Anda di halaman 1dari 4

TATA URUTAN PERSIDANGAN PERKARA PERDATA DI PENGADILAN

NEGERI
SIDANG I
1. Ketua Majeli s hakim yang memimpin perisdangan dan hakim anggota ( 2 hakim ) masuk
dalam Persidangan
2. Ketua Majeli s hakim yang memimpin perisdangan : Sidang dinyatakan di buka dan tebuka
untuk umum ( keuali perkara perceraian dinyakan tertutup
untuk umum )
3. Ketua Majeli s hakim yang memimpin persidangan ,membacakan Nomor perkara dan
membacakan nama pihak-pihak yang berperkara sesuai yang tertera ada pada gugatan tersebut.
4. Ketua Majeli s hakim yang memimpin peridangan, pemeriksaan para pihak berperkara
yaitu ;
- Penggugat
- tergugat
apabila ada pihak lain maka di sebut Turut Tergugat
5. Ketua Majeli s hakim yang memimpin persidangan , melakukan upaya perdamaian kepada
para pihak dengan menanyakan kepada para pihak yang berperkara sudah ada upaya damai atau
putuan tidak di lanjutkan. Apabila para pihak tidak ada jalan damai maka majelis menunjuk hari
dan tanggal untuk melakukan mediasi dan kebiasaan persidangan Ketua Majeli s hakim yang
memimpin persidangan menunjuk dan atau menyebutkan nama yang akan memimpin
persidangan ( Apabila pihak penggugat dapat mengusulkan nama yang akan memimpin
persidangan ) , dan sidang dilanjutkan pada persidangan berikutnya (Max. 14 hari )sehingga
majelis hakim yang memimpin menunda persidangan setelah di lakukan Mediasi
Catatan :
= MEDIASI =
- MEDIASI merupakan proses penyelesaian sengketa di pengadilan yang dilakukan melalui
perundingan diantara pihak-pihak yang berperkara.
Perundingan itu dibantu oleh mediator yang berkedudukan dan berfungsi sebagai pihak
ketiga yang netral. Mediator berfungsi membantu para pihak dalam mencari berbagai alternatif
penyelesaian sengketa yang sebaik-baiknya dan saling menguntungkan.
- Menurut pasal 13 PERMA, jika mediasi gagal, maka terhadap segala sesuatu yang terjadi
selama proses mediasi tersebut tidak dapat dijadikan sebagai alat bukti.
. Setelah dilakukan evaluasi terhadap pelaksanaan Prosedur Mediasi di Pengadilan berdasarkan Peraturan Mahkamah
Agung Republik Indonesia No. 2 Tahun 2003, ternyata ditemukan beberapa permasalahan yang bersumber dari
Peraturan Mahkamah Agung tersebut, sehingga Peraturan Mahkamah Agung No 2 Tahun 2003 perlu direvisi
dengan maksud untuk lebih mendayagunakan mediasi yang terkait dengan proses berperkara di Pengadilan Perma
No 1 Tahun 2008 terbit setelah melalui sebuah kajian oleh tim yang dibentuk Mahkamah Agung Salah satu
lembaga yang intens mengikuti kajian mediasi ini adalah Indonesian Institute for Coflict Transformation (IICT)
Perma Nomor 1 Tahun 2008 terdiri dari VIII Bab dan 27 pasal yang telah ditetapkan oleh Ketua Makamah Agung
pada tanggal 31 Juli 2008 Perma No. 1 Tahun 2008 membawa beberapa perubahan penting, bahkan menimbulkan

implikasi hukum jika tidak dijalani. Misalnya, memungkinan para pihak menempuh mediasi pada tingkat banding
atau kasasi

Sidang ke 2 : - Ketua Majeli s hakim yang memimpin persidangan melakukan upaya mendmaikan para
pihak ;
: - Ketua Majeli s hakim yang memimpin persidangan, meminta Penggugat untuk
membacakan gugatan kepada penggugat
Sidang ke 3 : Pembacaan dan Penyerahan EKsepsi dari Tergugat;
Sidang ke 4 : Pembacaan dan Penyerahan Replik dari Penggugat ;
Sidang ke 5 : Pembacaan dan Penyerahan Duplik dari Tergugat ;
Sidang ke 6 : Penyerahan Pembuktian dari Penggugat dnn Tergugat ( kalau ada pihak yaitu
Turut tergugat juga menyerahkan Pembuktian )
Sidang ke 7 : Menyiapkan Saksi dari Penggugat, atau Tergugat atau dari pihak Turut Tergugat
( kalau ada untuk Turut tergugat )
Sidang ke 8 : Pembacaan dan Penyerahan Kesimpulan dari Penggugat atau Tergugat atau dari
pihak Turut Tergugat ( kalau ada untuk Turut tergugat )
Sidang ke 9 : PUTUSAN

1.

Surat kuasa khusus adalah pemberian kuasa yang dilakukan hanya untuk satu kepentingan tertentu atau lebih
(pasal 1975 KUHPer). Dalam surat kuasa khusus, di dalamnya dijelaskan tindakan-tindakan apa saja yang
boleh dilakukan oleh penerima kuasa. Jadi, karena ada tindakan-tindakan yang dirinci dalam surat kuasa
tersebut, maka surat kuasa tersebut menjadi surat kuasa khusus.

Mengenai unsur tidak dapat dipindahkan ke pihak lain, itu merupakan salah satu hak yang dapat dimasukkan
dalam pemberian kuasa, yaitu hak substitusi, sebagaimana diatur dalam pasal 1803 KUHPer. Hak substitusi
tersebut memberikan hak bagi penerima kuasa untuk mensubstitusikan kewenangannya sebagai penerima kuasa
kepada orang lain untuk bertindak sebagai penggantinya. Jadi, kata-kata Kuasa ini diberikan tanpa hak untuk
memindahkannya kepada pihak lain, baik sebagian maupun seluruhnya bukan menunjukkan bahwa surat
kuasa tersebut tidak dapat ditarik kembali, namun menunjukkan bahwa penerima kuasa tidak boleh menunjuk
orang lain untuk menggantikannya melaksanakan kuasa tersebut.

2.

Pasal 1796 KUHPer menyatakan bahwa pemberian kuasa yang dirumuskan dengan kata-kata umum, hanya
meliputi perbuatan-perbuatan pengurusan. Pasal ini selanjutnya menjelaskan bahwa untuk memindahtangankan
benda-benda, atau sesuatu perbuatan lain yang hanya dapat dilakukan oleh seorang pemilik, diperlukan
pemberian kuasa dengan kata-kata yang tegas.

Jadi, surat kuasa umum hanya boleh berlaku untuk perbuatan-perbuatan pengurusan saja. Sedangkan, untuk
memindahtangankan benda-benda, atau sesuatu perbuatan lain yang hanya boleh dilakukan oleh pemilik, tidak
diperkenankan pemberian kuasa dengan surat kuasa umum, melainkan harus dengan surat kuasa khusus.

PERBEDAAN SURAT KUASA KHUSUS DAN SURAT KUASA UMUM


Ketentuan mengenai pemberian kuasa secara tersirat dapat kita temui dalam Pasal 1792
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata ("KUHPer"). Pemberian kuasa ini dapat
diberikan dan diterima dengan suatu akta umum, dengan surat di bawah tangan bahkan
dengan sepucuk surat ataupun dengan lisan. Penerimaan suatu kuasa dapat pula terjadi
secara diam-diam dan disimpulkan dari pelaksanaan kuasa itu oleh yang diberi kuasa(lihat
Pasal 1793 KUHPer).

Pemberian kuasa ini dapat dilakukan secara khusus, yaitu hanya mengenai satu kepentingan
tertentu atau lebih, atau secara umum, yaitu meliputi segala kepentingan pemberi kuasa
(lihat Pasal 1795 KUHPer).Dan untuk tujuan pemberian kuasa tersebut, pemberi kuasa
dapat memberikan surat kuasa (tertulis), antara lain:
a.

Surat Kuasa Khusus


Surat kuasa khusus adalah pemberian kuasa yang dilakukan hanya untuk satu kepentingan
tertentu atau lebih (lihat Pasal 1975 KUHPer). Dalam surat kuasa khusus, di dalamnya
dijelaskan tindakan-tindakan apa saja yang boleh dilakukan oleh penerima kuasa. Jadi,
karena ada tindakan-tindakan yang dirinci dalam surat kuasa tersebut, maka surat kuasa
tersebut menjadi surat kuasa khusus.

b.

Surat Kuasa Umum


Surat kuasa umum, berdasarkan Pasal 1796 KUHPer, dinyatakan bahwa pemberian kuasa
yang

dirumuskan

dengan

kata-kata

umum,

hanya

meliputi

perbuatan-perbuatan

pengurusan. Sehingga, surat kuasa umum hanya boleh berlaku untuk perbuatan-perbuatan
pengurusan saja. Sedangkan, untuk memindahtangankan benda-benda, atau sesuatu
perbuatan lain yang hanya boleh dilakukan oleh pemilik, tidak diperkenankan pemberian
kuasa dengan surat kuasa umum, melainkan harus dengan surat kuasa khusus.

Jadi, yang membedakan surat kuasa khusus dan surat kuasa umum antara lain adalah:

Perbedaan
Dasar Hukum

Surat Kuasa Umum

Surat Kuasa Khusus

Pasal 1796 KUHPer

Pasal 1975 KUHPer

Mencantumkan kata-kata

Mencantumkan kata-kata

Judul

Surat Kuasa Khusus

Surat Kuasa Umum


Meliputi

kepentingan

atauMeiputi pengurusan segala

lebih dari pemberi kuasa yangkepentingan


Isi

diperinci mengenai hal-hal yangkuasa


boleh dilakukan oleh penerima
kuasa

pemberian

Anda mungkin juga menyukai