PROPOSAL SKRIPSI
OLEH
RAFIF NABIL ARMADA
NIM 8111412108
PROPOSAL SKRIPSI
1. JUDUL :
PERAN DAN TANGGUNG JAWAB PEJABAT PEMBUAT AKTA
TANAH PENGGANTI DALAM PEMBUATAN AKTA JUAL BELI
TANAH BESERTA AKIBAT HUKUMNYA (STUDI KASUS DI
KABUPATEN BEKASI).
2. PENDAHULUAN
2.1 Latar Belakang Masalah
Indonesia merupakan negara hukum yang bercorak agraris. Hal ini
karena luas wilayah Indonesia yang sangat luas, terdiri dari ribuan pulau.
Jika dibandingkan dengan wilayah negara Asia Tenggara, Indonesia
merupakan negara dengan luas wilayah paling besar se-Asia Tenggara.
Untuk itu dibutuhkan pengaturan tentang pertanahan nasional yang jelas
agar tidak menimbulkan suatu permasalahan. Pada 24 September Tahun
1960, Peraturan pertama terkait pertanahan yaitu Undang-Undang Pokok
Agraria yang disingkat UUPA. Undang-Undang ini menjadi acuan-acuan
peraturan pertanahan lainya dalam mengatur segala hal yang berkaitan
tentang pertanahan.
Tanah merupakan hal penting yang dibutuhkan oleh masyarakat,
karena tanah merupakan kebutuhan primer. Tanah juga disebut sebagai
papan yang berarti tempat tinggal dan merupakan kebutuhan primer. Dari
hal tersebut, jual-beli tanah adalah hal yang selalu terjadi dan pasti terjadi.
Jual-Beli Tanah diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997
masalah-masalah
yang
akan
diteliti
dalam
penulisan
beserta akibat
2.Kegunaan Praktis
a.Untuk memberikan jawaban terhadap permasalahan yang akan diteliti.
b. Untuk memberikan masukan dan sumbangan perikiran kepada pihakpihak yang terkait,
3. TINJAUAN PUSTAKA
3.1 TINJAUAN UMUM TENTANG PPAT
2.
3.
c.
(honorarium)
saksi tidak melebihi 1% (satu persen) dari harga transaksi;
2.
memperoleh cuti
b. Kewajiban PPAT.
1.
2.
3.
asli,
warkah warkah pendukung, arsip laporan dan surat-surat lainnya
yang
menjadi protokol PPAT;
4.
atau
bangunan setelah wajib pajak menyerahkan bukti pembayaran
BPHTB
5.
dibuatnya
selambat-lambatnya tanggal 10 bulan berikutnya kepada:
Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota;
Kepala Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan;
Kepala Kantor Pelayanan Pajak;
Kepala Kantor Wilayah BPN Propinsi
Larangan PPAT
dalam garis lurus vertikal tanpa pembatasan derajat dan dalam garis ke
samping derajat kedua, menjadi para pihak atau kuasa (psl 23 PP 37
Thn. 1998);
b. membuat akta PPAT terhadap tanah yang dalam sengketa (psl 38 ayat
1
PP 37 Thn 1998).
Ketentuan Sanksi
status tanah yang akan dibuatkan aktanya, apakah tanah tersebut benarbenar telah terdaftar atau apakah data yuridis dan data fisik yang ada
dalam sertipikat tanah tersebut sesuai dengan data yang ada pada buku
tanah di Kantor Pertanahan. Penyesuaian data dalam sertipikat dengan data
dalam buku tanah tersebut lebih dikenal dengan nama "cek bersih". Dalam
hal ini bermakna bahwa seorang PPAT dalam melaksanakan tugasnya
harus senantiasa berkoordinasi dengan pihak pihak terkait.
c.
Masalah status anak, apakah anak sah, anak tidak sah atau anak angkat
dan
hak haknya.
d.
Pembuatan kuasa, ada kuasa umum, ini kuasa yang lemah karena
hanya bertindak membawa nama yang memberi kuasa, ada kuasa
menjual, tetapi dijual kepada dirinya sendiri, itu salah besar. ada kuasa
mutlak yaitu kuasa yang tidak punya batas waktu, tidak dapat dicabut
kembali dan tidak dikecualikan terhadap perbuatan hukum tertentu serta
isinya tidak dapat dirubah, ada kuasa mutlak substitusi yaitu kuasa yang
dapat dipindahkan kepada orang lain. Kuasa mana yang bisa dijadikan
dasar perbuatan hukum dalam peralihan hak atas tanah, harus benarbenar diketahui dengan sejelas-jelasnya.
Hal lain yang menjadi perhatian adalah adanya kewajibankewajiban yang harus dicantumkan dalam akta misalnya pengenaan Bea
Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) atau Pajak
Konsekuensi hukum.
Bahwa saat ini banyak akta PPAT yang digugat bahkan menjadi
obyek penyidikan oleh aparat penegak hukum, beberapa PPAT telah
dan sedang menjalani pemeriksaan di kepolisian, ada yang menjadi
saksi, bahkan ada yang menjadi tersangka. Ini yang harus diwaspadai.
Sekali lagi pastikan semua aturan yang berkaitan dengan palaksanaan
tugas dimengeri dengan baik, sehingga dalam menjalankan amanat dan
tanggung jawab selaku pejabat Negara bisa survive.
Menurut UUPA, jual beli adalah proses yang dapat menjadi bukti adanya
peralihan hak dari penjual kepada pembeli. Prinsip dasarnya adalah Terang
dan Tunai, yakni dilakukan di hadapan pejabat umum yang berwenang dan
dibayarkan secara tunai. Ini artinya jika harga yang dibayarkan tidak lunas
maka proses jual beli belum dapat dilakukan.
Pejabat umum yang berwenang, dalam hal ini, PPAT (Pejabat Pembuat
Akta Tanah) diangkat oleh kepala Badan Pertanahan Nasional RI.
Hak
Tanggungan,
Pemasukan
ke
dalam
Perusahaan,
Pembagian Hak Bersama dan Pemberian Hak Pakai atas Tanah Hak Milik.
A. Penjual
Foto copy KTP (apabila sudah menikah maka Foto copy KTP
(Sertifikat Hak Milik, Sertifikat Hak Guna Bangunan, Sertifikat Hak Guna
Usaha, Sertifikat Hak Milik atas Satuan Rumah Susun). Selain 4 jenis
terakhir.
NPWP
Foto copy Surat Keterangan WNI/ganti nama (bila ada untuk WNI
keturunan)
Jika suami istri telah bercerai, yang harus dibawa adalah Surat
B. Pembeli
Foto copy KTP (Apabila sudah menikah maka Foto copy KTP
NPWP
A. Persiapan
= NJOP/Harga Jual x 5 %
NJOP adalah singkatan dari Nilai Jual Objek Pajak, yakni harga rata-rata
yang diperoleh dari transaksi jual beli yang terjadi secara wajar.
membeli tanah tersebut maka tidak lantas menjadi pemegang Hak Atas
Tanah yang melebihi ketentuan batas luas maksimum.
sebelum PPh dan BPHTB dilunasi maka akta belum dapat dibayarkan.
Biasanya untuk mengurus pembayaran PPh dan BPHTB dibantu oleh
PPAT bersangkutan.
atau belum. Sebab untuk Sertifikat Hak Guna BAngunan (SHGB) dan
Sertifikat Hak Guna Usaha (SHGU) ada jangka waktunya. Jangan sampai
membeli tanah SHGB/SHGU dengan kondisi sudah jatuh tempo.
Mengecek apakah di atas tanah yang akan dibeli ada Hak yang
lebih tinggi. Misalkan, tanah yang akan dibeli adalah tanah SHGB yang di
atasnya ada Hak Pengelolaan (HP). Maka penjual dan pembeli harus
meminta izin dahulu kepada pemegang Hak Pengelolaan tersebut.
B. Pembuatan AJB
bila sudah menikah) atau orang yang diberi kuasa dengan surat kuasa
tertulis.
Akta dibuat 2 lembar asli, satu disimpan oleh PPAT dan satu
hitam dan diberi paraf oleh Kepala Kantor Pertanahan atau Pejabat yang
ditunjuk.
Nama pembeli selaku pemegang hak baru atas tanah akan ditulis
pada halaman dan kolom yang ada pada buku tanah dan sertifikat, dengan
pembubuhan tandatangan Kepala Kantor Pertanahan atau Pejabat yang
ditunjuk.
3. Tanah Warisan
Surat
dibenarkan
Keterangan
Waris
yang
diajukan
disaksikan
dan
Seluruh ahli waris harus hadir untuk tanda tangan AJB, atau Surat
Persetujuan dan kuasa dari seluruh ahli waris kepada salah seorang di
antara mereka yang dilegalisir oleh Notaris (dalam hal tidak bisa hadir)
besarnya adalah 50% dari BPHTB jual beli setelah dikurangi dengan nilai
tidak kena pajaknya.
4. Tanah Girik
Tanah girik merupakan tanah-tanah bekas hak milik adat yang belum
didaftarkan atau disertifikatkan pada Kantor Pertanahan setempat. Jadi
Girik bukan tanda bukti atas tanah melainkan merupakan bukti bahwa
pemilik girik adalah pembayar pajak dan orang menguasai tanah milik adat
atas bidang tanah tersebut beserta bangunan (bila ada) di atasnya.
persengketaan
desa. Adapun surat riwayat ini menerangkan asal tanah dan siapa saja
pemilk tanah sebelumnya hingga sampai saat ini.
gambar situasi
dalam
rangka
proses
pendaftaran
tanah
meliputi
menjadi
sertifikat.
Disebutkan
bahwa
pengurusan
sertifikat
ini
4. METODE PENELITIAN
1. Jenis dan sifat penelitian
Dalam penulisan skripsi ini, penulis menggunakan metode penelitian
yuridis normatif dengan jenis penelitian hukum untuk perkara In-Concrito.
Diman penulis mencari fakta-fakta yang akurat dan valid tentang sebuah
peristiwa konkrit yang menjadi objek penelitian. Penelitian ini juga
dilakukan dan ditujukan pada peraturan-peraturan tertul;is dan bahanbahan lain, serta menelaah peraturan perundang-undang yang berhubungan
dengan ppenulisan skripsi ini. Sedangkan sifat dari penelitian ini adalah
Data yang dipakai dalam penelitian ini adalah data sekunder yaitu data
yang tidak diperoleh dari sumber pertama yang bisa diperoleh dari
dokumen-dokumen resmi, buku-buku, hasil penelitian, laporan, buku
harian, surat kabar, makalah, dan lain sebagainya. Data sekunder dalam
penelitian ini dapat dibagi atas 3 kelompok besar, yaitu :
a. Bahan hukum primer yang penulis peroleh dari beberapa peraturan
perundang-undangan yang berlaku di Indonesia.
penelitian
ini,
penulis
mempergunakan
metode
Wawancara
Wawancara adalah proses memperoleh keterangan untuk tujuan
penelitian dengan cara tanya jawab sambil bertatap muka antara si penanya
atau pewawancara dengan si