Anda di halaman 1dari 4

Nama : putri ratu ayu

Nim : B10019240
Kelas : E
Mk : hukum acara perdata

Soal dan jawaban !


1. Kemukakan pengertian hukum acara perdata dan sumber hukum acara perdata.
2. Sebut dan jelaskan asas-asas hukum acara perdata.
3. Sebutkan pengecualian dari asas sequitur forum rei yang diatur dalam pasal 118 HIR.
4. Jelaskan secara singkat formulasi gugatan yang memenuhi syarat formil.
5. B
6. Bagaimana kekuatan hukum putusan perdamaian.
7. Jelaskan apa yang dimaksud dengan eksepsi absolut dan eksepsi relative.
8. Jelaskan apa yang dimaksud dengan rekovensi, dan sebutkan dalam hal apa saja
rekovensi dilarang, berikan contohnhya.
Jawaban !
1. Hukum acara perdata adalah hukum yang mengatur bagaimana caranya untuk
menjamin ditegakkannya atau dipertahankannya hukum perdata materil.
 Sumber – sumber hukum acara perdata :
1. Peraturan perundang-undangan peninggalan hindia belanda
2. Peraturan perundang-undangan yang dikeluarkan pemerintah Indonesia setelah
kemerdekaan.
3. Berasal dari sumber hukum lainnya.
2. Asas-asas hukum acara perdata:
1. Hakim bersifat menunggu, artinya inisiatif untuk mengajukan tuntutan hak
diserahkan sepenuhnya kepada pihak yang berkepentingan. Kalau tidak ada
tuntutan hak maka tidak ada hakim (nemo judex sine actore).
2. Hakim bersifat pasif, artinya adalah ruang lingkup sengketa yang diajukan kepada
hakim pada asasnya ditentukan oleh para pihak yang berperkara, bukan oleh hakim.
(secundum allegat ius dicare). Asas ini memberikan kepada hakim untuk tidak
mencegah apabila gugatan tersebut dicabut atau akan melakukan perdamaian.
3. Sifat terbukanya persidangan, artinya bahwa siding pemeriksaan pada asasnya
dibuka dan terbuka untuk umum, bahwa setiap orang dibolehkan hadir dan
mendengarkan pemeriksaan di persidangan, kecuali ditentukan lain oleh undang-
undang.
4. Mendengar kedua belah pihak, artinya bahwa di dalam hukum acara perdata kedua
belah pihak (penggugat atau tergugat) harus diperlakukan sama, tidak memihak dan
di dengan bersama-sama.
5. Putusan harus disertai alasan-alasan, artinya bahwa semua putusan pengadilan
harus memuat alasan-alasan.
6. Bicara dikenakan biaya, artinya bahwa untuk berperkara pada asasnya .
7. Tidak ada keharusan mewakilkan, H.I.R tidak mewajibkan para pihak untuk
mewakilkan kepada orang lain, sehingga pelaksanaan siding terjadi secara langsung
terhadap para pihak yang berkepentingan.
3. Pengecualiannya yaitu :
a. bila tempat tinggal tergugat tidak diketahui maka bisa di PN tempat kediaman
penggugat.
b. Bila tergugat 2 atau lebih, penggugat bisa memilih salaj satunya tergantung
keuntungan yang bisa diperoleh oleh penguggat.
c. Bila mengenai barang tetap, dapat diajukan ke PN barang tetapp itu terletak.
d. Apabila ada tempat tinggal yang dipilih dengan suatu akta, maka gugatan dapat
diajukan kepada PN di tempat tinggal yang dipilih denagn akta tsb.
e. Bila tidak cakap, maka diajukan ke ketua ke ketua PN tempat tinggal orang tuanya,
walinya atau pengampunya.(pasal 21 BW)
f. Tentang penjaminan (vrijwaring) yang berwenang mengadili adalah PN yang
pertama dimana pemeriksaan dilakukan (psl 99 ay (14)RV).
g. Permohonan pembatalan perkawinan ke PN tempat tinggal suami istri (psl 25 jo. Psl
63 ay (1) bUU 1/1974).
h. Gugatan perceraian dapat diajukan kepada PN kediaman penggugat. Bila tergugat
diluar negeri, gugatan di tempat kediaman penggugat dan ketua PN menyampaikan
permohonan kepada tergugat melalui perwakilan RI setempat. (psl 40 jis psl 63 (1) b
UU 1/1974 psl (2) dan (3) PP 9/1975).
4. Yaitu :
1. Ditujukan kepada pengadilan negeri sesuai dengan kompetensi relative, surat
gugatan secara formil harus ditujukan dan dialamatkan kepada PN sesuai dengan
kompetensi relative(sesuai dengan ketentuan pasal 118 HIR). Apabila surat gugatan
menyalahi kompetensi relative, maka akan berakibat, gugatan mengandung cacat
formil, dan dg demikian gugatan tidak dapt diterima.
2. Surat gugatan diberi tanggal, dalam HIR RBg tidak mencantumkan kewajiban
mencantumkan tanggal dalam surat gugatan, sehingga pencantuman tanggal tsb
bersifat fakultatif dan bukan merupakan syarat formil dlm surat gugatan.
3. Ditandatangani penggugat atau kuasa, mengenai tanda tangan dengan tegas
disebutkan sbg syarat formil gugatan tsb. Hal ini terdpat dalam pasal 118 ayat(1)
HIR. Tanda tangan ditulis dengan tangan sendiri (handtekening,signature) dan pada
umunya merupakan tanda tangan atau inisial nama yang dituliskan dg tangan sendiri
oleh penanda tangan.
4. Identitas para pihak, penyebutan identitas dalam surat gugatan merupakan syarat
formil keabsahan gugatan.
5. Fundamentum petendi(posita), berarti dasar gugatan atau dasar tuntutan, posita
atau dalil gugatan merupakan landasan pemeriksaan dan penyelesaian perkara.
6. Petitum gugatan, disamping adanya posita dalam suatu surat gugatan, maka syarat
lain yang harus ada adalah adanya petitum gugatan agar gugatan tsb menjadi sah.
7. Perumusan gugatan asesor (accesoir), yang dimaksud dengan gugatan asesor adalah
gugatan tambahan (additional claim) terhadap gugatan pokok.
5. B
6. Putusan akta perdamaian mempunyai kekutan hukum yang dilekatkan langsung oleh
UU. Adapun kekuatan hukum pada akta perdamaian yang dituangkan dalam putusan
pengadilan memilki tiga kekuatan yaitu : 1).kekuatannya disamakan dg putusan yang
berkekuatan hukum tetap, 2).mempunyai kekuatan eksekutorial, 3).tertutp segala
upaya hukum. Pada putusan akta perdamaian juga mengandung asas keadilan yang
meliputi keadilan substansial dan procedural.
7. EKSEPSI kewenangan ABSOLUT adalah bantahan tergugat mengenai penggugat dinilai
salah mendaftarkan gugatannya di pengadilan yang tidak berwenang mengadili perkara
yang bersangkutan. Sedangkan EKSEPSI kewenangan RELATIF adalah bantahan tergugat
yang menyatakan penggugat salah mendaftarkan gugtannya di pengadilan yang tidak
berwenang mengadili perkara yang bersangkutan.
8. Gugatan rekonvensi diatur dalm pasal 132 HIR huruf (a), pasal 158 RBg angka 1 dan 3
dan pasal 245 RV, yang menegaskan gugatan rekonvensi adalah gugatan yang diajukan
oleh tergugat sebagai gugatan balik terhadap gugatan yang diajukan penggugat.
Larangan pengajuan gugatan rekonvensi yaitu :
1. Larangan mengajukan gugatan rekonvensi kpd diri orang yang bertindak
berdasarkan status kualitas. Larangan ini diatur dalam pasal 132a ayat(1) ke 1 HIR.
Contohnya, A bertindak sbg kuasa B mengajukan gugatan kpd C ttg sengketa hak
milik tanah. A mempunyai utang kpd C. dalam peristiwa semacam ini UU melarang
atau tidak membenarkan C mengajukan gugatan rekonvensi kpd A mengenai utang
tsb. Sengketa ini harus diajukan oleh C secara tersendiri kpd A melalui prosedur
gugatan perdata biasa.
2. Larangan mengajukan gugatan rekonvensi diluar yurisdiksi pengadilan negeri yang
memeriksa perkara. Larangan ini diatur dalam pasal 132 a ayat (1) ke 2 HIR.
Contohnya, A menggugat B atas sengketa jual beli tanah. Terhadap gugatan tsb B
mengajukan gugatan rekonvensi mengenai sengketa hibah. Tindakan B tsb tidk dpt
dibenarkan, kaarena sesuai dengan ketentuan pasal 49 UU no 7 tahun 1989 ttg
peradilan agama, sengketa hibah bagi yang beragama islam menjadi yurisdiksi
absolut lingkungan peradilan agama.
3. Gugatan rekonvensi terhadap eksekusi. Larangan gugatan rekonvensi yang
menyangkut sengketa perlawanan terhadap eksekusi keputusan.
Contohnya, A mengajukan perlawanan terhadap eksekusi terhadap putusan
peradilan yang telah berkekuatan hukum tetap. Terhadap gugatan perlawanan
tersebut, pihak lawan tidak dibenarkan mengajukan gugatan rekonvensi.
4. Larangan mengajukan gugatan rekonvensi pada tingkat banding, larangan ini
ditegaskan dalam pasal 132 a ayat (2) HIR.
5. Larangan mengajukan gugatan rekonvensi pada tingkat kasasi.

Anda mungkin juga menyukai