri tanpa ikut campurnya hakim.
Apabila salah satu pihak ingkar janji per-masalahannya dapat diajukan lagi kepada Pengadilan Negeri
c. Sidang Ketiga (Replik), Pada sidang ini penggugat atau kuasa hukumnya menyerahkan replik, satu untuk hakim, satu
untuk tergugat dan satunya untuk penggugat sendiri. replik sendiri merpkan tanggapan penggugat terhdp jawaban
tergugat
d. Sidang Keempat (Duplik), Dlm sidang,tergugat menyerahkan duplik yaitu tanggapan tergugat terhadap replik
penggugat
e. Sidang Kelima (Pembuktian dari Penggugat) :
Sidang kelima dpt disbt sidang pembuktian oleh penggugat. Pd sidang ini penggugat mengajukan bukti2 yg
memperkuat dalil2nya dan yang melemahkan dalil2 Tergugat
Alat pembuktian melalui surat (fotocopy) harus di nazagelen terlebih dahulu dan pada waktu sidang dicocokkan dgn
aslinya oleh hakim maupun pihak tergugat.
Hakim mempuyai kewenagan utk mengaju kan pertanyaan2 yg dilanjutkan oleh Tg sdgkan pihak penggugat memberi
jawaban atas pertanyaan-pertanyaan tersebut.
f. Sidang Keenam (Pembuktian dari Tergugat) :
Kalau sidang kelima merupakan sidang pembuktian penggugat, maka sidang keenam ini adalah sidang pembuktian dari
pihak tergugat. Adapun jalannya sidang sama dengan sidang kelima dengan catatan bahwa yang mengajukan bukti-
bukti dan saksi-saksi adalah tergugat, sedang Tanya jawabnya kebalikan daripada sidang kelima
g. Sidang Ketujuh, adalah sidang penyerahan kesimpulan. disini kedua belah pihak membuat kesimpulan dari hasil-hasil
sidang tersebut. isi pokok kesimpulan sudah barang tentu yang menguntungkan para pihak sendiri
h. Sidang Kedelapan :
Sidang ini dinamakan sidang putusan hakim. dalam sidang kedelapan ini hakim membaca putusan yang seharusnya
dihadiri olehpara pihak. setelah selesai membaca putusan maka hakim menetukkan hakim palu tiga kali dan para pihak
diberi kesempatan untuk mengajukan banding apabila tidak puas dengan putusan hakim. pertanyaan banding ini harus
dilakukan dalam jangka waktu 14 hari terhitung ketika putusan dijatuhkan