Anda di halaman 1dari 30

Kelompok 7 Hukum Acara

Anggara Pramana Putra|Surmai Hidayat | M. Roni | Heki Mandri Putra | Kurnia Harianto
HUKUM ACARA PERDATA
I. Dasar-dasar Hukum Acara Perdata
A. Pengertian, Sifat, Fungsi Hukum Acara Perdata
Pengertian Hukum Acara Perdata
Hukum Acara Perdata adalah rangkaian peraturan-peraturan yang mengatur proses
penyelesaian perkara perdata lewat pengadilan sejak dimajukannya gugatan sampai
dengan pelaksanaan keputusan hakim.
Contoh : Masyarakat bungus mengajukan gugatan perdata terhadap Pemerintah
Kota Padang dan Komando Distrik Msiliter 0312 Padang ke Pengadilan Negeri
Padang, Sumatera Barat terkait proyek pembangunan jalan lingkar Kota Padang di
Kelurahan Bungus Timur, Kecamatan Bungus Telek Kabung. Proyek tersebut telah
merugikan masyarakat karena penggunaan lahan dan rusaknya tanaman mereka
serta tidak ada ganti rugi.
Sifat Hukum Acara Perdata
Hukum acara perdata ini sifatnya itu Inisiatif, maksudnya ada atau tidaknya sesuatu
perkara harus diambil oleh seseorang atau beberapa orang yang merasa bahwa
haknya atau hak mereka dilanggar kalau itu dirasa tidak merugikan dan tidak
dilaporkan maka hukum acara perdata tidak berlaku.
Contoh : Apabila kita bersengketa harta warisan dengan keluarga namun kita tidak
merasa dirugikan akan sengketa tersebut dan tidak mengajukan gugatan kepada
pengadilan terhadap kasus harta warisan tersebut maka kasus tersebut tidak bisa
diproses di pengadilan meskipun hal tersebut merupakan pelanggaran hak.
Fungsi Hukum Acara Perdata
Fungsi hukum acara perdata adalah rangkaian cara-cara memelihara dan
mempertahankan hukum perdata materiil, sehingga apa yang menjadi fungsi
Hukum Perdata berjalan sebagaimana mestinya yaitu melindungi orang yang
melakukan keperdataan dan mendapatkan kepastian hukum keperdataan.
Contoh : Apabila A ingin melakukan perceraian maka yang harus di perlihatkan
ada buku nikahnya, buku nikah merupakan bukti bahwa A telah melakukan
perkawinan dan diakui oleh negara dan prosesnya bisa dilanjutkan dan apabila B
ingin melakukan gugatan perceraian dan B tidak memiliki bukti pernikahan yaitu
buku nikah maka proses yang ingin dilakukan B tidak dapat dilanjutkan karena
tidak terdata atau tidak di akui Negara (nikah sirih).
B. Sejarah Perkembangan Badan Peradilan
Pada zaman Hindia Belanda sesuai dengan dualisme hukum, maka
pengadilan di bagi atas peradilan gubernemen dan peradilam pribumi. Peradilan
gubernemen di Jawa dan Madura di satu pihak dan di luar Jawa di lain pihak.
Dibedakan peradilan untuk golongan Eropa (Belanda) dan untuk bumiputera. Pada
umumnya peradilan gubenemen untuk golongan Eropa ada tingkat peradilan
pertama ialah Raad Van Justtitie sedangkan untuk golongan Bumiputera ialah
Landraad. Kemudian Raad Van Justitie ini juga menjadi peradilan banding untuk
golongan pribumi yang diputus oleh Landraad. Hakim hakim pada kedua macam
peradilan tersebut tidak tentu. Banyak orang Eropa (Belanda) menjadi hakim
Landraad dan adapula orang bumiputera di Jawa menjadi hakim pengadilan
keresidenan yang yurisdiksinya untuk orang Eropa.
Pada zaman pendudukan Jepang, setelah penyerahan kekuasaan oleh
pemerintah Belanda kepada balatentara Dai Nippon pada bulan Maret 1942, maka
pada tanggal 7 Maret 1942 untuk daerah Jawa dan Madura pembesar balatentara
Dai Nippon mengeluarkan Undang-Undang No 1 Tahun 1942. Dalam pasal 3

1
Kelompok 7 Hukum Acara
Anggara Pramana Putra|Surmai Hidayat | M. Roni | Heki Mandri Putra | Kurnia Harianto
ditentukan : “semua badan pemerintah dan kekuasannya, undang-undang dari
pemerintah yang dulu tetap diakui sah untuk sementara waktu asalkan tidak
bertentangan dengan peraturan pemerintah militer”
Pada bulan April 1942 pemerintah balatentara Dai Nippon mengeluarkan
peraturan baru tentang susunan dan kekuasaan pengadilan. Dalam peraturan
tersebut ditentukan : “Untuk semua golongan penduduk kecuali orang-orang
bangsa Jepang hanya diadakan satu jenis pengadilan sebagai pengadilan sehari-
hari yaitu Pengadilan Negeri (Tihoo Hooin) untuk pemeriksaan perkara tingkat
pertama dan pengadilan Tinggi (Kootoo Hooin) untuk pemeriksaan perkara tingkat
kedua”
Berdasarkan peraturan tersebut, semua golongan penduduk termasuk
golongan Eropa tunduk pada satu jenis pengadilan untuk pemeriksaaan perkara
pada tingkat pertama yaitu : Pengadilan Negeri menggantikan Landraad dulu.
Sedangkan Raad van Justitie dan Residente Gerecht dihapuskan. Dengan demikian
BRv, sebagai hukum acara yang diperuntukkan bagi golongan Eropa tidak berlaku
lagi, ketentuan hukum acara perdata yang masih berlaku untuk pemeriksaan perkara
perdata di muka pengadilan negeri adalah HIR untuk Jawa dan Madura dan RBg
untuk daerah di luar Jawa dan Madura. Lalu berkembangan selanjutnya setelah
kemerdekaan 17 Agustus 1945 masih memakai ketentuan pada masa pemerintahan
balatentara Dai Nippon yang didasarkan atas Ketentuan Aturan Peralihan Pasal II
dan Pasal IV Undang-undang Dasar 1945 tanggal 18 Agustus 1945 Juncto
Peraturan Pemerintah No 2 Tahun 1945 tanggal 10 Oktober 1945.
C. Sumber-Sumber Hukum Acara Perdata
1. Herziene Indonesisch Reglement (HIR)
HIR ini dibagi dua yaitu bagian hukum acara pidana dan acara perdata, yang
diperuntukkan bagi golongan Bumiputra dan Timur Asing di Jawa dan Madura
untuk berperkara di muka Landraad. Bagian acara pidana dari Pasal 1 sampai
dengan 114 dan Pasal 246 sampai dengan Pasal 371. Bagian acara perdata dari
Pasal 115 sampai dengan 245. Sedangkan titel ke 15 yang merupakan peraturan
rupa-rupa (Pasal 372 s.d 394) meliputi acara pidana dan acara perdata.
2. Reglement Voor de Buitengewesten (RBg)
Rbg yang ditetapkan dalam Pasal 2 Ordonansi 11 Mei 1927 adalah pengganti
berbagai peraturan yang berupa reglemen yang tersebar dan berlaku hanya
dalam suatu daerah tertentu saja. RBg berlaku untuk di luar Jawa dan Madura.
3. Reglement op de Burgelijke Rechtvordering (RV)
Adalah reglemen yang berisi ketentuan-ketentuan hukum acara perdata yang
berlaku khusus untuk golongan Eropa dan yang dipersamakan dengan mereka
untuk berperkara di muka Raad Van Justitie dan Residentie Gerecht.
4. Adat Kebiasaan 5.) Doktrin 6.) Instruksi dan Surat Edaran Mahkamah Agung
7.) Yurisprudensi 8.) Undang-Undang No 14 Tahun 1970 yang diubah dengan
UU No 4 Tahun 2004 Tentang Ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman yang
memuat juga beberapa hukum acara. 9) Di Tingkat banding berlaku UU No 20
Tahun 1947 untuk Jawa dan Madura. 10) Undang-Undang No 5 Tahun 2004
Tentang Mahkamah Agung
D. Azas-azas Hukum Acara Perdata
Asas –asas hukum acara perdata ini dikaitkan dengan dasar serta asas-asas peradilan
serta pedoman bagi lingkungan peradilan baik umum, maupun khusus. Antara lain :
1. Asas Hakim Bersifat Pasif
Hakim bersifat pasif merupakan salah satu dari asas hukum acara
perdata. Dalam asas ini Hakim wajib mengadili seluruh tuntutan dan dilarang

2
Kelompok 7 Hukum Acara
Anggara Pramana Putra|Surmai Hidayat | M. Roni | Heki Mandri Putra | Kurnia Harianto
untuk menjatuhkan putusan terhadap sesuatu yang tidak dituntut atau
mengabulkan lebih daripada yang dituntut. Hakim mengejar kebenaran formil,
yaitu kebenaran yang hanya berdasarkan pada bukti-bukti yang diajukan di
depan sidang pengadilan tanpa harus disertai keyakinan hakim. Hakim tidak
menentukan luasnya pokok perkara.
2. Asas Sidang Pengadilan Terbuka Untuk Umum
Pengadilan terbuka untuk umum merupakan salah satu dari asas hukum
acara perdata. Dalam asas ini setiap orang boleh hadir, mendengar dan
menyaksikan proses pemeriksaan perkara perdata itu di pengadilan. Tujuan asas
pengadilan terbuka untuk umum adalah untuk menjamin pelaksanaan peradilan
yang tidak memihak, adil dan benar sesuai peraturan hukum yang berlaku, yaitu
dengan meletakkan peradilan di bawah pengawasan umum. Untuk kepentingan
kesusilaan hakim dimungkinkan untuk mengabaikan asas ini. Meskipun
pemeriksaan perkaranya dilakukan secara tertutup, namun putusannya harus
tetap dibacakan dalam sidang pengadilan yang terbuka untuk umum.
3. Asas Mendengar Kedua Belah Pihak
Mendengar kedua belah pihak merupakan salah satu dari asas hukum
acara perdata. Menurut hukum acara, pihak-pihak yang berperkara harus
diperlakukan dan diberikan kesempatan yang sama untuk membela kepentingan
mereka. Hakim tidak diperkenankan untuk memberikan putusan dengan tidak
memberikan kesempatan untuk kedua belah pihak yang berperkara.
4. Asas Tidak Ada Keharusan Mewakilkan
Tidak ada keharusan mewakilkan merupakan salah satu dari asas hukum
acara perdata. Hukum acara perdata yang berlaku sekarang, baik yang termasuk
dalam HIR dan RBg tidak mengharuskan kepada pihak-pihak yang berperkara
untuk mewakilkan pengurusan perkara mereka kepada ahli hukum, sehingga
pemerksaan di persidangan dilakukan secara langsung terhadap pihak-pihak
yang berkepentingan.
5. Asas Putusan Harus Disertai Alasan-Alasasn
Putusan harus disertai alasan-alasan merupakan salah satu dari asas
hukum acara perdata. Semua putusan pengadilan harus memuat alsan-alasan
yang dijadikan dasar untuk mengadili. Asas ini dimaksudkan untuk menjaga
agar jangan sampai terjadi perbuatan sewenang-wenang dari hakim. Putusan
dari hakim yang tidak lengkap atau kurang cukup pertimbangannya merupakan
alasan untuk kasasi dan putusan tersebut harus dibatalkan.
6. Asas Beracara Perdata Dikenakan Biaya
Beracara perdata dikenakan biaya merupakan salah satu dari asas hukum
acara perdata. Biaya perkara ini meliputi biaya kepaniteraan, pemanggilan-
pemanggilan dan pemberitahuan-pemberitahuan, serta beamaterai. Namun,
semua biaya ini harus ditetapkan serendah mungkin sehingga dapat terpikul
oleh rakyat. Bagi pihak yang benar-benar tidak mampu untuk membayar
perkara, dapat mengajukan permohonan beracara dengan cuma-cuma (predeo),
yaitu dengan menyampaikan surat keterangan tidak mampu yang dibuat oleh
Kepala Desa atau Lurah serta diketahui atau dibenarkan oleh Camat dalam

3
Kelompok 7 Hukum Acara
Anggara Pramana Putra|Surmai Hidayat | M. Roni | Heki Mandri Putra | Kurnia Harianto
wilayah di mana yang bersangkutan bertempat tinggal. ketentuan ini
dimaksudkan untuk pemerataan kesempatan memperoleh keadilan kepada
seluruh lapisan masyarakat.
II. Penyelesaian Perkara Perdata Di Pengadilan
A. Kekuasaan Kehakiman dalam Penyelesaian Perkara Perdata
Kekuasaan kehakiman merupakan kekuasaan yang merdeka untu
menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan. Dalam
konteks perkara Perdata Kekuasaan kehakiman yang dimaksudkan disini adalah
Peradilan Umum yaitu lingkungan peradilan yang memiliki kewenangan mengadili
perkara umum baik itu perkara pidana atau perdata. Sehingga selain perkara yang
tidak termasuk wialayah kewenangan lingkungan peradilan lain adalah kewenangan
lingkungan peradilan umum. Sehingga apabila ada laporan terkait perdata maka
melalui lembaga peradilan yaitu Pengadilan Negeri akan memprosesnya.
Contoh : Dalam kasus perceraian Farhat Abbas dengan penyanyi Nia Daniati
dilakukan di pengadilan agama dan pengadilan umum hal ini dikarenkan selain
masalah perceraian juga pembagian harta gono gini. Sehingga Pengadilan Umum
dan Pengadilan Agama yang mempunyai kekuasaan Kehakiman dalam
penyelesaian perkara perdata.
B. Tata Cara Penyelesaian Perkara Perdata
Adapun tata cara penyelesaian perkara perdata menurut Perma No 2 Tahun 2015
tentang Tata Cara Penyelesaian Gugatan Sederhana yaitu :
a. Pendaftaran : Penggugat mendaftara gugatannya di kepaniteraan pengadilan,
penggugat dapat mendaftarkan gugatannya dengan mengisi blanko gugatan
yang disediakan di kepaniteraan dan penggugat wajib melampirkan bukti surat
yang sudah dilegalisasi pada saat mendaftarkan gugatan sederhana.
b. Pemerikasaan Kelengkapan Gugatan Sederhana : Panitera melakukan
pemeriksaan syarat pendaftara gugatan sederha, panitera mengembalikan
gugatan yang tidak memenuhi syarat, lalu pendaftaran gugatan sederhana
dicatat dalam buku register khusus gugatan sederhana. Kemudian, ketua
pengadilan menetapkan panjar biaya perkara, penggugat wajib membayar panjar
biaya perkara dan apabila penggugat tidak mampu membayar dapat mengajukan
permohonan beracara cuma-cuma.
c. Penetapan Hakim dan Penunjukan Panitera Pengganti : Ketua pengadilan
menetapkan Hakim untuk memeriksa gugatan sederhana, panitera menunjuk
panitera pengganti untuk membantu hakim dalam memeriksa gugatan
sederhana.
d. Pemeriksaan Pendahuluan : Hakim memeriksa materi gugatan sederhana, hakim
menilai sederhana atau tidaknya pembuktian, apabila dalam pemeriksaan, hakim
berpendapat bahwa gugatan tidak termasuk sederhana, maka hakim
mengembalikan berkas dan memerintahkan pengembalian sisa biaya perkara
kepada penggugat.
e. Penetapan hari sidang : Hakim yang berhak menetapkan hari sidang pertama.
f. Pemanggilan dan Kehadiran Para Pihak : Dalam hal penggugat tidak hadir pada
hari sidang pertama tanpa alasan yang sah, maka gugatan dinyatakan gugur,
apabila dalam hal tergugat tidak hadir pada sidang pertama maka dilakukan
pemanggilan kedua secara patut, apabila tergugat tidak hadir pada sidang kedua,
maka hakim memutuskan perkara tersebut.
g. Pemeriksaan Sidang dan Perdamaian : Pada hari sidang pertama, hakim wajib
mengupayakan perdamaian dengan memberikan batas waktu tertentu, dalam hal
tercapai perdamaian, hakim membuat putusan akta perdamaian yang mengikat

4
Kelompok 7 Hukum Acara
Anggara Pramana Putra|Surmai Hidayat | M. Roni | Heki Mandri Putra | Kurnia Harianto
para pihak, terhdapa putusan akta perdamaian tidak dapat diajukan upaya
hukum apapun, dalam hal tercapai perdamaian di luar persidangan dan
perdamaian tersebut tidak dilaporkan kepada hakim, maka hakim tidak terikat
dengan perdamaian tersebut.
h. Pembuktiaan : Gugatan yang diakui dan/atau tidak dibantah tidak perlu
dilakukan pembuktia, terhadap gugatan yang dibantah, hakim melakukan
pemeriksaan pembuktian berdasarkan hukum acara yang berlaku.
i. Putusan dan Berita Acara Persidangan : Hakim membacakan putusan dalam
sidang terbuka untuk umum dan hakim wajib memberitahukan hak para pihak
yang mengajukan keberatan.
Penyelesaian gugatan sederhana paling lama 25 (dua puluh lima) hari sejak hari
sidang pertama.
C. Pilihan Tindakan Dalam Penyelesaian Perkara Perdata
Adapun pilihan tindakan dalam penyelesaian Perkara Perdata yaitu
1. Perdamaian
Dalam sebuah sengketa atau perkara antara dua pihak dan beberapa pihak dapat
diupayakan agar diantara mereka terjadi perdamaian, penyelesaian sengketa
melalui perdamaian ini jauh lebih efektif, perdamaian bisa dilakukan di luar
pengadilan atau juga dalam sidang pengadilan itu sendiri, kalau diluar
pengadilan kita mengenal adanya ADR (Alternative Dispute Resolution) dalam
berbagai bentuk seperti :Mediasi dengan bantuan seorang Fasilitator, atau bisa
juga dengan cara konsiliasi melalui seorang konsiliator dll.
Contoh : Dalam menyelesaikan sengketa harta gono gini Keluarga A sepakat
dengan keluarga B untuk berdamai dan membagi harta tersebut bersama sama,
meskipun sudah dimasukkan ke dalam perkara namun apabila selesai secara
damai, maka perdamaian itu yang diutamakan dan akan dibuat Akta Perdamaian
oleh hakim yang mengikat semua pihak.
2. Putusan Hakim
Keputusan Hakim itu merupakan suatu akte penutup dari suatu proses perkara
dan putusan hakim itu disebut Vonis, yang menurut kesimpulan-kesimpulan
terakhir mengenai hukum dari hakim serta memuat pula akibat-akibatnya.
Contoh : Dalam gugatan perceraian yang tidak bisa di ajak berdamai kedua
belah pihak baik itu suami maupun Istri maka hakim memutuskan menolak
gugatan perceraian yang di ajukan sang Istri, putusan hakim tersebut diberikan
untuk menutup proses perkara tersebut dan kedua belah pihak harus
menerimanya.
III. Cara Mengajukan Tuntutan Perdata
A. Wewenang Pengadilan
Pengadilan memeiliki dua Kompetensi atau Wewenang berupa :
1. Kompetensi Absoulut atau Wewenang Absolut
Wewenang badan pengadilan dalam memeriksa jenis perkara tertentu yang
secara mutlak tidak dapat diperiksa oleh badan pengadilan lain, baik dalam
lingkungan peradilan yang sama (pengadilan negeri, pengadilan tinggi) maupun
dalam lingkungan peradilan lain (pengadilan negeri, pengadilan agama).
Contoh : Dalam perkara pembagian harta gono gini keluarga A
mengadukannya kepada Lembaga Peradilan khusus yaitu Tipikor hal ini
dikarenakan harta gono gini tersebut sebagian keluarga mencurigai adanya dana
korupsi bagi penerima harta tersebut, Namun hal itu di tolak oelh Tipikor karena
pembagian harta gono gini harus diselesaikan di Pengadilan Umum bukan di
Pengadilan Tipikor.

5
Kelompok 7 Hukum Acara
Anggara Pramana Putra|Surmai Hidayat | M. Roni | Heki Mandri Putra | Kurnia Harianto
2. Kompetensi Relatif atau Wewenang Relatif
Kompetensi Relatif ini berkaitan dengan wilayah hukum suatu pengadilan. Jadi,
gugatan harus diajukan kepada pengadilan negeri di tempat tergugat tinggal.
Contoh : Suami yang tinggal di Jakarta menggugat Cerai Istrinya yang
sekarang tingal di Medan karena alasan tuduhan selingkuh. Maka gugatan akan
dilaksanakan di Pengadilan Negeri Medan dalam hal ini suami sebagai
penggugat datang ke Medan, tergugat tidak dapat dipaksa untuk menghadap ke
Pengadilan Negeri di tempat penggugat tinggal, hanya karena ia digugat oleh
penggugat, yang belum jelas tebukti kebenaran gugatannya.
B. Cara Mengajukan Gugatan Perdata
Untuk mengajukan gugatan harus memenuhi 2 syarat terlebih dahulu yaitu Formil
dan Subtansi.
1. Syarat Formil atau Formal
a. Tempat dan tanggal pembuatan surat gugatan. Suatu surat gugatan biasanya
secara tegas disebutkan tempat dimana gugatan itu diperbuat.
b. Materai. Dalam Prakteknya suatu surat gugatan sebelum didaftarkan di PN
harus diberikan materai secukupnya (dewasa ini biaya materai untuk surat
gugatan sebesar Rp. 6000.
c. Tanda Tangan. Suatu gugatan haruslah ditanda tangani oleh si Penggugat
atau oleh kuasanya yang khusus untuk itu (Seorang kuasa tidak dibenarkan
mengajukan gugatan secara lisan).
2. Syarat Materil
a. Identias para Pihak. Dalam suatu surat gugatan harus jelas diuraikan
mengenai identitas dari para penggugat atau tergugat, Identitas itu umumnya
menyangkut : Nama Lengkap, Umur / tempat dan tanggal lahir, Pekerjaan,
dan Alamat atau Domisili.
b. Posita. Posita adalah dalil-dalil konkret tentang adanya hubungan hukum
yang merupakan dasar serta alasan-alasan dari tuntutan (middelen van den
eis)
IV. Penyitaan Dalam Perkara Perdata
A. Tujuan Penyitaan
Adapun tujuan pokok dari penyitaan yakni :
1. Untuk melindungi kepentingan penggugat dari itikad buruk tergugat sehingga
gugatan menjadi tidak hampa (ilusioner), pada saat putusan setelah berkekuatan
hukum tetap.
2. Memberi jaminan kepastian hukum bagi Penggugat terhadap kepastian terhadap
objek eksekusi, apabila keputusan telah berkekuatan hukum tetap.
B. Tata Cara Pelaksanaan Penyitaan
Tata cara sita penyesuaian dapat kita lihat pada Putusan MA pada tanggal 19
Agustus 1982 No.1326 k/Sip/1981, dimana tata caranya adalah :
1. Membuat catatan dalam berita acara.
2. Isi catatan berisikan tentang penjelasan status barang yang hendak disita sedang
dalam sita jaminan atau sedang dalam keadaan dianggunkan.
C. Macam-Macam Penyitaan
1. Penyitaan berdasarkan jenisnya.
a. Penyitaan terhadap barang milik sendiri. Penyitaan ini ditujukan kepada
harta kekayaan penggugat atau kreditur yang berada atau dikuasai oleh
orang lain. Sita jaminan terhadap barang miliknya sendiri ada dua macam,
yaitu:

6
Kelompok 7 Hukum Acara
Anggara Pramana Putra|Surmai Hidayat | M. Roni | Heki Mandri Putra | Kurnia Harianto
a) Sita revindikasi (Revindikatoir) dalam Pasal 260 RBg. Permintaan
untuk mengajukan permohonan sita revindikasi dapat diajukan secara
lisan maupun tertulis kepada ketua Pengadilan Negeri (PN), dimana
tempat orang yang memegang barang tersebut tinggal. Hal ini agar
penyitaan atas barang sitaan jauh lebih mudah.
b) Sita marital (Maritale Beslag) dalam Pasal 823-823j Rv. Sita ini hanya
dapat diajukan terhadap harta perkawinan yakni harta bersama.Tujuan
sita merital jelas untuk menjamin agar harta perkawinan tetap utuh dan
terpelihara sampai perkara mendapat putusan yang berkekuatan hukum
tetap. Maritale beslag atau sita marital merupakan pengkhususan yang
hanya dapat diajukan berhubungan dengan adanya perkara perceraian.
b. Penyitaan terhadap barang milik tergugat (debitur).
Penyitaan terhadap barang milik tergugat biasanya disebut dengan sita
consevatoir (consevatoir beslag) atau disebut sita jaminan. Sita consevatoir
ini merupakan tindakan persiapan dari pihak penggugat dalam bentuk
permohonan kepada ketua pengadilan untuk menjamin dapat
dilaksanakannya putusan perdata. Penyitaan dapat menjaga barang agar
tidak dialihkan atau tidak dijual.
2. Penyitaan Berdasarkan Keadaan Hukum Terhadap Barang Yang Menjadi
Objek Sengketa (Prinsip Sita)
a. Rijdende Beslag.Sita jaminan yang diletakan atas harta kekayaan tergugat
atas permintaan penggugat. Dalam rijdende beslag yang disita adalah sarana
perusahaan.
b. Sita Niet Bevinding. Merupakan sita dimana barang yang ditunjuk
penggugat dalam permohonan sita tidak diketemukan dilapangan pada saat
pelaksanaan penyitaan, sehingga mengakibatkan pelaksanaan sita jaminan
menjadi gagal.
c. Sita Penyesuaian (Vergelijkende Beslag). Merupakan permohonan sita yang
kedua, yang bertujuan untuk menyesuaikan diri pada sita pertama (yang
terdahulu), dimana barang secara nyata telah dipertanggungkan kepada
pihak lain. Jadi barang yang telah diletakan sita, tidak bisa dilakukan sita
untuk yang kedua kalinya. Tindakan yang dibenarkan adalah dilakukan sita
penyesuaian.
3. Penyitaan berdasarkan pelaksanaannya.
a. Sita persiapan (permulaan). Merupakan penyitaan yang dipergunakan
sebagai persiapan agar putusan dapat dilaksanakan apabila telah mempunyai
kekuatan hukum yang tetap. Sita persiapan bertujuan untuk menjaga harta
yang menjadi sengketa (harta terperkara) agar tidak dijual atau pindahkan
haknya kepada orang lain.
b. Sita eksekusi. Merupakan sita yang bertujuan untuk melaksanakan lelang
eksekusi harta tergugat guna memenuhi putusan, apabila keputusan telah
berkekuatan hukum yang tetap.
c. Sita Lanjutan. Sita lanjutan terjadi karena harta kekayaan tereksekusi yang
disita hanya cukup untuk melunasi tagihan pemohon sita pertama,
sedangkan pemohan selanjutnya (pemohon lain) tidak dapat apa-apa dari
pelaksanaan sita eksekusi tadi (sita pertama).
4. Sita berdasarkan jangka waktunya.
a. Sita yang bersifat permanen. Sita yang bersifat permanen biasanya dikaitkan
dengan adanya putusan yang telah berkekuatan hukum tetap. Dengan

7
Kelompok 7 Hukum Acara
Anggara Pramana Putra|Surmai Hidayat | M. Roni | Heki Mandri Putra | Kurnia Harianto
putusan yang berkekuatan hukum tetap, penyitaan kelak dapat dilanjutkan
dengan perintah penyerahan benda atau barang penggugat.
b. Sita yang bersifat temporer. Penyitaan yang diletakan atas harta sengketa
atau harta kekayaan tergugat dimana sifatnya masih berupa sita persiapan
(permulaan) dapat dikatakan bersifat temporer.
V. Pemeriksaan Perkara Perdata di Pengadilan Negeri
A. Penetapan Hari Sidang dan Pemanggilan Para Pihak
Ketua pengadilan menetapkan Hakim untuk memeriksa gugatan sederhana, panitera
menunjuk panitera pengganti untuk membantu hakim dalam memeriksa gugatan
sederhana. Hakim yang berhak menetapkan hari sidang pertama. Dalam hal
penggugat tidak hadir pada hari sidang pertama tanpa alasan yang sah, maka
gugatan dinyatakan gugur, apabila dalam hal tergugat tidak hadir pada sidang
pertama maka dilakukan pemanggilan kedua secara patut, apabila tergugat tidak
hadir pada sidang kedua, maka hakim memutuskan perkara tersebut.
B. Proses Pemeriksaan Perkara Dipersidangan.
Pada hari sidang pertama, hakim wajib mengupayakan perdamaian dengan
memberikan batas waktu tertentu, dalam hal tercapai perdamaian, hakim membuat
putusan akta perdamaian yang mengikat para pihak, terhdapa putusan akta
perdamaian tidak dapat diajukan upaya hukum apapun, dalam hal tercapai
perdamaian di luar persidangan dan perdamaian tersebut tidak dilaporkan kepada
hakim, maka hakim tidak terikat dengan perdamaian tersebut.
C. Replik dan Duplik
a. Replik. Jawaban pengugat baik secara lisan maupun tulisan terhadap jawaban
tergugat atas gugatannya. Replik diajukan oleh penggugat untuk meneguhkan
gugatannya tersebut, dengan cara mematahkan berbagai alasan dalam penolakan
yang dikemukakan tergugat didalam jawabannya.
b. Duplik. Jawaban tergugat terhadap suatu replik yang diajukan oleh penggugat.
Sama juga halnya dengan replik, duplik ini juga bisa diajukan baik dalam
bentuk tulis maupun bentuk lisan.
D. Gugat Balik
Gugat balas yang diajukan oleh tergugat terhadap Penggugat. Terhadap jawaban ini
tergugat biasanya menyusun berdasarkan dalil – dalil yang dikemukakan oleh
Penggugat adakalanya jawaban tersebut berisikan pengakuan tetapi juga dapat
berupa bantahan ataupun fakta-fakta lain.
E. Intervensi
Masuknya pihak ketiga kedalam perkara yang sedang berjalan, pihak yang
berkepentingan tersebut melibatkan diri dalam perkara yang sedang berjalan itu.
Intervensi itu sendiri ada : 2 (dua) macam yaitu :
a. Tussenkomst. (Menengah). Adalah masuknya pihak ketiga atas kemauan sediri
kedalam pekara yang sedang berjalan, pihak ketiga ini tidak memihak kepada
salah satu pihak tetapi ia hanya memperjuangkan kepentingannya sendiri.
b. Voeging/menyertai. percampuran pihak ketiga dalam proses perkara gugatan
dan menggabungkan diri kepada salah satu pihak, apakah penggugat ataukah
tergugat hal ini dilakukan untuk membantu salah satu pihak baik pihak
penggugat atau pihak tergugat.

8
Kelompok 7 Hukum Acara
Anggara Pramana Putra|Surmai Hidayat | M. Roni | Heki Mandri Putra | Kurnia Harianto
VI. Pembuktian Dalam Perkara Perdata
A. Pengertian dan Tujuan Pembuktian
a. Pengertian. Pembuktian merupakan bagian dari hukum acara perdata yang
bersifat spesifik dan menentukan, hal ini dikarenakan pembuktian digunakan
oleh hakim untuk memutuskan suatu perkara perdata.
b. Tujuan Pembuktian. Pembuktian bertujuan untuk para pihak diberi
kesempatan untuk menunjukkan kebenaran terhadap fakta-fakta hukum yang
menjadi pokok sengketa serta pembuktian bertujuan untuk mempermudah
hakim dalam rangka proses mengadili dan memutus perkara tergantung
terhadap pembuktian para pihak di persidangan.
B. Beban Pembuktian
Untuk menentukan beban pembuktian itu ada pada pihak mana, akan kita lihat
bunyi kalimat Pasal 163 HIR, Pasal 283 Rbg, Pasal 1865 BW tersebut di atas
sebagai berikut:
a. Barang siapa yang mengatakan mempunyai hak, dia harus membuktikan adanya
hak itu. Biasanya penggugat yang mengatakan mempunyai hak, maka
penggugatlah yang harus diberi beban pembuktian lebih dahulu. Contoh : A
mengajukan gugatan atas tanah yang dimiliki oleh B, maka A harus
menunjukkan bukti-bukti yang kuat seperti surat tanah kepada pengadilan
karena A lah yang memulai gugatan tersebut.
b. Barang siapa yang menyebutkan suatu peristiwa untuk meneguhkan haknya, dia
harus membuktikan adanya peristiwa tersebut. Apabila yang menyebutkan
peristiwa itu penggugat, maka dialah yang harus membuktikan, beban
pembuktian ada pada penggugat. Tetapi apabila yang menyebutkan peristiwa itu
tergugat, maka dialah yang harus membuktikan adanya peristiwa itu, beban
pembuktian ada pada tergugat. Contoh : Nabila ingin mengajukan gugatan
perceraian kepada pengadilan atas perlakuan kasar suaminya Budi, Nabila
memiliki kewajiban memnceritakan peristiwa perlakuan kasar suaminya beserta
bukti, bagian tubuh mana yang dikasari suaminya.
c. Barang siapa yang menyebutkan suatu peristiwa untuk membantah adanya hak
orang lain, dia harus membuktikan adanya peristiwa itu. Jika yang menyebut
peristiwa itu penggugat, beban pembuktian ada pada penggugat, dan jika yang
menyebutkan peristiwa itu tergugat, maka beban pembuktian ada pada tergugat.
Contoh : Bila A menggugat B atas tanah di daerah Air Tawar Barat, tapi B
tidak merasa tanah itu merampas tanah A maka B membuktikan hak atas tanah
tersebut.
C. Macam-Macam Alat Bukti.
Alat-alat bukti yang diperkenankan di dalam persidangan disebutkan dalam pasal
164 HIR yang terdiri dari :
a. Bukti Surat. Segala sesuatu memuat tanda-tanda bacaan yang dimaksudkan
untuk menurahkan isi hati atau hendak menyampaikan pemikiran seseorang dan
digunakan sebagai pembuktian.
b. Bukti Saksi. Kepastian yang diberikan kepada hakim dipersidangan tentang
peristiwa yang disengketakan dengan jalan pemberitahuan secara lisan dan
pribadi oleh orang yang bukan salah satu pihak dalam perkara, yang dipanggil
di persidangan.
c. Persangkaan. Kesimpulan yang oleh undang-undang atau hakim ditarik dari
suatu peristiwa lain yang belum terang nyata kearah peristiwa lain yang belum
terang kenyataannya, yaitu yang didasarkan atas undang-undang

9
Kelompok 7 Hukum Acara
Anggara Pramana Putra|Surmai Hidayat | M. Roni | Heki Mandri Putra | Kurnia Harianto
(praesumptiones juris) dan yang merupakan kesimpulan-kesimpulan yang
ditarik oleh hakim (pboleh raesumptiones facti).
d. Pengakuan. Merupakan keterangan sepihak, karena tidak memerlukan
persetujuan dari pihak lawan.
e. Sumpah. Suatu pernyataan yang khidmat yang diberikan atau diucapkan pada
memberi janji atau keterangan, dengan mengingat akan sifat Mahakuasa dari
pada Tuhan, dan percaya bahwa siapa yang memberi keterangan atau janji yang
tidak benar akan dihukum oleh-Nya.
VII. Putusan Hakim Dalam Perkara Perdata.
A. Pengertian Putusan
Suatu pernyataan oleh hakim yang diucapkan dalam persidangan perkara
perdata yang terbuka untuk umum setelah melalui proses dan prosedural
hukum acara perdat, putusan tersebut dibuat dalam bentuk tertulis yang
bertujuan untuk menyelesaikan suatu perkara.
B. Format Putusan Pengadilan
Susunan dan isi putusan hakim dalam perkara perdata memuat hal-hal sebagai
berikut
a. Kepala Putusan. Setiap Putusan Hakim harus dimulai dengan kata-kata
“Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”. Maksudnya
agar hakim dalam menjalankan peradilan tidak hanya bertanggung jawab
kepada hukum, diri sendiri, kepada rakyat tetapi bertanggung jawab juga
kepada Tuhan Yang Maha Esa.
b. Nomor Registrasi Perkara. Nomor Register ini dicantumkan dibawah
kata “Putusan’ di atas kata-kata “ Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan
Yang Maha Esa” hal ini penting karena bukti bahwa perkara yang
tercantum dalam putusan memang benar terdaftar, disidangkan dan diputus
oleh pengadilan tersebut.
c. Nama Pengadilan Yang Memutuskan Perkara. Nama pengadilan
tempat memutus perkara juga tercantum dalam isi susunan putusan. Hal ini
berkorelasi dengan kompetensi relatif bahwa benar putusan telah
dijatuhkan oleh Pengadilan Negeri yang bersangkutan.
d. Identitas Para Pihak. Para pihak dalam perkara dapat sebagai penggugat,
tergugat, pembantah, pelawan. Pencantumannya meliputi nama, umur,
pekerjaan, alamat kantor atau domisili kuasa bila perkara itu dikuasakan.
e. Tentang Duduknya Perkara. Berisikan hal-hal : a.) dalil gugatan
(fundamentum petendi), jawaban, replik, duplik dan konklusi atau
kesimpulan. b.) Alat-alat bukti yang diajukan oleh para pihak di
persidangan, baik bukti tertulis, keterangan saksi, persangkaan, sumpah
sehingga dapat dimengerti apa yang menjadi pokok perkara serta cara dan
proses pemeriksaan yang berlangsung.
f. Tentang Hukumnya. Pertimbangan hukum akan menentukan nilai dari
suatu putusan hakim sehingga aspek pertimbangan hukum oleh hakim
harus disikapi secara teliti, baik dan cermat. Penyusunan pertimbangan
(konsiderans) putusan dipergunakan dengan kata-kata, “menimbang,
bahwa….”.
g. Amar Putusan (Diktum). Amar putusan hakim merupakan aspek penting
dan merupakan isi dari putusan itu sendiri dan dimulai dengan kata:
“Mengadili.”

10
Kelompok 7 Hukum Acara
Anggara Pramana Putra|Surmai Hidayat | M. Roni | Heki Mandri Putra | Kurnia Harianto
h. Tanggal Musyawarah atau Putusan perkara tersebut dan Pernyataan
Bahwa putusan tersebut diucapkan dalam persidangan Terbuka
untuk Umum. Tanggal musyawarah atau putusan dicantumkan untuk
membenarkan pengadilan atas perkara perdata tersebut benar adanya serta
tanggal musyawarah atau diputuskan perkara itu haruslah dilakukan secara
terpisah dengan tanggal putusan diucapkan dalam persidangan terbuka
untuk umum.
i. Keterangan Tentang Hadir atau Tidaknya Pihak-pihak Pada Saat
Putusan Dijatuhkan. Hal ini ditegaskan dalam putusan agar pihak
berkepentingan dan pihak ketiga mengetahui bahwasanya putusan telah
dijatuhkan dengan kehadiran atau ketidakhadiran para pihak berperkara.
j. Nama, Tanda Tangan Majelis Hakim, Panitera Pengganti Yang
Bersidang, Materai, Perincian Biaya Perkara Dan Catatan Panitera
Pengganti. Penanda tanganan tersebut serta pencantuman nama maka
putusan hakim menjadi akta otentik dan merupakan pertanggung jawaban
secara yuridis dari hakim yang bersangkutan. Terakhir yang dicantumkan
dalam putusan hakim adalah perincian biaya perkara yang meliputi: biaya
putusan, redaksi putusan, biaya materai, biaya panggilan-panggilan, dan
lain-lain.
C. Macam-Macam Putusan
a. Putusan yang bukan Putusan Akhir
Lazim disebut dengan istilah: putusan sela, putusan antara, tussen vonis,
putusan sementara atau interlocutoir vonnis yaitu “putusan yang
dijatuhkan oleh hakim sebelum memutus pokok perkaranya, dimaksudkan
agar mempermudah kelanjutan pemeriksaan perkara”. Putusan sela dapat
berupa :
a) Putusan Preparator (preparatoir vonnis) yaitu putusan yang dijatuhkan
oleh hakim guna mempersiapkan dan mengatur pemeriksaan perkara.
Misalnya: putusan yang menolak atau menerima penundaan sidang
dikarenakan alasan yang tidak dapat diterima atau putusan yang
memerintahkan pihak tergugat datang menghadap sendiri di
persidangan Pengadilan Negeri.
b) Putusan Interlokutor (interlocutoir vonnis) yaitu putusan sela yang
dijatuhkan oleh hakim dengan amar berisikan perintah pembuktian dan
dapat mempengaruhi pokok perkara. Misalnya: putusan berisi perintah
untuk mendengar keterangan ahli.
c) Putusan Provisionil (provisionil vonnis) yaitu putusan (karena adanya
hubungan dengan pokok perkara) menetapkan suatu tindakan
sementara bagi kepentingan salah satu pihak berperkara. Misalnya
dalam perkara perceraian yang sedang diadili oleh Pengadilan Negeri,
baik sebagai penggugat maupun sebagai tergugat, isteri mohon izin
kepada hakim boleh meninggalkan rumah suaminya selama
berlangsung persidangan dan hakim dalam putusan provisionil dapat
menunjukkan rumah di mana isteri itu harus tinggal
d) Putusan Insidentil (incidentele vonnis) adalah penjatuhan putusan
hakim berhubung adanya “insiden” atau bisa disebut timbulnya
kejadian yang menunda jalannya perkara. Misalnya: ketika
pemeriksaan sedang berlangsung salah satu pihak berperkara mohon
agar saksinya didengar, atau diperkenankan seseorang atau pihak ketiga
masuk dalam perkara

11
Kelompok 7 Hukum Acara
Anggara Pramana Putra|Surmai Hidayat | M. Roni | Heki Mandri Putra | Kurnia Harianto
b. Putusan Akhir
Lazim disebut dengan istilah: “Eind vonnis”, atau “final judgement” yaitu
putusan dijatuhkan oleh hakim sehubungan dengan pokok perkara dan
mengakhiri perkara pada tingkat peradilan tertentu. Putusan Akhir dapat
dibedakan :
a) Putusan Deklaratoir (declaratoir vonnis) adalah putusan yang
dijatuhkan oleh hakim dengan sifat menerangkan hal mana ditetapkan
suatu keadaan hukum atau menentukan benar adanya situasi hukum
yang dinyatakan oleh pemohon. Misalnya: oleh hakim ditetapkan
bahwa seorang anak tertentu adalah anakyang sah, ditetapkan tentang
kelahiran seseorang dan penetapan seseorang sebagai ahli waris,
b) Putusan Konstitutif (constitutive vonnis) adalah putusan hakim yang
meniadakan atau menciptakan suatu keadaan hukum. Misalnya, hakim
menjatuhkan putusan untuk berakhirnya pasangan suami istri dan
pemutusan suatu perjanjian.
c) Putusan Kondemnatoir (condemnatoir vonnis) adalah putusan yang
menghukum pihak yang dikalahkan untuk memenuhi prestasi.
Misalnya: Hakim menjatuhkan putusan pihak perusahaan B telah
menjiplak produk perusahaan A sehingga Perusahaan B harus
membayar denda serta ganti rugi yang di alami oleh perusahaan A.
d) Putusan Kontradiktoir (contradictoir vonnis) adalah putusan yang
dijatuhkan oleh hakim dalam hal tergugat pernah datang menghadap di
persidangan walaupun ia tidak memberi perlawanan atau pengakuan.
Misalnya: penggugat menggugat tergugat karena masalah utang
piutang di Pengadilan Negeri. Setelah dipanggil dengan sah dan patut,
tergugat pada persidangan datang dan untuk selanjutnya tidak pernah
datang lagi hingga perkara selesai diperiksa.
e) Putusan Verstek (verstek vonnis) adalah putusan yang dijatuhkan oleh
hakim dalam hal tergugat tidak pernah hadir di persidangan meskipun
telah dipanggil secara patut untuk datang menghadap. Misalnya A dan
B melaksanakan sidang perceraian si B suaminya selalu tidak hadir
dalam persidangan tersebut walaupun sudah dipanggil secara patut
oleh pihak pengadilan sehingga hakim menjatuhkan putusan untuk
menuntaskan kasus perceraian tersebut.
D. Kekuatan Putusan Hakim. Terdapat tiga macam kekuatan putusan hakim,
yaitu :
a. Kekuatan Mengikat. Putusan yang telah mempunyai kekuatan hukum
tetap bersifat mengikat. Sifat mengikat putusan bertujuan untuk
menetapkan suatu hak atau suatu hubungan hukum antara pihakpihak yang
berperkara, atau menetapkan suatu keadaan hukum tertentu, atau untuk
melenyabkan keadaan hukum tertentu.
b. Kekuatan Pembuktian. Putusan hakim yang telah mempunyai kekuatan
hukum yang tetap, dapat digunakan sebagai alat bukti oleh pihak yang
berperkara, sepanjang mengenai peristiwa yang telah ditetapkan dalam
putusan itu.
c. Kekuatan Untuk Dilaksanakan. Putusan hakim yang telah memperoleh
kekuatan hukum yang tetap, memperoleh kekuatan pasti. Dengan demikian
mempunyai kekuatan untuk dilaksanakan (executoriale kracht). Bagi pihak
yang telah dinyatakan kalah dalam perkara, berkewajiban untuk
melaksanakan putusan dengan kemauannya sendiri.

12
Kelompok 7 Hukum Acara
Anggara Pramana Putra|Surmai Hidayat | M. Roni | Heki Mandri Putra | Kurnia Harianto
VIII. Upaya Hukum dan Pelaksanaan Putusan Perkara Perdata
A. Upaya hukum terhadap Putusan Pengadilan
a. Upaya Hukum Biasa
Upaya hukum biasa pada asasnya terbuka untuk setiap Putusan selama
tenggang waktu yang ditentukan oleh undang-undang, wewenang untuk
menggunakannya hapus dengan menerima putusan. Upaya hukum biasa
ini bersifat menghentikan pelaksanaan putusan untuk sementara. Upaya
hukum biasa adalah :
a) Perlawanan (Verzet). Upaya hukum terhadap putusan yang
dijatuhkan pengadilan terhadap putusan tanpa hadirnya pihak tergugat,
pada asasnya perlawanan ini disediakan bagi pihak tergugat yang
dikalahkan. Contoh : Si A /Penggugat (pihak yang menang)
melawan si B/Tergugat ( yang dikalahkan ) telah mengajukan
permohonan eksekusi kepada Ketua Pengadilan Negeri yang
berwenang untuk menjalankan putusan hakim (eksekusi). Si C (pihak
ketiga) yang menguasai obyek sengketa yang telah mengetahui
rencana eksekusi yang akan dijalankan terhadap obyek/tanah sengketa
yang dikuasainya secara fisik mengajukan gugatan perlawanan (derden
verzet) dan permohonan penundaan eksekusi dengan dalil-dalil “hak
milik” ( bukan dari para pihak yang berperkara).
b) Banding. Upaya hukum banding dilakukan apabila salah satu pihak
baik pihak Penggugat atau pihak Tergugat tidak menerima suatu
putusan pengadilan karena merasa hak-hak nya terserang oleh akibat
adanya putusan itu. Upaya hukum banding diadakan oleh Pembuat
undang-undang karena dikhawatirkan hakim adalah manusia biasa
yang bisa saja membuat kesalahan dalam menjatuhkan putusan.maka
dibukalah kemungkinan bagi orang yang dikalahkan untuk
mengajukan upaya hukum banding ke Pengadilan Tinggi. Contoh :
Perceraian artis dewi hughes dengan mantan suaminya, afin, yang
pernah menjadi berita besar di media massa merupakan salah satu
contoh kasus yang menarik. Gugatan cerai hughes dikabulkan oleh
pengadilan agama (pa) jaksel. PA menetapkan bahwa pembagian harta
gono-gini atau harta bersama yang di kumpulkan suami istri ketika
terikat perkawinan adalah 50 : 50. Atas ketetapan itu, hughes naik
bandung karena menurutnya harta yang dianggap afin sebenarnya harta
milik hughes sendiri. Selain itu, selama perkawinan hughes merasa
telah bekerja lebih keras, sedangkan afin hanya bertindak sebagai
manajer hughes beberapa saat setelah menikah, menurut perarturan
yang berlaku, manajer berhak sepuluh persen 10% dari honor yang
diperoleh klien
b. Upaya Hukum Luar Biasa
Suatu putusan akan memperoleh kekuatan hukum yang pasti apabila tidak
tersedia lagi upaya hukum biasa. Untuk putusan yang telah memperoleh
kekuatan hukum yang pasti ini, tersedia upaya hukum istimewa. Upaya
hukum istimewa ini hanyalah dibolehkan dalam hal-hal tertentu yang
disebut dalam undang-undang saja. Yang termasuk upaya hukum luar
biasa :
a) Peninjauan Kembali. Suatu upaya untuk memeriksa dan mementahkan
kembali suatu putusan Pengadilan yang telah berkekuatan Hukum
tetap, guna membatalkannya. Permohonan Peninjauan Kembali tidak

13
Kelompok 7 Hukum Acara
Anggara Pramana Putra|Surmai Hidayat | M. Roni | Heki Mandri Putra | Kurnia Harianto
menghalangi jalannya Eksekusi atas Putusan yang telah berkekuatan
hukum tetap. Contoh : Pada tahun 2013 Antasari Azhar mengajukan
uji materi Pasal 268 ayat 3 KUHAP ke Mahkamah Konstitusi (MK).
Uji materi ke MK dilakukan untuk menilai apakah suatu pasal atau
undang-undang bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945
(UUD 45). Antasari yang merupakan terpidana 18 tahun dalam kasus
pembunuhan Nasrudin Zulkarnain merasa dirinya belum mendapat
keadilan dengan upaya PK yang pernah Ia lakukan. dalam perkara
Herizal bin Arsyad Nashyur (putusan no. 1871 K/Pid/2005).
b) Perlawanan Pihak Ketiga (Derdenverzet). Suatu Perlawanan yang
dilakukan oleh Pihak Ketiga yang tadinya tidak ada sangkut paut nya
dengan perkara akan tetapi putusan itu telah merugikan pihak ketiga
tersebut, berdasarkan pasal 207 HIR, maka pihak ketiga yang
melakukan perlawanan atau bantahan harus mengajukan perlawanan
tersebut secara tertulis atau secara lisan. Contoh : Pelawan sebagai
pemilik dari objek sengketa yang di sita eksekusi oleh Pengadilan
Negeri, Karena merasa dirugikan dengan adanya putusan yang
diputuskan oleh hakim. Maka, Pelawan mengajukan gugatan
perlawanan terhadap Putusan yang telah mempunyai kekuatan hukum
tetap. Agar Pelawan bisa mendapatkan kembali haknya dan
pelaksanaan sita eksekusi diangkat. pelawan mengajukan perlawanan
pihak ketiga terhadap sita eksekutorial dalam perkara perdata di
Pengadilan Negeri Surakarta.
B. Pelaksanaan Putusan Pengadilan (Eksekusi)
Eksekusi adalah Pelaksanaan secara resmi suatu putusan Pengadilan di bawah
Pimpinan ketua Pengadilan Negeri, bahwa eksekusi itu haruslah diperintah
secara resmi oleh Ketua Pengadilan Negeri yang berwenang sebagai
pelaksanaan atas suatu putusan Pengadilan yang telah mempunyai Keputusan
Hukum yang tetap. Untuk menjalankan eksekusi ada beberapa hal yang
menjadi azas-azas dari eksekusi yaitu :
a. Eksekusi dijalankan terhadap Putusan yang telah berkekuatan hukum
tetap.
b. Eksekusi dijalankan terhadap Putusan yang tidak mau dijalankan secara
sukarela. Pada prinsipnya eksekusi merupakan tindakan paksa yang
dijalankan oleh pengadilan, jika pihak yang kalah mau menjalankan
sendiri putusan Pengadilan maka tindakan eksekusi harus disingkirkan.
c. Putusan yang dapat di eksekusi adalah putusan yang bersifat
Comdemnatoir. Artinya pada putusan itu mengandung dictum yang
bersifat penghukuman.

Dalam menjalankan eksekusi ada beberapa jenis pelaksanaan dari eksekusi


itu sendiri Yaitu :
a. Eksekusi putusan yang menghukum pihak yang dikalahkan untuk
membayar sejumlah uang, prestasi yang diharapkan adalah membayar
sejumlah uang.
b. Eksekusi putusan yang menghukum orang untuk melakukan suatu
perbuatan, pihak yang dimenangkan dapat meminta kepada hakim agar
kepentingan yang akan diperolehnya dinilai dengan uang.
c. Eksekusi Riil merupakan pelaksanaan prestasi yang dibebankan kepada
debitur oleh putusan hakim secara langsung. Jadi eksekusi riilitu adalah

14
Kelompok 7 Hukum Acara
Anggara Pramana Putra|Surmai Hidayat | M. Roni | Heki Mandri Putra | Kurnia Harianto
pelaksanaan putusan yang menuju kepada hasil yang sama seperti apabila
dilaksanakan secara sukarela.

Untuk dapat menjalankan eksekusi maka dapat kita pedomani tata cara
dalam melakukan eksekusi yaitu :
a. Pelaksanaan eksekusi atas perintah dan/atau di pimpin Ketua Pengadilan
Negeri. Pelaksanaan eksekusi ini dilakukan atas perintah Ketua
Pengadilan Negeri yang pada tingkat pertama memeriksa perkara itu, jika
eksekusi seluruhnya atau sebagian berada diluar daerah hukum pengadilan
tersebut maka Ketua Pengadilan meminta bantuan dari ketua pengadilan
yang bersangkutan untuk menjalankan putusan itu. Jika dalam
pelaksanaan putusan itu ada perlawanan dari pihak ketiga maka akan
diserahkan kembali kepada ketua Pengadilan yang memutus perkara
tersebut.
b. Sebelum dilaksanakan Eksekusi, diberikan Peringatan (Aanmaning). Jika
pihak yang dikalahkan tidak mau atau lalai dalam memenuhi isi putusan
tersebut dengan kemauannya sendiri, maka pihak yang dimenagkan dapat
memasukkan permintaan kepada ketua Pengadilan Negeri untuk
menjalankan putusan tersebut, kemudian Ketua Pengadilan akan
memanggil pihak yang kalah supaya dapat memenuhi Putusan tersebut
dalam jangka waktu yang ditentukan oleh ketua selama-lamanya 8
(delapan) hari.
c. ika tidak mengindahkan Peringatan dilakukan sita eksekusi. Jika sesudah
lewat waktu yang ditentukan belum juga di penuhi putusan tersebut, atau
sesudah dipanggil secara patut tidak juga menghadap maka ketua
Pengadilan Negeri karana jabatannya memberikan perintah secara tertulis
supaya disita sejumlah barang bergerak atau barang tetap dari pihak yang
kalah sehingga cukup untuk pengganti sejumlah uang yang disebut dalam
putusan.
d. Penyitaan dilakukan oleh Panitera atau orang lain yang ditunjuk ketua
Pengadilan. Penyitaan tersebut dilakukan oleh panitera pengadilan negeri
atau kalau panitera berhalangan maka digantikan oleh orang lain yang
ditunjuk oleh ketua Pengadilan Negeri.
e. Sita Eksekusi dilakukan dengan dua orang saksi. Pelaksanaan eksekusi
tersebut dilakukan dengan dihadiri oleh 2 orang saksi yang nama ,
pekerjaan dan tempat tinggalnya disebutkan dalam berita acara.
f. Penyitaan terhadap benda bergerak tidak boleh atas Hewan dan Perkakas
untuk Pencarian. Penyitaan terhadap barang boleh dilakukan apa saja akan
tetapi tidak boleh dilakukan atas hewan dan perkakas yang sungguh
berguna dalam menjalankan pencariannya sendiri.
g. Barang yang disita tetap berada pada orang yang disita atau ditempat
penyimpanan yang patut. Berdasarkan situasi dan kondisi maka panitera
membiarkan agar barang tersebut tetap berada pada orang yang disita.
h. Penyitaan benda tidak bergerak dilakukan dengan mengumumkan berita
acara penyitaan terebut. Terhadap benda tidak bergerak maka berita acara
penyitaan harus diumumkan kepada masyarakat dengan menempel Berita
acara tersebut di papan Pengumuman.
i. Penjualan barang sitaan dilakkan dengan Bantuan kantor lelang dengan
nilai paling rendah Rp. 300. Penjualan barang sitaan itu dilakukan dengan
bantuan kantor lelang.

15
Kelompok 7 Hukum Acara
Anggara Pramana Putra|Surmai Hidayat | M. Roni | Heki Mandri Putra | Kurnia Harianto
HUKUM ACARA PIDANA

Penegertian
Hukum acara pidana adalah ketentuan ketentuan hukum yang mengatur mengenai tata cara
bagaimana menyelenggarakan atau mempertahankan hukum pidana materilnya yang memuat
tentang hak dan kewajiban dari mereka yang tersangkut dalam perkara pidana.
Contoh : si A mencuri motor si B, si B dapat melaporkan kejadian ini ke pengadilan dengan
membawa bukti bukti yang mendukung, jika si B menginginkan motor nya kembali tanpa
ganti rugi, hakim hanya sebatas menjalankan apa yang di inginkan si penggugat.tidak boleh
menambah nambah.

Sifat
Sifat hukum acara pidana yaitu bersifat public. Maksud bersifat public adalah menyangkut
kepada orang dengan Negara, artinya permasalahan itu berhubungan dengan satu individu
baik dalam bentuk masalah dengan perusahaan, lembaga atau instansi terkait atau dengan
negaranya sendiri. Hukum pidana bersifat public karena berhubungan dengan
masyarakat,instansi kelembagaan.
Contohnya: maling sepeda motor, artinya kasus itu tidak semata mata dipermasalahkan oleh
satu orang saja akan tetapi pihak lain yang lebih berwenang yaitu kepolisian dan akan
merugikan Negara.

Tujuan
a. Mencari dan menemukan kebenaran materil,yaitu kebenaran yang selengkap lengkapnya
dari suatu perkara pidana dengan menerapkan ketentuan hukum secara jujur dan tepat,
dengan tujuan untuk menemukan pelakunya yang dapat di dakwakan telah melakukan
pelanggaran hukum, kemudian meminta pemeriksaan serta putusan pengadilan untuk
menentukan apakah terbukti telah melakukan tindak pidana dan apakah orang yang
didakwakan tersebut dapat dipersalahkan.
b. Memperoleh pmutusan hakim. Keputusan hakim dalam perkara pidana bersifat
menghukum,membebaskan dan melepaskan.melaksanakan putusan haki.yang
melaksanakan putusan pengadilan adalah jaksa yaitu pejabat yang diberikan wewenang
oleh undang-undang ini untuk bertindak sebagai penuntut umum dan melaksanakan
putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap.

Sejarah perkembangan hukum acara pidana


a) Sebelum zaman Kolonial
Pada masa ini tidak mengenal perbedaan hukum acara pidana dan hukum
acara perdata. Pada masa ini masyarakat bersifat kosmis yaitu meliputi segala-
galanya. Manusia adalah bagian dari alam, tidak ada batas antara dunia lahir dan gaib,
antara manusia dan makhluk lain. Segala sesuatu bercampur dan saling
mempengaruhi. Aliran ini pemeikiran ini melatar belakangi hukum pidana adat.
Menurut aliran ini yang penting adalah keseimbangan atau keharmonisan antar dunia
lahir dan gaib, antara manusia seluruhnya dengan orang perorangan antara
persekutuan dengan masyarakat.
b) Zaman penjajahan belanda

16
Kelompok 7 Hukum Acara
Anggara Pramana Putra|Surmai Hidayat | M. Roni | Heki Mandri Putra | Kurnia Harianto
Pada tanggal 1 Mei 1948 diberlakukan IR (Inlands Reglement)untuk jawa dan
Madura. Reglement ini berisi hukum acara pidana dan acara perdata, yang kemudian
mengalami beberapa kali perubahan dan akhirnya bernama HIR (herziene Inlands
Reglement) dengan staadblad 1941 no.44 dari perubahan IR ke HIR, lembaga
penuntut umumnyadisebut Openbaar Ministerie (hamzah 1996:50). Pembentukan
lembaga ini meupakan hadiah dari belanda untuk golongan bumi putra. Pembentukan
lembaga ini hanya ada dikota-kota seperti Jakarta,semarang,Surabaya, bandung, dan
malang. Dan diluar kota tersebut lembaga penuntut umum masih merupakan jabatan
rangkap pamong praja (Asisten Resident).
Dijawa dan madura hukum acara pidana yang berlaku adalah HIR yaitu
berlaku dikota-kota besar, dan dikota lain berlaku IR untuk daerah luar jawa dan
madura. Karena luar jawa dan madura berlaku macam-macam hukum acara, maka
hukum acara untuk luar jawa dan madura disatukan dalam bentuk Rbg ( Rechts
reglement voor de Buitengewesten/ stb 1927 no.22) yang berlaku pada tanggal 1 juli
tahun 1926. Peradilan tertinggi yang meliputi seluruh Hindia Belanda adalah
hooggerechtshof.
c) Zaman penjajahan jepang
Pada zaman jepang umumnya tidak terjadi perubahan yang mendasar, semua
ketentuan hukum acara pidana yang berlaku pada zaman belanda tetap diberlakukan
pada zaman jepang. Pemberlakuan ini didasarkan pada undang-undang No.1 tahun
1942 yang berlaku mulai tanggal 7 maret 1942. Aturan peralihan UU no.1 tahun 1942
menyatakan : “semua badan-badan pemerintahan dan kekuasaannya, hukum di
undang-undang dari pemerintahan yang terdahulu tetap diakui sah untuk sementara
waktu asal tidak bertentangan dengan aturan pemerintah militer Jepang.” Dengan
demikian IR dan HIR tetap berlaku (Hamzah, 1996:55).
Pada zaman pendudukan jepang, pada umumnya tidak terjadi perubahan aasi
kecuali hapusnya Raad van justitie sebagai pengadilan untuk golongan Eropa. Dengan
undang-undang (osamu serei) nomor 1 tahun 1942 yang mulai berlaku pada tanggal 7
maret 194, dikeluarkan aturan peralihan dijawa dan madura. Dengan demikian, acara
pidana pun pada umumnya tidak berubah, HIR dan Reglement voor de
Buitengewesten serta Landgerechtsreglement berlaku untuk pengadilan negeri (Tihoo
Hooin). Pengadilan tinggi (koot Hooin) den pengadilan Agung (Saiko Hooin).
Susunan pengadilan ini diatur dengan Osamu Serei nomor 3 tahun 1942 tanggal 20
september 1942.
d) Pada masa proklamasi kemerdekaan
Pada umumnya hukum acara pidana pada masa pendudukan jepang masih
tetap berlaku pada masa Republik Indonesia. Hal ini sesuai dengan pasal II aturan
Peralihan UUD 1945, yang berbunyi: “segala badan negara dan peraturan yang ada
masih tetap berlaku selama belum diadakan yang baru menurut UUD ini.”
Hukum acara pidana menurut UU Drt no.1 tahun 1951. Dengan UU Drt no 1
tahun 1951 telah dilakukan unifikasi hukum acara pidana dan susunan pengadilan
pasal 6 UU Drt no.1 tahun1951 menetapkan bahwa hukum acara pidana sipil berlaku
untuk semua pengadilan negeri dan penuntut umum. Untuk pengadilan tinggi berlaku

17
Kelompok 7 Hukum Acara
Anggara Pramana Putra|Surmai Hidayat | M. Roni | Heki Mandri Putra | Kurnia Harianto
HIR sebagai pedomannya. Sedangkan pada perkara ringan (ROL) berlaku
Landgerecht Reglement, staadblad 1941 no 317 jo stb 1917 no.1323
e) Lahirnya kitab undang-undang hukum acara pidana
Setelah lahirnya orde baru terbukalah kesempatan untuk membangun segala
segi kehidupan. Puluhan undang – undang diciptakan, terutama merupakan pengganti
peraturan warisan kolonial. Sejak Oemar Seno Adji menjabat Menteri Kehakiman,
dibentuk suatu panitia di departemen Kehakiman yang bertugas menyusun suatu
rencana undang – undang Hukum Acara Pidana. Pada waktu Mochtar
Kusumaatmadja menggantikan Oemar Seno Adji menjadi Menteri Kehakiman,
penyempurnaan rencana itu diteruskan. Pada Tahun 1974 rencana terseut dilimpahkan
kepada Sekretariat Negara dan kemudian dibahas olehwmpat instansi, yaitu
Mahkamah Agung, Kejaksaan Agung, Hankam termasuk didalamnya Polri dan
Departemen Kehakiman.
Setelah Moedjono menjadi Menteri Kehakiman, kegiatan dalam penyusunan
rencana tersebut diitensifkan. Akhirnya, Rancangan Undang – undang Hukum Acara
Pidana itu disampaikan kepada Dewan Perwakilan Rakyat untuk dibahas dengan
amanat Presiden pada tanggal 12 September1979 Nomor R.08/P.U./IX/1979.Yang
terakhir menjadi masalah dalam pembicaran Tim Sinkronisasi dengan wakil
pemerintah, ialah pasal peralihan yang kemudian dikenal dengan Pasal 284.Pasal 284
ayat (2) menjajikan bahwa dalam 2 tahun akan diadakan perubahan peninjauan
kembali terhadap hukum acara pidana khusus seperti misalnya yang terdapat dalam
Undang – undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Tapi kenyataannya setelah 19 tahun berlakunya KUHAP, tidak ada tanda –
tanda adanya usaha untuk meninjau kembali acara khusus tersebut, bahkan dengan PP
Nomor 27 Tahun 1983 telah ditegaskan oleh Pemerintah bahwa penyidikan delik –
delik dalam perundang – undangan pidana khusus tersebut, dilakukan oleh
Penyidik,Jaksa, Pejabat Penyidik yang berwenang yang lain, berdasarkan peraturan
perundang – undangan (Pasal 17 PP Nomor 27 Tahun 1983).
Rancangan Undang – Undang Hukum Acara Pidana disahkan oleh siding
paripurna DPR pada tanggal 23 September 1981, kemudian Presiden mensahkan
menjadi undang – undang pada tanggal 31 Desember 1981 dengan nama Kitab
Undang – Undang Acara Pidana (Undang – undang Nomor 8 Tahun 1981, LN 1981
Nomor 76, TLN Nomor 3209.

Sumber-Sumber Hukum Acara Pidana

1. UUD 1945
Dalam Pasal 24 ayat (1) “Kekuasaan Kehakiman dilakukan oleh sebuah
Mahkamah Agung dan lain-lain badan kehakiman menurut undang-undang”, dan
Ayat (2) “Susunan dan badan-badan kehakiman itu diatur dengan undang-undang”.
Dalam Pasal 25 menyatakan “Syarat-syarat untuk menjadi dan diberhentikan sebagai
hakim ditetapkan dengan undang-undang”, dalam penjelasan Pasal Pasal 24 dan 25
dijelaskan “Kekuasaan kehakiman ialah kekuasaan yang merdeka artinya terlepas
dari pengaruh kekuasaan pemerintah. Berhubung dengan itu harus diaadakan

18
Kelompok 7 Hukum Acara
Anggara Pramana Putra|Surmai Hidayat | M. Roni | Heki Mandri Putra | Kurnia Harianto
jaminan dalam undang-undang kedudukanya para hakim”. Dalam Pasal II Aturan
Peralihan UUD 1945 “Segala lembaga negara yang ada masih tetap berfungsi
sepanjang untuk melaksanakan UUD dan belum diadakan yang baru menurut
undang-undang dasar ini”.
2. Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) Atau Undang-Undang
Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana.
Peraturan yang menjadi dasar sebelum berlakunya Undang-Undang ini adalah
Herzien Inlandsch Reglement (HIR) atau Reglemen Indonesia yang diperbaharui
(RIB) (Staadsblad Tahun 1941 Nomor 44) yang berdasarkan Pasal 6 ayat (1) Undang-
Undang Darurat Nomor 1 Tahun 1951.Dengan berlakunya KUHAP maka untuk
pertama kalinya di Indonesia di adakan kodifikasi dan unifikasi yang lengkap dalam
arti meliputi seluruh proses pidana dari awal (mencari kebenarasn) sampai pada kasasi
di Mahkamah Agung, bahkan sampai (herziening).
3. Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009
Tentang Kekuasaan Kehakiman, pada saat Undang-Undang ini berlaku,
Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 8, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4358) dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
4. Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004Tentang Kejaksaan Republik Indonesia dan
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002Tentang Kepolisian Negara Republik
Indonesia.
5. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 Tentang Pokok Perbangkan, khususnya
Pasal 37 jo. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998.
6. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999
Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Undang – Undang ini
mengatur acara pidana khusus untuk delik korupsi. Kaitannya dengan KUHAP ialah
dalam Pasal 284 KUHAP. Undang - Undang tersebut dirubah dengan Undang-
Undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31
Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
7. Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 27 Tahun 1983 Tentang Pelaksanaan Kitab
Undang-Undang Hukum Acara Pidana.
8. Doktrin.
Pendapat seseorang atau beberapa orang sarjana hukum yang terkenal dalam
ilmu pengetahuan hukum. Contoh : pada pelaku kasus narkoba. Dimana pelaku yang
terbukti bersalah akan dijatuhi hukuman mati/tembak mati. Maka dari kalimat
hukuman mati/tembak mati di atas akan menimbulkan spekulasi yaitu hukum
mati/tembak mati seperti apa dan bagaimana yang akan dilakukan. Maka dengan
kemampuan di bidang hukum yang dimiliki ahli hukum/sarjana hukum, maka
hukuman mati/tembak mati itu ditafsirkan sebagai hukuman mati/tembak mati dengan
di tembaknya pelaku pada bagian yang biasa membuat orang mati (bukan menembak
pada bagian tubuh yang mengakibatkan orang tidak mati) seperti jantung, dada atau
paru-paru bukan pada kaki atau tangan.
9. Yurisprudensi

19
Kelompok 7 Hukum Acara
Anggara Pramana Putra|Surmai Hidayat | M. Roni | Heki Mandri Putra | Kurnia Harianto
Yurispudensi adalah putusan hakim yang memuat peraturan tersendiri dan
telah berkekuatan hukum yang kemudian diikuti oleh hakim yang lain dalam
peristiwa yang sama. Contoh : yurisprudensi pidana nomor 030K/KR/1969 Tentang
setiap tindak pidana selalu ada unsur sifat melawan hukum pada perbuatan-perbuatan
yang dituduhkan, walaupun dalam rumusan delik tidak selalu dicantumkan.
10. Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) Nomor 1 Tahun 2012
Tentang Pengajuan Permohonan Peninjauan Kembali dalam Perkara Pidana.
SEMA ini pada intinya menyatakan bahwa permohonan PK dalam perkara pidana
(dalam sidang pemeriksaan permohonan PK di pengadilan negeri) harus dihadiri oleh
Terpidana atau ahli warisnya secara langsung, tidak bisa hanya dihadiri oleh Kuasa
Hukum.

Azas-Azas Hukum Acara Pidana

1. Asas Legalitas
Dalam KUHP pasal 1 (1), Asas Legalitas ini menyatakan bahwa tidak ada
satu perbuatan pun yang dapat dihukum tanpa adanya aturan yang mengatur
sebelumnya. Dalam pasal 137 KUHAP. Asas legalitas dimaknai sebagai asas yang
menyatakan bahwa setiap Penuntut Umum wajib menuntut setiap perkara.
2. Azas Opportunitas
Seorang tidak dapat dituntut oleh jaksa dengan alasan demi Kepentingan
Umum, jadi dalam hal ini dideponer (dikesampingkan).
3. Asas Perlakuan Yang Sama Di Muka Hukum
Asas ini sesuai dengan UU Pokok Kekuasaan Kehakiman, Pasal 5 Ayat 1 yang
berbunyi: Pengadilan mengadili menurut hukum dengan tidak membeda-bedakan
orang.
4. Asas Praduga Tak Bersalah
Asas ini dapat di jumpai dalam penjelasan umum KUHAP butir 3 huruf c. juga
dirumuskan dalam UU Pokok kekuasaan Kehakiman Nomor 14 Tahun 1970, Pasal 8
yang berbunyi: “ setiap orang yang sudah disangka, ditangkap, ditahan, dituntut, dan
atau dihadapkan di muka sidang pengadilan, wajib dianggap tidak bersalah sampai
adanya putusan pengadilan yang menyatakan kesalahannya dan memperoleh kekuatan
hukum tetap”.
5. Asas Terbuka untuk Umum
Pasal yang mengatur asas ini adalah pasal 153 ayat 3 dan 4 KUHAP yang
berbunyi: Untuk keperluan pemeriksaan hakim ketua membuka siding dan
menyatakan terbuka untuk umum, kecuali dalam perkara mengadili kesusilaan atau
terdakwanya anak-anak.
6. Asas Tersangka / Terdakwa Berhak Mendapat Bantuan Hukum
KUHAP pasal 69 sampai pasal 74 mengatur Bantuan Hukum yang mana
tersangka atau terdakwa mendapat kebebasan yang sangat luas.
7. Asas Pengadilan Memeriksa Perkara Pidana dengan Hadirnya Terdakwa
Ketentuan mengenai hal ini diatur dalam pasal 154, 155 dan seterusnya dalam
KUHAP. Yang menjadi pengecualiannya ialah kemungkinan dijatuhkan putusan

20
Kelompok 7 Hukum Acara
Anggara Pramana Putra|Surmai Hidayat | M. Roni | Heki Mandri Putra | Kurnia Harianto
tanpa hadirnya terdakwa yaitu putusan dalam acara pemeriksaan perkara pelanggaran
lalu lintas.
8. Asas Peradilan Cepat, Sederhana Dan Biaya Ringan
Mengenai asas ini terdapat beberapa ketentuan dalam KUHAP diantaranya
pada pasal 50 yang berbunyi: Tersangka atau terdakwa berhak segera mendapat
pemeriksaan penyidik, segera diajukan ke penuntut umum oleh penyidik, segera
diajukan ke pengadilan oleh penuntut umum, segera diadili oleh pengadilan.

Ilmu-ilmu bantu dalam hukum pidana


1. Logika. ilmu bantu logika sangatdibutuhkan dalam proses penyidian dan proses
pembuktian disidang pengadilan. kedua proses ini memerlukan cara-cara berpikir
yang logis sehingga kesimpulan yang dihasilkan pun dapat dikatakan logis dan
rasional.
2. Psikologi sesuai dengn materi pokok ilmu ini, mak ilmu ini dapat berguna didalam
menyentuh persoaln-pesoalan kejiwaan tersangka. hal ini sangat membantu penyidik
dalam proses interograsi. dan hakim dapat memilih bagaimana dia harus mengajukan
pertanyaan sesuai dengan kondisi kejiwaan terdakwa.
3. Kriminalistik Peranan ilmu bantu kriminalistik ini sangat berguna bagi proses
pembuktian terutama dalam melakukan penilaian fkta-fkta yang terungkap didalam
sidang, dan dengan ilmu ini maka dapat dikonstruksikan dengan sistematika yang baik
sehingga proses pembuktian akan lebih dapat dipertanggungjawabkan. ilmu ini yang
banyak dipakai adalah ilmu tentang sidik jari, jejak kaki, toxikologi (ilmu racun) dan
sebagainya.
4. Kedikteran Kehakiman dan Psikiatri kedokteran kehakiman dan psikiatri sngat
membantu penyidik,JPU dan hakim didalam menangani kejahatan yang berkaitan
dengan nyawa atau bdan seseorang atau keselamatan jiwa orang.dalam hal ini hakim
memerlukan keterangan dari kedokteran dan psikitri. dan ketika da yang menjelaskan
tentang istilah istilah medis hakim jaksa dn pengacara tidak terlalu buta.
5. Kriminologi Ilmu ini mempelajari seluk beluk tentang kejahatan baik sebab sebab dan
latar belqkang kejahatanya maupun mengenai bentuk-bentuk kejahatan. ilmu akan
membentu terutm pda hakim dalam menjatuhkan putusan tidak membabi but, harus
melihat latar belakang dan sebab sebab yang menjadikan pelaku melakukan tindak
pidana.
6. Penologi ilmu ini sangat membantu hakim dalam menentukan alternatif penjatuhan
hukuman termnasuk juga bagi petugs pemsyarktan jenis pembinaan apa yng tepat bgi
nara pidana.

Pihak-Pihak Dalam Hukum Acara Pidana


1. Tersangka atau Terdakwa
a. Tersangka adalah seorang yang karena perbuatannya atau keadaannya ,
berdasarkan bukti permulaan patut diduga sebagai pelaku tindak pidana (pasal 1
butir 14 KUHAP).
b. Terdakwa adalah seorang tersangka yang dituntut, diperiksa, dan diadili di sidang
pengadilan (pasal 1 butir 15 KUHAP).

21
Kelompok 7 Hukum Acara
Anggara Pramana Putra|Surmai Hidayat | M. Roni | Heki Mandri Putra | Kurnia Harianto
Perbedaan yang paling mendasar antara tersangka dengan terdakwa yaitu
tersangka masih pada tingkat pemeriksaan penyidik (Polisi), sedangkan terdakwa
sudah pada tingkat pemeriksaan Jaksa (Penuntut Umum) dan pemeriksaan
pengadilan. Terkait dengan hak-hak tersangka atau terdakwa dapat dilihat dalam
KUHAP pasal 50 sampai pasal 68 dan pada pasal-pasal lain diantaranya pasal 27
ayat 1 UU Pokok Kekuasaan Kehakiman.
2. Penyelidik dan Penyidik
a. Penyelidik adalah pejabat polisi Negara Republik Indonesia yang diberi
wewenang oleh UU untuk melakukan penyelididkan (pasal 1 butir 4). Penyelidik
adalah setiap pejabat polisi Negara Republik Indonesia (pasal 4 KUHAP).
Wewenang Penyelidik
Karena kewajibannya mempunyai wewenang:
1) Menerima laporan atau pengaduan dari seorang tentang adanya tindak pidana.
2) Mencari keterangan dan barang bukti
3) Menyuruh berhenti seorang yang dicurigai dan menanyakan serta memeriksa
tanda pengenal diri
4) Mengadakan tindakan lain menurut hukum yang bertanggung jawab. Dalam
penjelasan KUHAP pasal 5 ayat 1 huruf a angka 4 berbunyi: Yang dimaksud
dengan “ Tindakan Lain “ adalah tindakan dari penyelidik dengan syarat:
a) Tidak bertentangan dengan suatu aturan hokum
b) Selaras dengan kewajiban hukum yang mengharuskan dilakukannya
tindakan jabatan
c) Tindakan lain itu harus patut dan masuk akal dan termasuk dalam
lingkungan jabatannya
d) Atas pertimbangan yang layak berdasarkan keadaan memaksa
e) Menghormati hak asasi manusia
Atas Perintah Penyidik dapat Melakukan Tindakan Berupa:
1) Penangkapan, larangan meninggalkan tempat penggeledahan, dan penyitaan
2) Pemeriksaan dan penyitaan surat
3) Mengambil sidik jari dan memotret seorang
4) Membawa dan menghadapkan seorang pada penyidik
.
b. Penyidik adalah pejabat polisi Negara Republik Indonesia atau pejabat pegawai
negeri sipil tertentu yang diberi wewenang khusus oleh UU untuk melakukan
penyidikan (pasal 1 butir 1 KUHAP). Perundang-undangan khusus yang dimaksud
adalah perundang-undangan yang diluar KUHAP. Pejabat yang diberi wewenang
menyidik oleh perundang-undangan khusus tersebut ialah antara lain:
1) Pejabat Imigrasi
2) Bea cukai
3) Dinas kesehatan
4) Tera
5) Pajak
6) Angkatan laut untuk ordonansi laut territorial dan lingkungan maritime dan
lain-lain.

22
Kelompok 7 Hukum Acara
Anggara Pramana Putra|Surmai Hidayat | M. Roni | Heki Mandri Putra | Kurnia Harianto
Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1983 Tentang Pelaksanaan
KUHAP pada pasal 2 ditetapkan kepangkatan pejabat polisi menjadi penyidik
yaitu sekurang-kurangnya Pembantu Letnan Dua Polisi, sedangkan bagi pegawai
negeri sipil yang dibebani wewenang penyidikan ialah yang berpangkat sekurang-
kurangnya Pengatur Muda I (Golongan II B ) atau yang disamakan dengan itu.
Pengecualian jika suatu tempat tidak ada pejabat penyidik Pembantu
Letnan keatas maka Komandan Sektor Kepolisian yang berpangkat bintara
dibawah Pembantu Letnan Dua Polisi karena jabatannnya adalah penyidik.
Penyidik pejabat polisi diangkat oleh Kepala Kepolisian Republik
Indonesia, yang dapat melimpahkan wewenang tersebut kepada pejabat polisi lain.
Penyidik pegawai negeri sipil diangkat oleh Menteri Kehakiman atas usul
dapartemen yang membawahi pegawai tersebut. Sebelum pengangkatan Menteri
Kehakiman terlebih dahulu meminta pertimbangan dari Jaksa Agung dan Kepala
Kepolisian Republik Indonesia. Wewenang pengangkatan tersebut dapat
dilimpahkan pula oleh Menteri Kehakiman.
Kemudian pasal 3 PP No. 27 Tahun 1983 menentukan bahwa Penyidik
Pembantu adalah pejabat polisi Republik Indonesia yang berpangkat Sersan Dua
Polisi dan pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu. Kedua macam penyidik
pembantu ini diangkat oleh Kepala Kepolisian Negara atas usul komandan atau
pimpinan kesatuan masing-masing. Wewenang pengangkatan ini juga dapat
dilimpahkan kepada pejabat kepolisian negara Rebublik Indonesia yang lain.
Wewenang Penyidik Polri:
a. Menerima laporan atau pengaduan dari seorang tentang adanya tindak pidana
b. Melakukan tindakan pertama pada saat pertama ditempat kejadian
c. Menyuruh berhenti seorang tersangka dan memeriksa tanda pengenal diri
tersangka
d. Melakukan penangkapan, penahanan, penggeledahan, dan penyitaan
e. Melakukan pemeriksaan dan penyitaan surat
f. Mengambil sidik jari dan memotret seseorang
g. Memanggil orang untuk didengar dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi
h. Mendatangkan orang ahli yang diperlukan dalam hubungannya dengan
pemeriksaan perkara
i. Mengadakan penghentian penyidikan
j. Mengadakan tindakan lain menurut hukum yang bertanggung jawab (pasal 7
ayat 1 KUHAP).

Wewenang Penyidik Pegawai Negeri Sipil Tertentu:


Penyidik pegawai negeri sipil tertentu mempunyai wewenang sesuai
dengan UU hukumnya masing-masing dan dalam pelaksanaan tugasnya berada
dibawah koordinasi dan pengawasan penyidik Polri (pasal 7 ayat 2 KUHAP).
Wewenang penyidik pegawai negeri sipil tertentu hanya terbatas sesuai dengan
UU yang menjadi dasar hukum pelaksanaan tugas mereka.

23
Kelompok 7 Hukum Acara
Anggara Pramana Putra|Surmai Hidayat | M. Roni | Heki Mandri Putra | Kurnia Harianto
3. Penuntut Umum / Jaksa
a. Penuntut Umum adalah pejabat yang diberi wewenang oleh UU ini untuk
bertindak sebagai penuntut umum serta melaksanakan putusan pengadilan yang
telah memperoleh kekuatan hukum tetap (pasal 1 butir 6 a KUHAP).
b. Jaksa adalah jaksa yang diberi wewenang oleh UU ini untuk melakukan
penuntutan dan melaksanakan penetapan hakim (pasal 1 butir 6 b KUHAP). Dari
rumusan UU tersebut maka dapat disimpulkan bahwa pengertian “Jaksa” adalah
menyangkut jabatan sedangkan “Penuntut Umum” menyangkut fungsi.
Wewenang Penuntut Umum: Di ataur dalam bab IV KUHAP pasal 14 yaitu:
a) Menerima dan memeriksa berkas perkara penyidikan dari penyidik atau penyidik
pembantu
b) Mengadakan prapenuntutan apabila ada kekurangan pada penyidikan dengan
memperhatikan ketentuan pasal 110 ayat 3 dan 4 dengan memberi petunjuk
dalam rangka penyempurnaan penyidikan dari penyidik.
c) Melakukan penahanan, memberiakan perpanjangan penahanan atau penahanan
lanjutan dan atau mengubah status tahanan setelah perkaranya dilimpahkan oleh
penyidik.
d) Membuat surat dakwaan
e) Melimpahkan perkara ke pengadilan
f) Menyampaikan pemberitahuan kepada terdakwa tentang ketentuan-ketentuan hari
dan waktu perkara di sidangkan yang disertai surat panggilan, baik kepada
terdakwa maupun kepada saksi untuk datang pada sidang yang telah ditentukan.
g) Melakukan penuntutan
h) Menutup perkara demi kepentingan umum
i) Mengadakan tindakan lain dalam lingkup tugas dan tanggung jawab sebagai
penuntut umum menurut ketentuan UU ini.
j) Melaksanakan penetapan hakim. Dalam tindak pidana umum, jaksa atau penuntut
umum tidak memiliki wewenang untuk melakukan penyidikan misalnya
pembunuhan, pencurian dan lain-lain. Kecuali dalam perkara tindak pidana khusu
jaksa atau penuntut umum dapat melakukan penyidikan misalnya korupsi,
subversi dan lain-lain.
4. Penasihat Hukum Dan Bantuan Hukum
Istilah Penasehat Hukum dan Bantuan Hukum merupakan istilah yang dipakai
atau terdapat dalam KUHAP. Istilah Penasehat Hukum lebih tepat digunakan daripada
istilah Pembela, mengingat istilah Pembela sering di salah tafsirkan seolah-olah
berfungsi sebagai penolong tersangka atau terdakwa bebas dari pemidanaan.

Tahap-tahap penyidikan perkara pidana


Apabila dalam penyidikan tersebut tidak ditemuakan bukti yang cukup atau peristiwa
tersebut bukanlah peristiwa pidana atau penyidikan dihentikan demi hukum, maka penyidik
mengeluarkan surat perintah penghentian penyidikan. Dalam hal ini apabila surat perintah
penghentian penyyidikan tersebut telah diterbitkan maka penyidik memberitahukan hal itu
kepada penuntut umum, tersangka atau keluarganya. Apabila korban atau keluarganya tidak
dapat menerima pengehentian penyidikan tersebut. Maka korban atau keluarganya, sedarah

24
Kelompok 7 Hukum Acara
Anggara Pramana Putra|Surmai Hidayat | M. Roni | Heki Mandri Putra | Kurnia Harianto
atau semenda dalam garis luruh keatas maupun kebawah sampai dengan derajat ketiga, dapat
mengajukan praperadilan kepada ketua pengadilan sesuai daerah hukumnya dan ketentuan
peraturan perundang undangan yang berlaku. Mekanisme keberatan tersebut diatur dalam
pasal 77 butir a KUHAP tentang praperadilan.
Dalam hal penyidik telah selesai melakukan penyidikan. Penyidik wajib segera
menyerahkan berkas perkara kepada penuntut umum. Dan dalam hal penuntut umum
berpendapat hasil penyidikan tersebut kurang lengkap, penuntut umum segera
mengembalikan berkas perkara tersebut kepada penyidik untuk dilengkapi. Apabila saat
penyidik menyerahkan hasil penyidikan, dalam waktu 14 hari penuntut umum tidak
mengembalikan berkas tersebut. Maka penyidikan dianggap selesai.

Wewenang jaksa/penuntut umum dalam perkara pidana


Berdasarkan Pasal 1 angka 1 UU No. 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik
Indonesia Jaksa adalah pejabat fungsional yang diberi wewenang oleh undang-undang untuk
bertindak sebagai penuntut umum dan pelaksana putusan pengadilan yang telah memperoleh
kekuatan hukum tetap serta wewenang lain berdasarkan undang-undang. Tugas dan
kewenangan jaksa dalam bidang pidana diatur dalam Pasal 30 ayat (1) UU Kejaksaan
antara lain:
a) Melakukan penuntutan;
b) Melaksanakan penetapan hakim dan putusan pengadilan yang telah memperoleh
kekuatan hukum tetap;
c) Melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan putusan pidana bersyarat, putusan
pidana pengawasan, dan keputusan lepas bersyarat;
d) Melakukan penyidikan terhadap tindak pidana tertentu berdasarkan undang-undang;
e) Melengkapi berkas perkara tertentu dan untuk itu dapat melakukan pemeriksaan
tambahan sebelum dilimpahkan ke pengadilan yang dalam pelaksanaannya
dikoordinasikan dengan penyidik.
Jadi, tugas dan kewenangan jaksa adalah sebagai penuntut umum dan pelaksana
(eksekutor) putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap dalam perkara pidana.
Untuk perkara perdata, pelaksana putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap
adalah juru sita dan panitera dipimpin oleh ketua pengadilan
Kemudian, apa kewenangan jaksa di bidang perdata? Hubungan perdata merupakan
hubungan antar-anggota masyarakat yang biasanya didasarkan pada perjanjian. Jaksa dapat
berperan dalam perkara perdata apabila Negara atau pemerintah menjadi salah satu pihaknya
dan jaksa diberikan kuasa untuk mewakili. Hal tersebut didasarkan pada ketentuan Pasal 30
ayat (2) UU Kejaksaan yang berbunyi: “Di bidang perdata dan tata usaha negara,
kejaksaan dengan kuasa khusus dapat bertindak baik di dalam maupun di luar pengadilan
untuk dan atas nama negara atau pemerintah.”
Jadi, peran jaksa berbeda dalam ranah pidana dan perdata. Dalam perkara pidana,
jaksa berperan sebagai penuntut umum dan pelaksana putusan pengadilan yang telah
berkekuatan tetap. Sedangkan dalam perkara perdata, jaksa berperan sebagai kuasa dari
Negara atau pemerintah di dalam maupun di luar pengadilan mengenai perkara perdata.

25
Kelompok 7 Hukum Acara
Anggara Pramana Putra|Surmai Hidayat | M. Roni | Heki Mandri Putra | Kurnia Harianto
Pengertian dan Tujuan Pembuktian
a. Pengertian. Pembuktian merupakan bagian dari hukum acara perdata yang bersifat
spesifik dan menentukan, hal ini dikarenakan pembuktian digunakan oleh hakim
untuk memutuskan suatu perkara perdata.
b. Tujuan Pembuktian. Pembuktian bertujuan untuk para pihak diberi kesempatan
untuk menunjukkan kebenaran terhadap fakta-fakta hukum yang menjadi pokok
sengketa serta pembuktian bertujuan untuk mempermudah hakim dalam rangka
proses mengadili dan memutus perkara tergantung terhadap pembuktian para pihak di
persidangan.
c. Prinsip-Prinsip Pembuktian. Didalam suatu pembuktian terdapat beberapa prinsip-
prinsip pembuktian antara lain sebagai berikut:
1. Hal yang secara umum sudah diketahui tidak perlu dibuktikan. ecara garis besar
fakta notoir dibagi menjadi dua golongan, yaitu:
a) Sesuatu atau peristiwa yang diketahui umum bahwa sesuatu atau peristiwa
tersebut memang sudah demikian halnya atau semestinya demikian. Yang
dimaksud sesuatu misalnya, harga emas lebih mahal dari perak. Dan yang
dimaksud dengan peristiwa misalnya, pada tanggal 17 Agustus diadakan
peringatan hari kemerdekaan Indonesia.
b) Sesuatu kenyataan atau pengalaman yang selamanya dan selalu
mengakibatkan demikian atau selalu merupakan kesimpulan demikian.
Misalnya, arak adalah termasuk minuman keras yang dalam takaran tertentu
bisa menyebabkan seseorang mabuk.
2. Menjadi saksi adalah kewajiban
Kewajiban seseorang menjadi saksi diatur pada penjelasan Pasal 159 ayat
(2) KUHAP yang menyebutkan: “Orang yang menjadi saksi setelah dipanggil ke
suatu sidang pengadilan untuk memberikan keterangan tetapi dengan menolak
kewajiban itu ia dapat dikenakan pidana berdasarkan ketentuan undang-undang
yang berlaku. Demikian pula dengan ahli.”
3. Satu saksi bukan saksi (unus testis nullus testis)
Keterangan satu saksi bukan saksi tidak berlaku bagi pemeriksaan cepat.
Hal ini dapat disimpulkan dari penjelasan Pasal 184 KUHAP sebagai berikut:
“Dalam acara pemeriksaan cepat, keyakinan hakim cukup didukung satu alat bukti
yang sah”. Jadi, ini berarti satu saksi, satu keterangan ahli, satu surat, satu
petunjuk, atau keterangan terdakwa disertai keyakinan hakim cukup sebagai alat
bukti untuk memidana terdakwa dalam perkara cepat.
4. Pengakuan terdakwa tidak menghapuskan kewajiban penuntut umum
membuktikan kesalahan terdakwa
Prinsip ini merupakan penegasan dari lawan prinsip “pembuktian terbalik”
yang tidak dikenal oleh hukum acara pidana yang berlaku di Indonesia. Menurut
Pasal 189 ayat (4) KUHAP yang berbunyi: “Keterangan terdakwa saja tidak
cukup untuk membuktikan bahwa ia bersalah melakukan perbuatan yang
didakwakan kepadanya, melainkan harus disertai dengan alat bukti lain”.

26
Kelompok 7 Hukum Acara
Anggara Pramana Putra|Surmai Hidayat | M. Roni | Heki Mandri Putra | Kurnia Harianto
5. Keterangan terdakwa hanya mengikat pada dirinya sendiri
Prinsip ini diatur pada Pasal 189 ayat (3) KUHAP yang berbunyi:
“Keterangan terdakwa hanya dapat digunakan terhadap dirinya sendiri”. Ini berarti
apa yang diterangkan terdakwa di sidang pengadilan hanya boleh diterima dan
diakui sebagai alat bukti yang berlaku dan mengikat bagi diri terdakwa sendiri.
Putusan Hakim Dalam Perkara Pidana

a. Putusan Bebas, dalam hal ini berarti Terdakwa dinyatakan bebas dari tuntutan
hukum. Berdasarkan Pasal 191 ayat (1) KUHAP putusan bebas terjadi bila Pengadilan
berpendapat bahwa dari hasil pemeriksaan di sidang Pengadilan kesalahan terdakwa
atas perbuatan yang didakwakan tidak terbukti secara sah dan meyakinkan karena
tidak terbukti adanya unsur perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh
Terdakwa. Contoh : Pengadilan Tinggi Riau memvonis bebas satu terdakwa kasus
mutilasi bocah, DP, 17 tahun. Putusan tersebut justru berbanding terbalik dengan
vonis yang dijatuhkan hakim Pengadilan Negeri Siak sebelumnya yang memvonis DP
dengan 10 tahun penjara. Namun, di pengadilan tingkat banding, DP diputus tidak
bersalah.
b. Putusan Lepas, dalam hal ini berdasarkan Pasal 191 ayat (2) KUHAP Pengadilan
berpendapat bahwa perbuatan yang didakwakan kepada Terdakwa terbukti, namun
perbuatan tersebut, dalam pandangan hakim, bukan merupakan suatu tindak pidana.
Contoh : Misalnya ada kasus orang gila membunuh orang, atas perbuatannya tersebut
orang gila di jadikan Terdakwa kasus pembunuhan (Pasal 338 KUHP), maka dalam
Putusannanya hakim harus mempertimbangkan keterbuktian unsur-unsur tindak
pidananya,
c. Putusan Pemidanaan, dalam hal ini berarti Terdakwa secara sah dan meyakinkan
telah terbukti melakukan tindak pidana yang didakwakan kepadanya, oleh karena itu
Terdakwa dijatuhi hukuman pidana sesuai dengan ancaman pasal pidana yang
didakwakan kepada Terdakwa. Contoh : Pengadilan Negeri Medan menyatakan
terdakwa Unggul Vicanor Siahaan (Nicanor) terbukti secara sah dan meyakinkan
bersalah melakukan ”tindak pidana penganiayaan” terhadap isterinya, dan
menjatuhkan pidana penjara selama 2 (dua tahun). Putusan tersebut dibatalkan oleh
Pengadilan Tinggi Medan, dan menyatakan terdakwa terbukti secara sah dan
meyakinkan melakukan tindak pidana ”perbuatan dengan kekerasan terhadap
keluarganya”, dan oleh karena itu menghukum terdakwa dengan pidana penjara
selama 2 (dua) tahun 6 (enam) bulan. Hukuman itu diperberat oleh Pengadilan
Tinggi Medan, dengan pertimbangan bahwa penjatuhan pidana terhadap terdakwa
dirasa terlalu ringan dan tidak setimpal dengan perbuatannya. Selain itu terdakwa
terlalu merendahkan martabat perempuan, yang seharusnya sebagai suami dapat
menjaga dan mengangkat derajat dan martabat seorang perempuan selaku isterinya.

Upaya Hukum Perkara Pidana


Yang dimaksud dengan upaya hukum perkara pidana ialah suatu usaha setiap pribadi
atau badan hukum yang merasa dirugikan haknya atau atas kepentingannya untuk
memperoleh keadilan dan perlindungan atau kepastian hukum, menurut cara-cara yang

27
Kelompok 7 Hukum Acara
Anggara Pramana Putra|Surmai Hidayat | M. Roni | Heki Mandri Putra | Kurnia Harianto
ditetapkan dalam undang-undang, yang isinya menunjukkan peristiwa pidana yang disertai
dengan ancaman hukuman pada penyelenggaranya.

Jenis- jenis upaya hukum :


a. Upaya Hukum Biasa
a) Verzet merupakan salah satu upaya hukum biasa yang dapat diminta oleh salah
satu atau kedua belah pihak yang berperkara terhadap suatu putusan Pengadilan
Negeri yang diputus Verstek. Prosedur mengajukan verzet dalam pasal 129
HIR/153 Rbg sebagai berikut :
1) Dalam waktu 14 hari setelah putusan verstek itu diberitahukan kepada tergugat
sendiri;
2) Bila memungkinkan di periksa oleh Majelis Hakim yang sama.
3) Putusan tersebut menurut hukum boleh dimintakan banding
4) Pelawan bukan sbg Penggugat tapi tetap Terlawan sehingga yang
membuktikan dulu adalah Terlawan/Penggugat asal.
b) Banding artinya ialah mohon supaya perkara yang telah diputus oleh pengadilan
tingkat pertama diperiksa ulang oleh Pengadilan yang lebih tinggi (tingkat
banding), karena merasa belum puas dengan keputusan Pengadilan tingkat
pertama. Syarat-syarat dari upaya banding adalah sebagai berikut :
1) Diajukan oleh pihak-pihak dalam perkara.
2) Diajukan dalam masa tenggang waktu banding.
3) Putusan tersebut menurut hukum boleh dimintakan banding
4) Membayar panjar biaya banding, kecuali dalam hal prodeo.
5) Menghadap di Kepaniteraan Pengadilan Negeri yang putusannya dimohonkan
banding.
Contoh : Putusan Pengadilan Negeri Bandung diatas tadi Ilham Maulana
Hakim sekarang PEMBANDING merasa keberatan dan tidak dapat
menerimanya, oleh karena itu, telah menyatakan naik banding yang
dinyatakan pada Kepaniteraan Pengadilan Negeri Bandung, pada saat itu juga
segera setelah Putusan Hakim diucapkan/dibacakan, dengan demikian,
pernyataan naik BANDING telah diajukan dalam tenggang waktu yang
ditentukan menurut undang-undang, oleh karena itu, permohonan
banding tersebut harus dinyatakan dapat diterima.
c) Kasasi adalah Pembatalan atau pernyataan tidak sah oleh MA terhadap putusan
hakim, karena putusan itu, menyalahi atau tidak sesuai dengan undang-undang.
Syarat-syarat yang harus dipenuhi dalam mengajukan kasasi, yaitu :
1) Diajukan oleh pihak yang berhak mengajukan kasasi.
2) Diajukan masih dalam tenggang waktu kasasi.
3) Putusan atau penetapan PN dan PTU/PTN, menurut huku dapat dimintakan
kasasi.
4) Membuat memori kasasi (pasal 47 ayat (1) UU No. 14/1985).
5) Membayar panjar biaya kasasi (pasal 47).

28
Kelompok 7 Hukum Acara
Anggara Pramana Putra|Surmai Hidayat | M. Roni | Heki Mandri Putra | Kurnia Harianto
6) Menghadap di Kepaniteraan Pengadilan Negeri yang bersangkutan.
Contoh : Herizal didakwa melanggar UU Psikotropika. Jaksa menuntutnya
enam bulan penjara atas tindak pidana secara tidak sah tidak melaporkan
adanya penyalahgunaan dan atau pemilikan psikotropika. Namun, dalam
putusannya, PN Jambi menyatakan terdakwa Herizal tidak terbukti secara sah
dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana baik pada dakwaan
pertama, kedua, atau ketiga. Karena itu, majelis hakim membebaskan
terdakwa dari segala dakwaan. JPU perkara ini mengajukan kasasi dengan
dalih antara lain majelis hakim PN Jambi telah melakukan kekeliruan
menerapkan hukum. Tetapi oleh MA, argumentasi JPU ditepis. Majelis hakim
agung Iskandar Kamil, Djoko Sarwoko, dan Moegihardjo-- menilai tidak ada
argumentasi pemohon kasasi yang menguatkan bahwa putusan bebas dari PN
Jambi adalah putusan bebas tidak murni. Setahun setelah putusan perkara
Herizal, MA kembali mengeluarkan sikap serupa. Dalam perkara terdakwa
Henry Salim alias Asin (putusan No. 2016 K/Pid/2006) MA menyatakan
permohonan kasasi JPU atas vonis bebas tidak dapat diterima.
b. Upaya Hukum Luar Biasa
Rekes Sipil (Peninjauan Kembali) adalah meninjau kembali putusan pidana
yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, karena diketahuinya hal-hal baru yang
dulu tidak dapat diketahui oleh hakim, sehingga apabila hal-hal itu diketahuinya maka
putusan hakim akan menjadi lain.Syarat-syarat yang harus dipenuhi untuk peninjauan
kembali diantaranya sebagai berikut :
1) Diajukan oleh pihak yang berperkara.
2) Putusan tersebut menurut hukum boleh dimintakan banding
3) Membuat surat permohonan peninjauan kembali yang memuat alasan-alasannya.
4) Membayar panjar biaya banding, kecuali dalam hal prodeo. Membayar panjar
biaya peninjauan kembali.
5) Menghadap di Kepaniteraan Pengadilan Negeri yang memutus perkara pada
tingkat pertama.

Pada umumnya, setelah adanya putusan yang berkekuatan hukum tetap, jaksa
pada kesempatan pertama akan melakukan eksekusi (Pasal 270 KUHAP). Akan
tetapi, adakalanya jaksa tidak dapat melakukan eksekusi atau hak eksekusi telah habis
sehingga putusan yang telah berkekuatan hukum tetap tidak dapat dilakukan untuk
selama-lamanya. Hal ini dapat terjadi karena hal-hal berikut.
1. Kematian terpidana
Doktrin menganut paham bahwa hukuman atau pidana dijatuhkan
semata-mata terhadap pribadi terpidana atau si terhukum, karenanya tidak
dapat dibebankan kepada ahli waris. Dengan demikian, jika terpidana
meninggal dunia, hak eksekusi tidak dapat dilakukan. Terhadap ketentuan di
atas, dahulu ada pengecualian yang dimuat dalam Pasal 368 HIR yang
berbunyi sebagai berikut. “Jika orang yang melakukan pelanggaran pidana
telah meninggal setelah putusan hakim yang tidak dapat diubah lagi, maka
dalam perkara-perkara pelanggaran peraturan pajak dan cukai, semua denda

29
Kelompok 7 Hukum Acara
Anggara Pramana Putra|Surmai Hidayat | M. Roni | Heki Mandri Putra | Kurnia Harianto
dan perampasan serta biaya-biayanya ditagih dari ahli-ahli waris atau wakil-
wakil orang yang meninggal itu.” Akan tetapi, ketentuan di atas tidak dianut
oleh KUHAP. Sebaiknya dalam rangka penyempurnaan KUHAP, hal tersebut
perlu mendapat perhatian.

2. Daluwarsa
Ketentuan tentang daluwarsa hak eksekusi dimuat dalam Pasal 84
KUHP yang berbunyi sebagai berikut :
1) Hak menjalankan hukuman hilang karena daluwarsa
2) Tenggang daluwarsa ini untuk pelanggaran-pelanggaran, lamanya dua
tahun, untuk kejahatan yang dilakukan dengan alat percetakan, lamanya
lima tahun, dan untuk kejahatan lain, lamanya sama dengan lebih
tenggang daluwarsa hak menuntut pidana, ditambah sepertiga.
3) Tenggang daluwarsa ini sekali-kali tidak boleh kurang dari lamanya
hukuman yang telah dijatuhkan.
4) Hak menjalankan hukuman mati tidak kena daluwarsa. Berkenaan dengan
Pasal 84 ayat (3) KUHP, menjadi kabur jika terpidana dijatuhkan
hukuman seumur hidup. Sayogyanya hal ini termasuk ayat (4).
Contoh : A, B dan C adalah ahli waris dari D yang telah meninggalkan harta
warisan sebidang tanah, namun demikian karena B dan C tinggal didaerah
lain, tanpa sepengetahuan B dan C kemudian A membuat surat yang pada
intinya seolah-olah surat itu dibuat oleh A dan B yang menyatakan bahwa A
dan B tidak menginginkan harta waris, kemudian melalui penetapan waris
hanya A yang sebagai ahli waris sehingga A menguasai dan melakukan balik
nama atas sebidang tanah waris tersebut menjadi atas nama A sebagai pemilik
tanah tersebut. 13 tahun kemudian B dan C baru mengetahui hal tersebut dan
merasa dirugikan karena B dan C sama sekali tidak pernah membuat maupun
menyuruh membuat surat yang menyatakan untuk melepaskan hak waris
tersebut.
3. Grasi
Ketentuan tentang grasi dimuat dalam Pasal 14 UUD 1945. Pengertian
grasi adalah wewenang dari kepala negara untuk menghapuskan seluruh
hukuman yang telah dijatuhkan hakim atau mengurangi hukuman, atau menukar
hukuman pokok yang berat dengan suatu hukuman yang lebih ringan. Dahulu, grasi
ini merupakan hak raja sehingga dianggap sebagai anugerah raja. Akan tetapi,
pada saat ini grasi merupakan suatu alat untuk menghapuskan suatu yang
dirasa tidak adil jika hukum yang berlaku menimbulkan kekurangadilan.
Prihal grasi ini sekarang diatur oelh Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2002
tentang Grasi yang menggantikan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1950
tentang Permohonan Grasi. Contoh : Setiap ramadhan dan idul fitri
pemerintah memberikan grasi kepada narapida hal ini bertujuan untuk
mengurangi hukuman kurungan ataupun menghapus hukuman pengurungan
narapidana tersebut.

30

Anda mungkin juga menyukai