Anda di halaman 1dari 72

Hukum Acara Perdata

Pengertian kuasa

Diatur dalam pasal 1792 KUHPdt yaitu pemberian kuasa


adalah suatu persetujuan yang mana seseorang memberikan
kekuasaan kepada orang lain yang menerimanya untuk dan
atas namanya menyelenggarakan suatu urusan

Syarat pokok suatu Surat Kuasa Khusus untuk keperluan


pembelaan perkara di Pengadilan diatur dalam Pasal 123
ayat (1) HIR yang intinya Surat Kuasa Khusus harus
berbentuk/dibuat tertulis atau akta.
Sifat Perjanjian Kuasa
a. Penerima Kuasa Langsung berkapasitas sebagai Wakil
Pemberi Kuasa Hubungan hukumnya
langsung menerbitkan dan memberikan kedudukan
serta kapasitas kepada kuasa menjadi wakil penuh
b. Pemberian Kuasa Bersifat konsensual berlaku
berdasarkan kesepakatan yang telah disetujui dan
mengikat terhadap objek yang disetujui
c. Berkarakter Garansi Kontrak
Pemenuhannya hanya sebatas tindakan yang sesuai
dengan mandat atau instruksi yang diberikannya
BERAKHIRNYA PERSETUJUAN PEMBERIAN KUASA

Berakhirnya persetujuan pemberian kuasa


1. atas kehendak pemberi kuasa
2. atas permintaan penerima kuasa
3. persoalan yang dikuasakan telah dapat diselesaikan
4. salah satu pihak meninggal dunia
5. salah satu pihak dibawah pengampuan
6. salah satu pihak dalam keadaan pailit
7. atas keputusan pengadilan (1814 KUHPerdata)
Kuasa menurut hukum
Kuasa menurut hukum disebut juga Wettelijke Vertegenwoordig atau
Legal Mandatory dalam pengertian Undang Undang telah menetapkan
seseorang atau suatu badan untuk dengan sendirinya menurut hukum
bertindak mewakili orang atau badan tersebut tanpa memerlukan surat
kuasa. Pasal 1 angka 5 dan pasal 98 UU No.40 tahun 2007 Perseroan
Terbatas : “ Direksi mewakili perseroan, baik di dalam maupun di luar
pengadilan.
Wali terhadap Anak di Bawah Perwalian Pasal 51 Undang Undang No.1
Tahun 1974 tentang Perkawinan
Kurator/Pengurus Harta atas Orang yang tidak waras Pasal 229 HIR
Orang Tua terhadap anak yang belum dewasa Pasal 45 ayat 2 Undang
Undang No.1 Tahun 1974 tentang Perkawinan
BHP/Balai Harta Peninggalan sebagai Pengurus Harta Pailit dari Debitur.
BHP berperan bilamana Debitur dan Kreditur tidak menunjuk Kurator
vide pasal 15 ayat 1 UU No.37 tahun 2004 tentang Kepailitan dan PKPU
Pengurus Yayasan sebagaimana diterangkan dalam pasal
35 ayat 1 UU No.16 tahun 2001 tentang Yayasan, Pengurus
Yayasan bertanggung jawab penuh atas kepengurusan
Yayasan untuk kepentingan dan tujuan yayasan serta
berhak mewakili yayasan baik didalam maupun di luar
pengadilan. Dengan demikian yang mendapat Legal
Mandatory adalah Pengurus Yayasan
Direksi Persero. Berdasarkan pasal 1 angka 2 PP No.12
tahun 1998 adalah BUMN. Kemudian di pasal 3 PP
tersebut disebut kan BUMN juga mendasarkan pada
prinsip yang diatur oleh UU PT. Oleh karenanya Direksi
berkedudukan sebagai kuasa menurut hukum untuk
mewakili persero di dalam dan di luar pengadilan
• Syarat formil Surat Kuasa Khusus yang
sah adalah sebagaimana yang disebutkan
di dalam SEMA Nomor 2 Tahun 1959, yaitu:
• Menyebut dengan jelas dan spesifik surat
kuasa untuk berperan di pengadilan.
• Menyebut kompetensi relatif.
• Menyebut identitas dan kedudukan para
pihak.
• Menyebut secara ringkas dan konkret
pokok dan objek sengketa yang
diperkarakan.
GUGATAN PERMOHONAN ATAU GUGATAN VOLUNTAIR

Diatur dalam pasal 2 ayat (1) Undang-Undang No 14/1970


sebagaimana diubah dengan Undang-Undang No 35 Tahun 1999
adalah :
Penyelesaian setiap perkara yang digunakan kepada badan-badan
peradilan mengandung pengertian yang di dalamnya penyelesaian
masalah yang bersangkutan dengan yurisdiksi Voluntair
Yang dimaksud permohonan (gugatan voluntair) adalah
permasalahan perdata yang diajukan dalam bentuk permohonan
yang ditandatangani pemohon atau kuasanya yang ditujukan
kepada KPN
Ciri khas permohonan
a. Masalah yang diajukan bersifat kepentingan
sepihak semata/for the benefit of one party only
b. Permasalahan yang dimohonkan penyesuaian
kepada PN pada prinsipnya tanpa sengketa
dengan pihak lain/without disputes or
differences with another party
c. Tidak ada orang lain atau pihak ketiga yang
ditarik sebagai lawan tetapi bersifat ex parte/on
behalf on one party.
Landasan Hukum Pasal 2 UU no.14 tahun
1970 jo UU no.35 tahun 1999 jo UU No.4
tahun 2004 tentang Pokok Kekuasaan
Kehakiman meliputi :
a. Yudicial Power atau dengan kata lain
Yurisdiksi Contentiosa
b. Yurisdiksi Volunter
Fundamentum Petendi perkara volunter

Fundamentum Petendi atau posita.


Posita Permohonan merupakan landasan hukum dan
peristiwa hukum yang menjadi dasar permohonan,
cukup memuat dan menjelaskan hubungan hukum
(rechtsver houding) antara diri pemohon dengan
permasalahan hukum yang dipersoalkan. Permohonan
penetapan antara lain :
a. Bidang Keluarga
Permohonan Izin Poligami
Permohonan Izin Menikah dengan wali hakim
Permohonan pencegahan perkawinan
Permohonan Dispensasi Nikah
Permohonan Pembatalan perkawinan
Permohonan Pengangkatan Wali
Pemohonan Pengangkatan Anak
b. Bidang HaKI
Permohonan berdasarkan pasal 125 UU No.14 Tahun 2000, Kepada
Pengadilan Niaga untuk
Mencegah berlanjutnya pelanggaran paten
Menyimpan bukti pelanggaran paten
Memberitahukan kepada pihak yang dirugikan karena pihak
tersebut berhak ata paten tsb
Permohonan berdasarkan UU No.15 tahun 2001 ttg merek
Mencegah masuknya barang berkaitan dgn merek
c. Bidang Perlindungan Konsumen
Permohonan penetapan eksekusi
d. `Permohonan bersadarkan UU Larangan Praktik Monopoli dan
Persaingan Usaha Tidak Sehat
Permohonan penetapan eksekusi
e. Permohonan berdasarkan UU Yayasan
Permohonan pemeriksaan Yayasan
f. Permohonan berdasarkan UU Perseroan
Terbatas
Permohonan pembubaran PT
Permohonan pemanggilan RUPS
Permohonan Kuorum RUPS
Permohonan Pailit oleh Direksi
Permohonan Pemeriksaan oleh PN terkait
dengan PMH yang dilakukan direksi
maupun komisaris
PETITUM PERMOHONAN
• Petitum atau permohonan yang dimintakan kepada
Majelis tidak boleh melanggar atau melampaui hak
orang lain. Untuk penyelesaian kepentingan pemohon.
Acuannya yakni :
1. Isi Petitum merupakan permintaan yang bersifat
deklaratif , misal menyatakan bahwa pemohon adalah
orang yang berkepentingan atas masalah yang
dimohon
2. Petitum tidak boleh melibatkan pihak lain yang tidak
ikut sebagai pemohon
3. Tidak boleh membuat petitum yang bersifat
condemnatoir, misal menghukum untuk membayar.
No.2 dan no.3 ini merupakan konsekwensi dari sifat ex
parte atau sepihak.
• Proses Pemeriksaan
• Proses pemeriksaan permohonan penetapan ini
patut mendasarkan kepada
Asas Kebebasan Peradilan/Judicial Independency
tidak ada pihak yang dapat mempengaruhi
proses peradilan
Asas Fair Trial/Peradilan yang adil
Tidak ada kesewenangan/arbitary
Due Process of law/pemeriksaan sesuai dengan
ketentuan hukum yang berlaku
Memberikan kesempatan yang layak kepada
pemohon untuk membela dan mempertahankan
kepentingannya
1. Pengajuan Pemohonan dengan hadir dalam persidangan yakni
Pemohon atau Kuasanya
2. Mendengar keterangan dari Pemohon atau Kuasanya
3. Menghadirkan Bukti baik Bukti Tertulis maupun Bukti Saksi
4. Prinsip pembuktian
a. Pembuktian harus berdasarkan alat bukti yang telah ditentukan
pasal 164 HIR dan pasal 1866 BW.
Alat bukti yang sah :
Tulisan
Keterangan saksi
Persangkaan
Pengakuan
Sumpah

b. Ajaran pembebanan pembuktian


berdasarkan Pasal 163 HIR atau pasal 1865
BW
c. Nilai kekuatan pembuktian yang sah
harus mencapai batas minimal
pembuktian.
d. Keabsahan Alat Bukti
PUTUSAN PERMOHONAN
• Bentuk Penetapan
• Diktum Bersifat Deklaratoir
UPAYA HUKUM TERHADAP PENETAPAN

Upaya hukum Terhadap Penetapan

Penetapan atas permohonan merupakan putusan


Tingkat pertama dan terakhir

Upaya yang dapat diajukan adalah kasasi bukan banding


(pasal 43 ayat (1) UU 14/85 sebagaimana telah diubah
UU No 5/2004

Upaya Hukum yang dapat diajukan terhadap


permohonan yang keliru
Mengajukan perlawanan terhadap permohonan selama
proses pemeriksaan berlangsung (perlawanan pihak
ketiga) dan perkara diselesaian secara contradictoir
Mengajukan gugatan perdata
Mengajukan permintaan pembatalan kepada MA Atas
Penetapan
Mengajukan upaya hukum PK
GUGATAN KONTENTIOSA
• Gugatan mengandung sengketa diatara 2 dua pihak
atau lebih
• Penyelesaian sengketa di pengadilan melalui proses
sanggah menyanggah dalam bentuk replik dan duplik
• Gugatan Kontentiosa mengandung sengketa di antara
pihak yang berperkara yang pemeriksaan
penyelesaiannya diberikan dan diajukan kepada
Pengadilan dengan posisi para pihak.
a. Penggugat/Plaintiff
b. Tergugat/Defendant
• Gugatan contentiosa inilah yang dimaksud
dengan gugatan perdata dalam praktik.
Sedang penggunaan gugatan contentiosa
lebih bercorak pengkajian teoritis untuk
membedakan
Fundamentum Petendi/Dasar Gugatan
• Dalam perkataan lain dapat disebut :
a. Posita gugatan
b. Dalil gugatan
Merupakan landasan pemeriksaan dan penyelesaian
perkara dan memikul wajib bukti sebagaimana
digariskan dalam pasal 1865 KUHPdt dan pasal 163
HIR
Teori Fundamentun Petendi
Substantierings petendi
Mengajarkan dalil gugatan tidak cukup hanya
merumuskan peristiwa hukum yang menjadi dasar
tuntutan tetapi juga harus menjelaskan fakta fakta
yang mendahului peristiwa hukum yang menjadi
penyebab timbulnya peristiwa hukum tersebut
• Teori Individualisering
• Menjelaskan peristiwa atau kejadian hukum
yang dikemukakan dalam gugatan harus
dengan jelas memperlihatkan hubungan
hukum/rechtsverhouding yang menjadi dasar
tuntutan. Namun tidak perlu dikemukakan
sejarah terjadinya hubungan hukum tersebut.
Karena dapat diajukan dalam proses
pemeriksaan persidangan berikutnya (Putusan
MARI No.547/K/Sep/1971 tgl 15-3-1972
• Dalam praktiknya kedua teori ini digunakan
tidak dipisah secara kaku, hal mana untuk
menghindari gugatan kabur/obscuur libel
Unsur Fundamentum Petendi
• Dasar Hukum
Memuat penjelasan mengenai hubungan hukum antara
a. Penggugat dengan materi dan atau objek yang disengketakan
b. Antara Penggugat dengan Tergugat berkaitan dengan materi atau
objek sengketa
• Dasar Fakta
Memuat penjelasan pernyataan mengenai
a. Fakta atau peristiwa yang berkaitan langsung dengan atau di
sekitar hubungan hukum yang terjadi antara Penggugat dengan
materi atau objek perkara maupun dengan pihak Tergugat
b. Penjelasan fakta fakta yang langsung berkaitan dengan dasar
hukum atau hubungan hukum yang didalilkan Penggugat
• Posita yang baik dalam surat gugatan
adalah sekaligus memuat penjelasan dan
penegasan dasar hukum/rechtelijke
grond yang menjadi dasar hubungan
hukum serta dasar fakta atau
perostiwa/feitelijke grond yang terjadi
disekitar hubungan hukum dimaksud
Dalil Gugatan yang tdk mendasar
• Pembebasan Pemidanaan tidak dianggap
mempunyai dasar hukum
a. Putusan MARI No.3133 K/Pdt/1983 tanggal 29-1-1980 “Putusan
bebas tidak dapat dijadikan dasar alasan menggugat pelapor
melakukan Perbuatan Melawan Hukum dengan alasan dalam
negara hukum dibenarkan melaporkan tindak pidana, sedangkan
masalah pembuktian apakah memenuhi unsur delik diserahkan
sepenuhnya oleh Pengadilan
b. Putusan MARI No.1085 K/Pdt/1984 tanggal 17-10-1985 “gugatan
wanprestasi yang didasarkan atas alasan telah dilaporkan kepada
polisi tidak cukup menjadi dalil gugatan menuntut ganti rugi
kepada pelapor karena setiap orang berhak untuk mengajukan
laporan kepada Polisi”
• Putusan MARI No.2472 K/Pdt/1985 tanggal
11-12-1985 “adalah hak setiap orang untuk
melaporkan terjadinya tindak pidana kepada
penyidik meskipun terjadinya penahanan
bersadarkan laporan itu tindakan itu sah
bilamana memenuhi unsur pasal 20 jo pasal
21 ayat 4 KUHAP, sedangkan pemberitaan
pemeriksaan berdasarkan laporan itu tidak
bertentangan dengan hukum karena sidang
dilakukan secara terbuka sebagaimana diatur
dalam pasal 153 KUHAP, dalam hal ini
wartawan bebas mempublikasikan proses
persidangan
• Dalil Gugatan berdasarkan Perjanjian yang Tidak Halal vide pasal
1320\
contoh wanprestasi dalam suatu perjanjian sehingga barang
jaminan jatuh menjadi milik kreditur
• Gugatan Tuntutan Ganti Rugi atas Perbuatan Melawan Hukum
berdasarkan pasal 1365 KUHPerdata Mengenai Kesalahan Hakim
dalam Melaksanakan Fungsi Peradilan dapat tidak mempunyai
dasar hukum.
Terhadap putusan hakim UU telah menyediakan sarana upaya
hukum untuk memperoleh putusan hakim yang tepat, maka tidak
tepat adanya kemungkinan bagi pihak yang telah menggunakan
upaya hukum namun tidak berhasil kemudian menggugat negara
berdasarkan pasal 1365 KUHPerdata
• Dalil Gugatan yang tidak berdasarkan sengketa dapat tidak
mempunyai dasar hukum.
Putusan MA RI No.4K/Sip/1958 tanggal 13/12/ 1958 “syarat mutlak
untuk menuntut seseorang di depan pengadilanadanya
perselisihan hukum antara para pihak
• Tuntutan ganti rugi atas sesuatu hasil yang tidak ditinci berdasarkan
fakta, dapat menyebabkan gugatan tidak mempunyai dasar hukum
Putusan MA RI No.616 K/Sip/1973 tgl 5/6/1975
“gugatan tidak memberikan dasar dan alasan dalam arti gugatan
tidak menjelaskan berapa hasil sawah tersebut sehingga ia
menuntut hasil sebanyak banyaknya yang tersebut dalam petitum
merupakan gugatan yang tidak jelas dasar hukumnya”.
Putusan MA RI No. 873 K/Sip/1975 tgl 6/5/1977
“Bahwa dalil pokok adalah mengenai tuntutan pembagian keuntungan
perusahaan tetapi ternyata keuntungan tersebut tidak dirinci
dalam gugatan sehingga tidak jelas dan tidak pasti jumlah
keuntungan yang menjadi hak P
• Dalil Gugatan yang mengandung saling pertentangan
Dalil gugatan yang didalamnya terdapat pertentangan antara dalil
yan satu dengan dalil yang lain, dinyatakan sebagai gugatan yang
tidak berlandaskan hukum
Putusan MA RI No.3097 K/Sip/1983 tgl 26/3/1987
Bahwa dalil gugatan menyatakan penggugat sebagai penyewa dan
dalam kedudukan dan kapasitas yang demikian penggugat
menggugat pemilik agar PN menyatakan Penggugat sebagai
pemilik atas alasan kadaluarsa oleh karena itu berhak mengajukan
hak pakai. Gugatan seperti ini tidak mempunyai dasar hukum
karena antara dalil yang satu dengan yang lain saling bertentangan
• Hak atas Objek Gugatan tidak jelas
dalil gugatan tidak menegaskan secara jelas dan pasti hak
penggugat atas objek yang disengketakan dapat dinyatakan sebagai
gugatan yang tidak lengkap
Putusan MA RI No.565 K/Sip/1973 tgl
21/8/1974
Tidak jelas hubungan hukum penggugat
dengan barang yang menjadi objek
sengketa sedang seharusnya mesti jelas
apakah sebagai pemilik penyewa atau
pemakai
PETITUM GUGATAN
• Petitum Gugatan merupakan pokok tuntutan
gugatan penggugat berupa deskripsi yang jelas
menyebut satu per satu dalam akhir gugatan
tentang hal hal apa saja yang menjadi pokok
tuntutan penggugat yang harus dibebankan
atau dinyatakan kepada Tergugat.
• Petitum gugatan berisi tuntutan atau
permintaan kepada Pengadilan untuk
dinyatakan dan ditetapkan sebagai hak
penggugat atau hukuman kepada Tergugat
atau kepada keduabelah pihak.
• Bentuk Petitum
• Bentuk Tunggal
Petitum demikian bilamana deskripsi yang menyebutkan satu
persatu tuntutan, tidak diikuti dengan susunan deskrispi petitum
lain yang bersifat alternatif atau subsidair. Pengertian tunggal disini
tidak berati berbentuk compositur atau ex aequo et bono/ mohon
keadilan akan tetapi harus berbentuk rincian sesuai dengan yang
dikehendaki penggugat dikaitkan dengan dalil penggugat.
• Bentuk Alternatif
a. Petitum primair dan subsidair dirinci.
sama sama dirinci dengan perincian berbeda. Misal: pada angka 1
dan 2 petitum primair, penggugat meminta agar dinyatakan
sebagai pemilik sah, dan menghukum Tergugat untuk
menyerahkan barang tersebut keadanya yang diikuti dengan
tuntutan ganti rugi.
Sedangkan angka 1 dan 2 subsidair Penggugat meminta
dinyatakan orang yang berhak atau pemilik barang dan
Meminta agar Tergugat dihukum untuk membayar harga barang.
Hal ini jelas dapat dilihat perbedaan pokok tuntutan primair yakni
menghukum tergugat menyerahkan barang sedangkan pada
subsidair meminta menghukum Tergugat membayar harga barang
b.Petitum primair dirinci diikuti dengan petitum subsidair berbentuk
compositur atau ex aequo et bono
• Dalam hal ini sifat alternatifnya tidak mutlak
• Hakim bebas untuk mengambil keseluruhan dan sebagian dari
petitum primer dan mengesampingkan petitum subsidair
• Hakim bebas menetapkan lain terhadap petitum ex aequo et bono
dengan syarat : layak dan patut krn masih berada di kerangka
petitum primair
• Petitum yang tidak memenuhi syarat
1. Tidak menyebutkan secara tegas apa yang
diminta atau petitum bersifat umum
2. Petitum Tuntutan Ganti Rugi tetapi tidak
dirinci dalam gugatan tidak memenuhi
syarat
3. Petitum yang bersifat negatif, tidak dapat
dikabulkan. Contoh Petitum yang meminta
agar peradilan menghukum tergugat supaya
tidak mengambil tindakan yang bersifat
merusak bangunan.
4. Petitum tidak sejalan dengan dalil gugatan
PENERAPAN PETITUM
1. Petitum Primer dikaitkan dengan Ex
Aequo Et Bono/Mohon Keadilan. Apabila
gugatan mengandung petitum Subsidair
dengan penyebutan Ex Aequo Et Bono,
penerapan pengabulannya harus
mengingat : Tidak melanggar ultra
petitum partium pasal 178 HIR
2. Berwenang mengurangi petitum
3. Tidak dapat mengabulkan yang tidak
diminta dalam petitum
• Perumusan Gugatan Asesor
• Gugatan asesor adalah gugatan tambahan/additional claim
terhadap gugatan pokok. Tujuannya untuk melengkapi gugatan
pokok agar kepentingan penggugat lebih terjamin meliputi segala
hal yang dibenarkan hukum dan perundang undangan
• Syarat gugatan Asesor :
Secara teori dan praktik, gugatan asesor :
a. Tidak dapat berdiri sendiri dan
b. Keberadaanya hanya dapat ditempatkan dan ditambahkan dalam
gugatan pokok
c. Tanpa landasan gugatan asesor tidak dapat diajukan dan diminta.
Landasannya adalah gugatan pokok dan dicantumkan dalam akhir
uraian gugatan pokok
Syarat gugatan tambahan atau gugatan asesor:
• Gugatan tambahan merupakan satu
kesatuan yang tidak terpisah dengan gugatan
pokok, dan sifat gugatan tambahan, tidak
dapat berdiri sendiri di luar gugatan pokok
• Antara gugatan pokok dengan gugatan
tambahan harus saling mendukung tidak
boleh saling bertentangan
• Gugatan tambahan sangat erat kaitannya
dengan gugatan pokok maupun dengan
kepentingan penggugat.
• Jenis Gugatan Asesor
• Jenis gugatan asesor yang paling melindungi kepentingan
penggugat yaitu :
• Gugatan Provisi
Pasal 180 ayat 1 HIR : memberikan hak kepada Penggugat
mengajukan gugatan tambahan dalam gugatan pokok berupa
permintaan agar PN menjatuhkan putusan provisi yang diambil
sebelum perkara pokok diperiksa, mengenai hal hal yang
berkenaan dengan tindakan sementara untuk ditaati oleh Tergugat
sebelum perkara pokok memperoleh Kekuatan Hukum Tetap.
Misalnya menghentikan Tergugat meneruskan pembangunan,
pencairan rekening bank dll
• Penyitaan
Tindakan yang dilakukan pengadilan menempatkan harta kekayaan
Tergugat atau barang objek sengketa berada dalam keadaan
penyitaan untuk menjaga kemungkinan barang itu dihilangkan
selama proses.
Ada beberapa macam sita yakni
• CB/Consevatoir Beslag, pasal 227 ayat 1 HIR
• RB/Revindicatoir Beslag, pasal 226 ayat 1
HIR
• MB/Marital Beslag, pasal 186 KUHPerdata

Dan gugatan tambahan tentang permintaan


nafkah berdasarkan pasal 24 ayat 2 Huruf a
PP No.9 tahun 1975
Tata cara pemeriksaan
• Dalam gugatan dilakukan pemeriksaan secara
I. Sistem Pemeriksaan secara Contradictoir
Dasar Hukum pasal 125 dan 127 HIR
yakni :
a. Dihadiri kedua belah pihak secara in person atau kuasa. Hal ini
para pihak dipanggil secara resmi. Prinsip umum yang harus
ditegakkan yaitu sebagaimana dalam asas due process of law
(proses hukum yang seimbang) Ketentuan ini dikesampingkan
berdasarkan pasal 125 ayat 1 dan pasal 127 HIR yang
memberikan kewenangan kepada hakim untuk melakukan
pemeriksaan : secara verstek/putusan tidak hadir nya Tergugat.
b. Proses pemeriksaan berlangsung secara Op Tegenspraak
Sistem ini yang dimaksud dengan proses contradictoir. Memberi
hak dan kesempatan kepada Tergugat untuk membantah dalil
penggugat. Sebaliknya penggugat juga berhak untuk melawan
bantahan Tergugat.
• Asas Pemeriksaan
a. Mempertahankan tata hukum Perdata, menentukan pasal dan
peraturan perundangan mana yang dapat diterapkan dalam
menyelesaikan sengketa
b. Menyerahkan sepenuhnya kewajiban mengemukakan fakta dan
kebenaran para pihak, masing masing pihak wajib mengajukan
fakta dan kebenaran sesuai dengan beban pembuktian yang
digariskan pada pasal 1865 KUHPerdata dan pasal 163 HIR
c. Tugas Hakim menemukan kebenaran Formil, beban pembuktian
ada di para pihak, sehingga secara formal bukti yang diajukan
sudah sesuai dengan pembuktian yakni adanya kesesuaian Alat
bukti yang lain. Bukan pemeriksaan materiil atas suatu alat bukti.
d. Persidangan Terbuka untuk Umum, Undang Undang No.4 tahun
2004 pasal 20 : Semua Putusan Pengadilan Sah dan mempunyai
kekuatan hukum apabila diucapkan dalam sidang terbuka untuk
umum
e. Audi Alterum Partem
Pemeriksaan persidangan harus mendengar kedua belah pihak secara
seimbang . Pengadilan atau majelis yang memimpin pemeriksaan
persidangan wajib memberi kesempatan yang sama untuk mengajukan
pembelaan kepentingan masung masing dengan acua :
• Kesempatan diberikan oleh para pihak untuk melakukan pembelaan
adalah Hak, pengadilan tidak boleh mengesampingkan tanpa alasan yang
sah
• Persidangan harus mendengarkan kedua belah pihak secara proporsional,
jika hal itu mereka minta
• Pasal 131 ayat 1 dan 2 HIR
Hakim memberi kesempatan kepada Tergugat untuk menjawab gugatan
Penggugat diberi kesempatan untuk didengar keterangannya
Mengajukan dan menyampaikan pembelaan kepentingan merupakan hak
f. Asas Imparsialitas
Mengandung pengertian :
• Tidak memihak
• Jujur dan adil
• Tidak diskriminatif /equal before the law
Hakim tidak boleh memihak atau menyebelah kepada salah satu
pihak tanpa memandang suku agama, status sosial, dan gender.
Proses pemeriksaan harus fair trial
Asas Imparsialitas ditegakkan melalui pasal 29 UU No.4 tahun 2004
jo pasal 4, 5 UU No.48 tahun 2009
Asas Imparsialitas dipedomani dengan ketentuan pasal 29 UU No.4
tahun 2004 yakni Hak Ingkar dan Hak mengundurkan diri
• Hak Ingkar yaitu :
• Hak seseorang yang diadili untuk mengajukan
keberatan terhadap Hakim yang mengadili
perkaranya
• Pengajuan hak tersebut disertai dengan alasan
alasannya
• Diajukan kepada Pengadilan dan atas hal itu
pengadilan mengambil putusan apakah
mengabulkan atau menolak keberatan
• Bentuk Pengingkaran tersebut dapat dimohonkan
sebagai keberatan kepada proses persidangan
dengan alasan yang mendasar. Dalam praktik
dapat dilakukan karena adanya conflict of interest
atau benturan kepentingan.
• Hak Mengundurkan diri,
• Salah satu faktor yang dapat merusak penegakan
asas imparsialitas atau fair trial adalah adanya
hubungan kekeluargaan baik sedarah maupun
semenda antara seorang hakim dengan hakim yang
lain atau dengan jaksa, penasihat hukum, atau
dengan panitera pengganti
• Kewajiban untuk mengundurkan diri dalam
peristiwa tersebut
• Pasal 28 ayat 2 UU No.4 tahun 2004
• Pasal 29 ayat 2 dan 3 UU No.4 tahun 2004 yang
mengakibatkan :
1. Putusan Batal Demi Hukum
2. Melanggar asas imparsialitas
• Walaupun mengenal pemeriksaan contradictoir
tetapi dalam perkara tertentu dapat pula dilakukan
pemeriksaan sepihak pada pihak yang hadir dalam
gugatan kontentiosa yakni pemeriksaan verstek
• Verstek dasar hukum Pasal 125 ayat 1 HIR yakni
• Yang memberi hak dan kewenangan bagi hakim:
a. Untuk memeriksa dan menjatuhkan putusan di
luar hadirnyaTergugat
b. Pemeriksaan dan putusan yang demikian disebut
verstek
c. Syarat bahwa dalam persidangan Tergugat
• Tidak hadir tanpa alasan yang sah
• Tergugat sudah dipanggil secara patut
• Pemeriksaan contradictoir dapat
dilakukan jika Tergugat datang pada
sidang 1 kemudian tidak datang sehingga
Majelis dpat melanjutkan perkara tanpa
hadirnya Tergugat akan tetapi bukan
verstek krn tetap bersifat contradictoir
Pengguguran
• Dasar Hukum pasal 124 HIR :
• “Jika Penggugat tidak datang menghadap PN
pada haru yang ditentukan itu, meskipun ia
dipanggil dengan patut, atau tidak pula
menyuruh orang lain menghadap
mewakilinya maka surat gugatannya
dianggap gugur dan penggugat dihukum
biaya perkara, akan tetapi Penggugat berhak
memasukkan gugatannya sekali lagi,
sesudah membayar lebih dahulu biaya
perkara yang tersebut tadi”
• Syarat Pengguguran
• Penggugat telah dipanggil secara patut
• Penggugat tidak hadir tanpa alasan yang
sah
• Pengguguran dilakukan hakim
Maksud dari pengguguran gugatan
• Sebagai hukum pada Penggugat
• Membebaskan Tergugat dari kesewenangan
Putusan Pengguguran dapat digugat kembali,
pasal 124 HIR
• Kapan dilakukan pengguguran gugatan oleh Majelis
Hakim, berdasarkan pasal 124 HIR disebutkan pada
hari sidang yang telah ditentukan. Penentuan mana
untuk pertama kali yakni pada saat sidang pertama.
Mengenai hal ini MA telag memberikan pedoman
bahwa Jika Penggugat pada hari sidang pertama
tidak datang kemudian pada hari kedua datang dan
pada hari ketiga penggugat tidak hadir lagi maka
perkaranya tidak bisa digugurkan
• Pada pasal 126 HIR menegaskan
- Sebelum menjatuhkan putusan pengguguran gugatan
yang disebut dalam pasal 124 HIR, Pengadilan dapat
memerintahkan supaya pihak yang tidak hadir
dipanggil untuk kedua kalinya supaya datang
menghadap pada hari sidang yang lain
- Sedangkan pihak yang hadir/dalam hal ini tergugat,
pengunduran sidang cukup diberitahukan oleh
Hakim dalam persidangan dan pemberitahuan itu
oleh hakim dianggap sebagai panggilan sah
• Pengguguran Gugatan di nyatakan dalam bentuk
putusan sebelum pemeriksaan pokok perkara
sehingga terhadapnya tidak melekat ne bis in idem
sebagaimana digariskan dalam pasal 1917
KUHPerdata.
• Penggugat berhak untuk mengajukan kembali
gugatan vide pasal 124 HIR dengan syarat membayar
biaya perkara vide pasal 121 ayat 4 HIR
• Pengguguran gugatan disertai dengan pencabutan
sita jaminan apabila sudah diletakkan sita dalam
gugatan tersebut
PENCABUTAN GUGATAN
• Sama halnya dengan pengajuan gugatan,
pencabutan gugatan merupakan hak yang melekat
pada diri Penggugat
• Pencabutan mutlak hak Penggugat selama
pemeriksaan belum berlangsung
Penerapan ini berpedoman kepada ketentuan pasal
271 RV alinea pertama menegaskan :
a. Penggugat dapat mencabut perkaranya
b. Dengan syarat, asalkan hal itu dilakukan sebelum
Tergugat menyampaikan jawabannya
• Pencabutan Gugatan dalam proses persidangan
setelah Tergugat menyampaikan jawabannya maka
harus mendapat persetujuan dari Tergugat
• Dalam Putusan MA No.1841 K/Pdt/1984 dengan
pertimbangan kebolehan pencabutan sebelum perkara
diperiksa, sekaligus juga berisi penegasan, pencabutan
gugatan setelah pemeriksaan berlangsung, harus atas
persetujuan tergugat
• Putusan MA No.1742/K/Pdt/1983. dalam perkara ini
Penggugat mencabut gugatan terhadap Tergugat I
yang dituangkan dalam surat tertulis pada saat
pemeriksaan perkara sudah berjalan dan Tergugat I
keberatan, dengan demikian pencabutan tidak
dibenarkan
• Yang berhak melakukan pencabutan gugatan
a. Penggugat sendiri secara pribadi
b. Kuasa yang ditunjuk Penggugat dengan Kuasa khusus
tanpa hal tersebut tidak diperbolehkan
Akibat Hukum Pencabutan, pasal 130 HIR
• Pencabutan mengakhiri perkara
• Tertutup segala upaya hukum bagi para
pihak/sifatnya Final
• Para Pihak kembali kepada keadaan semula
• Pembebanan biaya perkara kepada Penggugat
Pengajuan kembali gugatan yang telah dicabut
• Pencabutan tanpa memerlukan persetujuan
Tergugat, dapat diajukan kembali
• Gugatan yang dicabut atas ijin Tergugat maka
tidak dapat diajukan kembali
Perubahan Gugatan
Perubahan gugatan diperlukan oleh
Penggugatbilamana Gugatan Penggugat
mengalami kesalahan pengetikan/clerical error.
Adapun sifat dari perubahan gugatan tersebut :
• Hak
Gugatan disusun oleh Penggugat, bilamana ada
kesalahan dalam penyusunan maka Penggugat
mempunyai hak untuk memperbaiki kesalahan
tersebut dengan melakukan perubahan gugatan
• Diajukan
Gugatan diajukan oleh Penggugat maka lebih tepat
bila perubahan gugatan pun harus diajukan bukan
dimohonkan
Batas Waktu Pengajuan Perubahan Gugatan
• Pada hari sidang pertama
pada saat sidang yang dihadiri oleh Penggugat dan
Tergugat secara lengkap
• Sampai sebelum tahap jawab jinawab
Syarat perubahan gugatan
• Tidak boleh mengubah materi pokok perkara
Dilarang perubahan gugatan yang merubah materi pokok
perkara. Materi pokok perkara ada didalam posita
gugatan.
• Perubahan gugatan yang tidak prinsipal dapat
dibenarkan. Dikarenakan salah pengetikan
• Perubahan Nomor Surat Keputusan
• Perubahan Tanggal tidak merugikan kepentingan
Tergugat
• Tidak mengubah posita gugatan
• Pengurangan gugatan tidak boleh merugikan
Tergugat
- Puts MA No.848 K/Pdt/1983 ditegaskan
perubahan ganti rugi dari Rp.13 juta menjadi
Rp.4juta dapat dibenarkan, karena perubahan
yang demikian tidak mengenai materi pokok
perkara
- Puts MA No.2 K/Sip/1959 :Perubahan gugatan
berupa pencabutan kembali sebagian barang
barang yang digugat tidak dapat dibenarkan
karena dalam perkara ini pengurangan gugatan
dapat merugikan tergugat, terutama dalam
sengketa warisan gono gini
Penggabungan gugatan
Dalam teori dan praktek dikenal 2 yakni
a. Kumulasi Subjektif, pada bentuk ini dalam satu
surat gugatan terdapat : beberapa orang
penggugat, atau beberapa orang tergugat, akan
tetapi subjek subjek yang tertera di dalam gugatan
wajib memiliki hubungan hukum
b. Kumulasi Objektif, pada bentuk harus ada
hubungan hukum antara pihak dengan objek
dalam pengertian pokok permasalah harus ada
hubungan dengan pokok permasalahan yang lain
sehingga tidak mengaburkan gugatan misal antar
gugatan konvensi dan gugatan rekonvensi terdapat
hubungan hukum.
• Penggabungan yang tidak dibenarkan
a. Pemilik objek gugatan berbeda
b. Gugatan yang digabungkan tunduk pada
Hukum Acara yang berbeda
c. Gugatan tunduk pada kompetensi
absolut yang berbeda
• CLASS ACTION
• Gugatan berisi tuntutan melalui proses pengadilan yang diajukan
oleh satu atau beberapa orang yang bertindak sebagai wakil
kelompok
• Perwakilan kelompok itu bertindak mengajukan gugatan tidak
hanya untuk dan atas nama mereka tetapi sekaligus untuk dan atas
nama kelompok yang mereka wakili.
• Dalam mengajukan gugatan tersebut tidak perlu disebutkan secara
individual satu persatu identitas anggota kelompok yang diwakili
• Kelompok yang diwakili dapat didefinisikan identifikasi anggota
kelompok secara spesifik
• Seluruh anggota kelompok dengan wakil kelompok ada kesamaan
fakta atau dasar hukum yang melahirkan :
• Kesamaan kepentingan
• Kesamaan penderitaan
• Apa yang dituntut memenuhi syarat
untuk kemanfaatan bagi seluruh anggota
• Syarat formil CA
• PERMA No.1 tahun 2002
A. Terdapat Kelompok. Keberadaan kelompok terdapat 2
komponen yakni
- Perwakilan kelompok
1. Orang yang tampil bertindak mengambil inisiatif
mengatasnamakan diri sebagai wakil kelompok
2. Jumlah wakil kelompok
3. Kedudukan dan kapasitas wakil kelompok
4. Hak Opting Out merupakan hak yang dimiliki anggota
kelompok untuk dengan tegas keluar.
5. Syarat wakil kelompok
6. Wakil kelompok dapat menunjuk Kuasa Hukum
- Anggota Kelompok
1. Numerous Person
2. Adanya Deskripsi kelompok krn
berhubungan dengan banyaknya jumlah
orang sehingga seharusnya
dideskripsikan kelompoknya
B. Kesamaann fakta atau dasar hukum
C. Kesamaan jenis tuntutan
Misalnya : kerugian yang sama terhadap
actual loss atau materiil dan imateriil
Persyaratan CA
• Mencatumkan alamat Pengadilan berdasarkan
kompetensi relatif
• Mencantumkan tanggal gugatan
• Penandatanganan gugatan oleh prinsipal atau
kuasanya
• Menyebutkan identitas para pihak baik Tergugat
maupun Penggugat/perwakilan kelompok
• Mencantumkan fundamentum petendi : dasar
hukum gugatan dan fakta gugatan
• Memuat petitum gugatan dapat berupa tunggal
maupun alternatif yang terdiri dari
Tata cara Pemanggilan
• Panggilan : menyampaikan secara resmi dan
patut kepada pihak pihak yang terlibat dalam
suatu perkara di pengadilan agar memenuhi
dan melaksanakan hal hal yang diminta dan
diperintahkan majelis hakim atau pengadilan
• Pasal 388 dan 390 ayat 1 HIR
• Panggilan dilakukan oleh jurusita Pengadilan
atas kewenangan yang diberikan oleh Ketua
Pengadilan Negeri sehingga panggilan ini sah
dan resmi
• Sesuai dengan tata tertib beracara yang digariskan pasal 118 ayat 1
dan pasal 121 ayat 4 HIR, panggilan merupakan tindakan lanjutan
dari tahap berikut ini :
I. Penyampaian Gugatan kepada PN
II. Pembayaran Biaya Perkara adalah panjar biaya perkara yang
disebut juga biaya sementara agar gugatan dapat diproses dalam
pemeriksaan persidangan vide Pasal 182 ayat2 HIR. Setelah
Putusan maka pihak ada dictum menghukum untuk membayar
biaya perkara, maka perhitungannya dikurangkan panjar perkara
III. Registrasi, pada pasal 121 ayat 4 HIR pendaftaran baru dapat
dilakukan setelah membayar biaya perkara, kemudian dilakukan
pemberian no perkara dan penyerahan berkas dari kepaniteraan
kepada Ketua Pengadilan Negeri jangka waktu 7 hari dari tanggal
registrasi
IV. Penetapan Majelis
Penetapan Majelis dilakukan oleh KPN dengan jangka waktu 7 hari
setelah tanggal berkas diterima, sedangkan penyerahan kepada
majelis jangka waktu 7 hari setelah tanggal penetapan.
Kemudian Majelis menetapkan hari sidang paling lambat 7 har dari
tanggal penerimaan berkas.
Pasal 121 ayat 1 dan ayat 3 HIR
TAHAP PEMANGGILAN
1. Majelis Memerintahkan Pemanggilan, dalam penetapan hari
sidang sekaligus juga memerintahkan kepada Juru Sita untuk
memanggil para pihak
2. Yang melaksanakan pemanggilan yaitu Juru Sita dalam daerah
kewenangan yurisdiksi relatif
3. Bentuk Panggilan, lazim disebut relas panggilan, bentuk tertulis.
4. Isi surat Panggilan Pertama kepada Tergugat
Berisi :
• Nama yang dipanggil
• Hari dan jam serta tempat sidang
• Membawa saksi saksi yang diperlukan
• Membawa segala surat yang hendak
digunakan
• Untuk hadir di persidangan
5. Cara panggilan yang sah
a. Harus disampaikan di tempat tinggal atau
domisili terguugat
b. Disampaikan kepada yang bersangkuta
c. Disampaikan kepada Kepala Desa
• Apabila Tempat tinggal Tergugat Tidak diketahui
• Pasal 390 ayat 3 HIR yakni panggilan umum dengan
cara diumumkan di surat kabar, kantor kelurahan,
kantor pemerintahan daerah, dan kantor Pengadilan
• Apabila Tempat tinggal Tergugat berada di Luar
Negeri
• Panggilan disampaikan melalui jalur diplomatik
penyampaian kepada KemenLuar Negeri kemudian
kedutaan, konsulat
• Apabila Tergugat meninggal
• Panggilan ditujukan kepada ahli waris di kediaman
pewaris terakhir
• Apabila ahli waris tidak diketahui maka panggilan
dilakukan kepada Kepala Desa

Anda mungkin juga menyukai