Anda di halaman 1dari 27

Catatan Kuliah

Hukum Acara Perdata


Oleh Ande Akhmad S. (A1O99010 FH UNPAD) Dosen: 1. Hadidjah Karjoso, S.H. 2. Efa Laela Fahriah, S.H., M.H. 3. Sudaryat, S.H.
PENGERTIAN Hukum Acara Perdata (Haper) adalah sekumpulan peraturan yang mengatur tentang cara bagaimana seseorang bertindak terhadap negara atau badan-badan hukum begitu pula sebaliknya kalau seandainya hak dan kepentingan mereka terganggu, melalui suatu badan yang disebut badan peradilan sehingga terdapat tertib hukum. SIFAT HAPER demikian maka kegunaan Haper adalah untuk mempertahankan Hukum Perdata materiil. TUJUAN HAPER

Haper

Sebagaimana

kita ketahui bahwa hukum yang tergolong private recht bersifat mengatur, dan hukum yang tergolong publiek recht bersifat memaksa. Haper bersifat memaksa, mengandung arti bahwa bila telah terjadi suatu proses acara perdata di pengadilan maka ketentuannya tidak dapat dilanggar melainkan harus ditaati oleh para pihak (kalau tidak ditaati berakibat merugikan bagi pihak yang berperkara). Sifat Haper yang memaksa ini tidak dalam konteks hukum publik karena Haper sendiri termasuk hukum privat, tetapi sifat memaksa ini dalam konteks memaksa kepada para pihak apabila telah masuk pada suatu proses acara perdatanya di pengadilannya. KEGUNAAN HAPER Karena dalam Hukum Perdata materiil (BW) tidak diatur bagaimana cara mempertahankan hak dan kepentingan seseorang, maka untuk merealisasikannya diperlukan Haper, dengan

memberikan perlindungan hukum oleh pengadilan untuk mencegah terjadinya tindakan main hakim sendiri (eigenrichting), sehingga tercapai tertib hukum. Jadi tujuan Haper adalah untuk mencapai tertib hukum, dimana seseorang mempertahankan haknya melalui badan peradilan, sehingga tidak akan terjadi perbuatan sewenang-wenang. SUMBER HUKUM HAPER (HAPER POSITIF) Sumber hukum Haper antara lain: - Hukum positif, - Yurisprudensi, - Surat Edaran MA, - Instruksi MA, dll. Adapun yang menjadi hukum positifnya adalah antara lain: 1. HIR (Het Herziene Indonesisch Reglement)/R.I.B. (Reglemen Indonesia Diperbaharui/Reglemen Indonesia Baru) Stb. 1941 No. 44, yang berlaku khusus untuk Jawa dan Madura, 2. R.Bg. (Rechtsreglement Buitengewesten) Stb. 1927 No. 227, berlaku untuk wilayah di luar Jawa dan Madura, 3. UU No. 20 Tahun 1947 tentang Acara Banding untuk Jawa dan Madura, Kumpulan Catatan Kuliah Oleh Ande Akhmad Sanusi

21

4.

UU No. 14 Tahun 1970 tentang Ketentuanketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman, 5. UU No. 35 Tahun 1999 (perubahan terhadap UU No. 14 Tahun 1970) jo UU No. 14 Tahun 1970, 6. UU No. 14 Tahun 1985 tentang MA RI, 7. UU No. 2 Tahun 1986 tentang Peradilan Umum, 8. UU No. 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama, UU ini menjadi hukum positif bagi Haper karena untuk hukum acaranya mengacu kepada Haper. 9. UU No. 1 Tahun 1998 tentang Kepailitan, 10. UU No. 4 Tahun 1998 tentang Penetapan PP Pengganti UU No. 1 Tahun 1998 tentang Perubahan atas UU tentang Kepailitan Menjadi UU, 11. UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, 12. Peraturan MA No. 1 Tahun 2000 tentang paksa badan (pengganti SEMA No. 2 Tahun 1964 tentang instruksi penghapusan sandera (gizeling)), dll., 13. Keputusan Menkeu No. 336 Tahun 2000 tentang Paksa Badan Dalam Rangka Pengurusan Piutang Negara, Masih menimbulkan kontroversi karena ada yang berpendapat bertentangan dengan hak asasi manusia, namun ada juga yang berpendapat bahwa sepanjang berkaitan dengan hutang kepada negara maka gizeling dibolehkan. 14. R.V. (untuk golongan Eropa), 15. Peraturan perundang-undangan lainnya yang berkaitan dengan acara perdata. ASAS-ASAS HAPER Antara lain: 1. Hakim bersifat menunggu, - Inisiatif ada pada pihak yang berkepentingan. - Hakim menunggu datangnya tuntutan hak.

- Jika diajukan, hakim tidak boleh menolak (baik dengan alasan tidak jelas maupun tidak ada hukumnya) (pasal 14 (1) UU No. 14 tahun 1970).

Hakim dianggap tahu hukumnya (ius curia novit). Hakim wajib menggali, mengikuti dan memahami nilai-nilai hukum yang hidup dalam masyarakat (pasal 27 UU No. 14 Tahun 1970). - Hakim harus menggali mengadili menurut hukum (pasal 5 (1) UU No. 14 Tahun 1970).

Hakim harus mengadili menurut undang-undang (pasal 20 AB) dalam asas legisme: hakim sebagai corong undang-undang.

2.

Berdasarkan pasal 20 AB maka hakim harus mengadili menurut undang-undang sedangkan berdasarkan pasal 5 (1) UU No. 14 Tahun 1970 hakim harus mengadili menurut hukum, berkaitan dengan hal ini maka berlaku asas lex posteriori derogat legi priori (undang-undang baru mengalahkan undang-undang lama). Hakim pasif, - Ruang lingkup sengketa ditentukan oleh pihak yag berperkara, hakim tidak boleh menambah atau mengurangi. - Hakim hanya membantu pencari keadilan dan berusaha mengatasi hambatan untuk tercapainya keadilan. - Hakim aktif dalam memimpin sidang dan memberi nasehat (pasal 30 HIR). - Hakim terikat pada peristiwa yang diajukan para pihak. - Hakim wajib mengadili seluruh gugatan dan dilarang menjatuhkan putusan atau perkara yang tidak Kumpulan Catatan Kuliah Oleh Ande Akhmad Sanusi

22

3.

dituntut atau mengabulkan lebih dari pada yang dituntut (pasal 178 (2) dan (3) HIR). - Pihak yang berkepentingan dapat secara bebas mengakhiri sengketa yang telah diajukan ke pengadilan dan hukum tidak dapat menghalanghalangi. Sifat terbukanya persidangan,

masyarakat, kepada pihak pengadilan lebih tinggi dan ilmu hukum. - Menurut yurisprudensi: Putusan tidak lengkap atau kurang cukup dipertimbangkan merupakan alasan untuk kasasi dan harus dibatalkan. Kita tidak menganut asas the binding force of precedent (keputusan hakim sebelumnya bersifat mengikat terhadap kasus serupa), melainkan dianut asas the persuasive force of precedent (hakim boleh mengikuti keputusan hakim sebelumnya tetapi tidak harus). Alasan mengapa hakim mengikuti keputusan hakim sebelumnya: 1. Hakim sebelumnya lebih senior, 2. Pertimbangan bahwa jika dilakukan upaya hukum, maka hukumannya akan sama. 3. Merasa cocok alasan No (3) inilah yang paling tepat dalam menerapkan asas the binding force of precedent (di Indonesia). 6. Beracara dikenai biaya, Meliputi: Biaya kepaniteraan, panggilan sidang, biaya pemberitahuan para pihak, biaya materai, dan biaya kuasa hukum. 7. Tidak ada keharusan mewakilkan.

Sidang pengadilan adalah terbuka untuk umum kecuali UU menentukan lain (pasal 17 (1) UU No. 14 Tahun 1970). - Tujuannya memberikan perlindungan hak asasi manusia dalam pengadilan serta menjamin objektivitas.

Putusan tidak sah dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengakibatkan putusan batal demi hukum.

4.

Meskipun sidang tertutup, persidangan harus tetap terbuka dan dinyatakan terbuka untuk umum lebih dahulu sebelum dinyatakan tertutup. Mendengar kedua belah pihak, - Keduabelah pihak harus diperlakukan sama, tidak boleh memihak.

5.

Kedua belah pihak harus didengar keterangannya (audi et alterampartem). - Hakim tidak boleh menerima keterangan dari salah satu pihak sebagai benar sebelum pihak lawan diberi kesempatan untuk didengar. - Pengajuan alat bukti harus dilakukan di muka sidang. Putusan harus disertai alasan, - Memuat alasan-alasan putusan yang dijadikan dasar untuk mengadili. - Sebagai pertanggungjawaban hakim atas putusannya terhadap

Para pihak dapat dibantu atau diwakili oleh kuasanya kalau dikehendaki (pasal 123 HIR). Dalam pasal 123 HIR, pasal 35 38 UU No. 14 tahun 1970 mengenai LBH tidak ada keharusan bagi pihak-pihak yang berperkara untuk mewakilkan kepada orang lain akan tetapi para pihak dapat dibantu/diwakili oleh kuasa yang mau pada waktu ia menghendaki, sedangkan dalam KUHPdt mengharuskan mengenai wakilnya di pengadilan karena kalau tidak maka Kumpulan Catatan Kuliah Oleh Ande Akhmad Sanusi

23

menyebabkan batalnya tuntutan hak atau diputus secara verstek.

Tidak ada kewajiban untuk mewakilkan, dengan demikian tidak PROSES BERACARA Bagan proses beracara di pengadilan:
A5

ada pengertian asas verpliche procureurstelling seperti yang diatur dalam RV, dimana mewakilkan untuk beracara merupakan suatu keharusan.

Ketua PN
A4

Hakim
A1 A6

B1

PT
B2 C1 C2

MA

Gugatan masuk
A2

Panitera
A7

Kas
A3 A8

No. Reg
A9 B3 C3

Juru sita
A10

Eksekusi
A11 B4 C4

Arsip

Keterangan: A: Tingkat Pengadilan Negeri. B: Tingkat Pengadilan Tinggi (banding). C: Tingkat Mahkamah Agung (Kasasi). IDEAL BERACARA jawaban tergugat duplik/penguat dalil jawaban tergugat (T) (hakim bisa memberi putusan sela) kesimpulan ke-1 pembuktian (hakim bisa memberi putusan sela) Kumpulan Catatan Kuliah Oleh Ande Akhmad Sanusi

Pengajuan gugatan (Penggugat/P) jawaban


(Tergugat/T) replik/penguat dalil penggugat (P), merupakan tanggapan penggugat atas

24

kesimpulan akhir putusan akhir (1. Tidak tetap dan 2. Tetap) bagi putusan tetap bisa dilakukan eksekusi sedangkan bagi putusan tidak tetap bisa dilakukan upaya hukum selanjutnya didapat putusan tetap yang akhirnya dapat dieksekusi. Biasanya replik dan duplik terjadi hanya sekali (undang-undang sendiri membolehkan lebih dari satu kali, jika hakim masih belum mengetahui apa permasalahan yang disengketakan atau para pihak masih membutuhkan). PARA PIHAK YANG BERPERKARA Dalam Haper: Penggugat adalah orang yang merasa bahwa haknya itu dilanggar, Tergugat adalah orang yang ditarik ke muka pengadilan karena ia dianggap melanggar hak seseorang atau beberapa orang. Dalam Haper dikenal: Partai formil (123 HIR) adalah pihak yang menghadap muka pengadilan guna kepentingan orang lain (wali, kurator), Partai materiil adalah orang yang langsung memiliki hak dan kepentingan. Pengacara tidak termasuk partai formil karena ia ada di muka pengadilan dengan adanya suatu perjanjian kerja dengan imbalan upah dan harus memakai surat kuasa khusus. Dalam Haper tidak dikenal turut penggugat, yang dikenal adalah turut tergugat. TUNTUTAN HAK Tuntutan hak dapat berupa: 1. Permohonan; (untuk menguatkan hak) - tanpa sengketa, - hakim sebagai tenaga administrasi (hanya mengesahkan), - bentuknya penetapan, - para pihak adalah pemohon/termohon.

2.

Gugatan; - ada sengketa, - hakim memutuskan dan mengadili, - bentuknya putusan, - para pihak adalah penggugat/tergugat.

Permohonan Isi permohonan meliputi: 1. Identitas pemohon dan termohon (dan kuasanya), 2. Apa yang dimohonkan, 3. Alasan pengajuan permohonan, 4. Hal-hal yang ingin diputuskan untuk ditetapkan oleh hakim. Gugatan Gugatan dapat berbentuk: Tulisan (pasal 118 HIR), Lisan ( pasal 120 HIR).

Apabila

penggugat tidak dapat menulis (buta huruf), maka ia boleh mengajukan gugatan secara lisan kepada Ketua PN yang akan mencatat atau menyuruh mencatat gugatan tersebut, selanjutnya di cap jempol dan di waarmerking, yaitu pernyataan dari pihak berwenang bahwa cap jempol yang telah dibubuhkan adalah sah (supaya cap jempol diakui sehingga mempunyai kekuatan yang sama dengan tanda tangan). Tanda tangan bermakna bahwa yang bertanda tangan mengakui kebenaran dari surat yang ditandatanganinya. Isi gugatan: (diatur dalam UU Acara Perdata, pasal 8 ayat (3) R.V.) 1. Identitas para pihak, 2. Posita/pundamentum petendi (memuat gambaran yang jelas tentang duduk persoalannya, atau dengan kata lain dasar gugatan harus dikemukakan dengan jelas. Posita terdiri dari 2 bagian: a. Bagian berdasarkan kenyataan, b. Bagian berdasarkan hukum. Kumpulan Catatan Kuliah Oleh Ande Akhmad Sanusi

25

Dalam praktek ada 2 teori: a. Substantiering theorie menghendaki supaya di dalam dakwaan itu segala hal dari awal hingga akhir (kronologis) dikemukakan, yang kiranya akan menjadi pertimbangan bagi hakim, semua itu harus diperletakan. b. Individualisering theorie menghendaki tidak secara detail tetapi hanya yang relavan saja (mulai dari yang berhubungan saja) dengan pertimbangan bahwa penggugat sudah dianggap cukup terang didalam mengajukan tuntutannya apabila apa yang dikehendakinya itu di dalam garis besarnya sudah dapat diwujudkan (umumnya dianggap yang benar dan dijadikan pedoman di dalam yurisprudensi/dianut di Indonesia). Indonesia menganut individualisering theorie, karena dengan adanya pembuktian maka dianggap sudah cukup. 3. Petitum (hal yang diinginkan diminta oleh penggugat agar diputuskan/ditetapkan dan diperintahkan oleh hakim). Petitum harus lengkap dan jelas (misal; mengenai sita jaminan maka dimohonkan untuk dinyatakan sah dan berharga).

Pada KTP

asasnya, gugatan diajukan di tempat tinggal tergugat (asas aqtor sequitor forum rei) (pasal 118 HIR).

merupakan bukti formal yang menunjukkan kediaman (tempat tinggal tempat ia berdiam dalam waktu lama, kediaman tepat ia berdiam sewaktu-waktu). Pengecualian asas aqtor sequitor forum rei, antara lain: 1. Jika tempat tinggal tergugat tidak diketahui,

Jika tempat tinggal dan tempat kediaman tergugat tidak diketahui, 3. Jika para tergugat dalam hubungan pihak yang berutang dan penanggung (diajukan di tempat tinggal orang yang benar-benar berutang). 4. Jika mengenai barang tetap, Terdapat 2 pendapat; a. diajukan diajukan di tempat barang tetap berada, b. berlaku apabila tempat tinggal tergugat tidak diketahui. 5. Jika dengan suatu akta telah dipilih tempat penyelesaian sengketa (penggugat jika mau, merupakan hak istimewa penggugat). Surat gugat diharuskan; mencantumkan tanggal, menyebutkan secara jelas identitas penggugat dan tergugat/turut tergugat, tidak perlu bermaterai, bertanda tangan/cap jempol setelah di-waarmerking, didaftarkan di kepaniteraan PN yang bersangkutan, membayar persekot/uang muka biaya perkara. Gugatan yang diajukan dapat: 1. Dikabukan, 2. Tidak dikabulkan; a. tidak diterima (di N.O.) solusinya adalah diperbaiki, dapat di N.O. apabila; - isi gugatan tidak berdasarkan hukum, - belum sampai pada pokok perkara, - upaya hukum. b. ditolak solusinya banding, dapat ditolak apabila: - gugatan tidak beralasan, - telah memperhatikan pokok perkara,

2.

upaya hukum, Kumpulan Catatan Kuliah Oleh Ande Akhmad Sanusi

26

- ne bis in idem (tidak dapat menyindangkan 2 perkara yang sama). KEWENANGAN/KOMPETENSI MENGADILI Terdiri dari: 1. Kewenangan absolut, Yaitu kewenangan yang diberikan berdasarkan kekuatan undang-undang kepada pengadilan yang tidak sejenis akan tetapi masih termasuk di dalam satu lingkungan peradilan yang sama. 2. Kewenangan relatif, Yaitu kewenangan yang diberikan berdasarkan kekuatan undang-undang kepada pengadilan sejenis akan tetapi masih termasuk dalam satu lingkungan peradilan yang sama. Kekuasaan PN dalam perkara perdata meliputi seluruh sengketa mengenai hak milik atau hak yang timbul karenanya, serta hak-hak keperdataan lainnya, kecuali bila undangundang menentukan lain. Bagi yang beragama Islam gugatan perceraian, sengketa waris, sengketa harta bersama, perwalian, perwakafan dan sengketa berkaitan dengan perkawinan, harus diajukan kepada Pengadilan Agama. Jika tidak ada eksepsi (jawaban pertama) dari tergugat maka berkenaan dengan kewenangan relatif yang keliru/salah, hakim boleh melanjutkan, lain halnya dengan kompetensi absolut maka kapanpun dan tanpa eksepsi pun, hakim harus menghentikan perkara. SURAT KUASA Surat kuasa yang dimaksud di sini adalah surat kuasa khusus, yaitu surat kuasa yang diberikan kepada kuasa hukum untuk menyelesaikan perkara di pengadilan.

Dapat dicabut secara sepihak kapan saja (tetapi etikanya melalui pemberitahuan terlebih dahulu kepada yang menerima kuasa). Surat kuasa substitusi (surat kuasa limpahan); - bisa seluruhnya atau sebagian, - harus ada pernyataan hak substitusi, - harus memenuhi peraturan bea materai (karena akan dijadikan barang bukti). Surat kuasa istimewa adalah surat kuasa yang diberikan berkaitan dengan alat bukti pengakuan dan sumpah, yaitu dimana ia sendiri harus melakukan pengakuan atau sumpah tetapi dikuasakan kepada orang lain (penerima kuasa istimewa). PERDAMAIAN Dapat dilakukan: 1. Di luar sidang di bawah tangan/akta di bawah tangan. 2. Di muka sidang putusan perdamaian. Perdamaian di muka sidang bukan merupakan ADR tetapi tetap merupakan court dispute. Pasal 130 HIR: Hakim harus selalu berusaha mendamaikan, Harus tertulis dalam bentuk akta perdamaian/putusan perdamaian. Tidak boleh banding. Pasal 131 HIR: Jika tidak tercapai perdamaian maka pemeriksaan perkara dilanjutkan. Hakim perdamaian desa merupakan bentuk pengadilan menurut Hukum adat untuk menyelesaikan perselisihan diantara penduduk mengenai adat kebiasaan desa dan perikehidupan sehari-hari di desa itu.

Menurut

Dikatakan khusus karena diberikan hanya untuk


menyelesaikan perkara di pengadilan.

pasal 120a jo 135a hakim tidak terpengaruh oleh hakim perdamaian desa. Kalau akta perdamaian berbentuk akta dibawah tangan maka sengketa tersebut bisa diajukan lagi ke pengadilan. Kumpulan Catatan Kuliah Oleh Ande Akhmad Sanusi

27

Kalau

akta perdamaian berbentuk putusan, maka pada hakikatnya tak ada upaya hukum baginya tapi kalaupun mau kasasi maka yang dasar/alasannya adalah tentang penerapan hukumnya (tentang keadilannya).

c. diajukan kepada Ketua PN, d. dapat diajukan secara lisan/tertulis, e. barang tersebut harus diterangkan secara seksama dan terperinci. Ad 1.b.): Sita marital

SITA JAMINAN Sita jaminan memberikan jaminan kepada pihak pemenang agar tidak hanya menang di atas kertas (dengan cara melelangnya). Dibagi menjadi: 1. Sita jaminan terhadap barang milik pemohon/penggugat; a. Sita revindikatoir (pasal 226 HIR), b. Sita marital (823a R.V.). 2. Sita jaminan terhadap barang milik termohon/tergugat (konservatoir) (pasal 227 HIR). Ad 1.a.): Sita revindikatoir

Berlaku

bagi mereka yang tunduk pada BW, karena menurut BW seorang isteri tidak cakap melakukan perbuatan hukum, namun dalam perkembangannya (di Belanda), seorang isteri cakap melakukan perbuatan hukum, maka sita maritaal diajukan oleh penggugat dalam sengketa perceraian bukan hanya oleh isteri.

Berfungsi

Sita revindikatoir adalah penyitaan atas barang


bergerak milik pemohon yang ada di tangan orang lain atas permintaan pemilik barang baik secara lisan maupun tertulis.

melindungi hak pemohon selama pemeriksaaan sengketa di pengadilan tentang perceraian berlangsung menyimpan/membekukan barang tersebut agar tidak beralih. Dulu harta mudah dipindahkan karena ada di tangan suami, sekarang suami juga bisa mengajukan sita maritaal.

Tidak perlu dinyatakan sah dan berharga karena


tidak berakhir dengan penyerahan/penjualan barang yang disita.

Permohonan

diajukan kepada hakim yang memeriksa perkara hakim memberi perintah penyitaan dengan surat penetapan. Barang yang disita harus tetap dibiarkan ada pada pihak tersita untuk disimpan.

Dimohonkan

ke PN oleh isteri yang tunduk pada BW terhadap harta gono gini agar tidak dialihkan oleh suami.

Akibat Tidak

hukumya pemohon/penyita tidak dapat menguasai barang yang disita, sebaliknya tersitas tidak boleh mengasingkannya.

Ad 2): Sita jaminan terhadap barang milik termohon/tergugat (konservatoir)

Yaitu:

perlu ada dugaan yang beralasan bahwa barang tersebut akan dialihkan (karena memang barang bergerak mudah untuk dipindahtangankan). Berdasarkan pasal 226 HIR maka agar dapat diletakkan sita revindikatoir; a. harus berupa benda bergerak, b. merupakan barang milik penggugat yang ada di tangan tergugat,

barang bergerak, barang tetap, barang bergerak yang ada di pihak ke-3, terhadap kreditur, panbeslag/gadai sudah tidak berlaku, barang debitur yang tidak mempunyai tempat tinggal tetap di Indonesia atau orang asing bukan penduduk Indonesia, pesawat terbang, barang milik negara. Merupakan tindakan persiapan dari penggugat untuk menjamin dapat dilaksanakan putusan perdata dengan menjual barang tergugat yang disita untuk memenuhi gugatannya. Kumpulan Catatan Kuliah Oleh Ande Akhmad Sanusi

28

Asas-asas dalam sita konservatoir; tidak boleh dipindahkan (karena barang jaminan), meletakan sita jaminan harus bayar, kalau menang maka sita diangkat, harus ada dugaan kuat (karena barangnya adalah milik tergugat sehingga akan mudah dipindahkan), kalau tidak dinyatakan secara sah dan berharga maka tak dapat dieksekusi. Dari pasal 227 HIR dapat kita simpulkan bahwa berkenaan dengan sita konservatoir: a. Harus ada sangkaan yang beralasan, bahwa tergugat sebelum putusan dijatuhkan atau dilaksanakan mencari akal akan menggelapkan atau melarikan barang-barangnya, b. Merupakan barang milik tergugat, c. Permohonan diajukan kepada Ketua PN, d. Permohonan diajukan secara tertulis, e. Dapat diletakan baik terhadap barang bergerak maupun barang tidak bergerak. Sita jaminan dapat diajukan bersama-sama dengan pokok perkara atau terpisah dari pokok perkara, tetapi tidak mungkin merupakan tuntutan hak yang berdiri sendiri. Umumnya diajukan sebelum dijatuhkan putusan dan disatukan dalam gugatan tetapi dapat juga permohonan sita jaminan diajukan setelah ada putusan akan tetapi putusan tersebut belum dapat dijalankan, atau juga dapat diajukan pada waktu perkara diperiksa di tingkat banding. Apabila putusan sedang dilaksanakan maka sita yang dimohonkan agar dilakukan adalah sita eksekutorial.

eksekutorial berubah menjadi sita eksekutorial. Pencabutan sita dapat dilakukan setiap saat dan akan dikabulkan oleh hakim bila debitur menyediakan tanggungan yang cukup, juga sita jaminan itu tidak ada manfaatnya.

Persamaan

antara sita revondikatoir dan sita konservatoir (terletak pada maksudnya), yaitu antara lain: 1. Untuk menjamin gugatan apabila dikemudian hari dikabulkan, 2. Dapat dinyatakan sah dan berharga apabila dilakukan menurut cara yang ditentukan undang-undang dan dalam hal gugat dikabulkan, 3. Dalam hal gugat ditolak atau dinyatakan tidak dapat diterima, maka keduanya akan diperintahkan untuk diangkat. Berkenaan dengan fiducia, maka oleh karena hak miliknya telah diserahkan dan pihak tergugat hanya mempunyai hak pakai saja, maka sita yang dimohonkan adalah sita revindikatoir. Panbeslag adalah semacam sita jaminan, yang dimohonkan oleh orang yang menyewakan rumah atau tanah, agar supaya diletakkan suatu sitaan terhadap perabotan rumah tangga pihak penyewa/tergugat guna menjamin pembayaran uang sewa yang harus dibayar (pasal 751 R.V.). Barang tetap milik pemohon yang ada di tangan orang lain bisa di-revindikatoir beslag, meskipun secara teori maka harusnya sita revindikatoir (karena) milik penggugat tetapi undang-undang tidak mengatur demikian. PUTUSAN GUGUR DAN PUTUSAN VERSTEK Putusan Gugur Jika penggugat tidak hadir menghadap dipersidangan pada hari sidang I meskipun telah dipanggil secara patut, dan ia tidak menyuruh wakilnya, maka tuntutannya/gugatannya dinyatakan gugur (pasal 124 HIR). Kumpulan Catatan Kuliah Oleh Ande Akhmad Sanusi

Permohonan sita jaminan harus dinyatakan sah


dan berharga sehingga diperoleh titel

29

Putusan gugur diberikan ketika pokok perkara belum diperiksa sama sekali. Penggugat dapat mengajukan gugatannya sekali lagi setelah membayar biaya perkara yang baru.

Gugatan tentang bezit dilakukan dengan gugatan eigendom.

Perkara

juga akan digugurkan bila putusan hakim perdamaian desa tidak dicantumkan (pasal 135a HIR), dalam hal kasus perdamaian desa maka dalam praktek sekarang sudah jarang.

Kumulatif concursus. Konkursus seorang penggugat

mengajukan gugatan yang mengandung beberapa tuntutan yang semuanya menuju pada satu akibat hukum yang sama ~ penggabungan perkara. dengan utang piutang, dimana 1. menyerahkan uang dan 2. Juga menyerahkan uang.

Konkursus harus sama, misal: Utang piutang

Putusan Verstek

Pasal

125 HIR putusan tak hadir (verstek), dalam hal ini maka gugatan penggugat dikabulkan dengan menyebutkan apa yang dikabulkan dan yang tidak dikabulkan. Verstek adalah pernyataan bahwa tergugat tidak hadir menghadap dipersidangan pertama meskipun menurut hukum ia harus hadir.

Menentukan

saat ketidakhadiran tergugat didasarkan pada kata tendage dienende yang dapat diartikan sebagai tidak hadir pada hari sidang pertama. Upaya hukumnya adalah bisa banding (oleh penggugat) atau verzet (oleh tergugat). Verzet pemeriksaan semula. Banding pemeriksaan tingkat ke-2. PENGGABUNGAN PERKARA kumulatif gugatan:

Subjektif orang perkaranya dapat digabungkan,

ataupun

Objektif tidak disyaratkan adanya hubungan yang erat satu sama lain.

Kumulatif gugatan tidak diperkenankan apabila:


Untuk suatu gugatan diperlukan acara khusus sedangkan lainnya acara biasa, Hakim tidak berwenang memeriksa salah satu gugatan yang diajukan bersama,

JAWABAN Jawaban dapat diberikan secara lisan ataupun tertulis (pasal 121 HIR). Jawaban tergugat terdiri dari 2 macam: 1. Jawaban yang tidak langsung mengenai pokok perkara (tangkisan/eksepsi), 2. Jawaban mengenai pokok perkara ( membantah dalil-dalil). Jawaban tergugat dapat berisi: 1. Eksepsi, - Yaitu tentang hal-hal yang bersifat formal, misal isi gugatan, dsb. - Maksudnya untuk melumpuhkan atau melemahkan gugatan. - Konsekuensinya: a. Formal (prosecuil) eksepsi berkenaan dengan proses acara yaitu berkenaan dengan kewenangan relatif, kewenangan absolut, perkara telah diputus, perkara sedang diperiksa, terdiri dari 2 macam, yaitu: 1. Disqualifikatoir, Yaitu yang bersangkutan tidak mempunyai kualitas atau sifat bertindak. 2. Deklinatoir Yaitu bahwa persoalan yang sama sedang pula diperiksa oleh PN yang lain Kumpulan Catatan Kuliah Oleh Ande Akhmad Sanusi

30

b.

atau masih dalam taraf banding atau kasasi. Materiil (materi eksepsi), terdiri dari:

1. Dilatoir, bahwa gugatan penggugat belum dapat dikabulkan. Misal; gugatan prematur. 2. Peremtoir. menghalangi dikabulkannya gugatan. Misal; daluarsa. 2. Jawaban terhadap pokok perkara bisa berupa: a. Pengakuan; pengakuan murni, pengakuan tambahan. b. Bantahan; mengenai pokok perkara (sangkalan berkenaan dengan posita), bukan pokok perkara (eksepsi). c. Referte (tidak menerima juga tidak membantah). 3. Rekonvensi/gugat balik. Merupakan gugat balasan dari tergugat pada penggugat dalam perkara yang sama yang sedang diperiksa/berlangsung antara mereka. Pada hakekatnya merupakan kumulasi/penggabungan 2 perkara. Perbedaannya bahwa pada kumulatif dari satu pihak sedangkan pada rekonvensi dari dua pihak. Tujuannya; a. menghemat biaya, b. mempermudah prosedur, c. memperhemat waktu,

d. menghindari putusan yang saling bertentangan. Dalam rekonvensi tidak berlaku kewenangan relatif, dimana baik gugat konvensi (asal) maupun gugat rekonvensi diperiksa oleh hakim yang sama. Gugat Rekonvensi harus diajukan bersama-sama dengan jawaban tergugat, baik lisan maupun tertulis. Jika sudah sampai pada tahap pembuktian, gugat rekonvensi tidak boleh diajukan, dengan demikian pula jika tidak diajukan pada tingkat I maka pada tingkat banding juga tidak boleh diajukan. Rekonvensi harus ada dasar gugatannya Pada asasnya gugat rekonvensi dapat diajukan pada setiap perkara, kecuali: 1. Jika penggugat dalam gugat asal bertindak sebagai kualitor, dalam rekonvensi sebagai diri pribadi, Misal; anak kecil melempar batu dan mengenai kaca tentangganya. Tetangganya mengajukan gugatan kepada orang tua di anak tersebut, selanjutnya karena si tetangga tersebut masih memiliki utang kepada orang tua si anak tersebut maka ia mengajukan rekonvensi. 2. Jika PN dimana gugat asal diajukan tidak berhak memeriksa gugat balas, Misal; yang satu di PN sedangkan yang lainnya di PA atau yang satu di PN Bandung sedangkan lainnya di PN Bogor. 3. Dalam perkara perselisihan tentang menjalankan putusan, Kumpulan Catatan Kuliah Oleh Ande Akhmad Sanusi

31

4. Jika dalam pemeriksaan tingkat pertama tidak mengajukan rekonvensi (dalam tingkat banding juga tidak boleh). Dalam verzet dapat diajukan rekonvensi. Kalau murni maka perkara selesai, sedangkan kalau dengan tambahan maka diperlukan pembuktian lebih lanjut. Somasi adalah peringatan dan ancaman yang diberikan kepada tergugat untuk memenuhi prestasi. Biasanya diberikan sebanyak 3 kali sebelum diajukan ke pengadilan. Dalam praktek pada umumnya jawaban dari tergugat bersifat bantahan. Kalau eksepsi terbukti maka di N.O. Kalau di N.O., maka proses beracara hanya sampai duplik saja, tidak dilanjutkan ke pembuktian. Diputus dengan putusan sela tapi jika berbicara tentang pokok perkara maka di kesimpulan. Bukan ne bis in idem karena belum sampai pada pokok perkara. Kalau putusan N.O. tidak beralasan maka bisa mengajukan banding. N.O. maka dapat mengajukan kembali (bukan suatu upaya hukum) tetapi sebenarnya itulah upaya hukum bagi N.O.

2. Vrijwaring (penanggungan), Inisiatif ada pada para pihak. Masuknya pihak ke-3 dengan ditarik oleh salah satu pihak. Orangnya disebut intervenient. PEMBUKTIAN

Sebelum

putusan sela maka secara teori diperkenankan adanya kesimpulan awal tetapi dalam praktek tidak lazim, sehingga selanjutnya dilanjutkan ke pembuktian.

Beban Pembuktian Beban pembuktian yaitu siapa yang pertama harus membuktikan. HIR sendiri (pasal 163) menentukan bahwa para pihaklah yang dikenai beban pembuktian tetapi redaksi dari pasal ini seolah-olah menyatakan bahwa beban pembuktian diberikan kepada penggugat. Dalam praktek berlaku teori kelayakan dimana pihak yang paling sedikit menderitalah yang dikenai beban pembuktian. Beban pembuktian secara teoritis diberikan pada putusan sela tetapi dalam praktek di pembuktian. Alat Bukti Antara lain: (pasal 164 HIR) 1. Surat (bukti tertulis), 2. Saksi, 3. Persangkaan-persangkaan, 4. Pengakuan, 5. Sumpah. Secara yurisprudensi: 6. Pengetahuan hakim (dari hasil pemeriksaan setempat (pasal 154 HIR)), 7. Saksi ahli (hasil penyelidikan orang ahli (155 HIR)), 8. Apa yang diakui benar oleh kedua belah pihak. Ad 1): Surat Surat yaitu setiap tulisan yang didalamnya terdapat tanda-tanda baca yang dapat dimengerti Kumpulan Catatan Kuliah Oleh Ande Akhmad Sanusi

Dalam teori Hukum Acara Perdata maka jika di

PENYELESAIAN PERKARA (BERACARA) DENGAN 3 PIHAK Meliputi: 1. Intervensi (campur tangan), Inisiatif ada pada pihak ke-3. a. Voeging (menyertai), Masuknya pihak ke-3 atas kehendak sendiri untuk mendukung salah satu pihak. b.Tussenkomst (menengahi), Masuknya pihak ke-3 atas kehendak sendiri untuk membela kepentingan sendiri.

32

dan dimaksudkan untuk menyatakan pikiran seseorang dan dipergunakan sebagai alat bukti. Dalam pembuktian acara perdata, surat merupakan bukti utama. Surat terdiri dari: 1. Akta, Adalah suatu tulisan yang dibuat dengan sengaja untuk dijadikan bukti serta ditandatangani oleh orang yang membuatnya. Harus ditandatangani, ini penting karena dengan ditandatangani, berarti bahwa ia (yang menandatangani) menyetujui isi daripada tulisan dalam surat tersebut. Terdiri dari; a. Akta otentik; Akta otentik adalah akta yang dibuat oleh dan dihadapan seorang pejabat umum yang mempunyai wewenang untuk membuat itu menurut ketentuan yang telah ditetapkan, baik dengan maupun tanpa bantuan dari yang bersangkutan untuk menuliskan apa yang diinginkan dengan maksud menjadikannya sebagai suatu bukti. Pejabat umum pejabat tersebut menerangkan apa yang dilihatnya, dilakukannya, dialaminya. oleh ambtelijk, misal datang untuk dibuatkan akta kelahiran, putusan hakim, visum eterevertum, dsb. dihadapan partij, misal 2 pihak menghadap notaris unutk membuat akta jual beli, dsb. Akta otentik merupakan bukti yang lengkap atau sempurna bagi kedua belah pihak, ahli warisnya dan orang yang mendapat hak darinya, sampai ada bukti lain yang dapat melumpuhkannya.

Jika ada yang menyangkal maka beban pembuktian ada pada pihak yang menyangkalnya. Terhadap orang ke-3 merupakan bukti dengan kekuatan pembuktian bebas; tidak mengikat ~ bebas terserah hakim, kekuatan bukti sempurna ~ sepanjang tidak ada bukti lain yang sederajat yang dapat melumpuhkannya. b. Akta di bawah tangan. Adalah surat yang ditandatangani dan sengaja dibuat dengan maksud untuk dijadikan bukti dari suatu perbuatan hukum, akan tetapi dibuat oleh para pihak itu sendiri (tanpa turut campur pejabat berwenang). Akta di bawah tangan mempunyai kekuatan bukti sempurna, jika tanda tangan tersebut diakui atau dianggap diakui oleh yang membuatnya. Jika tanda tangan diakui maka pernyataan dalam akta di bawah tangan tersebut tidak dapat disangkal, yang masih dapat disangkal adalah tanggalnya karena dianggap terletak di luar pernyataan akta tersebut. Jika tanda tangan dipungkiri maka hakim harus memerintahkan agar kebenaran surat tersebut diperiksa dalam acara pemeriksaan kebenaran surat. Jika mengakui tanda tangan tapi menyangkal isinya, maka ia harus membuktikan ketidakbenaran isi akta tersebut. Cap tanda tangan juga mempunyai kekuatan bukti yang sama. Termasuk akta di bawah tangan adalah surat pengakuan hutang sepihak jumlahnya harus ditulis tangan. 2. Bukan akta,

Kumpulan Catatan Kuliah Oleh Ande Akhmad Sanusi

33

Pasal 1881/1883 BW mengatur secara khusus beberapa surat di bawah tangan yang bukan akta. Antara lain; buku daftar (register), surat-surat rumah tangga, catatan yang dibubuhkan oleh kreditur pada suatu alas hak yang selamanya dipegangnya, catatan mengenai tanah dalam letter C, kikitir identitas tanah yang tercantum di desa (bukti pembayaran pajak kepada desa), foto copy, salinan, tembusan dengan karbon, facsimile, dll. Fungsi akta, antara lain: a. Formil sebagai syarat formil adanya perbuatan hukum, b. Alat bukti Kekuatan pembuktian akta otentik; a. lahir bentuk lahir, formil tanda tangan, materai, dsb., c. materiil isi. Kekuatan akta di bawah tangan: a. formil, b. materiil. Lahir tidak termasuk bentuk daripada akta di bawah tangan karena bentuk lahir akta di bawah tangan bisa bermacam-macam, bisa di secarik kertas, dsb. Cap jempol (bagi yang buta huruf) harus terlebih dahulu di-waarmerking; - nazegellen (pemateraian karena di pengadilan perlu bea materai), - legalisasi. Waarmerking adalah pernyataan bahwa orang yang membubuhkan cap jempol, menyetujui isi surat tersebut.

b.

Nazegellen dilakukan di kantor pos (supaya foto copy menjadi alat bukti yang berkekuatan sempurna). Kalau akta di bawah tangan tidak bermaterai maka akta tersebut tidak berkekuatan bukti kecuali tanda tangan diakui. Perbedaan akta otentik dengan akta di bawah tangan: 1. Akta otentik melibatkan pejabat berwenang sedangkan akta di bawah tangan tidak, 2. Tanda tangan pada akta otentik tidak perlu diakui sedangkan pada akta di bawah tangan harus, 3. Kekuatan pembuktian akta otentik adalah lengkap/sempurna sedangkan akta di bawah tangan menjadi berkekuatan pembuktian sempurna jika tandatangan sudah diakui. Akta di bawah tangan tidak memiliki syarat lahir (hanya formil dan materiil). Ad 2): Saksi Pembuktian dengan saksi dalam praktek lazim disebut kesaksian. Pembuktian dengan saksi diatur pada pasal 139 s/d 152, 168 s/d 172 HIR. Kesaksian merupakan alat bukti yang wajar dan penting. Wajar; karena dalam pemeriksaan di pengadilan sudah selayaknya yang pertama diperlukan ialah keterangan pihak-pihak ke-3 yang mengalami peristiwa yang bersangkutan, dimana yang dapat diterangkan oleh saksi adalah apa yang ia lihat, ia dengar atau rasakan sendiri. Penting; karena seringkali tidak ada bukti lain yang cukup dimana tidak ada bukti tertulis sama sekali, ini terjadi terutama dalam masyarakat desa dimana perbuatan-perbuatan hukum biasanya tidak tertulis tapi hanya dihadiri oleh saksi-saksi. Kesaksian itu wajib diberikan kepada hakim di persidangan, yaitu tentang peristiwa yang dialaminya dengan jalan pemeriksaan secara lisan dan pribadinya dipanggil di persidangan, jadi keterangan saksi itu harus diberitahukan sendiri dan tidak boleh diwakilkan, hal ini Kumpulan Catatan Kuliah Oleh Ande Akhmad Sanusi

34

termuat dalam pasal 140 (1), 148 HIR, kalau keterangan pihak ke-3 ini tertulis, diajukan ke persidangan maka lalu merupakan bukti tertulis dimana hakim tidak dapat menarik dugaan tentang kebenaran terhadap apa yang dikatakan pihak ke-3 itu. 3 kewajiban bagi seseorang yang dipanggil untuk menjadi saksi: 1. Kewajiban menghadap, Pasal 140 (1) dan 141 HIR: yang menentukan adanya sanksi bagi saksi yang tidak mau datang setelah dipanggil secara patut, yaitu dihukum untuk membayar segala biaya yang telah dikeluarkan. Pasal 143 HIR: Jika saksi di luar wilayah pengadilan yang berwenang memeriksa, ia tidak wajib untuk datang tapi minta bantuan pada pengadilan yang berwenang untuk memeriksa saksi tersebut. 2. Kewajiban untuk bersumpah, Pasal 147 HIR: Saksi apabila tidak mengundurkan diri sebelum memberi keterangan harus bersumpah menurut agamanya. Pasal 177 R.V.: Sebagai pengganti sumpah seseorang dapat memberi janji apabila agama/kepercayaannya melarang bersumpah. 3. Kewajiban untuk memberi keterangan. Bila saksi memberikan saksi palsu maka berlaku terhadapnya ketentuan pasal 242 KUH Pidana. Pasal 148 HIR: Kalau saksi setelah ditempat enggan memberikan keterangan maka atas permintaan dan biaya pihak yang bersangkutan, hakim dapat memerintahkan untuk menyandera saksi (baik saksi a charge/saksi yang memberatkan maupun saksi a de charge/saksi yang meringankan. Paksa badan (gijzeling) oleh pengadilan menurut peraturan MA di atas umur 75 tahun maka tidak dapat dikenai sandera. Siapa saja yang mampu/tidak mampu menjadi saksi:

Hakim dilarang mendengar orang-orang tertentu yaitu mereka yang oleh undang-undang dilarang untuk menjadi saksi, antara lain: 1. Tidak mampu secara mutlak (pasal 145 (1) sub 1 dan 2 HIR), yaitu; a. keluarga sedarah dan keluarga semenda menurut keturunan yang lurus dari salah satu pihak, b. suami atau isteri salah satu pihak, meskipun telah bercerai, undang-undang menitikberatkan pada hubungan keluarga dengan pertimbangan bahwa masyarakat kita masih kurang objektif dalam perkara yang menyangkut hubungan keluarga. 2. Tidak mampu secara relatif (pasal 145 (1) sub 3 dan 4 HIR), yaitu; a. anak-anak yang umurnya tidak diketahui dengan benar bahwa mereka sudah berumur 15 tahun, b. orang gila, walaupun kadang-kadang ingatannya terang. Pasal 146 HIR: Ada juga yang boleh mengundurkan diri, yaitu sekalian orang yang karena martabatnya, pekerjaan, jabatannya yang sah diwajibkan menyimpan rahasia, yaitu seperti: - notaris, - advokat, - dokter, - polisi, dsb. Hakim dapat menolak kesaksian berdasarkan alat-alat nyata yaitu peristiwa yang dapat dibuktikan itu tidak ada sangkut pautnya dengan perkara. Ketentuan mengenai penilaian kesaksian diatur pada pasal 169 s/d 172 HIR, antara lain: Unus testis nullus testis (pasal 169 HIR); satu saksi bukan bukti. Dalil salah satu pihak dapat ditolak oleh yang lainnya kalau ia hanya bisa membuktikan satu saksi tanpa bukti lain, atau dengan kata lain bahwa satu keterangan saksi saja tidak cukup tetapi harus ada bukti lain. Kumpulan Catatan Kuliah Oleh Ande Akhmad Sanusi

35

Pasal 170 HIR: untuk terbuktinya/meneguhkan suatu hal/peristiwa tertentu, tidak perlu dibuktikan oleh dua saksi yang dapat dipercaya menerangkan perlu adanya pembuktian berantai. Pembuktian berantai dimana satu dengan yang lain saling berkaitan. Yang diambil oleh hakim adalah kesimpulan dari semua saksi. Testimonium de auditu (pasal 171 HIR) memberikan keterangan atas pendengaran yang diberikan oleh orang lain. Berdasarkan pasal 172 HIR: memiliki kekuatan pembuktian bebas. Valetudinaire enquete pendengaran saksi sementara/kesaksian sebagai alat bukti. Setelah pendengaran ini maka kedua pihak harus menyimpulkan (konklusi enquete). Kadang-kadang ada kemungkinan bahwa kesaksian sebagai alat bukti akan lenyap, misal: Karena ada kemungkinan saksi berada di luar negeri, meninggal, dsb., maka dapat dimohonkan untuk pemeriksaan kesaksian sebagai alat bukti. Memiliki kekuatan pembuktian bebas. Rogotoir commissie permintaan pendengaran saksi yang berada diluar wilayah Indonesia. Diminta kepada hakim di luar negeri atau juga pada perwakilan RI di Luar negeri. Berita acara yang dibuat memiliki kekuatan yang sama dengan berita acara yang dibuat oleh hakim Indonesia. Comitas gentium rasa saling menghormati antar negara.

Dalam

praktek menjadi alat bukti karena memberi pengetahuan kepada hakim (karena pengetahuan adalah alat bukti). Tidak harus berdasarkan keahlian formalitas (gelar) tetapi benar-benar suatu keahlian khusus. Menurut Prof. Wirdjono; saksi ahli sebagai alat bukti karena dalam praktek bahwa keterangan ahli sering kali betul-betul membuktikan suatu hal. Perbedaan seorang ahli dengan seorang saksi: 1. Seorang ahli dapat diganti oleh ahli lain sedangkan saksi tidak apabila hanya ia yang melihat peristiwa tersebut, 2. Seorang ahli memiliki kecakapan khusus sedangkan saksi tidak, 3. Seorang ahli pada saat pengawasan/penelitiannya hanya diminta keterangan tentang hal-hal yang diawasinya sedangkan saksi yaitu keterangan yang ia lihat, ia dengar dan ia alami sebelum sidang, 4. Seorang ahli memberikan pendapat sedangkan saksi memberikan apa yang ia tangkap dari panca inderanya, 5. Seorang ahli dipanggil untuk mendatangkan pendapatnya sedangkan saksi dipanggil untuk memberikan bahanbahan baru yang ditanggap panca inderanya di luar sidang. 6. Seorang ahli tidak harus secara lisan melainkan dapat secara tertulis, sedangkan seorang saksi harus secara lisan. 7. Hakim terikat untuk mendengarkan keterangan saksi yang relavan, kalau saksi ahli bersifat bebas. Ad 3): Persangkaan-persangkaan Diatur dalam pasal 173 HIR /130 R.Bg., pasal 1915 s/d 1922 BW. Persangkaan-persangkaan (jamak), karena tidak bisa satu persangkaan saja melainkan harus lebih dari satu. Pasal 1915 BW: Kumpulan Catatan Kuliah Oleh Ande Akhmad Sanusi

Berkaitan dengan alat bukti saksi, maka dikenal


pula saksi ahli. Keterangan ahli (pasal 154 HIR) belum diakui sebagai alat bukti.

36

Persangkaan adalah kesimpulan-kesimpulan yang oleh undang-undang atau hakim ditarik dari suatu peristiwa terang dan nyata ke arah peristiwa yang belum terang kenyataannya. Ada 2 macam persangkaan: 1. Persangkaan yang didasarkan undang-undang (wettelijke vermoedens), Kekuatan pembuktiannya bersifat memaksa, misal: 3 kuitansi terakhir berturut-turut bisa memberi persangkaan kepada hakim bahwa telah terjadi pembayaran secara rutin. Anak yang lahir dalam/akibat suatu perkawainan, disangkakan bahwa ayahnya adalah suami dari ibu si anak. 2. Persangkaan yang didasarkan pada kenyataan/persangkaan hakim (feitelijke vermoedens/rechtelijke vermoedens), Kekuatan pembuktiannya bersifat tidak memaksa, tetapi bersifat bebas, diserahkan pada kebijaksanaan hakim. Pasal 173 HIR: Satu-satunya pasal dalam HIR yang mengatur persangkaan, dimana hanya mengatur persangkaan berdasarkan kenyataan saja dan tidak memberikan pengertian. Persangkaan saja tidak didasarkan pada ketentuan undang-undang hanya boleh diperhatikan oleh hakim pada waktu menjatuhkan putusannya apabila persangkaan itu penting, seksama, tertentu dan ada hubungan satu sama lain. Hakim hanya boleh memperhatikan persangkaan apabila; persangkaan itu jamak, tidak berdiri sendiri, artinya bahwa hakim tidak boleh menyandarkan putusannya hanya atas satu persangkaan saja. Ad 4): Pengakuan

lisan,

di luar persidangan

Diatur

dalam pasal 174 s/d 176 HIR, 311 s/d 313 R.Bg, pasal 1923 s/d 1928 KUHPdt. Pengakuan dapat dilakukan;

di muka persidangan tertulis. Pasal 174 HIR: Pengakuan di muka hakim mempunyai kekuatan pembuktian yang sempurna bagi yang mengakui. Kekuatan sempurna bukan saja berarti kekuatan yang memaksa, melainkan juga bersifat menentukan sehingga tidak ada kemungkinan bagi pihak lawan untuk pembuktian perlawanan. Pengakuan di muka hakim itu hanya mengenal hal yang dikuasai sepenuhnya oleh yang mengakui, misal; hak kebendaan. Pengakuan tergugat membebaskan penggugat untuk membuktikan lebih lanjut karena dengan pengakuan maka perkara selesai tidak ada pembuktian lebih lanjut. Pengakuan dapat dikuasakan kuasa istimewa. Dalam Hukum adat, pengakuan merupakan bukti yang cukup membenarkan, contoh; adat lilikur di Minahasa, dsb. Pasal 175 HIR: Mengenai pengakuan di luar sidang, kekuatan pembuktiannya vrijbewijst, karena dilakukan di luar sidang, kebanarannya masih harus dibuktikan lebih lanjut di muka sidang umumnya dengan kesaksian Pasal 176 HIR: Dikenal dengan doktrin onsplitsbare bekentennis; bahwa pengakuan itu tidak boleh dipisah-pisahkan untuk kerugian yang mengakuinya. Hakim tidak boleh mengabulkan sebagian dari pengakuan tergugat sedangkan sebagian lainnya ditolak, misal; pengakuan murni tapi dengan tambahan. Pengakuan terdiri dari: 1. Pengakuan murni, 2. Pengakuan tambahan; Pengakuan dengan kualifikasi, Kumpulan Catatan Kuliah Oleh Ande Akhmad Sanusi

37

betul saya mempunyai hutang tapi bukan Rp,- melainkan Rp.,. melemahkan. Pengakuan dengan klausula, betul saya mempunyai hutang tapi hutang itu sudah lunas. mematahkan.

Dalam

hal pengakuan yang tidak boleh dipisahkan (pengakuan dengan tambahan) maka pembuktiannya dibebankan pada tergugat (pasal 176 HIR merupakan pengecualian pasal 163 HIR beban pembuktian terbalik).

Hakim

baru boleh memutuskan pengakuan dengan tambahan jika penggugat dapat membuktikan bahwa keterangan tambahan pada pengakuan tergugat adalah tidak benar, dalam hal ini maka pembuktian dibebankan kepada tergugat. Bila tergugat mengajukan pengakuan dengan tambahan, penggugat dapat memilih tindakan: 1. Menolak sama sekali pengakuan dengan tambahan itu seluruhnya dan memberikan pembuktian tersendiri, 2. Penggugat dapat membuktikan bahwa keterangan tambahan pada pengakuan tergugat tidak benar, jika penggugat berhasil membuktikannya maka ia dapat meminta kepada hakim untuk memisahkan pengakuan tergugat dari keterangan tambahannya, hakim tidak boleh menolak permohonan penggugat. Pasal 1923 KUHPdt: Pengakuan di muka hakim tidak dapat dicabut kembali, kecuali jika ternyata ada bukti kekeliruan terhadap kenyataan peristiwa. Ad 5): Sumpah Sumpah adalah suatu pernyataan yang khidmat, diberikan atau diucapkan pada waktu memberi janji atau keterangan dengan mengingat sifat Maha Kuasa dari Tuhan, dan percaya bahwa siapa yang memberi keterangan yang tidak benar akan dihukum oleh-Nya.

Sumpah dibagi menjadi 5 macam: 1. Promissoris, 2. Assertoir; a. suppletoir (pelengkap); Diperintahkan oleh hakim karena jabatannya kepada salah satu pihak guna melengkapi pembuktian permulaan (karena ada pembuktian permulaan yang kurang lengkap). Berfungsi menyelesaikan perkara. Mempunyai kekuatan bukti sempurna yang masih memungkinkan adanya buktibukti lain. Pihak yang diperintahkan hakim untuk bersumpah tidak boleh mengembalikan pada pihak lawan, ia hanya boleh menolak atau menjalankannya b. aestimotoir (penaksir); Diperintahkan oleh hakim karena jabatannya kepada penggugat untuk menentukan jumlah uang ganti kerugian. Baru dapat dibebankan kepada penggugat bila penggugat telah dapat membuktikan haknya atas ganti kerugian, tetapi jumlahnya belum pasti dan tidak ada cara lain untuk menentukan jumlah ganti kerugian. Kekuatan pembuktiannya bersifat sempurna dan masih dimungkinkan pembuktian lawan. c. Decitoir (pemutus); Dapat diperintahkan sekalipun tidak ada bukti sama sekali.

Kumpulan Catatan Kuliah Oleh Ande Akhmad Sanusi

38

Dibebankan atas permintaan salah satu pihak kepada lawan. Dapat dibebankan mengenai segala peristiwa yang menjadi sengketa, baik perbuatan yang dilakukan sendiri oleh pihak yang disuruh bersumpah maupun perbuatan yang dilakukan oleh kedua belah pihak. Dengan diucapkannya sumpah pemutus, kebenaran peristiwa yang dimintakan sumpah menjadi pasti sehingga pihak lawan tidak boleh membuktikan bahwa sumpah itu palsu (tanpa mengurangi). Seringkali terjadi dimana tidak ada pembuktian permulaan. Wewenang jaksa untuk menuntut berdasarkan sumpah palsu: Bersifat tuntas dan menentukan/menyelesaikan perkara (litis decitoir), Pihak yang menolak untuk bersumpah dan tidak mengembalikan kepada pihak lawan harus dikalahkan. Sumpah pocong, sumpah kelenteng, sumpah mimbar bukan merupakan macam-macam sumpah tetapi lebih merupakan cara-cara pelaksanaan sumpah.

Pemeriksaan Pemeriksaan

setempat adalah pemeriksaan perkara oleh hakim karena jabatannya ditempat kejadian di luar gedung pengadilan.

setempat tidak sama dengan rekonstruksi seperti dalam Hukum pidana karena dalam rekonstruksi hanya mengulangi sedangkan pada pemeriksaan setempat merupakan pemindahan tempat sidang dan proses persidangan (baru) berjalan sehingga bukan merupakan pengulangan di tempat dimana dicari pengetahuan hakim. Tujuannya adalah agar hakim melihat sendiri, mendapat kepastian tentang peristiwa yang dikemukakan di persidangan.

Pemeriksaan

setempat dilakukan oleh seorang atau dua orang komisaris (hakim anggota) dari majelis dibantu oleh panitera. Kekuatan pembuktian diserahkan kepada kebijaksanaan hakim (bebas). PENEMUAN HUKUM Tugas hakim, antara lain: 1. Menemukan peristiwa-peristiwa berdasarkan bahan-bahan yang dikemukakan para pihak, 2. Menemukan hukumnya, 3. Menetapkan hukumnya, 4. Menjatuhkan putusan.

Asas ius curia novit; hakim dianggap tahu akan


hukumnya. Pasal 178 HIR: Hakim karena jabatannya wajib mencukupkan alasan hukum yang tidak dikemukakan oleh para pihak.

Pasal

381 HIR: Cara mengucapkan sumpah sebagai alat bukti sumpah di tempat-tempat keramat.

Asas

Ad 6): Pengetahuan hakim Diatur dalam pasal 153 HIR; dimana pengetahuan hakim bisa menjadi alat bukti. Pengetahuan hakim di sini yaitu apa yang ditemukan hakim dalam pemeriksaan setempat.

the binding force of precedent; hakim terikat oleh putusan terdahulu menyangkut perkara yang sama (asas ini tidak dianut di Indonesia). Sumber-sumber penemuan hukum, antara lain: Undang-undang, Hukum tertulis, Putusan desa, Yurisprudesi, Kumpulan Catatan Kuliah Oleh Ande Akhmad Sanusi

39

Ilmu pengetahuan, dsb. Pasal 27 ayat (1) UU No. 14 tahun 1970: Hakim wajib menggali, mengikuti, dan memahami nilai-nilai hukum yang hidup dalam masyarakat.

Pasal

14 ayat (1) UU No. 14 Tahun 1970: Hakim tidak boleh menolak (wajib) dalam memeriksa dan memutuskan perkara yang diajukan kepadanya sekalipun dengan dalil hukumnya tidak ada/tidak jelas

PROSES MENEMUKAN HUKUM Terjadi penemuan hukum (setelah peristiwa hukum ada)

(4)

UU (5)

P T I
Ket: I : II : III : IV :

(1)

(2)

(3)

(6)

putusan

II

III

IV

VI

Sengketa antara penggugat (P) dan tergugat (T) gugatan (1), Peristiwa sebagai dasar gugatan (belum jelas) jawaban (2), Peristiwa yang disengketakan dikonstatir (dikonkritkan)melalui pembuktian (3). Peristiwa konkrit yang benar terjadi dikonstituir (dicari ketentuan-ketentuan yang berlaku terhadapnya dalam undang-undang yang berlaku) (4). V : Peristiwa hukum undang-undang diterapkan (5). VI : Putusan: memuat keadilan, kepastian hukum dan kemanfaatan. PUTUSAN Putusan hakim diatur pada pasal 179 s/d 187 HIR: Putusan, Penetapan. 1. Putusan akhir, berdasarkan dictumnya; a. Putusan condemnatoir, Yaitu putusan yang berisi penghukuman (menghukum). Misal; pihak tergugat dihukum untuk menyerahkan sebidang tanah, membayar sejumlah uang, dsb. b. Putusan declaratoir, Yaitu putusan yang bersifat hanya menerangkan, menegaskan suatu keadaan hukum semata-mata (menyatakan). Kumpulan Catatan Kuliah Oleh Ande Akhmad Sanusi

Putusan

hakim adalah pernyataan hakim yang diucapkan dipersidangan (iut spraak) dan dituangkan dalam bentuk tertulis (vonnis) yang bertujuan untuk mengakhiri atau menyelesaikan suatu perkara. Putusan tertulis tidak mempunyai kekuatan sebagai putusan sebelum diucapkan di muka sidang oleh hakim. Putusan berdasarkan sifatnya:

40

Misal; bahwa A adalah anak sah dari X dan Y, B adalah ahli waris dari almarhum Z, dsb. c. Putusan konstitutif, Yaitu Putusan yang meniadakan suatu keadaan hukum atau menimbulkan suatu keadaan hukum yang baru. Misal; bahwa A adalah anak angkat dari X dan Y (menimbulkan suatu keadaan hukum baru), putusan perceraian antara A dan B (meniadakan keadaan hukum hubungan perkawinan). 2. Putusan bukan putusan akhir (putusan sela); a. Putusan interlocutoir, Yaitu putusan sela/antara sebelum putusan akhir yang akan mempengaruhi putusan akhir. Misal; mengenai pemeriksaan setempat. b. Putusan praeparatoir, Yaitu putusan sela yang tidak mempengaruhi putusan akhir, dipergunakan untuk mempersiapkan perkara. Misal; mengenai tenggang waktu. c. Putusan insidentil, Yaitu putusan yang diberikan jika ada gugat insidentil. Misal; mengenai tussenkomst. d. Putusan provisionil. Yaitu putusan yang diberikan oleh hakim dimana hakim yang memerintahkan putusan tersebut harus dilaksanakan dahulu. Misal; dalam sengketa gugat cerai, misal si istri harus dipindahkan terlebih dahulu agar aman. Isi putusan diatur pada pasal 178, 182, 183, 184, dan 185 HIR: 1. Kepala putusan, DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHAESA 2. Identitas para pihak, 3. Pertimbangan-pertimbangan,

Asas putusan hakim harus berdasarkan pertimbangan-pertimbangan. 4. Amar/dictum putusan. Putusan yang baik sistematikanya adalah putusan yang dimulai dengan menyimpulkan terlebih dahulu dalil-dalil yang menjadi dasar gugat yang diakui, setidak-tidaknya tidak disangkal, oleh pihak tergugat, baru kemudian disusul dengan dalil-dalil yang disangkal dan yang menjadi persoalan dalam perkara tersebut. Kekuatan putusan hakim: 1. Kekuatan yang bersifat mengikat (dapat mengikat orang lain), 2. Kekuatan yang bersifat membuktikan (membuktikan peristiwa), 3. Kekuatan yang bersifat eksekutorial (supaya dapat dieksekusi). Putusan Serta Merta (Uitvoerbaar Bij Voorraad/Ubv) Ubv; putusan yang dapat dilaksanakan terlebih dahulu, adalah putusan yang dapat dilaksanakan terlebih dahulu dimana bentuknya akhir meskipun akan ditempuh upaya hukum lain Diatur dalam pasal 180 HIR dan 191 (1) R.Bg; Pasal 180 HIR: Putusan serta merta banyak menimbulkan kendala dalam mana putusan serta merta dapat dijatuhkan. Kendala-kendala tersebut; pasal 180 HIR tidak ada keharusan bagi hakim untuk menjatuhkan putusan serta merta. Pasal 54 R.V.: Pelaksanaan terlebih dahulu dari putusan-putusan, meskipun ada banding atau perlawanan akan diperintahkan. Pasal 55 R.V.: Pelaksanaan terlebih dahulu dari putusan-putusan, meskipun ada banding atau perlawanan dapat diperintahkan. akan(zullen); sifatnya memerintah sehingga maknanya harus, sedangkan dapat mengandung makna boleh. SEMA Tahun 1964: Jangan terlalu mudah memberi putusan serta merta (harus ada persetujuan MA). Kumpulan Catatan Kuliah Oleh Ande Akhmad Sanusi

41

SEMA No. 3 Tahun 1971 tertanggal 17 Mei 1971: Penerapan putusan serta merta diserahkan kepada PN. Syarat-syarat yang bisa diputuskan dengan adanya putusan ubv, antara lain: a. Ada surat otentik/tulisan tangan (handschrift) yang menurut undang-undang mempunyai kekuatan tetap, harus ada hubungan dengan pokok perkara, b. Ada keputusan yang sudah memperoleh kekuatan yang pasti/tetap sebelumnya yang menguntungkan pihak penggugat dan ada hubungannya dengan gugatan yang bersangkutan, Misal; dalam utang piutang dengan bunga 5 %, diajukan gugatan dengan jumlah utang piutangnya + bunga 5 % sejak gugatan diajukan sampai diputus (gugatan dimenangkan penggugat dengan jumlah utang + bunga 5 % sejak gugatan diajukan sampai di putus), namun penggugat merasa rugi dengan 5 % sejak perjanjian dibuat yang ternyata tidak dimasukkan ke bunga yang 5 % sesuai perjanjian, maka diajukan gugatan untuk putusan serta merta untuk menuntut jumlah bunga 5 % dari saat perjanjian dibuat sampai gugatan diajukan. c. Ada gugatan provisionil yang dikabulkan, Misal; dalam perkara perceraian, si istri diminta nafkah sebelum cerai diputus. d. Dalam sengketa mengenai bezitrecht. Misal; sengketa tanah warisan. PELAKSANAAN PUTUSAN Pelaksanaan putusan, dibagi: 1. Secara sukarela, 2. Secara paksaan/eksekusi (putusan condemnatoir). Eksekusi merupakan pelaksanaan putusan tidak secara sukarela (secara paksa), dilaksanakan oleh panitera dan juru sita PN, jadi apabila suatu putusan diputus di tingkat PT/MA maka eksekusi tetap dilaksanakan oleh PN

(dikembalikan ke PN), dan boleh dimintakan bantuan polisi). Asas-asas dilaksanakannya eksekusi, diantaranya: 1. Karena tidak bisa dijalankan secara sukarela, 2. Menjalankan putusan yang sudah mempunyai kekuatan tetap dan bersifat condemnatoir. Pengecualian terhadap (2), yaitu; kalau ada putusan serta merta, adanya akta perdamaian, pelaksanaan putusan provisionil, eksekusi terhadap grosse akta yang tercantum dalam pasal 224 HIR. Eksekusi terdiri dari: 1. Eksekusi dimana seseorang di hukum untuk membayar sejumlah uang (pasal 196 HIR), Eksekusi terhadap putusan yang menghukum pihak yang kalah untuk membayar sejumlah uang. Pelaksanaan putusan hakim dilakukan oleh panitera dan juru sita dipimpin oleh PN. Untuk dapat dilaksanakannya suatu putusan, maka pihak yang berkepentingan mengajukan permohonan (lisan/tertulis) kepada Ketua PN agar putusan dilaksanakan. 2. Eksekusi dimana seseorang dihukum untuk melaksanakan suatu perbuatan (pasal 225 HIR), Eksekusi yang menghukum orang untuk melakukan suatu perbuatan. Orang tidak dapat dipaksakan untuk memenuhi prestasi yang berupa melakukan perbuatan tetapi pihak yang menang dapat meminta pada hakim supaya kepentingan yang akan diperolehnya di nilai dengan uang. 3. Eksekusi riil (tersirat dalam pasal 200 (2) HIR tentang lelang dan pengosongan), Kumpulan Catatan Kuliah Oleh Ande Akhmad Sanusi

42

Eksekusi riil yaitu pelaksanaan putusan hakim yang memerintahkan pengosongan benda tetap. Pelaksananya adalah panitera/juru sita. Jika orang yang dihukum untuk mengosongkan benda tetap tidak mau memenuhi perintah hakim secara sukarela maka hakim dapat memerintahkan pengosongan secara paksa, jika perlu dengan bantuan alat kekuasaan negara (polisi). Yang dapat dieksekusi: Putusan hakim Indonesia, Putusan arbitrase (juga putusan arbitrase internasional), Putusan hakim asing pada asasnya tidak dapat dijalankan, dilaksanakan dengan viat eksekusi (permohonan pelaksanaan eksekusi kepada PN nasional (sifatnya fakultatif). Putusan P4D (Putusan Penyelesaian Perkara Perburuhan Daerah) dan P4P (Putusan Penyelesaian Perkara Perburuhan Pusat), Paksa badan: Pengaturannya; pasal 195 s/d 224 HIR, 206 s/d 258 R. Bg., Peraturan MA No. 1 Tahun 2000, Sandera badan tidak sesuai dengan sila ke-2 Pancasila, Peraturan MA No. 1 Tahun 2000 dimaksudkan untuk menjerat para debitur nakal, yaitu debitur, penanggung/penjamin yang mampu membayar tetapi tidak mau membayar, Debitur yang memiliki itikad tidak baik dengan utang minimal 1 milyar Rupiah dapat dikenakan paksa badan, kecuali yang berusia 75 tahun, tapi terhadap ahli warisnya dapat dikenai juga. Waktu paksa badan ditetapkan 6 bulan lamanya dapat diperpanjang 6 bulan dengan keseluruhan 3 tahun.

Biaya dikenakan pada pihak yang mengajukan dan dibebankan pada utang debitur. UPAYA HUKUM Upaya hukum adalah upaya yang diberikan oleh undang-undang kepada seseorang atau badan hukum untuk dalam hal tertentu melawan putusan hakim. Upaya hukum merupakan suatu tahapan dalam proses beracara di pengadilan untuk memperbaiki putusan, yaitu langkah-langkah apa yang dapat dilakukan oleh para pihak manakala ia tidak puas terhadap putusan pengadilan. Upaya hukum terdiri dari: 1. Upaya hukum biasa, terdiri dari: a. Verzet (perlawanan terhadap putusan perstek), b. Banding, c. Kasasi. 2. Upaya hukum luar biasa, terdiri dari: a. Darden verset (perlawanan pihak ketiga terhadap sita eksekutorial), b. Peninjauan kembali (PK). Upaya hukum biasa pada asasnya menangguhkan eksekusi (pengecualian adalah dalam hal dijatuhkannya putusan serta merta), sedangkan upaya hukum luar biasa tidak menangguhkan eksekusi, adapun yang manjadi perbedaan prinsipnya bahwa upaya hukum biaya dapat dilakukan terhadap putusan yang belum berkekuatan tetap (yaitu dapat dilakukan dalam tenggang waktu yang telah diberikan oleh ketentuan undang-undang). Ad 1.a): Verzet Diatur pada pasal 125 ayat (3) jo 129 HIR jo 153 R.Bg. Pada asasnya verzet dilakukan oleh tergugat. Dalam verzet maka diminta untuk mengulangi sidang kembali dari awal. Kalau sudah banding oleh penggugat maka pihak tergugat tidak boleh melakukan verzet. Kumpulan Catatan Kuliah Oleh Ande Akhmad Sanusi

43

Ad 1.b): Banding Pengaturannya masih bersifat dualisme: 1. Hukum Perdata: UU No. 20/1947 dan pasal 199, 205 R. Bg. 2. Pidana pidana: KUHAP pasal 67, 87, dan 233 243. Apabila salah satu pihak tidak puas/tidak menerima putusan PN, maka ia dapat mengajukan permohonan banding untuk dimintakan pemeriksaan ulang. Yang dapat mengajukan banding adalah pihak yang merasa dirugikan/dikalahkan. Putusan MA tanggal 2 Desember 1975: permohonan banding hanya terbatas pada putusan PN yang merugikan pihak yang naik banding, tidak ditujukan pada putusan PN yang menguntungkan baginya. Yurisprudensi; putusan banding hanya dapat menguntungkan pihak yang mengajukan banding (tidak harus selalu menguntungkan). Dalam banding maka diperiksa kembali seluruhnya tetapi hanya berkas perkara saja namun tidak menutup kemungkinan untuk memeriksa kembali para pihak (pemeriksanaan fisik) tetapi PT harus memintanya pada PN.

Jika waktu 14 hari sudah terlewati, kemudian salah satu pihak mengajukan banding maka PN yang menerima tidak boleh menolaknya tetapi harus meneruskannya ke PT, selanjutnya PT berhak menerima/menolak permohonan banding tersebut. Pada asasnya semua putusan akhir pengadilan tingkat pertama (PN) dapat dimintakan banding, kecuali undang-undang menentukan lain, yaitu kecuali terhadap; 1. putusan sela (karena bukan merupakan putusan akhir), 2. putusan perdamaian (karena merupakan hasil kesepakatan), 3. penetapan. Dalam tingkat banding, hakim juga tidak boleh mengabulkan lebih dari yang dituntut, berarti bahwa hakim tingkat banding harus membiarkan putusan hakim tingkat pertama sepanjang tidak dibantah dalam tingkat banding (biasanya menguatkan putusan PN). Ad 1.c): Kasasi Kasasi dapat dilakukan kalau ada upaya hukum biasa yang tidak dapat ditempuh dengan maksud untuk menegakan dan membetulkan hukum, jika hukum ditentang oleh putusan hakim pada tingkat tertinggi (PT). Pemeriksaan dalam tingkat kasasi oleh MA bukanlah merupakan pemeriksaan tingkat ke-3, mengenai faktanya sudah tidak diperiksa lagi, dalam tingkat kasasi yang diperiksa hanya mengenai penerapan hukumnya saja, yaitu apakah putusan yang dimohonkan kasasi itu melanggar hukum atau tidak. MA pada tingkat kasasi membatalkan putusan/penetapan pengadilan dari semua lingkungan peradilan karena: 1. Tidak berwenang/melampaui batas kewenangan, 2. Salah menerapkan/melanggar hukum yang berlaku, 3. Lalai memenuhi syarat-syarat yang diwajibkan oleh peraturan perundangundangan yang mengancam kelalaian itu Kumpulan Catatan Kuliah Oleh Ande Akhmad Sanusi

Pasal 7 ayat (1) UU No. 20 tahun 1947 (199 R.


Bg.): Permohonan banding harus diajukan dalam jangka waktu 14 hari, terhitung mulai hari berikutnya dari hari pengumuman putusan kepada yang berkepentingan atau diberitahukan pada pihak yang bersangkutan. Setelah menyatakan banding dan dicatat, lawan diberi tahu selambat-lambatnya 14 hari setelah permintaan banding diterima oleh kedua belah pihak diberi kesempatan selama 14 hari untuk memeriksa surat-surat dan berkas (memori dan kontra memori). Memori banding tidak perlu karena pada tingkat banding semua berkas perkara diperiksa kembali (ada dalam posita), namun dalam praktek memori banding sangat penting karena untuk memudahkan hakim dalam memeriksa, yaitu dengan adanya amar putusan.

44

dengan batalnya putusan yang bersangkutan. Permohonan kasasi dalam penerapan perkara perdata hanya dapat diajukan oleh pihak yang berperkara atau wakilnya yang secara khusus dikuasakan untuk itu. Permohonan kasasi dapat diajukan secara tertulis/lisan melalui panitera pengadilan tingkat pertama (PN) yang memutus perkara dalam tenggang waktu 14 hari sesudah putusan/penetapan pengadilan yang dimaksud diberitahukan kepada pemohon. Apabila tenggang waktu 14 hari tersebut telah lewat dan tanpa ada permohonan kasasi maka pihak yang berperkara dianggap telah menerima putusan.

Pasal

Setelah

pemohon kasasi mengajukan permohonannya, selanjutnya ia wajib menyampaikan memori kasasi yang memuat alasan-alasan kasasi dalam waktu 14 hari setelah permohonan kasasinya didaftarkan. Yang membedakan antara banding dengan kasasi adalah bahwa dalam kasasi maka memori kasasi bersifat wajib (sangat penting) karena didalamnya dicantumkan keberatan-keberatan terhadap penerapan hukumnya atau dengan kata lain memori kasasi penting karena menyangkut penerapan hukumnya. Apabila tenggang waktu untuk menyampaikan memori kasasi sudah lewat dan pemohon kasasi baru mengajukan memori kasasinya (terlambat), maka akibatnya permohonan kasasi itu tidak dapat diterima. Sehubungan dengan diberikannya memori kasasi bagi pihak pemohon kasasi maka pihak lawam diberi hak untuk mengajukan kontra memori kasasi (jawaban terhadap memori kasasi). Ad 2.a): Darden verzet (perlawanan pihak ketiga terhadap sita eksekutorial) Bantahan/perlawanan pihak ketiga dapat terhadap: 1. Sita jaminan, 2. Sita eksekutorial.

195 (6), (7) dan pasal 207, 208 HIR mengatur tentang perlawanan terhadap sita eksekutorial sedangkan perlawanan terhadap sita jaminan tidak diatur dalam HIR. Mengajukan perlawanan dapat dikabulkan secara lisan/tertulis. Perlawanan tidak menangguhkan eksekusi, oleh karena itu perlawanan tidak boleh diajukan terlambat, karena perlawanan yang diajukan terlambat akan tidak berhasil dan dinyatakan tidak dapat diterima. Eksekusi terhadap upaya hukum luar biasa tidak dapat ditangguhkan tetapi bisa minta untuk dihentikan dengan permohonan. Pada umumnya yang dimohonkan oleh pelawan dalam perlawanan adalah: 1. Agar dinyatakan bahwa perlawanan tersebut adalah tepat dan beralasan, 2. Agar dinyatakan bahwa pelawan/pembantah adalah pelawan yang benar, 3. Agar sita jaminan/sita eksekutorial yang bersangkutan diperintahkan untuk diangkat, 4. Agar para terlawan/terbantah dihukum membayar biaya perkara. Pelawan untuk dapat dikatakan sebagai pelawan yang benar, maka ia harus merupakan pemilik dari barang yang disita, terhadap pelawan yang benar maka sita diangkat. Terhadap putusan perlawanan yang dijatuhkan oleh PN, terlawan dimungkinkan mengajukan banding dan/kasasi.

Ad 3.b): Peninjauan kembali (PK)

Dulu PK dikenal dengan istilah herziening.


Pengaturan PK masih bersifat dualisme: 1. Hukum Perdata: Peraturan MA Tahun 1985, 2. Hukum Pidana: KUHAP. MA bertugas dan berwenang memeriksa dan memutus permohonan PK terhadap putusan Kumpulan Catatan Kuliah Oleh Ande Akhmad Sanusi

45

pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap. Permohonan PK tidak menangguhkan/menghentikan pelaksanaan putusan pengadilan. Yang berhak mengajukan PK adalah: 1. Harus diajukan sendiri oleh pihak yang berperkara, atau ahli warisnya, atau wakil yang secara khusus dikuasakan untuk itu, 2. Bila selama proses pemohon meninggal dunia, dapat dilanjutkan oleh ahli warisnya. Permohonan PK hanya dapat diajukan berdasarkan alasan-alasan: 1. Apabila putusan didasarkan kebohongan atau tipu muslihat pihak lawan yang diketahui setelah perkara diputus, atau didasarkan pada bukti-bukti yang kemudian oleh hakim pidana dinyatakan palsu, 2. Apabila setelah perkara diputus, ditemukan surat-surat bukti yang bersifat menentukan, yang pada waktu perkara diperiksa tidak ditemukan (novum), 3. Apabila telah dikabulkan suatu hal yang tidak dituntut /lebih daripada yang dituntut, 4. Apabila mengenai sesuatu bagian dari tuntutan belum diputuskan tanpa dipertimbangkan sebab-sebabnya, 5. Apabila terhadap perkara yang mana telah diberikan putusan yang bertentangan satu sama lain, 6. Apabila dalam suatu putusan terdapat suatu kekhilapan hakim/suatu kekeliruan yang nyata. PK tidak selalu diajukan unutk putusan MA saja melainkan putusan yang telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap. Dalam praktek yang biasa diajukan sebagai alasan diajukannya PK adalah adanya novum. Dalam kepailitan (saat ini) maka alasan untuk PK hanyalah novum saja. Tenggang waktu untuk mengajukan PK: 1. Untuk alasan (1);

180 hari sejak diketahui kebohongan/tipu muslihat atau sejak putusan pidana memperoleh kekuatan hukum tetap dan telah diberitahukan kepada para pihak. 2. Untuk alasan (2); 180 hari sejak ditemukannya alat bukti. 3. Untuk alasan (3), (4) dan (6); 180 hari sejak putusan memperoleh kekuatan hukum tetap dan telah diberitahukan kepada para pihak. 4. Untuk alasan (5); 180 hari sejak putusan terakhir yang bertentangan itu memperoleh kekuatan hukum tetap dan diberitahukan kepada para pihak.

Akibat hukum yang timbul sehubungan dengan


putusan MA dalam perkara PK: 1. Dalam hal MA mengabulkan permohonan PK, maka putusan yang dimohonkan PK dibatalkan, selanjutnya MA memeriksa dan memutus sendiri perkara itu, 2. MA akan menolak permohonan PK jika permohonan itu tidak beralasan. Permohonan PK dapat diajukan secara tertulis/lisan (untuk yang tidak pandai menulis) dengan disertai alasan-alasan yang jelas, dimasukkan ke kepaniteraan PN yang memutus dalam tingkat pertama dengan membayar biaya perkara. Dalam memeriksa dan mengadili perkara PK: 1. MA berwenang memerintahkan PN/PT yang memeriksa perkara untuk melaksanakan pemeriksaan tambahan, atau meminta tambahan keterangan dan pertimbangan, 2. MA dapat meminta keterangan Jaksa Agung/pejabat lainnya yang diserahi tugas penyelidikan, apabila diperlukan, 3. Pengadilan yang dimaksud dalam (1) setelah melaksanakan perintah MA segera mengirimkan hasilnya pada MA, Kumpulan Catatan Kuliah Oleh Ande Akhmad Sanusi

46

4. Permohonan PK hanya dapat diajukan satu kali saja, dan dapat dicabut selama belum diputus, tetapi setelah dicabut tidak dapat diajukan kembali. REFERENSI

Diantaranya:

Hukum Acara Perdata dalam Teori dan Praktek, oleh Retnowulan Sutantio, S.H., Iskandar Oeripkartawinata, S.H, Dll.

Kumpulan Catatan Kuliah Oleh Ande Akhmad Sanusi

47

Anda mungkin juga menyukai