Diatur dalam pasal 1792 KUHPdt yaitu pemberian kuasa
adalah suatu persetujuan yang mana seseorang memberikan kekuasaan kepada orang lain yang menerimanya untuk dan atas namanya menyelenggarakan suatu urusan
Syarat pokok suatu Surat Kuasa Khusus untuk keperluan
pembelaan perkara di Pengadilan diatur dalam Pasal 123 ayat (1) HIR yang intinya Surat Kuasa Khusus harus berbentuk/dibuat tertulis atau akta. Sifat Perjanjian Kuasa a. Penerima Kuasa Langsung berkapasitas sebagai Wakil Pemberi Kuasa Hubungan hukumnya langsung menerbitkan dan memberikan kedudukan serta kapasitas kepada kuasa menjadi wakil penuh b. Pemberian Kuasa Bersifat konsensual berlaku berdasarkan kesepakatan yang telah disetujui dan mengikat terhadap objek yang disetujui c. Berkarakter Garansi Kontrak Pemenuhannya hanya sebatas tindakan yang sesuai dengan mandat atau instruksi yang diberikannya BERAKHIRNYA PERSETUJUAN PEMBERIAN KUASA
Berakhirnya persetujuan pemberian kuasa
1. atas kehendak pemberi kuasa 2. atas permintaan penerima kuasa 3. persoalan yang dikuasakan telah dapat diselesaikan 4. salah satu pihak meninggal dunia 5. salah satu pihak dibawah pengampuan 6. salah satu pihak dalam keadaan pailit 7. atas keputusan pengadilan (1814 KUHPerdata) Kuasa menurut hukum Kuasa menurut hukum disebut juga Wettelijke Vertegenwoordig atau Legal Mandatory dalam pengertian Undang Undang telah menetapkan seseorang atau suatu badan untuk dengan sendirinya menurut hukum bertindak mewakili orang atau badan tersebut tanpa memerlukan surat kuasa. Pasal 1 angka 5 dan pasal 98 UU No.40 tahun 2007 Perseroan Terbatas : “ Direksi mewakili perseroan, baik di dalam maupun di luar pengadilan. Wali terhadap Anak di Bawah Perwalian Pasal 51 Undang Undang No.1 Tahun 1974 tentang Perkawinan Kurator/Pengurus Harta atas Orang yang tidak waras Pasal 229 HIR Orang Tua terhadap anak yang belum dewasa Pasal 45 ayat 2 Undang Undang No.1 Tahun 1974 tentang Perkawinan BHP/Balai Harta Peninggalan sebagai Pengurus Harta Pailit dari Debitur. BHP berperan bilamana Debitur dan Kreditur tidak menunjuk Kurator vide pasal 15 ayat 1 UU No.37 tahun 2004 tentang Kepailitan dan PKPU Pengurus Yayasan sebagaimana diterangkan dalam pasal 35 ayat 1 UU No.16 tahun 2001 tentang Yayasan, Pengurus Yayasan bertanggung jawab penuh atas kepengurusan Yayasan untuk kepentingan dan tujuan yayasan serta berhak mewakili yayasan baik didalam maupun di luar pengadilan. Dengan demikian yang mendapat Legal Mandatory adalah Pengurus Yayasan Direksi Persero. Berdasarkan pasal 1 angka 2 PP No.12 tahun 1998 adalah BUMN. Kemudian di pasal 3 PP tersebut disebut kan BUMN juga mendasarkan pada prinsip yang diatur oleh UU PT. Oleh karenanya Direksi berkedudukan sebagai kuasa menurut hukum untuk mewakili persero di dalam dan di luar pengadilan • Syarat formil Surat Kuasa Khusus yang sah adalah sebagaimana yang disebutkan di dalam SEMA Nomor 2 Tahun 1959, yaitu: • Menyebut dengan jelas dan spesifik surat kuasa untuk berperan di pengadilan. • Menyebut kompetensi relatif. • Menyebut identitas dan kedudukan para pihak. • Menyebut secara ringkas dan konkret pokok dan objek sengketa yang diperkarakan. GUGATAN PERMOHONAN ATAU GUGATAN VOLUNTAIR
Diatur dalam pasal 2 ayat (1) Undang-Undang No 14/1970
sebagaimana diubah dengan Undang-Undang No 35 Tahun 1999 adalah : Penyelesaian setiap perkara yang digunakan kepada badan-badan peradilan mengandung pengertian yang di dalamnya penyelesaian masalah yang bersangkutan dengan yurisdiksi Voluntair Yang dimaksud permohonan (gugatan voluntair) adalah permasalahan perdata yang diajukan dalam bentuk permohonan yang ditandatangani pemohon atau kuasanya yang ditujukan kepada KPN Ciri khas permohonan a. Masalah yang diajukan bersifat kepentingan sepihak semata/for the benefit of one party only b. Permasalahan yang dimohonkan penyesuaian kepada PN pada prinsipnya tanpa sengketa dengan pihak lain/without disputes or differences with another party c. Tidak ada orang lain atau pihak ketiga yang ditarik sebagai lawan tetapi bersifat ex parte/on behalf on one party. Landasan Hukum Pasal 2 UU no.14 tahun 1970 jo UU no.35 tahun 1999 jo UU No.4 tahun 2004 tentang Pokok Kekuasaan Kehakiman meliputi : a. Yudicial Power atau dengan kata lain Yurisdiksi Contentiosa b. Yurisdiksi Volunter Fundamentum Petendi perkara volunter
Fundamentum Petendi atau posita.
Posita Permohonan merupakan landasan hukum dan peristiwa hukum yang menjadi dasar permohonan, cukup memuat dan menjelaskan hubungan hukum (rechtsver houding) antara diri pemohon dengan permasalahan hukum yang dipersoalkan. Permohonan penetapan antara lain : a. Bidang Keluarga Permohonan Izin Poligami Permohonan Izin Menikah dengan wali hakim Permohonan pencegahan perkawinan Permohonan Dispensasi Nikah Permohonan Pembatalan perkawinan Permohonan Pengangkatan Wali Pemohonan Pengangkatan Anak b. Bidang HaKI Permohonan berdasarkan pasal 125 UU No.14 Tahun 2000, Kepada Pengadilan Niaga untuk Mencegah berlanjutnya pelanggaran paten Menyimpan bukti pelanggaran paten Memberitahukan kepada pihak yang dirugikan karena pihak tersebut berhak ata paten tsb Permohonan berdasarkan UU No.15 tahun 2001 ttg merek Mencegah masuknya barang berkaitan dgn merek c. Bidang Perlindungan Konsumen Permohonan penetapan eksekusi d. `Permohonan bersadarkan UU Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat Permohonan penetapan eksekusi e. Permohonan berdasarkan UU Yayasan Permohonan pemeriksaan Yayasan f. Permohonan berdasarkan UU Perseroan Terbatas Permohonan pembubaran PT Permohonan pemanggilan RUPS Permohonan Kuorum RUPS Permohonan Pailit oleh Direksi Permohonan Pemeriksaan oleh PN terkait dengan PMH yang dilakukan direksi maupun komisaris PETITUM PERMOHONAN • Petitum atau permohonan yang dimintakan kepada Majelis tidak boleh melanggar atau melampaui hak orang lain. Untuk penyelesaian kepentingan pemohon. Acuannya yakni : 1. Isi Petitum merupakan permintaan yang bersifat deklaratif , misal menyatakan bahwa pemohon adalah orang yang berkepentingan atas masalah yang dimohon 2. Petitum tidak boleh melibatkan pihak lain yang tidak ikut sebagai pemohon 3. Tidak boleh membuat petitum yang bersifat condemnatoir, misal menghukum untuk membayar. No.2 dan no.3 ini merupakan konsekwensi dari sifat ex parte atau sepihak. • Proses Pemeriksaan • Proses pemeriksaan permohonan penetapan ini patut mendasarkan kepada Asas Kebebasan Peradilan/Judicial Independency tidak ada pihak yang dapat mempengaruhi proses peradilan Asas Fair Trial/Peradilan yang adil Tidak ada kesewenangan/arbitary Due Process of law/pemeriksaan sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku Memberikan kesempatan yang layak kepada pemohon untuk membela dan mempertahankan kepentingannya 1. Pengajuan Pemohonan dengan hadir dalam persidangan yakni Pemohon atau Kuasanya 2. Mendengar keterangan dari Pemohon atau Kuasanya 3. Menghadirkan Bukti baik Bukti Tertulis maupun Bukti Saksi 4. Prinsip pembuktian a. Pembuktian harus berdasarkan alat bukti yang telah ditentukan pasal 164 HIR dan pasal 1866 BW. Alat bukti yang sah : Tulisan Keterangan saksi Persangkaan Pengakuan Sumpah
b. Ajaran pembebanan pembuktian
berdasarkan Pasal 163 HIR atau pasal 1865 BW c. Nilai kekuatan pembuktian yang sah harus mencapai batas minimal pembuktian. d. Keabsahan Alat Bukti PUTUSAN PERMOHONAN • Bentuk Penetapan • Diktum Bersifat Deklaratoir UPAYA HUKUM TERHADAP PENETAPAN
Upaya hukum Terhadap Penetapan
Penetapan atas permohonan merupakan putusan
Tingkat pertama dan terakhir
Upaya yang dapat diajukan adalah kasasi bukan banding
(pasal 43 ayat (1) UU 14/85 sebagaimana telah diubah UU No 5/2004
Upaya Hukum yang dapat diajukan terhadap
permohonan yang keliru Mengajukan perlawanan terhadap permohonan selama proses pemeriksaan berlangsung (perlawanan pihak ketiga) dan perkara diselesaian secara contradictoir Mengajukan gugatan perdata Mengajukan permintaan pembatalan kepada MA Atas Penetapan Mengajukan upaya hukum PK GUGATAN KONTENTIOSA • Gugatan mengandung sengketa diatara 2 dua pihak atau lebih • Penyelesaian sengketa di pengadilan melalui proses sanggah menyanggah dalam bentuk replik dan duplik • Gugatan Kontentiosa mengandung sengketa di antara pihak yang berperkara yang pemeriksaan penyelesaiannya diberikan dan diajukan kepada Pengadilan dengan posisi para pihak. a. Penggugat/Plaintiff b. Tergugat/Defendant • Gugatan contentiosa inilah yang dimaksud dengan gugatan perdata dalam praktik. Sedang penggunaan gugatan contentiosa lebih bercorak pengkajian teoritis untuk membedakan Fundamentum Petendi/Dasar Gugatan • Dalam perkataan lain dapat disebut : a. Posita gugatan b. Dalil gugatan Merupakan landasan pemeriksaan dan penyelesaian perkara dan memikul wajib bukti sebagaimana digariskan dalam pasal 1865 KUHPdt dan pasal 163 HIR Teori Fundamentun Petendi Substantierings petendi Mengajarkan dalil gugatan tidak cukup hanya merumuskan peristiwa hukum yang menjadi dasar tuntutan tetapi juga harus menjelaskan fakta fakta yang mendahului peristiwa hukum yang menjadi penyebab timbulnya peristiwa hukum tersebut • Teori Individualisering • Menjelaskan peristiwa atau kejadian hukum yang dikemukakan dalam gugatan harus dengan jelas memperlihatkan hubungan hukum/rechtsverhouding yang menjadi dasar tuntutan. Namun tidak perlu dikemukakan sejarah terjadinya hubungan hukum tersebut. Karena dapat diajukan dalam proses pemeriksaan persidangan berikutnya (Putusan MARI No.547/K/Sep/1971 tgl 15-3-1972 • Dalam praktiknya kedua teori ini digunakan tidak dipisah secara kaku, hal mana untuk menghindari gugatan kabur/obscuur libel Unsur Fundamentum Petendi • Dasar Hukum Memuat penjelasan mengenai hubungan hukum antara a. Penggugat dengan materi dan atau objek yang disengketakan b. Antara Penggugat dengan Tergugat berkaitan dengan materi atau objek sengketa • Dasar Fakta Memuat penjelasan pernyataan mengenai a. Fakta atau peristiwa yang berkaitan langsung dengan atau di sekitar hubungan hukum yang terjadi antara Penggugat dengan materi atau objek perkara maupun dengan pihak Tergugat b. Penjelasan fakta fakta yang langsung berkaitan dengan dasar hukum atau hubungan hukum yang didalilkan Penggugat • Posita yang baik dalam surat gugatan adalah sekaligus memuat penjelasan dan penegasan dasar hukum/rechtelijke grond yang menjadi dasar hubungan hukum serta dasar fakta atau perostiwa/feitelijke grond yang terjadi disekitar hubungan hukum dimaksud Dalil Gugatan yang tdk mendasar • Pembebasan Pemidanaan tidak dianggap mempunyai dasar hukum a. Putusan MARI No.3133 K/Pdt/1983 tanggal 29-1-1980 “Putusan bebas tidak dapat dijadikan dasar alasan menggugat pelapor melakukan Perbuatan Melawan Hukum dengan alasan dalam negara hukum dibenarkan melaporkan tindak pidana, sedangkan masalah pembuktian apakah memenuhi unsur delik diserahkan sepenuhnya oleh Pengadilan b. Putusan MARI No.1085 K/Pdt/1984 tanggal 17-10-1985 “gugatan wanprestasi yang didasarkan atas alasan telah dilaporkan kepada polisi tidak cukup menjadi dalil gugatan menuntut ganti rugi kepada pelapor karena setiap orang berhak untuk mengajukan laporan kepada Polisi” • Putusan MARI No.2472 K/Pdt/1985 tanggal 11-12-1985 “adalah hak setiap orang untuk melaporkan terjadinya tindak pidana kepada penyidik meskipun terjadinya penahanan bersadarkan laporan itu tindakan itu sah bilamana memenuhi unsur pasal 20 jo pasal 21 ayat 4 KUHAP, sedangkan pemberitaan pemeriksaan berdasarkan laporan itu tidak bertentangan dengan hukum karena sidang dilakukan secara terbuka sebagaimana diatur dalam pasal 153 KUHAP, dalam hal ini wartawan bebas mempublikasikan proses persidangan • Dalil Gugatan berdasarkan Perjanjian yang Tidak Halal vide pasal 1320\ contoh wanprestasi dalam suatu perjanjian sehingga barang jaminan jatuh menjadi milik kreditur • Gugatan Tuntutan Ganti Rugi atas Perbuatan Melawan Hukum berdasarkan pasal 1365 KUHPerdata Mengenai Kesalahan Hakim dalam Melaksanakan Fungsi Peradilan dapat tidak mempunyai dasar hukum. Terhadap putusan hakim UU telah menyediakan sarana upaya hukum untuk memperoleh putusan hakim yang tepat, maka tidak tepat adanya kemungkinan bagi pihak yang telah menggunakan upaya hukum namun tidak berhasil kemudian menggugat negara berdasarkan pasal 1365 KUHPerdata • Dalil Gugatan yang tidak berdasarkan sengketa dapat tidak mempunyai dasar hukum. Putusan MA RI No.4K/Sip/1958 tanggal 13/12/ 1958 “syarat mutlak untuk menuntut seseorang di depan pengadilanadanya perselisihan hukum antara para pihak • Tuntutan ganti rugi atas sesuatu hasil yang tidak ditinci berdasarkan fakta, dapat menyebabkan gugatan tidak mempunyai dasar hukum Putusan MA RI No.616 K/Sip/1973 tgl 5/6/1975 “gugatan tidak memberikan dasar dan alasan dalam arti gugatan tidak menjelaskan berapa hasil sawah tersebut sehingga ia menuntut hasil sebanyak banyaknya yang tersebut dalam petitum merupakan gugatan yang tidak jelas dasar hukumnya”. Putusan MA RI No. 873 K/Sip/1975 tgl 6/5/1977 “Bahwa dalil pokok adalah mengenai tuntutan pembagian keuntungan perusahaan tetapi ternyata keuntungan tersebut tidak dirinci dalam gugatan sehingga tidak jelas dan tidak pasti jumlah keuntungan yang menjadi hak P • Dalil Gugatan yang mengandung saling pertentangan Dalil gugatan yang didalamnya terdapat pertentangan antara dalil yan satu dengan dalil yang lain, dinyatakan sebagai gugatan yang tidak berlandaskan hukum Putusan MA RI No.3097 K/Sip/1983 tgl 26/3/1987 Bahwa dalil gugatan menyatakan penggugat sebagai penyewa dan dalam kedudukan dan kapasitas yang demikian penggugat menggugat pemilik agar PN menyatakan Penggugat sebagai pemilik atas alasan kadaluarsa oleh karena itu berhak mengajukan hak pakai. Gugatan seperti ini tidak mempunyai dasar hukum karena antara dalil yang satu dengan yang lain saling bertentangan • Hak atas Objek Gugatan tidak jelas dalil gugatan tidak menegaskan secara jelas dan pasti hak penggugat atas objek yang disengketakan dapat dinyatakan sebagai gugatan yang tidak lengkap Putusan MA RI No.565 K/Sip/1973 tgl 21/8/1974 Tidak jelas hubungan hukum penggugat dengan barang yang menjadi objek sengketa sedang seharusnya mesti jelas apakah sebagai pemilik penyewa atau pemakai PETITUM GUGATAN • Petitum Gugatan merupakan pokok tuntutan gugatan penggugat berupa deskripsi yang jelas menyebut satu per satu dalam akhir gugatan tentang hal hal apa saja yang menjadi pokok tuntutan penggugat yang harus dibebankan atau dinyatakan kepada Tergugat. • Petitum gugatan berisi tuntutan atau permintaan kepada Pengadilan untuk dinyatakan dan ditetapkan sebagai hak penggugat atau hukuman kepada Tergugat atau kepada keduabelah pihak. • Bentuk Petitum • Bentuk Tunggal Petitum demikian bilamana deskripsi yang menyebutkan satu persatu tuntutan, tidak diikuti dengan susunan deskrispi petitum lain yang bersifat alternatif atau subsidair. Pengertian tunggal disini tidak berati berbentuk compositur atau ex aequo et bono/ mohon keadilan akan tetapi harus berbentuk rincian sesuai dengan yang dikehendaki penggugat dikaitkan dengan dalil penggugat. • Bentuk Alternatif a. Petitum primair dan subsidair dirinci. sama sama dirinci dengan perincian berbeda. Misal: pada angka 1 dan 2 petitum primair, penggugat meminta agar dinyatakan sebagai pemilik sah, dan menghukum Tergugat untuk menyerahkan barang tersebut keadanya yang diikuti dengan tuntutan ganti rugi. Sedangkan angka 1 dan 2 subsidair Penggugat meminta dinyatakan orang yang berhak atau pemilik barang dan Meminta agar Tergugat dihukum untuk membayar harga barang. Hal ini jelas dapat dilihat perbedaan pokok tuntutan primair yakni menghukum tergugat menyerahkan barang sedangkan pada subsidair meminta menghukum Tergugat membayar harga barang b.Petitum primair dirinci diikuti dengan petitum subsidair berbentuk compositur atau ex aequo et bono • Dalam hal ini sifat alternatifnya tidak mutlak • Hakim bebas untuk mengambil keseluruhan dan sebagian dari petitum primer dan mengesampingkan petitum subsidair • Hakim bebas menetapkan lain terhadap petitum ex aequo et bono dengan syarat : layak dan patut krn masih berada di kerangka petitum primair • Petitum yang tidak memenuhi syarat 1. Tidak menyebutkan secara tegas apa yang diminta atau petitum bersifat umum 2. Petitum Tuntutan Ganti Rugi tetapi tidak dirinci dalam gugatan tidak memenuhi syarat 3. Petitum yang bersifat negatif, tidak dapat dikabulkan. Contoh Petitum yang meminta agar peradilan menghukum tergugat supaya tidak mengambil tindakan yang bersifat merusak bangunan. 4. Petitum tidak sejalan dengan dalil gugatan PENERAPAN PETITUM 1. Petitum Primer dikaitkan dengan Ex Aequo Et Bono/Mohon Keadilan. Apabila gugatan mengandung petitum Subsidair dengan penyebutan Ex Aequo Et Bono, penerapan pengabulannya harus mengingat : Tidak melanggar ultra petitum partium pasal 178 HIR 2. Berwenang mengurangi petitum 3. Tidak dapat mengabulkan yang tidak diminta dalam petitum • Perumusan Gugatan Asesor • Gugatan asesor adalah gugatan tambahan/additional claim terhadap gugatan pokok. Tujuannya untuk melengkapi gugatan pokok agar kepentingan penggugat lebih terjamin meliputi segala hal yang dibenarkan hukum dan perundang undangan • Syarat gugatan Asesor : Secara teori dan praktik, gugatan asesor : a. Tidak dapat berdiri sendiri dan b. Keberadaanya hanya dapat ditempatkan dan ditambahkan dalam gugatan pokok c. Tanpa landasan gugatan asesor tidak dapat diajukan dan diminta. Landasannya adalah gugatan pokok dan dicantumkan dalam akhir uraian gugatan pokok Syarat gugatan tambahan atau gugatan asesor: • Gugatan tambahan merupakan satu kesatuan yang tidak terpisah dengan gugatan pokok, dan sifat gugatan tambahan, tidak dapat berdiri sendiri di luar gugatan pokok • Antara gugatan pokok dengan gugatan tambahan harus saling mendukung tidak boleh saling bertentangan • Gugatan tambahan sangat erat kaitannya dengan gugatan pokok maupun dengan kepentingan penggugat. • Jenis Gugatan Asesor • Jenis gugatan asesor yang paling melindungi kepentingan penggugat yaitu : • Gugatan Provisi Pasal 180 ayat 1 HIR : memberikan hak kepada Penggugat mengajukan gugatan tambahan dalam gugatan pokok berupa permintaan agar PN menjatuhkan putusan provisi yang diambil sebelum perkara pokok diperiksa, mengenai hal hal yang berkenaan dengan tindakan sementara untuk ditaati oleh Tergugat sebelum perkara pokok memperoleh Kekuatan Hukum Tetap. Misalnya menghentikan Tergugat meneruskan pembangunan, pencairan rekening bank dll • Penyitaan Tindakan yang dilakukan pengadilan menempatkan harta kekayaan Tergugat atau barang objek sengketa berada dalam keadaan penyitaan untuk menjaga kemungkinan barang itu dihilangkan selama proses. Ada beberapa macam sita yakni • CB/Consevatoir Beslag, pasal 227 ayat 1 HIR • RB/Revindicatoir Beslag, pasal 226 ayat 1 HIR • MB/Marital Beslag, pasal 186 KUHPerdata
Dan gugatan tambahan tentang permintaan
nafkah berdasarkan pasal 24 ayat 2 Huruf a PP No.9 tahun 1975 Tata cara pemeriksaan • Dalam gugatan dilakukan pemeriksaan secara I. Sistem Pemeriksaan secara Contradictoir Dasar Hukum pasal 125 dan 127 HIR yakni : a. Dihadiri kedua belah pihak secara in person atau kuasa. Hal ini para pihak dipanggil secara resmi. Prinsip umum yang harus ditegakkan yaitu sebagaimana dalam asas due process of law (proses hukum yang seimbang) Ketentuan ini dikesampingkan berdasarkan pasal 125 ayat 1 dan pasal 127 HIR yang memberikan kewenangan kepada hakim untuk melakukan pemeriksaan : secara verstek/putusan tidak hadir nya Tergugat. b. Proses pemeriksaan berlangsung secara Op Tegenspraak Sistem ini yang dimaksud dengan proses contradictoir. Memberi hak dan kesempatan kepada Tergugat untuk membantah dalil penggugat. Sebaliknya penggugat juga berhak untuk melawan bantahan Tergugat. • Asas Pemeriksaan a. Mempertahankan tata hukum Perdata, menentukan pasal dan peraturan perundangan mana yang dapat diterapkan dalam menyelesaikan sengketa b. Menyerahkan sepenuhnya kewajiban mengemukakan fakta dan kebenaran para pihak, masing masing pihak wajib mengajukan fakta dan kebenaran sesuai dengan beban pembuktian yang digariskan pada pasal 1865 KUHPerdata dan pasal 163 HIR c. Tugas Hakim menemukan kebenaran Formil, beban pembuktian ada di para pihak, sehingga secara formal bukti yang diajukan sudah sesuai dengan pembuktian yakni adanya kesesuaian Alat bukti yang lain. Bukan pemeriksaan materiil atas suatu alat bukti. d. Persidangan Terbuka untuk Umum, Undang Undang No.4 tahun 2004 pasal 20 : Semua Putusan Pengadilan Sah dan mempunyai kekuatan hukum apabila diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum e. Audi Alterum Partem Pemeriksaan persidangan harus mendengar kedua belah pihak secara seimbang . Pengadilan atau majelis yang memimpin pemeriksaan persidangan wajib memberi kesempatan yang sama untuk mengajukan pembelaan kepentingan masung masing dengan acua : • Kesempatan diberikan oleh para pihak untuk melakukan pembelaan adalah Hak, pengadilan tidak boleh mengesampingkan tanpa alasan yang sah • Persidangan harus mendengarkan kedua belah pihak secara proporsional, jika hal itu mereka minta • Pasal 131 ayat 1 dan 2 HIR Hakim memberi kesempatan kepada Tergugat untuk menjawab gugatan Penggugat diberi kesempatan untuk didengar keterangannya Mengajukan dan menyampaikan pembelaan kepentingan merupakan hak f. Asas Imparsialitas Mengandung pengertian : • Tidak memihak • Jujur dan adil • Tidak diskriminatif /equal before the law Hakim tidak boleh memihak atau menyebelah kepada salah satu pihak tanpa memandang suku agama, status sosial, dan gender. Proses pemeriksaan harus fair trial Asas Imparsialitas ditegakkan melalui pasal 29 UU No.4 tahun 2004 jo pasal 4, 5 UU No.48 tahun 2009 Asas Imparsialitas dipedomani dengan ketentuan pasal 29 UU No.4 tahun 2004 yakni Hak Ingkar dan Hak mengundurkan diri • Hak Ingkar yaitu : • Hak seseorang yang diadili untuk mengajukan keberatan terhadap Hakim yang mengadili perkaranya • Pengajuan hak tersebut disertai dengan alasan alasannya • Diajukan kepada Pengadilan dan atas hal itu pengadilan mengambil putusan apakah mengabulkan atau menolak keberatan • Bentuk Pengingkaran tersebut dapat dimohonkan sebagai keberatan kepada proses persidangan dengan alasan yang mendasar. Dalam praktik dapat dilakukan karena adanya conflict of interest atau benturan kepentingan. • Hak Mengundurkan diri, • Salah satu faktor yang dapat merusak penegakan asas imparsialitas atau fair trial adalah adanya hubungan kekeluargaan baik sedarah maupun semenda antara seorang hakim dengan hakim yang lain atau dengan jaksa, penasihat hukum, atau dengan panitera pengganti • Kewajiban untuk mengundurkan diri dalam peristiwa tersebut • Pasal 28 ayat 2 UU No.4 tahun 2004 • Pasal 29 ayat 2 dan 3 UU No.4 tahun 2004 yang mengakibatkan : 1. Putusan Batal Demi Hukum 2. Melanggar asas imparsialitas • Walaupun mengenal pemeriksaan contradictoir tetapi dalam perkara tertentu dapat pula dilakukan pemeriksaan sepihak pada pihak yang hadir dalam gugatan kontentiosa yakni pemeriksaan verstek • Verstek dasar hukum Pasal 125 ayat 1 HIR yakni • Yang memberi hak dan kewenangan bagi hakim: a. Untuk memeriksa dan menjatuhkan putusan di luar hadirnyaTergugat b. Pemeriksaan dan putusan yang demikian disebut verstek c. Syarat bahwa dalam persidangan Tergugat • Tidak hadir tanpa alasan yang sah • Tergugat sudah dipanggil secara patut • Pemeriksaan contradictoir dapat dilakukan jika Tergugat datang pada sidang 1 kemudian tidak datang sehingga Majelis dpat melanjutkan perkara tanpa hadirnya Tergugat akan tetapi bukan verstek krn tetap bersifat contradictoir Pengguguran • Dasar Hukum pasal 124 HIR : • “Jika Penggugat tidak datang menghadap PN pada haru yang ditentukan itu, meskipun ia dipanggil dengan patut, atau tidak pula menyuruh orang lain menghadap mewakilinya maka surat gugatannya dianggap gugur dan penggugat dihukum biaya perkara, akan tetapi Penggugat berhak memasukkan gugatannya sekali lagi, sesudah membayar lebih dahulu biaya perkara yang tersebut tadi” • Syarat Pengguguran • Penggugat telah dipanggil secara patut • Penggugat tidak hadir tanpa alasan yang sah • Pengguguran dilakukan hakim Maksud dari pengguguran gugatan • Sebagai hukum pada Penggugat • Membebaskan Tergugat dari kesewenangan Putusan Pengguguran dapat digugat kembali, pasal 124 HIR • Kapan dilakukan pengguguran gugatan oleh Majelis Hakim, berdasarkan pasal 124 HIR disebutkan pada hari sidang yang telah ditentukan. Penentuan mana untuk pertama kali yakni pada saat sidang pertama. Mengenai hal ini MA telag memberikan pedoman bahwa Jika Penggugat pada hari sidang pertama tidak datang kemudian pada hari kedua datang dan pada hari ketiga penggugat tidak hadir lagi maka perkaranya tidak bisa digugurkan • Pada pasal 126 HIR menegaskan - Sebelum menjatuhkan putusan pengguguran gugatan yang disebut dalam pasal 124 HIR, Pengadilan dapat memerintahkan supaya pihak yang tidak hadir dipanggil untuk kedua kalinya supaya datang menghadap pada hari sidang yang lain - Sedangkan pihak yang hadir/dalam hal ini tergugat, pengunduran sidang cukup diberitahukan oleh Hakim dalam persidangan dan pemberitahuan itu oleh hakim dianggap sebagai panggilan sah • Pengguguran Gugatan di nyatakan dalam bentuk putusan sebelum pemeriksaan pokok perkara sehingga terhadapnya tidak melekat ne bis in idem sebagaimana digariskan dalam pasal 1917 KUHPerdata. • Penggugat berhak untuk mengajukan kembali gugatan vide pasal 124 HIR dengan syarat membayar biaya perkara vide pasal 121 ayat 4 HIR • Pengguguran gugatan disertai dengan pencabutan sita jaminan apabila sudah diletakkan sita dalam gugatan tersebut PENCABUTAN GUGATAN • Sama halnya dengan pengajuan gugatan, pencabutan gugatan merupakan hak yang melekat pada diri Penggugat • Pencabutan mutlak hak Penggugat selama pemeriksaan belum berlangsung Penerapan ini berpedoman kepada ketentuan pasal 271 RV alinea pertama menegaskan : a. Penggugat dapat mencabut perkaranya b. Dengan syarat, asalkan hal itu dilakukan sebelum Tergugat menyampaikan jawabannya • Pencabutan Gugatan dalam proses persidangan setelah Tergugat menyampaikan jawabannya maka harus mendapat persetujuan dari Tergugat • Dalam Putusan MA No.1841 K/Pdt/1984 dengan pertimbangan kebolehan pencabutan sebelum perkara diperiksa, sekaligus juga berisi penegasan, pencabutan gugatan setelah pemeriksaan berlangsung, harus atas persetujuan tergugat • Putusan MA No.1742/K/Pdt/1983. dalam perkara ini Penggugat mencabut gugatan terhadap Tergugat I yang dituangkan dalam surat tertulis pada saat pemeriksaan perkara sudah berjalan dan Tergugat I keberatan, dengan demikian pencabutan tidak dibenarkan • Yang berhak melakukan pencabutan gugatan a. Penggugat sendiri secara pribadi b. Kuasa yang ditunjuk Penggugat dengan Kuasa khusus tanpa hal tersebut tidak diperbolehkan Akibat Hukum Pencabutan, pasal 130 HIR • Pencabutan mengakhiri perkara • Tertutup segala upaya hukum bagi para pihak/sifatnya Final • Para Pihak kembali kepada keadaan semula • Pembebanan biaya perkara kepada Penggugat Pengajuan kembali gugatan yang telah dicabut • Pencabutan tanpa memerlukan persetujuan Tergugat, dapat diajukan kembali • Gugatan yang dicabut atas ijin Tergugat maka tidak dapat diajukan kembali Perubahan Gugatan Perubahan gugatan diperlukan oleh Penggugatbilamana Gugatan Penggugat mengalami kesalahan pengetikan/clerical error. Adapun sifat dari perubahan gugatan tersebut : • Hak Gugatan disusun oleh Penggugat, bilamana ada kesalahan dalam penyusunan maka Penggugat mempunyai hak untuk memperbaiki kesalahan tersebut dengan melakukan perubahan gugatan • Diajukan Gugatan diajukan oleh Penggugat maka lebih tepat bila perubahan gugatan pun harus diajukan bukan dimohonkan Batas Waktu Pengajuan Perubahan Gugatan • Pada hari sidang pertama pada saat sidang yang dihadiri oleh Penggugat dan Tergugat secara lengkap • Sampai sebelum tahap jawab jinawab Syarat perubahan gugatan • Tidak boleh mengubah materi pokok perkara Dilarang perubahan gugatan yang merubah materi pokok perkara. Materi pokok perkara ada didalam posita gugatan. • Perubahan gugatan yang tidak prinsipal dapat dibenarkan. Dikarenakan salah pengetikan • Perubahan Nomor Surat Keputusan • Perubahan Tanggal tidak merugikan kepentingan Tergugat • Tidak mengubah posita gugatan • Pengurangan gugatan tidak boleh merugikan Tergugat - Puts MA No.848 K/Pdt/1983 ditegaskan perubahan ganti rugi dari Rp.13 juta menjadi Rp.4juta dapat dibenarkan, karena perubahan yang demikian tidak mengenai materi pokok perkara - Puts MA No.2 K/Sip/1959 :Perubahan gugatan berupa pencabutan kembali sebagian barang barang yang digugat tidak dapat dibenarkan karena dalam perkara ini pengurangan gugatan dapat merugikan tergugat, terutama dalam sengketa warisan gono gini Penggabungan gugatan Dalam teori dan praktek dikenal 2 yakni a. Kumulasi Subjektif, pada bentuk ini dalam satu surat gugatan terdapat : beberapa orang penggugat, atau beberapa orang tergugat, akan tetapi subjek subjek yang tertera di dalam gugatan wajib memiliki hubungan hukum b. Kumulasi Objektif, pada bentuk harus ada hubungan hukum antara pihak dengan objek dalam pengertian pokok permasalah harus ada hubungan dengan pokok permasalahan yang lain sehingga tidak mengaburkan gugatan misal antar gugatan konvensi dan gugatan rekonvensi terdapat hubungan hukum. • Penggabungan yang tidak dibenarkan a. Pemilik objek gugatan berbeda b. Gugatan yang digabungkan tunduk pada Hukum Acara yang berbeda c. Gugatan tunduk pada kompetensi absolut yang berbeda • CLASS ACTION • Gugatan berisi tuntutan melalui proses pengadilan yang diajukan oleh satu atau beberapa orang yang bertindak sebagai wakil kelompok • Perwakilan kelompok itu bertindak mengajukan gugatan tidak hanya untuk dan atas nama mereka tetapi sekaligus untuk dan atas nama kelompok yang mereka wakili. • Dalam mengajukan gugatan tersebut tidak perlu disebutkan secara individual satu persatu identitas anggota kelompok yang diwakili • Kelompok yang diwakili dapat didefinisikan identifikasi anggota kelompok secara spesifik • Seluruh anggota kelompok dengan wakil kelompok ada kesamaan fakta atau dasar hukum yang melahirkan : • Kesamaan kepentingan • Kesamaan penderitaan • Apa yang dituntut memenuhi syarat untuk kemanfaatan bagi seluruh anggota • Syarat formil CA • PERMA No.1 tahun 2002 A. Terdapat Kelompok. Keberadaan kelompok terdapat 2 komponen yakni - Perwakilan kelompok 1. Orang yang tampil bertindak mengambil inisiatif mengatasnamakan diri sebagai wakil kelompok 2. Jumlah wakil kelompok 3. Kedudukan dan kapasitas wakil kelompok 4. Hak Opting Out merupakan hak yang dimiliki anggota kelompok untuk dengan tegas keluar. 5. Syarat wakil kelompok 6. Wakil kelompok dapat menunjuk Kuasa Hukum - Anggota Kelompok 1. Numerous Person 2. Adanya Deskripsi kelompok krn berhubungan dengan banyaknya jumlah orang sehingga seharusnya dideskripsikan kelompoknya B. Kesamaann fakta atau dasar hukum C. Kesamaan jenis tuntutan Misalnya : kerugian yang sama terhadap actual loss atau materiil dan imateriil Persyaratan CA • Mencatumkan alamat Pengadilan berdasarkan kompetensi relatif • Mencantumkan tanggal gugatan • Penandatanganan gugatan oleh prinsipal atau kuasanya • Menyebutkan identitas para pihak baik Tergugat maupun Penggugat/perwakilan kelompok • Mencantumkan fundamentum petendi : dasar hukum gugatan dan fakta gugatan • Memuat petitum gugatan dapat berupa tunggal maupun alternatif yang terdiri dari Tata cara Pemanggilan • Panggilan : menyampaikan secara resmi dan patut kepada pihak pihak yang terlibat dalam suatu perkara di pengadilan agar memenuhi dan melaksanakan hal hal yang diminta dan diperintahkan majelis hakim atau pengadilan • Pasal 388 dan 390 ayat 1 HIR • Panggilan dilakukan oleh jurusita Pengadilan atas kewenangan yang diberikan oleh Ketua Pengadilan Negeri sehingga panggilan ini sah dan resmi • Sesuai dengan tata tertib beracara yang digariskan pasal 118 ayat 1 dan pasal 121 ayat 4 HIR, panggilan merupakan tindakan lanjutan dari tahap berikut ini : I. Penyampaian Gugatan kepada PN II. Pembayaran Biaya Perkara adalah panjar biaya perkara yang disebut juga biaya sementara agar gugatan dapat diproses dalam pemeriksaan persidangan vide Pasal 182 ayat2 HIR. Setelah Putusan maka pihak ada dictum menghukum untuk membayar biaya perkara, maka perhitungannya dikurangkan panjar perkara III. Registrasi, pada pasal 121 ayat 4 HIR pendaftaran baru dapat dilakukan setelah membayar biaya perkara, kemudian dilakukan pemberian no perkara dan penyerahan berkas dari kepaniteraan kepada Ketua Pengadilan Negeri jangka waktu 7 hari dari tanggal registrasi IV. Penetapan Majelis Penetapan Majelis dilakukan oleh KPN dengan jangka waktu 7 hari setelah tanggal berkas diterima, sedangkan penyerahan kepada majelis jangka waktu 7 hari setelah tanggal penetapan. Kemudian Majelis menetapkan hari sidang paling lambat 7 har dari tanggal penerimaan berkas. Pasal 121 ayat 1 dan ayat 3 HIR TAHAP PEMANGGILAN 1. Majelis Memerintahkan Pemanggilan, dalam penetapan hari sidang sekaligus juga memerintahkan kepada Juru Sita untuk memanggil para pihak 2. Yang melaksanakan pemanggilan yaitu Juru Sita dalam daerah kewenangan yurisdiksi relatif 3. Bentuk Panggilan, lazim disebut relas panggilan, bentuk tertulis. 4. Isi surat Panggilan Pertama kepada Tergugat Berisi : • Nama yang dipanggil • Hari dan jam serta tempat sidang • Membawa saksi saksi yang diperlukan • Membawa segala surat yang hendak digunakan • Untuk hadir di persidangan 5. Cara panggilan yang sah a. Harus disampaikan di tempat tinggal atau domisili terguugat b. Disampaikan kepada yang bersangkuta c. Disampaikan kepada Kepala Desa • Apabila Tempat tinggal Tergugat Tidak diketahui • Pasal 390 ayat 3 HIR yakni panggilan umum dengan cara diumumkan di surat kabar, kantor kelurahan, kantor pemerintahan daerah, dan kantor Pengadilan • Apabila Tempat tinggal Tergugat berada di Luar Negeri • Panggilan disampaikan melalui jalur diplomatik penyampaian kepada KemenLuar Negeri kemudian kedutaan, konsulat • Apabila Tergugat meninggal • Panggilan ditujukan kepada ahli waris di kediaman pewaris terakhir • Apabila ahli waris tidak diketahui maka panggilan dilakukan kepada Kepala Desa