PENDAHULUAN
BAB II
SURAT KUASA, SOMASI, MEDIASI DAN PERDAMAIAN
A. SURAT KUASA
1. Pengertian pemberian kuasa perdata
B. SOMASI (Teguran)
Somatie (Bld) adalah teguran atas kelalaian atau kealpaan
seseorang/badan hukum /badan usaha (Solmmateur : pihak yang
menegur). Dalam pengertian lain Somasi adalah teguran untuk
membayar oleh dan atau dengan perantaraan hakim. Dalam suatu
perjanjian ada kalanya salah satu pihak lalai melaksanakan
kewajibannya (wanprestasi), atau kalau ada orang atau badan
usaha/badan hukum telah melakukan perbuatan melawan hukum
yang dapat merugikan orang lain, maka bagi pihak yang merasa
dirugikan baik karena prestasinya tidak dipenuhi oleh orang
lain atau hak – haknya dilanggar oleh orang lain, maka
2. MEDIASI DI PENGADILAN
Peraturan Mahkamah Agung (PERMA) Nomor 1 Tahun 2008 tentang
prosedur Mediasi di Pengadilan ditetapkan pada tanggal 31
Juli 2008 dan berlaku sejak tanggal ditetapkannya. PERMA ini
merupakan revisi sekaligus pengganti dari PERMA No.2 Tahun
2003 Tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan, dan saat ini
kedua Peraturan Mahkamah Agung tersebut telah dirubah dengan
Peraturan Mahkamah Agung No. 01 Tahun 2016 tentang Mediasi
di Pengadilan. Melalui mediasi di Pengadilan diharapkan tidak
hanya dapat mengurangi penumpukan perkara tetapi juga yang
terpenting adalah tersedianya alat bagi masyarakat untuk
menyelesaikan sengketanya tanpa harus berperkara di
Pengadilan (litigasi) yang umumnya berlangsung lama dan
mahal.
Dalam PERMA Mediasi Nomor 1 Tahun 2016 ada beberapa
ketentuan dalam Mediasi di Pengadilan, diantaranya :
BAB III
GUGATAN
A. PENGERTIAN GUGATAN
Tuntutan hak merupakan tindakan yang bertujuan memperoleh
perlindungan hukum yang diberikan pengadilan untuk mencegah
‘eigenrechting”. Syarat sebuah tuntutan hak (dalam pasal 18
ayat 1 HIR atau pasal 142 ayat 1 Rgb) disebut sebagai tuntutan
perdata (bergerlijke vordering) atau tuntutan hak yang
b. Gemis Aanhoedanighheid
Orang ditarik sebagai tergugat tidak tepat misalnya
pengurus yayasan digugat secara pribadi (Putusan Mahkamah
Agung, 20 April 1977 No. 601/K/Sip/1975
c. Plurium Litis Cunsortium
Orang ditarik sebagai tetgugat tidak lengkap misalnya
pihak ketiga yang saat gugatan yang diajukan menguasai
harta yang diperkarakan justru tidak digugat, tetapi hanya
meletakkan subyek tergugatnya terhadap orang yang dahulu
menguasai harta tersebut sebelum dikuasai oleh pihak
ketiga (Putusan Mahkamah Agung, 25 Mei 1977 No.
602/K/Sip/1975). Terhadap gugatan yang telah terdapat
cacat berupa Error In Persona ini, maka dapat mengakibatkan
gugatan tidak dapat diterima /NO. (Niet Ontvankelijke
verklaard).
3. Tuntutan / Petitum
Petitum merupakan apa yang oleh penggugat diminta atau
diharapkan agar diputuskan oleh hakim. Petitum inilah yang
akan mendapatkan jawaban di dalam dictum atau amar putusan.
Petitum terdiri dari dua bagian yaitu :
1) Petitum Primair yang berisikan tuntutan pokok yang
dimohonkan agar diputus dan dikabulkan oleh pengadilan
(hakim).
2) Petitum Subsidair yaitu berisikan tuntutan tambahan
dengan maksud menyerahkan putusan yang dianggap adil
kepada pengadilan (hakim).
Menurut pasal 8 Rv Petitum yang tidak jelas atau tidak
sempurna dapat berakibat tidak diterimanya gugatan atau
tuntutan tersebut. Ketika merumuskan posita maupun petitum
harus secara cermat, jelas, tegas, dan lugas dan yang paling
penting adalah antara posita dan petitum harus sinkron.
Kekurang cermatan dalam merumuskan posita dan atau petitum
dapat berakibat gugatan akan tidak dapat diterima karena
gugatan tersebut obscuur libel (gugatan kabur/tidak jelas).
G. KOMULASI GUGATAN
Dalam suatu perkara perdata itu sekurang – kurangnya
terdiri dari dua pihak yaitu pihak penggugat dan pihak
tergugat. Dalam perkara perdata yang sederhana masing –
masing pihak terdiri dari seorang penggugat dan seorang
tergugat yang menyengketakan satu tuntutan. Namun dapat juga
terjadi bahwa penggugat yang terdiri lebih dari seorang
1. EKSEPSI
Jika jawaban tergugat merupakan bantahan/sanggahan, maka
jawaban tersebut dapat terdiri dari 2 (dua) macam yaitu :
3. Fakta lain–lain
Dalam jawaban, Tergugat dapat mengemukakan fakta–fakta
baru untuk membenarkan kedudukannya, misalnya
seandainya Tergugat memang wanprestasi bukan karena
kemauannya sendiri tetapi karena adanya keadaan tertentu
seperti overmacht, jatuh pailit dan sebagainya.
Tergugat dalam memberikan jawaban terhadap dalil–dalil
gugatan dari penggugat agar lebih mudah memberikan jawaban
cukup dengan mengikuti poin–poin gugatan dari penggugat.
Dalam mengemukakan jawaban tersebut tergugat harus
mempertimbangkan apakah jawaban tersebut menguntungkan
kedudukan tergugat atau bahkan merugikan bagi tergugat.
Seandainya jawaban tersebut akan merugikan bagi si tergugat
maka hal tersebut tidak perlu dikemukakan. Jawaban harus
disusun secara singkat, jelas dan mendukung dalil–dalil
jawaban dapat menggunakan sumber kepustakaan, yurisprudensi,
doktrin dan kebiasaan–kebiasaan.
B. REPLIK
Setelah pihak tergugat, memberikan jawaban terhadap
gugatan penggugat maka acara pemeriksaan selanjutnya adalah
jawaban penggugat terhadap jawaban dari tergugat. Jawaban
C. DUPLIK
Setelah penggugat memberikan jawaban atas jawaban
tergugat yang berupa replik maka tahap selanjutnya adalah
kesempatan bagi pihak tergugat untuk memberikan jawaban atas
jawaban penggugat yang disebut Duplik. Duplik berasal dari
2 (dua) kata yaitu DU yang berarti dua dan PLIEK yang berarti
BAB V
PEMBUKTIAN DAN KESIMPULAN
A. PEMBUKTIAN
I. Asas, Tujuan, dan Beban Pembuktian Dalam Perkara
Perdata
Tahap pembuktian merupakan tahap yang penting dalam
perkara perdata, karena dikabulkan atau ditolaknya suatu
gugatan tergantung pada terbukti atau tidaknya gugatan
tersebut di depan pengadilan. Dalam pembuktian ini hakim
harus adil dan bijaksana dalam memberikan kesempatan kepada
para pihak baik penggugat maupun tergugat untuk mengajukan
bukti–buktinya. Hakim harus mendengarkan bukti–bukti dari
kedua pihak secara seimbang/sama (asas audi et alteram
partem). Dalam hukum acara perdata kebenaran yang harus
dicari oleh hakim adalah kebenaran formil, sehingga berlainan
dengan hukum acara pidana dimana hakim mencari kebenaran
materiil. Titik perhatian dalam pembuktian perkara perdata
adalah para pihak harus dapat menyampaikan bukti–bukti yang
mengandung fakta mengenai formil dari suatu perkara.
Pada asasnya beban pembuktian ini pertama–tama merupakan
kewajiban dari penggugat. Hal ini tercermin dalam pasal 1865
KUHPerdata atau pasal 163 HIR yang menyatakan bahwa : “ Barang
siapa mengatakan/ mendalilkan bahwa ia mempunyai satu hak
atau mengemukakan atas suatu perbuatan untuk meneguhkan
haknya itu, atau untuk membantah hak orang lain, haruslah
membuktikan adanya hak itu atau adanya perbuatan itu “.
Oleh karena itu jika seorang penggugat mengajukan dalil–
dalil gugatannya mengenai suatu hak yang ada padanya maka ia
Hormat Kami,
Kuasa Hukum Penggugat
APPOLO SINAMBELA,SH.
2. Bukti saksi
Saksi adalah orang yang memberikan keterangan/kesaksian
mengenai apa yang dia ketahui, dia lihat, dia dengar, atau
3. Persangkaan
Persangkaan adalah kesimpulan – kesimpulan yang oleh
undang – undang atau hakim ditariknya dari suatu peristiwa
4. Pengakuan
Pengakuan diatur dalam pasal 174 -176 HIR, pasal 1923 -
1928 BW dan pasal 311-313 Rbg. Pengakuan terdiri dari 2 (dua)
macam yaitu :
1. Pengakuan di depan sidang
5. Sumpah
Alat bukti sumpah pada dasarnya merupakan suatu
pembuktian yang menggunakan pengaruh dari ketaatan manusia
terhadap Tuhan, karena apabila orang itu bersumpah maka akan
dipertanggungjawabkan kepada Tuhan secara langsung sehingga
seandainya orang yang bersalah dan berani mengatakan
kebenaran dirinya, maka dialah yang langsung bertanggungjawab
kepada Tuhan mengenai kebohongannya itu.
Alat bukti sumpah ada beberapa macam yaitu :
1. Sumpah Decissoir/sumpah pemutus
Sumpah Decissoir adalah sumpah yang oleh salah satu
pihak diperintahkan kepada pihak lainnya untuk
menggantungkan pemutusan perkara kepadanya. Sumpah
Decissoir ini datangnya dari para pihak bukan dari hakim.
Sumpah ini hanya dapat dikabulkan bila dalam perkara
tersebut sama sekali tidak ada alat bukti lainnya. Dengan
sumpah pemutus ini maka orang yang memerintahkan pihak
lawannya untuk bersumpah dianggap pihak yang melepaskan
suatu hak. Perintah untuk melakukan sumpah pemutus dapat
dikembalikan, artinya pihak yang menerima perintah dapat
menuntut pemberi perintah itu sendiri untuk melakukan
sumpah. Kalau pemberi perintah itu, setelah sumpah itu
dikembalikan ternyata tidak berani bersumpah maka ia akan
dikalahkan juga. Putusan perkara itu akan bergantung
kepada sumpah decissoir tersebut. Agar sumpah yang
diperintahkan oleh salah satu pihak kepada pihak lawannya
itu dapat memutuskan atau mengakhiri perkara, maka dengan
sendirinya sumpah itu harus mengenai hal atau peristiwa
yang menjadi perselisihan.
B. KESIMPULAN
Kesimpulan bukan merupakan keharusan akan tetapi sudah
merupakan kebiasaan dalam praktek peradilan. Tujuan dari
kesimpulan adalah untuk menyampaikan pendapat para pihak
kepada hakim tentang terbukti atau tidaknya suatu gugatan.
Kesimpulan yang dibuat oleh para pihak ini diharapkan dapat
mempermudah hakim untuk mengambil keputusan terhadap
A. PUTUSAN
Putusan merupakan hasil akhir dari pemeriksaan perkara
di sidang pengadilan. Putusan yang diberikan oleh hakim
mempunyai 3 (tiga) macam kekuatan yaitu :
1. Kekuatan Mengikat
Artinya bahwa suatu putusan pengadilan dimaksudkan untuk
menyelesaikan suatu perkara atau sengketa dan untuk
menetapkan hak atau hukumnya. Kalau pihak yang bersengketa
menyerahkan sengketanya kepada pengadilan atau hakim untuk
diperiksa atau diadili maka hal ini mengandung arti bahwa
pihak–pihak yang bersengketa akan tunduk dan patuh pada
putusan yang dijatuhkan. Putusan yang telah dijatuhkan oleh
hakim haruslah dihormati oleh para pihak. Salah satu pihak
tidak boleh bertindak bertentangan dengan putusan yang telah
dijatuhkan tersebut.
2. Kekuatan Pembuktian
Putusan hakim yang dituangkan dalam bentuk tertulis
merupakan akta otentik yang bertujuan untuk dapat digunakan
sebagai alat bukti bagi para pihak, yang mungkin akan
dipergunakan untuk mengajukan banding, kasasi atau
pelaksanannya. Dengan putusan tersebut telah diperoleh suatu
kepastian tentang sesuatu.
b) Declaratoir (pernyataan)
Putusan Declaratoir adalah putusan yang memberi
menerangkan, menyatakan mengenai sesuatu, misalnya
bahwa seseorang adalah dilahirkan pada tanggal tertentu.
c) Condemnatoir (menghukum)
2. Putusan Akhir
Putusan akhir terdiri dari :
a. Niet Onvankelijk Verklaart
Niet Onvankelijk Verklaart artinya tidak dapat diterima,
yaitu putusan pengadilan yang menyatakan bahwa gugatan
Penggugat tidak dapat diterima. Alasan gugatan tidak
dapat diterima adalah :
1) Gugatan tidak berdasarkan hukum
2) Gugatan tidak patut
3) Gugatan itu bertentangan dengan kesusilaan/ketertiban
umum
4) Gugatan salah
B. UPAYA HUKUM
Upaya hukum adalah suatu tindakan dari salah satu pihak
yang berperkara untuk memohonkan pembatalan putusan–putusan
yang dimintakan upaya hukum itu, karena tidak puas atas
1. PERLAWANAN (VERZET)
Perlawanan atau verzet merupakan upaya hukum terhadap
putusan yang dijatuhkan diluar hadirnya tergugat. Upaya hukum
ini pada asasnya disediakan bagi pihak Tergugat yang (pada
umumnya) dikalahkan. Verstek merupakan pernyataan bahwa
Tergugat tidak hadir meskipun telah dipanggil secara patut.
Verstek hanya dapat dunyatakan apabila pihak Tergugat
kesemuanya (jika Tergugat lebih dari satu) tidak dapat
menghadap pada sidang pertama, dan apabila perkara diundurkan
sesuai dengan pasal 126 HIR ternyata pihak Tergugat
kesemuanya tidak juga datang menghadap lagi. Ada beberapa
syarat apabila hakim akan menjatuhkan putusan verstek (pasal
125 ayat 1 HIR) yaitu :
1. Tergugat/para Tergugat kesemuanya tidak datang pada hari
sidang yang telah ditentukan.
2. Tergugat/para Tergugat tidak mengirimkan
wakilnya/kuasanya yang sah untuk menghadap
3. Tergugat/para Tergugat telah dipanggil dengan patut
4. Petitum gugatan Penggugat tidak melawan hak
2. BANDING
Apabila salah satu pihak dalam suatu perkara tidak puas
atau tidak menerima suatu putusan dari Pengadilan Negeri
karena merasa hak–haknya masih terserang oleh adanya putusan
itu atau menganggap putusan itu kurang benar atau kurang
adil, maka pihak yang masih merasa dirugikan dapat mengajukan
permohonan banding. Upaya hukum banding ini berlaku terhadap
suatu putusan akhir yang dijatuhkan oleh Pengadilan Negeri.
Permohonan banding ini diajukan kepada Pengadilan yang lebih
tinggi untuk memeriksa ulang perkara tersebut yaitu
3. KASASI
Kasasi adalah suatu alat hukum yang merupakan wewenang dari
Mahkamah Agung untuk memeriksa kembali putusan–putusan
pengadilan terdahulu dan ini merupakan peradilan yang
terakhir. Kasasi juga merupakan upaya untuk membatalkan
putusan tingkat akhir/banding dan penetapan pengadilan lain
karena beralasan bertentangan dengan hukum. Dalam upaya hukum
kasasi ini tidak lagi memeriksa tentang fakta–faktanya,
saksi–saksinya, atau duduknya perkara sebagaimana dalam
Pengadilan Negeri dan Pengadilan Tinggi, namun yang diperiksa
dalam tingkat kasasi ini adalah penerapan hukumnya. Apakah
putusan pengadilan tingkat terdahulu bertentangan tidak
dengan peraturan perundang – undangan. Untuk mengajukan
kasasi ini bagi seorang kuasa diperlukan Surat Kuasa Khusus.
Permohonan kasasi diajukan kepada Mahkamah Agung melalui
Pengadilan Tingkat Pertama (pengadilan Negeri yang
menjatuhkan putusan). Adapun alasan–alasan mengajukan kasasi
ini menurut pasal 30 Undang – undang No. 14 Tahun 1985 tentang
Mahkamah Agung Adalah :
1. Hakim tidak berwenang atau melampaui batas wewenang.
Alasan ini mencakup kompetensi Absolut dan Relatif dari
pengadilan. Atau mengabulkan lebih daripada apa yang
dimintakan dalam gugatan. Hal ini menjadi alasan bagi
Judex Juridisch untuk membatalkan putusan Judex Factie.
2. Hakim salah menerapkan atau melanggar hukum yang
berlaku.
1. PENINJAUAN KEMBALI
Peninjauan kembali adalah suatu upaya untuk memeriksa
putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum yang
tetap (in kracht). Permohonan peninjauan kembali tidak
menghalangi jalannya eksekusi atau putusan yang telah
berkekuatan hukum tetap dalam arti bahwa permohonan
peninjauan kembali tidak menangguhkan atau tidak menghentikan
pelaksanaan putusan hakim. Permohonan peninjauan kembali
hanya diajukan satu kali saja sehingga kalau permohonan
peninjauan kembali ini dicabut, maka tidak dapat diajukan
lagi. Permohonan Peninjauan Kembali harus diajukan sendiri
oleh pihak–pihak yang berkepentingan yaitu:
1. Para pihak yang bersengketa
2. Ahli warisnya
3. Seorang wakil yang secara khusus dikuasakan untuk
itu.
Alasan – alasan untuk mengajukan Peninjaua Kembali diatur
dalam pasal 67 Undang –undang No. 14 tahun 1985 jo UU No. 5
Tahun 2004 tentang Mahkamah Agung yaitu :
1. Apabila putusan didasarkan pada suatu kebohongan, tipu
muslihat pihak lawan atau bukti palsu yang diketahui
setelah perkaranya di putus. Sedangkan bukti palsu itu
harus dinyatakan oleh hakim pidana, dan putusan mana telah
mempunyai kekuatan hukum tetap. Tenggang waktu untuk
mengajukan Peninjauan Kembali adalah 180 hari sejak
diketahui kebohongan, tipu muslihat atau sejak putusan
hakim pidana telah mempunyai kekuatan hukum tetap.
2. Apabila setelah perkara diputus ditemukan novum/bukti baru
yang bersifat menentukan yang tidak ditemukan setelah
perkaranya diputus. Bukti baru tersebut/belum ditemukan
LAMPIRAN :
SURAT KUASA
Yang bertanda tangan dibawah ini :
Nama :
Pekerjaan :
Alamat :
----------------------------KHUSUS------------------------
Kepada Yth.,
Ketua Pengadilan Negeri Yogyakarta
DI-
Yogyakarta
Dengan hormat.
Hormat kami,
Kuasa Hukum Penggugat
PENUGASAN :
1. Jika Agung hendak mengajukan gugatan terhadap Charles,
dan kebetulan andalah yang akan menjadi
Advokat/Pengacaranya. Buatlah surat kuasa khusus dari
Sdr. Agung kepada anda selaku kuasa hukum.
2. Buat juga gugatannya !