Anda di halaman 1dari 23

PERTEMUAN KELIMA

Pengertian, Jenis dan Formulasi Surat Gugatan

A. PENGERTIAN GUGATAN KONTENTIOSA


Gugatan kontentiosa adalah gugatan yang mengandung sengketa antara kedua belah pihak
atau lebih permasalahannya yang diajukan dan diminta untuk diselesaikan dalam gugatan
merupakan sengketa atau perselisihan di antara para pihak.
Dimasa yang lalu bentuk ini disebut contentius rechttspraak artinya menyelesaikan
sengketa di pengadilan melalui proses sanggah-menyanggah dalam bentuk replik (jawaban
dari suatu jawaban), dan duplik (jawaban kedua kali) atau disebut juga op tegensprak, yaitu
proses pengadilan sanggah menyanggah.
Penyelesaiannya diberikan dan diajukan kepada pengadilan dengan posisi para pihak
a. Yang mengajukan penyelesaian sengketa disebut dan bertindak sebagai penggugat
b. Sedangkan yang ditarik pihak lawan dalam penyelesaian disebut dan kedudukan
sebagai tergugat
c. Ciri yang melekat pada gugatan perdata adalah permasalah hukum yang diajukan
mengandung sengketa
d. Sengketa terjadi di antara para pihak paling kurang di antara dua pihak
a. Berarti gugatan perdata bersifat partai dengan komposisi pihak yang satu bertindak
dan berkedudukan sebagai penggugat dan pihak yang lain berkedudukan sebagai
tergugat

B. BENTUK GUGATAN
1. Bentuk Lisan
Bentuk lisan diatur dalam Pasal 120 HIR (144 RBG) yang menegaskan: bila mana
penggugat buta huruf maka surat gugatannya dapat dimasukkan dengan lisan kepada
ketua pengadilan yang mencatat gugatan itu atau menyuruh mencatatnya
a. Syarat formal gugatan lisan
Penggugat tidak bisa membaca atau menulis dengan kata lain penggugat buta
aksara. Tidak termasuk orang yang buta hukum atau kurang memahami hukum
juga tidak disyaratkan orang yang tidak mampu secara finansial
b. Cara Mengajukan gugatan lisan
1) Terutama diadiajukan dengan lisan
2) Diajukan kepada ketua pengadilan
3) Menjelaskan atau menerangkan isi gugatan
c. Fungsi ketua pengadilan
1) Ketua pengadilan wajib memberikan layanan
2) Pelayanan yang harus diberikan ketua pengadilan yaitu mencatat atau
menyuruh mencatat gugatan yang disampaikan penggugat dan merumuskan
sebaik mungkin gugatan itu dalam bentuk tertulis sesuai yang diterangkan
penggugat

2. Bentuk tertulis
Gugatan yang paling diutamakan adalah gugatan dalam bentuk tertulis ditegaskan
dalam pasal 118 ayat 1 HIR pasal 142 RBG. Menurut pasal ini gugatan perdata harus
dimasukkan kepada pengadilan dengan surat permintaan yang ditandatangani oleh
penggugat atau kuasanya yang berhak dan berwenang membuat dan mengajukan
gugatan perdata adalah sebagai berikut:
a. Penggugat sendiri
Yaitu surat gugatan dibuat dan ditandatangani oleh penggugat sendiri dimana
tidak ada keharusan hukum bagi penggugat untuk menguasakan atau memberi
kuasa dalam membuat penandatanganan serta pengajuan gugatan kepada
seseorang yang berpredikat pengacara atau advokat
b. Kuasa
Yaitu memberikan hak dan kewenangan kepada kuasa atau wakilnya untuk
membuat, menadatangani, mengajukan atau menyampaikan surat gugatan kepada
pengadilan yang digariskan pada pasal 123 ayat 1 HIR yang menyatakan baik
penggugat dan tergugat:
1) dapat dibantu atau diwakili oleh kuasa yang dikuasakan untuk melakukan
tindakan didepan pengadilan
2) kuasa itu diberikan dengan surat kuasa hukum dengan surat kuasa khusus
3) sebelum membuat dan menandatangani surat gugatan, kuasa yang akan
bertindak mewakili penggugat harus terlebih dahulu diberi kuasa khusus
4) berdasarkan surat kuasa khusus, kuasa bertindak membuat, menandatangani
dan mengajukan surat gugatan atas nama dan kepentingan penggugat
5) apabila kuasa atau penerima kuasa, membuat, menandatangani dan
mengajukan gugatan sebelum mendapat kuasa atau lebih dahulu membuat dan
menandatangani gugatan daripada tanggal surat kuasa:
a. Dianggap mengandung cacat formil
b. Akibat gugatan itu dinyatakan pengadilan tidak sah dan tidak dapat
diterima atas alasan gugatan ditandatangani oleh pihak yang tidak
berwenang. untuk itu karena pada waktu menandatangani gugatan dia
sendiri belum mepunyai surat kuasa.

C. FORMULASI SURAT GUGATAN


Formulasi surat gugatan adalah perumusan surat gugatan yang dianggap memenuhi
syarat formil menurut ketentuan hukum dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Formulasi gugatan yang jelas fundamentum petendi (posita) dan petetum dengan rumusan
dalam surat gugatan sebagai berikut:
1. Ditujukan (dialamatkan) kepada ketua pengadilan sesuai dengan kompetensi relative.
Harus tegas tertulis pengadilan yang dituju diatur dalam pasal 118 HIR, apabila surat
gugatan salah alamat atau tidak sesuai dengan kompetensi relative
- Mengakibatkan gugatan mengandung cacat formal karena gugatan disampaikan dan
dialamatkan ke pengadilan yang berada diluar wilayah hukum yang berwenang untuk
memeriksa dan mengadili
- Gugatan dinyatakan tidak dapat diterima atas alasan hakim tidak berwenang
mengadili
2. Diberi tanggal
3. Ditandatangani penggugat atau kuasanya
Mengenai tanda tangan ditegaskan secra formal dalam HIR pasal 118 ayat 1 menyatakan:
Gugatan perdata harus dimasukkan ke pengadilan sesuai dengan kompetensi relatif dan
dibuat dalam bentuk surat permohonan (permintaan) yang ditandatangani penggugat atau
kuasanya. Tandatangan ditulis dengan sendiri atau di Cap Jempol yang disamakan
dengan tandatangan menurut St. 1919-776, cap jempol berupa ibu jari disamakan dengan
tandatangan dan agar benar-benar sah sebagai tandatangan harus dipenuhi syarat cap
jempol tersebut dilegalisasi oleh pejabat yang berwenang (camat, hakim, panitra)

4. IDENTITAS PARA PIHAK


Dalam surat gugatan harus menyebutkan identitas para pihak, apabila tidak
menyebutkan, maka menyebabkan gugatan tidak sah dan dianggap tidak ada dimana diatur
dalam pasal 143 ayat 2 huruf a KUHP meliputi: (nama lengkap, tempat tanggal lahir, umur,
jenis kelamin, kebangsaan, tempat tinggal, agama, dan pekerjaan)
a. Nama lengkap
Nama lengkap harus terang dan lengkap termasuk gelar atau alias jika ada begitu juga
nama lengkap perseroan ditulis juga nama singkatan sebagaimana yang disebut dalam
anggaran dasar atau papan nama, Kekeliruan penulisan dan penyebutan yang
mengakibatkan gugatan cacad formal, sehingga cukup alasan untuk menyatakan eror in
person atau obscuur libel.
b. Alamat atau tempat tinggal
Yang dimaksud dengan alamat menurut hukum sesuai dengan tata tertib berita acara
meliputi: alamat kediaman pokok, alamat kediaman tambahan, atau tempat tinggal riil.
Adapun akta yang dapat dijadikan sumber alamat yang legal bagi perorangan berupa
KTP, NPWP, dan KK dan bagi perseroan dapat diambil dari NPWP, anggaran dasar, izin
usaha, atau papan nama
a. Perubahan alamat Tergugat sesudah gugatan diajukan diperbolehkan dan tidak
menjadikan gugatan cacad formal
b. Tidak diketahui tempat tinggal Tergugat berdasarkan HIR pasal 390 (3) dapat
ditempuh merumuskan identitas alamat yaitu mencantumkan alamat terakhir
bertempat tinggal atau berkediaman…… dengan tegas menyebutkan tidak dikaetahui
alamatnya atau tempat tinggalnya di Wilayah RI.
c. Penyebutan identitas lain tidak imperatif
Tidak dilarang mencantumkan identitas tergugat yang lengkap meliputi umur,
pekerjaan, agama, jenis kelamin, suku bangsa, lebih lengkap tentunya lebih baik dan
lebih pasti hal ini jangan diterapkan secara sempit yang menjadikan pencantuman
identitas secara lengkap sebagai syarat formal.

5. FUNDAMENTUM PETENDI
Adalah dasar gugatan atau dasar hukum yang akrab digunakan dengan sebutan posita
gugatan atau disebut dalil gugatan.
Mengenai rumusan Fundamentum Petendi muncul dua teori:
 pertama disebut substantierings theorie, dalil gugatan tidak cukup hanya merumuskan
peristiwa hukum yang menjadi dasar tuntutan tetapi harus menjelaskan fakta-fakta
yang mendahului peristiwa hukum yang menjadi penyebab timbulnya peristiwa
hukum tersebut
 kedua teori individualisasi, yang menjelaskan peristiwa atau kejadian hukum yang
dikemukakan dalam gugatan harus dengan jelas memperlihatkan hubungan hukum
yang menjadi dasar tuntutan namun tidak perlu dikemukakan dasar dan sejarah
terjadinya hubungan hukum, karena hal itu dapat diajukan berikutnya dalam proses
pemeriksaan sidang pengadilan. Rumusan kejadian materi secara singkat sudah
memenuhi syarat:
a. Unsur Fundamentum petendi
Unsur Fundamentum petendi yang terdiri
1) Dasar hukum yang memuat hubungan penggugat dengan materi atau objek
hukum yang disengketakan dan antara penggugat dan tergugat berkaitan
dengan materi atau objek sengketa.
2) Dasar Fakta yang memuat fakta atau peristiwa yang berkaitan langsung
dengan atau disekitar hubungan hukum yang terjadi antara penggugat dengan
materi perkara dengan pihak penggugat dan menjelaskan pula fakta-fakta yang
langsung berkaitan dengan dasar hukum atau hubungan hukum yang
didalilkan penggugat
b. Dalil gugatan yang dianggap tidak mempunyai dasar hukum
1) Pembebasan pemidanaan atas laporan tergugat tidak dapat dijadikan dasar
hukum menuntut ganti rugi
2) Dalil gugatan berdasarkan perjanjian tidak halal berdasarkan KUHP Perdata
pasal 1337’
3) Gugatan tuntutan ganti rugi atas perbuatan melawan hukum berdasarkan pasal
1365 KUHP Perdata, yaitu kesalahan hakim dalam melaksanakan fungsi
pengadilan.
4) Dalil gugatan yang tidak berdasarkan sengketa dianggap tidak mempunyai
dasar hukum
5) Tuntutan ganti rugi atas sesuatu hasil yang tidak dirinci berdasarkan fakta.
Dianggap gugatan yang tidak mempunyai dasar hukum.
6) Dalil gugatan yang mengandung saling pertentangan
7) Hak atas obyek Gugatan tidak jelas.

6. PETETUM GUGATAN
Petetum Gugatan yaitu yang berisi pokok tuntutan penggugat berupa diskripsi yang
jelas menyebutkan satu persatu dalam akhir gugatan tentang hal-hal apa saja yang mejadi
pokok tuntutan penggugat yang harus dinyatakan dibebankan kepada penggugat dengan
kata lain petetum gugatan berisi tuntutan atau permintaan kepada pengadilan untuk
dinyatakan dan ditetapkan sebagai hak penggugat atau hukuman kepada tergugat atau
kedua belah pihak.
Ruang lingkup petetum gugatan perlu dijelaskan hal-hal sebagai berikut:
a. Bentuk petetum
1) Bentuk tunggal
Apabila deskripsi yang menyebutkan satu persatu pokok tuntutan tidak diikuti
dengan petetum lain yang bersifat alternatif
2) Bentuk alternatif
a) yang terdiri petetum primer dan subsider sama-sama dirinci
b) petetum primer dirinci dan diikuti dengan petetum subsider berbentuk (mohon
keadilan)
b. Berbagai petetum yang tidak memenuhi syarat:
1) Tidak menyebutkan secara tegas apa yang diminta atau petetum bersifat umum
2) Petetum ganti rugi tetapi tidak dirinci dalam gugatan tidak memenuhi syarat
3) Petetum yang bersifat negatif tidak dapat dikabulkan yang bersifat merusak
bangunan
4) Petetum tidak sejalan dengan dalil gugatan
c. Sepintas penerapan petetum
1) Petetum primer dikaitkan dengan Ex-Aequo Et Bono (mohon keadilan)
2) Berwenang mengurangi petetum
3) Tidak dapat mengabulkan yang tidak diminta dalam petetum

7. RUMUSAN GUGATAN ASESOR


Gugatan asesor adalah gugatan tambahan terhadap gugatan pokok, tujuannya untuk
melengkapi gugatan pokok agar kepentingan penggugat lebih terjamin meliputi segala
hal yang dibenarkan hukum dan perundang-undangan.
1. Syarat gugatan asesor
a. tidak dapat berdiri sendiri
b. kebolehan dan keberadaannya hanya dapat ditempatkan dan ditambahkan dalam
gugatan pokok
c. gugatan tambahan merupakan satu kesatuan
d. antara gugatan pokok dan gugatan tambahan harus saling mendukung
e. gugatan tambahan sangat erat kaitannya dengan gugatan pokok maupun dengan
kepentingan
2. Jenis Gugatan Asesor
Ditinjau dari segi ketentuan perundang-undangan dan praktik peradilan, terdapat
beberapa jenis gugatan asesor. Adapun yang meliputi jenis yang dianggap paling
penting adalah:
a. Gugatan provisi, berdasarkan pasal 180 ayat 1 HIR
b. Gugatan tambahan penyitaan berdasarkan pasal 226 dan pasal 227 HIR
Beberapa macam sita yang dapat diajukan sebagai gugatan asesor adalah:
1) consevatoir beslag (CB) atau sita jaminan berdasarkan pasal 227 ayat 1 HIR
2) revidicatior beslag (RB) atau sita pemilik berdasarkan pasal 226 ayat 1 HIR
3) maritaal beslag (MB) atau sita harta bersama berdasarkan pasal 186 KUHP
perdata dan pasal 24 ayat 2 hurf c PP no. 9 tahun 1975
c. Gugatan tambahan permintaan nafkah berdasarkan pasal 24 ayat 2 huruf a PP no.
9 tahun 1975

D. Tata cara Pemeriksaan Gugatan Kontentiosa

1. Sistim Pemeriksaan secara Contradictoir yang digariskan dalam pasal 125 dan pasal 127
HIR yang sistim pemeriksaannya sebagai berikut :
a. Dihadiri kedua belah pihak secara inperson atau Kuasnya.
b. Proses pemerikssan berlangsung secara op teganspraak yaitu memberikan hak dan
kesempatan kepada Tergugat untuk membantah dalil Penggugat dan sebaliknya
Penggugat juga berhak melawan bantahan Tergugat.
2. Asas Pemeriksaan
a. Mempertahankan Tata Hukum Perdata
b. Menyerahkan sepenuhnya kewajiban menemukan fakta dan kebenaran kepada para
pihak.
c. Tugas hakim menemukan kebenarkan formil.
d. Persidangan Terbuka untuk umum.
e. Audi alteram Partem yaitu pemeriksaan persidangan harus mendengan kedua belah
pihak secara seimbang, Pengadilan atau majelis memimpin pemeriksaan persidangan
wajib memberikan kesempatan yang sama.
f. Asas imparsialitas,
- dengan tidak memihak,
- bersikap jujur atau adil,
- tidak bersikap diskrimataif,
1. Asas Imparsialitass ditegakan melalui pasal 28 UU No. 14 tahun 1970
sekarang dalam pasal 29 UU No. Tahun 2004
a. Pihak yang diadili mempergunakan hak ingkar
- Hak seseorang untuk mengajukan keberatan terhadap hakim yang
mengadili perkaranya,
- pengajuan perkara disertai alasan, diajukan kepada pengadilan, dan
atas hal itu pengadilan mengabulkan atau menolak.
- Diajukan kepada Pengadilan disertai alasan,
- akta Penggingkaran atau penolakan tanda tangan yang bersngkutan
atau kuasanya yang sampaikan kepada Panitera untuk disampaikan
kepada Ketua pengadilan
- majelis hakim memeriksa pengingkaran menyelidiki alasan alasan
pengingkaran.
- putusan mengenai pengingkaran tidak bisa dimintakan banding,
b. Wijib mengundurkan diri sesuai dengan ketentuan pasal 28 ayat 2 dan 3
UU No. 4 tahun 2004 jo. UU 48 2009/
- putusan yang dijatuhkan batal demi hukum, alasan ,
- karena putusan yang dijatuhkan melanggar asas amparsialitas.
2. Cakupan Asas impersialitas yang terkandung dalam pengertian Non
Diskriminatif.
3. Pengucualian terhadap Acara Pemeriksaan Contradictoir
Sudah dijelaskan sistem pemeriksaan gugat contentiosa (gugatan perdatayang
bersifat partai) dilakukan secra contradictoir. Menurut ketentuan pasal 125 dan
127 HIR, pemeriksaan yang sah secara formal, apabila diharidi kedua belah
pihak . Selanjutnya proses pemeriksaan harus tunduk dan menaati asas-asas
pemeriksaan terbuka untuk umum, audi alteram partem imparsialitas. Akan
tetapi dalam hal tertentu diperbolehkan melakukan pemeriksaan secara ex
parte Pemeriksaan hanya dilakukan terhadap pihak yang hadir saja dengan
jalan mengabaikan kepentingan yang tidak hadir. Jadi dalam hal dan dengan
alasan tertentu , prinsip pemeriksaan contradictoir, dapat dikesampingkan.

a. Dalam Proses Vestek (Default Prosess)


Proses pemeriksaan dan putusan Vestek (default judgment) diatur dalam pasal
125 HIR (1) yang memberikan hak dan kewenangan bagi hakim:
– Untuk memeriksa dan menjatuhkan putusan diluar hadirnya tergugat.
– Pemeriksaan dan putusan yang demikian disebut Verstek (diluar hadirnya
Tergugat)
Syarat atas kebolehan Verstek, apabila pada sidsang pertama Tergugat.
- Tidak hadir tanpa alasan yang sah
- Padahal Tergugat telah dipanggil dengan secara sah (oleh juru sita) dan
patut (antara panggilan dengan hari sidang paling sedikit 3 hari) Dalam kasus yang
seperti ini, Pasal 125 ayat (1) HIR memberikan hak dan kewenangan yang bersifat
fakultatif kepada hakim untuk menjatuhkan putusan.

b. Salah satu pihak tidak Hadir hari sidamh Kedua atau sidang berikutnya.

Peristiwa yang seperti ini dapat terjadi, apabila pada sidang yang pertama atau
sidang kedua dan ketiga para pihak datang menghadiri pemeriksaan , akan
tetapi pada penundaan hari persidangan yang ditentukan hakim, salah satu
pihak tidak hadir tanpa alasan yang sah. Dalam kasus yang seperti ini , pasal
127 HIR memberikan hak dan kewenangan kepada hakim untuk melanjutkan
peleriksaan maupun menjatuhkan putusan diluar hadirnya pihak tersebut,
pemeriksaan atau putusan dianggap dilakukan dan diambil secara op
tegenspraak atau contracditoir misalnya Tergugat terdiri dari beberapa orang.
Pada sidang pertama semua hadir, kemudian hakim mengundurkan
persidangan pada hari tertentu. Ternyata pada hari sidang pengunduuran
tersebut, hanya satu orang Tergugat yang hadir, sedangkan yang lain tidak
hadir tanpa alasan yang sah dalam kasus yang demikian.

- Hakim berhak dan berwenang melanjutkan pemeriksaan tanpa hadirnya mereka


- Peneriksaan dilakukan antara Penggugat dengan pihak Tergugat yang yang hadir saja
tanpa jawaban dan pembelaan dari pihak yang tidak hadir.
- Peneriksaan tetap dianggap dan dinyatakan bersifat contradictoir atau op tegespraak,
oleh karena itu putusan yang dijatuhkan bukan Verstek, tapi putusan contracditoir ,
sehingga upaya hukum yang dapat dijatuhkan adalah banding bukan Verzet.
B. PENGERTIAN GUGATAN PERMOHONAN
1. Pengertian permohonan
ialah yang di dalamnya berisi suatu tuntutan hak perdata oleh satu pihak yang
berkepentingan terhadap suatu hal yang tidak mengandung sengketa , sehingga badan-
badan peradilan dalam mengadili suatu perkara permohonan bisa di anggap sebagai suatu
proses peradilan yang bukan sebenarnya.
Hal ini tercermin dari hanya satu pihak saja dalam perkara permohonan tersebut
( oneigenlijkerechtspraak)

2. Ciri-ciri permohonan
a. Masalah yang diajukan bersifat kepentingan sepihak semata ( for the benefit of one
party only)
b. Benar benar murni untuk menyelsaikan kepentingan pemohonan tentang
permasalahan perdata yang memerlukan kepastian hukum, misalnya sesuatu izin dari
pengadilan untuk melakukan tindakan tertentu.
c. Pada Prinsipnya , apa yang dipermasalahkan pemohon, tidak bersentuhan dengan hak
dan kepentingan orang lain.
d. Permasalahan yang dimohon penyelsaian kepada Pengadilan, pada prinsipnya tanpa
sengketa dengan pihak lain ( Withtot disputes or differences with another party)
Berdasrkan ukuran ini, tidak dibenarkan mengajukan permohonan tentang
penyelsaian sengketa hak atau kepemilikan maupun pemyerahan serta pembayaran
sesuatu oleh orang lain atau pihak ke tiga.
e. Tidak ada orang lain atau pihak ketiga yang ditarik sebagai lawan, trtapi bersifat ex
parte.
f. acara permohonan bersifat voluntair,,
g. dikehendaki oleh peraturan perundang-undangan,
h. tidak mengundang sengketa,
i. putusan hakim berupa penetapan,
j. upaya hukumnya adalah kasasi,
Dalam lingkungan peradilan agama, sebagaimana di jelaskan dalam SEMA nomor 2
tahun 1990 tentang petunjuk pelaksanaan undang-undang No.7 tahun 1989 yang menjelaskan
bahwa pada azasnya cerai talaq adalah merupakan sengketa perkawinan antara dua belah
pihak sehingga karenanya permohonan cerai-talaq adalah merupakan perkara contesius dan
bukan voluntair untuk itu produk hakim yang mengadili sengketa tersebut di buat dalam
bentuk kata putusan dengan amar dalam bentuk penetapan.
Terhadap putusan peradilan yang bersifat penetapan voluntair yang telah berkekuatan
hukum tetap , dimana nyata-nyata putusan tersebut bukan merupakan wewenang badan –
peradilan sebagaimana di tentukan dalam perundang-undangan , maka putusan tersebut tidak
mempunyai dasar hukum .
Terhadap putusan tersebut di atas dapat dimintakan pembatalan oleh pihak yang
berkepentingan dengan mengajukan surat kepada mahakamah agung.
Menurut pasal 2 (1) undang-undang 14 tahun 1970 jo. UU No. 4 tahun 2004 jo. UU
Nomor 48 tahun 2009 tentang pokok pokok kekuasaan kehakiman, pada pokoknya badan-
badan peradilan hanya berwenang menerima, memeriksa, mengadili, serta menyelesaikan
setiap perkara yang bersengketa, sedangkan perkara permohonan bukan menjadi wewenang
badan peradilan kecuali di tentukan undang-undang menjadi wewenang dalam peradilan
pasal 2 (2) UU No.14 tahun1970. Jo. UU Nomor 04 tahun 2004 jo. UU Nomor 48 tahun 2009
misalnya:
Dispensiasi nikah ( pasal 7 (2) UU No.1 tahun 1974:
Ijin nikah pasal 6 (5) UU No.tahun 1974 jo. Pasal 15 (2) kompilasi hukum Islam :
1. Wali adhol ( peraturan materi agama No.2 tahun 1987)
Pasal 2 (3) peraturan materi agama no. 2 tahun 1987 menyatakan bahwa pengadilan
agama memeriksa dengan menetapkan adholnya wali dengan acara singkat.
Peradilan secara singkat sebagaimana diatur dalam pasal 283 Rv adalah
pemeriksaan perkara secara singkat dimuka hakim mengenai perkara yang karena
memerlukan penyelesaian cepat dan seketika itu juga menghendaki pemutusan yang
segera.
Terhadap hal ini perlu diketahui bahwa pada saat ini dalam hukum acara perdata
yang berlaku di Indonesia tidak dikenal adanya acara singkat. tiap-tiap proses perdata di
muka pengadilan di mulai dengan di ajukannya surat gugat oleh penggugat atau kuasanya
kepada ketua pengadilan dalam daerah hukumnya tergugat bertempat tinggal ( pasal118
HIR/ 142 RBg)
Pendapat mahkamah agung sendiri dalam putusannya MA tanggal 13 oktober ayat
1954 , menyatakan tidak Nampak suatu keharusan yang patut untuk memperlakukan
peraturan pemeriksaan kilat , sebagai peraturan yang berlaku atau sebagai pedoman bagi
peradilan , sehingga yang di maksud dengan acara singkat dalam pasal 2 (3) peraturan
materi agama no. 2/1987 adalah bahwa terhadap permohonan wali adhol diharapkan
prosedur pemeriksaan di persidangan dapat dilaksanakan jauh lebih cepat.

2. Ijin poligami ( pasal 40 PP 9 tahun 1975 )


Meskipun nampaknya izin poligami itu menurut ketentuan perundang-undangan,
adalah menrupakan perkara volunter tetapi dalam praktek kenyataannya selalu melibatkan
kepentingan pihak lain, yaitu berkenaan dengan kepentingan istri atau calon istri
Perundang-undangan itu sendiri dalam hal ini mengaitkan masalah izin poligami
dengan persetujuan dari isteri, sehingga karenanya Mahkamah Agung memberikan
petunjuk dalam hal permohonan izin poligami tidak bisa dilakukan secara volunter, akan
tetapi harus dalam bentuk gugatan yang bersifat contentiosa. Kadang kala Nampak usaha
penyelundupan hukum oleh pihak-pihak yang berperkara melalui perkara volunter dengan
melaksanakan istbat nikah terhadap perkawinan kedua yang pada dasarnya merupakan
perkara poligami. Keadaan seperti ini hendaknya menjadi perhatian para hakim agar
tetap berpegang pada perundang-undangan yang mengatur istbat nikah

Landasan yuridis volunteer


1. Pasal 2 dan penjelasan pasal 2 ayat 1 UU No 14 tahun 1970 UU No 4 Tahun 2004 jo. UU
No 48 Tahun 2009. Ketentuan tersebut menegaskan pada prinsifnya penyelenggaraan
kekuasaan kehakiman melalui badan-badan peradilan bidang perdata tugas pokoknya,
menerima memeriksa, mengadil, dan memutus serta menyelesaikan setiap perkara
(dalam pengertian sengketa sama dengan diputus kepadanya dan secara eksepsional
penjelasana Pasal 2 ayat 1 UU No 14 tahun 1970 jo. UU No 4 tahun 2004 jo No 48 tahun
2009 memberi kewenangan atau yuridiksi volunter kepada pengadilan.
2. Fundamentum fetendi dan beberapa pasal UU yang dapat dijadikan landasan
permohonan. Fundamentum petendi atau fosita permohonan tidak serumit dalam gugatan
perkara kontentiosa. Landasan hukum dan peristiwa yang jadi dasar permohonan, cukup
memuat dan menjelaskan hubungan hukum antara diri permohon dengan masalah hukum
yang dipersoalkan.
Adapun permohonan volunter diantaranya adalah
3. Bidang hukum kekeluargaan yang diatur dalam UU No. 1 Tahun 1974 tentang
perkawinan maupun peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan
hukum kekeluargaan.
1) Permohonan izin poligami berdasarkan pasal 5 UU No. 1 Tahun 1974
2) Permohonan izin melangsungkan perkawinan tanpa izin orang tua berdasarkan
pasal 6 ayat 5 UU No. 1 Tahun 1974.
3) Permohonan pencegah perkawinan berdasarkan Pasal 13 jo UU No. 17 ayat 1 UU
No 1 Tahun 1974.
4) Permohonan dispensasai nikah Pasal 7 UU No 1 Tahun 1974.
5) Permohonan pembatalan perkawinan Pasal 25, 26, 27 No 1 Tahun 1974.
6) Permohonan pengangkatan wali berdasarkan pasal 23 ayat 2 KHI jo peraturan
menteri agama No 2 Tahun 1987.
7) Permohonan penegasan pengangkatan anak diatur dalam SEMA No 6 Tahun
1983 yang disempurnakan SEMA no 2 Penyempurnaan SEMA No 2 Tahun 1979.
4. Hukum Paten diatur dalam UU No 14 Tahun 2000 diantaranya 1 mencegah
berlanjutnya pelanggaran paten seperti masuknya barang yang diduga
melanggar paten termasuk tindakan inportasi.
5. Bidang perlindungan konsumen berdasarkan UU no 8 Tahun 1999 tentang
konsumen seperti permohonan penetapan eksekusi pada pengadilan atas
putusan majelis badan penyelesaian sengketa konsumen berdasarkan pasal
1957.
g. Permohonan berdasarkan UU No 5 Tahun 1999 tentang larangan praktek monopoli
dan persaingan.
h. Permohonan berdasarkan UU No 16 Tahun 2001 tentang yayasan.
i. Permohonan berdasarkan UU No 1 Tahun 1995 tentang perseroan terbatas.
j. Permohonan berdasarkan UU No 15 Tahun 2001 tentang Merk

3. Petentium permohonan
Pada prinsipnya tujuan permohonan untuk menyelsaikan kepentingan pemohon
sendiri tanpa melibatkan pihak lawan. Dalam kerangka yang demikian harus mengacu
pada penyelasaian kepentingan pemohon sepihak sehubungan dengan itu, Petentum
permohonan tidak boleh melanggar atau melampui hak orang lain harus benar-benar
murni merupakan permintaan penyelsaian kepentingan pemohon, dengan acuan sebagai
berikut:
a. Isi petitum merupakan permintaan yang bersifat deklaratif.
Permohonan meminta agar dalam dictum penetapan pengadilan, memuat pernyataan
dengan kata-kata: menyatakan bahwa pemohon adalah orang yang berkepentignan
atas masalah yang dimohon.
b. Petitum tidak boleh melibatkan pihak lain yang tidak ikut sebagai pemohon.
Ukuran ini merupakan konsekuensi dari bentuk permohonan, yang bersifat ex-parte
atau sepihak saja.
c. Tidak boleh memuat petitum yang bersifat condemnatoir (mengandung hukum).
Ukuran ini merupakan konsekuensi lebih lanjut dari sifat ex-parte yang benar-benar
melekat (inhernt) dalam permohonan. Oleh karena tidak ada pihak lawan atau
tergugat dengan sendirinya tidak ada pihak yang dapat ditimpakan hukuman.
d. Petitum permohonan harus dirinci satu persatu tentang hal-hal yang dikehendaki
pemohon untuk ditetapkan pengadilan kepadanya.
e. Petitum tidak boleh bersifat compositur atau ex aequo et bono. Seperti yang dikatakan
diatas, petetum permohonan harus dirinci, jadi bersifat enumeratif . oleh karen itu,
Tidak dibenarkan petetum yang berbentuk mohon keadilan saja.

4. Proses pemeriksaan permohonan.


a. Jalanya proses permohonan secara exparte bersifat sederhana yaitu
1. hanya mendengar keterangan pemohon atau kuasa
2. Memeriksaan bukti surat atau saksi yang diajukan pemohon
3. Tidak adanya replik duplik dan kesimpulan,
b. yang diperiksa disidang hanya keterangan dan bukti
c. pemohon tidak dipermasalahkan penegakan hukum seluruhnya asas
persidangan namun tidak pula sepenuhnya disingkirkan.
Asas kebebasan peradilan,
a. Asas fairtrial peradilan yang adil adapun tidak perlu ditegakan yaitu asas audi alteram
fartem yaitu asas jawab menjawab atau bantahan pihak lawan.
b. Asas memberikan kesempatan yang sama.

Penegakan prinsif pembuktian adalah sebagai berikut.


a. pembuktian harus berdasarkan alat bukti yag ditentukan Undang-undang,
b. ajaran pembebanan pembuktian berdasarkan pasal 163 HIR,
c. nilai kekuatan pembuktian yang sah harus mencapai batas minimal pembuktian.
d. Yang sah menjadi alat bukti yang memenuhi syarat formal dan material.

Putusan permohonan,
a. Bentuk penetapan.
b. Dictum bersifat dektatoir yang bersifat menegasan pernyataan atau deklarasi hukum,
tentang hal yang diminta.

Kekuatan pembuktian penetapan.


a. Penetapan sebagai akta autentik sebagaimana yang digarasiskan pasal 1868 KUHP :
suatu akta autentik ialah apa yang dibuat dalam bentuk yang ditentukan oleh Undang-
undang oleh atau dihadapan pegawai Umum yang berkuasa untuk itu ditempat akta itu
dibuat,
b. Nilai kekuatan pembuktian yang melekat pada penetapan permohonan hanya terbatas
kepada diri pemohon
c. Pada penetapan tidak melekat asas nebis in idem berdasarkan pasal 1917 KUHP
apabila putusan yang dijatuhkan pengadilan positif menolak untuk mengabulkan
kemudian putusan tersebut memperoleh kekutatan hukum tetap maka dalam putusan
melekat terhadap kasus dan pihak yang sama tidak boleh diajukan kedua kalinya.

Upaya hukum terhadap penetapan.


a. Penetapan atas permohonan merupakan putusan tingkat pertama dan terkahir
b. Terhadap putusan pengadilan tingkat pertama yang bersifat pertama dan terakhir tidak
bisa diajukan banding.
c. Upaya hukum yang dapat diajukan adalah kasasi sebagaimana penjelasan pasal 43
ayat 1 UU No 14 Tahun 1985 jo. UU No. 5 Tahun 2004 jo. UU no 3 Tahun 2009
pengecualian dalam ayat 1 penetapan yang dijatuhkan terhadap permohonan tidak
dapat dibanding maka upaya hukum yang dapat ditempuh adalah kasasi.

C. PENGERTIAN GUGATAN CLASS ACTION


1. DEFINISI CLASS ACTION
Ada beberapa definisi yang mencobamenjelaskan istilah class action, baik
menurut kamus hukum, peraturanperundangan maupun dari ahli hukum.
Dalam Meriam Webster Colegiate Dictionary edisi ke-10 tahun 1994disebutkan
yang dimaksud class action : alegal action under taken by one or more plaintiffson
behalf of themselves and all other personshavings an identical interest in alleged
wrong.
Black’s law dictionary Class action adalah sekelompok besar orangyang
berkepentingan dalam suatu perkara,satu atau lebih dapat menuntut ataudituntut
mewakili kekompok besar orang tersebut tanpa perlu menyebut satuperistiwa satu
anggota yang diwakili.
Glorilier Multi Media EncyclopediaClass action adalah gugatan yang
diajukanoleh seseorang atau lebih anggota kelompokmasyarakat mewakili seluruh
anggotakelompok masyarakat.
UU No. 23 Tahun 1997 tentang PengelolaanLingkungan HidupMenurut UU
No. 23 Tahun 1997 tentangPengelolaan Lingkungan Hidup yangdimaksud class
action adalah hak kelompok
kecil masyarakat untuk bertindak mewakilimasyarakat dalam jumlah besar
yangdirugikan atas dasar kesamaanpermasalahan, fakta hukum dan tuntutan yang
ditimbulkan karena pencemaran
dan/atau perusakan lingkungan hidup.
PERMA No. 1 Tahun 2002 tentang AcaraGugatan Perwakilan Kelompok
Di Indonesia terminologi class action diubahmenjadi Gugatan Perwakilan Kelompok.
PERMA No. 1 Tahun 2002 merumuskan Gugatan Perwakilan Kelompok
(ClassAction) sebagai suatu prosedur pengajuangugatan, dimana satu orang atau lebih
yangmewakili kelompok mengajukan gugatan untuk dirinya sendiri dan
sekaligusmewakili sekelompok orang yang jumlahnya banyak, yang memiliki
kesamaan fakta atau kesamaan dasar hukum antara wakil kelompok dan anggota
kelompoknya.
Acmad Santosa Sedangkan Acmad Santosa menyebutkan Class Action pada
intinya adalah gugatan perdata (biasanya terkait denganpermintaan injuntction atau
ganti kerugian) yang diajukan oleh sejumlah orang (dalam jumlah yang tidak banyak
misalnya satu atau dua orang) sebagai perwakilan kelas (class repesentatif) mewakili
kepentingan mereka, sekaligus mewakili kepentingan ratusan atau ribuan orang
lainnya yang jugasebagai korban. Ratusan atau ribuan orang yang diwakili tersebut
diistilahkan sebagaiclass members .Dari beberapa definisi tersebut dapat disimpulkan
bahwa Class Action adalah suatu gugatan perdata yang diajukan oleh satu orang atau
lebih yang mewakili kelompok yang dirugikan untuk mengajukan gugatan ke
Pengadilan karenaadanya kesamaan fakta dan dasar hukumantara satu orang atau
lebih yang mewakili kelompok dengan kelompok yang diwakili.

2. UNSUR-UNSUR DAN PERSYARATAN CLASS ACTION


Dari beberapa definisi class action maka didapatkan unsur-unsur class action
terdiri dari :
1. Gugatan secara perdata
Gugatan dalam class action masuk dalam lapangan hukum perdata. Istilahgugatan
dikenal dalam hukum acaraperdata sebagai suatu tindakan yang bertujuan untuk
memperoleh perlindungan hak yang diberikan oleh pengadilan untuk menghindari
adanya upaya main hakim sendiri (eigenechting). Gugatan yang merupakan
bentuk tuntutan hak yang mengandungsengketa, pihak-pihaknya adalah pengugat
dan tergugat. Pihak disinidapat berupa orang perseorangan maupun badan hukum.
Umumnyatuntutan dalam gugatan perdata adalahganti rugi berupa uang.
2. Wakil Kelompok (ClassRepresentative)
Adalah satu orang atau lebih yangmenderita kerugian yang mengajukan gugatan
sekaligus mewakili kelompok orang yang lebih banyak jumlahnya.Untuk menjadi
wakil kelompok tidak disyaratkan adanya suatu surat kuasa khusus dari anggota
Kelompok. Saat gugatan class action diajukan kepengadilan maka kedudukan dari
Kelompok sebagai penggugat aktif

3. Anggota Kelompok (Class members)


Adalah sekelompok orang dalam jumlah yang banyak yang menderita kerugian
yang kepentingannya diwakili oleh wakil kelompok di pengadilan. Apabila class
action diajukan ke pengadilan maka kedudukan dari anggota kelompok adalah
sebagai penggugat pasif.

4. Adanya kerugian
Untuk dapat mengajukan class action, baik pihak wakil kelompok
(classrepesentatif) maupun anggota kelompok (class members) harus benar-benar
atausecara nyata mengalami kerugian atau diistilahkan concrete injured parties.

5. Kesamaan peristiwa atau fakta dan dasar hukum


Terdapat kesamaan fakta (peristiwa) dan kesamaan dasar hukum (question oflaw)
antara pihak yang mewakili (classrepresentative) dan pihak yang diwakili(class
members).Ada persyaratan–persyaratan yang harus dipenuhi dalam menggunakan
prosedur class action. Tidak terpenuhi persyaratan ini dapat mengakibatkan
gugatan yang diajukan tidak dapat diterima. Di beberapa negara yang
menggunakan prosedur classaction pada umumnya memiliki persyaratan umum
yang sama yaitu :

a. Adanya sejumlah anggota yang besar(Numerosity)


Jumlah anggota kelompok (classmembers) harus sedemikan banyaksehingga
tidaklah efektif dan efisienapabila gugatan dilakukan secara sendiri-sendiri
(individual).
b. Adanya kesamaan (Commonality)
Terdapat kesamaan fakta (peristiwa) dan kesamaan dasar hukum (question
oflaw) antara pihak yang mewakilili (classrepresentative) dan pihak yang
diwakili(class members). Wakil Kelompok dituntut untuk menjelaskan adanya
kesamaan ini.
c. Sejenis (Typicality)
Tuntutan (bagi plaintiff Class Action) maupun pembelaan dari seluruh
anggota yang diwakili (class members) haruslah sejenis.Pada umumnya dalam
class action, jenis tuntutan yang dituntut adalahpembayaran ganti kerugian.
d. Wakil kelompok yang jujur (Adequacyof Repesentation)
Wakil kelompok harus memiliki kejujuran dan kesungguhan untuk melindungi
kepentingan anggota kelompok yang diwakili. Untuk menentukan apakah
wakil kelompok memiliki kriteria Adequacy of Repesentation tidaklah mudah,
hal ini sangat tergantung dari penilaian hakim.Untuk mewakili kepentingan
hukumanggota kelompok, wakil kelompok tidak dipersyaratkan memperoleh
surat kuasa khusus dari anggota kelompok.Namun, dalam hal wakil kelompok
mewakilkan proses beracara kepada pengacara, maka wakil kelompok harus
memberikan surat kuasa khusus kepada pengacara pilihannya

3. JENIS-JENIS CLASS ACTION


1. Plaintiff Class Action dan Defendant Class Action
Dilihat dari para pihak yang saling berhadapan, di beberapa negara class action
dapat dibagi menjadi dua jenis class action yaitu Plaintiff class action dan
Defendant class action. Plaintiff class action adalah pengajuan gugatan secara
perwakilan oleh seorang untuk kepentingan sendiri dan kepentingan kelompok
dalam jumlah yang besar.
Defendant class action adalah pengajuan gugatan secara perwakilan oleh seorang
atau lebih yang ditunjuk untuk membela kepentingan sendiri dan kepentingan
kelompok dalam jumlah yang besar. Negara-negara seperti Inggris, Australia,
India, Amerika Serikat dan Kanada serta Indonesia menggunakan Defendant class
action.

2. Public Class Action dan Private ClassAction


Menurut kepentingan pihak yang dilindungi dan siapa yang berwenang
menuntutnya, di negara bagian Ontario Kanada berdasarkan Ontario Law Reform
Commission, gugatan class action dibagi menjadi Public class action dan Private
class action. Pembagian ini didasarkan pada siapa yang akan mewakili untuk
menuntut ke pengadilan dalam hal terjadi ketidakadilan bagi masyarakat luas.
Public class action adalah class action yang diajukan terhadap pelanggaran
kepentingan publik. Class action ini diajukan oleh instansi pemerintah yang
mempunyai kapasitas (biasanya jaksa/penuntut umum) dimana instansi pemerintah
tersebut bukan anggota atau bagian dari suatu kelompok yang secara langsung
dirugikan. Private class action adalah class action yang diajukan terhadap
pelanggaran hak-hak perorangan yang dialami oleh sejumlah besar orang. Class
action ini diajukan oleh perorangan yaitu oleh seorang atau beberapa orang yang
menjadi bagian dari suatu kelompok atas dasar kesamaan permasalahan hukum dan
tuntutan.

3. True Class Action, Hybrid Class Actiondan Spurious Class Action


Di samping dua kriteria pembagian classaction tersebut, Amerika berdasarkan
Federal Rule of Civil Procedure tahun 1938 Lembaga Studi dan Advokasi
Masyarakat, ELSAM 4 pernah membagi class action ke dalam tiga jenis class
action yaitu true classaction, hybrid class action dan spuriousclass action.True
class action adalah class action dimana dalam suatu kelompok seluruh anggotanya
mempunyai kepentingan yang sama atau mempunyai hak yang diperoleh bersama-
sama dan atas kasus yang sama. Contoh class action jenis ini adalah kasus para
konsumen di perumahan yang mengalami kerusakan pada bagian rumahnya karena
wanprestasi dari pengembang dantuntutan yang diajukan adalah berupa ganti
kerugian.Hybrid class action adalah class action dimana hak yang dituntut oleh
suatu kelompok orang ada beberapa tetapi objek gugatannya adalah untuk
memperoleh putusan hakim tentang tuntutan terhadap suatu barang atau hak milik
tertentu dari tergugat. Contoh kasus class action jenis ini adalah ada desain setir
mobil yang berbentuk tanduk rusa yang membahayakan para konsumennya apabila
ada kecelakaan.Sudah banyak korban yang mengalami kecelakaan akibat tertusuk
setir berbentuk tanduk rusa tersebut. Olehkarena itu baik pengemudi yang telah
atau belum mengalami kecelakaan dapat mengajukan gugatan keperusahaan setir
mobil tersebut, dengan beberapa tuntutan : ada yang menuntut supaya diganti
dengan desain yang aman, ada yang menuntut ganti setiryang lain yang aman, dan
ada yang menuntut ganti rugi berupa uang karena telah mengalami
kecelakaan.Spourious class action adalah class action dimana beberapa
kepentingan dari para anggota kelompok yang tidak saling berhubungan satu sama
dengan yang lain dalam permasalahan yang sama terhadap seorang tergugat.
Contoh gugatan ini adalah misalnya adanya permasalahan dari konsumen suatu
perumahan. Para konsumen Blok I mengeluhkan belum adanya sarana air bersih
seperti yang dijanjikan pengembang. Para konsumen Blok II mengeluhkan tidak
adanya taman bermain dan para konsumen Blok III mengeluhkan tidak ada sarana
jalan yang baik. Para konsumen Blok I , II, II\dapat mengajukan gugatan class
action berdasarkan permasalahan yang dialaminya. Namun setelah ketentuan
dalam Federal Rule of Civil Procedure tahun 1938 direvisi padatahun 1966,
pembagian tersebut ditiadakan karena sering kali membingungkan dalam
penerapannya. Namun meski dalam sistem hukum federal telah ditiadakan, ada
beberapa negara bagian yang masih menganutnya, meskipun tidak semua jenis.
Negara bagian Lousiana masih menganut True class action dan negara bagian
Georgia masih menganut Spurious class action.

4. KEUNTUNGAN DAN KERUGIAN CLASS ACTION


Terdapat beberapa keuntungan/manfaat yang dapat diperoleh apabila
mengajukan gugatan menggunakan prosedur class action. John Basten Q.C melihat
ada lima manfaat yang dapat diperoleh yaitu (1) Mengatur penyelesaian perkara yang
menyangkut banyak orang yang tidak dapat diajukan secara individual. (2)
Memastikan bahwa tuntutan-tuntutan untuk ganti kerugian yang kecil serta dana yang
terbatas diperlukan dengan sepantasnya. (3)Mencegah putusan yang bertentangan
untuk permasalahan yang sama. (4) Penggunaan administrasi peradilan yang lebih
efisien dan (5) Mengembangkan proses penegakan hukum. Lembaga Studi dan
Advokasi Masyarakat, ELSAM 5 Sedangkan Ontario Law Reform Commission
melihat ada tiga manfaat yang dapat diperoleh dari prosedur class action, yakni (1)
mencapai peradilan yang lebih ekonomis, (2) memberi peluang yang lebih besar ke
pengadilan dan (3) merubah perilaku yang tidak pantas dari para pelanggar atau
orang-orang yang potensial melakukan pelanggaran. Secara umum ada tiga manfaat
yang dapat diperoleh apabila menggunakan prosedurclass action, yaitu :
1. Proses berperkara menjadi sangatekonomis (Judicial Economy)
Bukan rahasia lagi bagi masyarakat bahwa berperkara di pengadilan akan
memakan biaya yang tidak sedikit. Bagi pihak penggugat, dengan melalui
mekanisme class action maka biaya perkara dan biaya untuk pengacara menjadi
lebih murah dibandingkan dengan dilakukan gugatan secara individu, yang
kadang-kadang tidak sesuai dengan besarnya ganti kerugian yang akan diterima.
Tidak sedikit pihak (individu) yang mengurungkan niatnya untuk menyelesaikan
perkaranya, dengan mengajukan gugatan ke pengadilan disebabkan karena
mahalnya biaya perkara dan biaya pengacara. Manfaat secara ekonomis tidak saja
dirasakan oleh penggugat namun juga oleh tergugat, sebab dengan pengajuan
gugatan secara class action, pihak tergugat hanya satu kali mengeluarkan biaya
untuk melayani gugatan dari pihak-pihak yang dirugikan. Sedangkan bagi
pengadilan sendiri sangatlah tidak ekonomis jika harus melayani gugatan yang
sejenis secara satu persatu danterus menerus serta dalam jumlah yangcukup besar.

2. Akses terhadap keadilan (Access toJustice)


Mengajukan gugatan secara class action akan lebih mudah dibandingkan dengan
mengajukan gugatan secara individu-individu. Menggabungkan diri secara
bersama-sama akan mengurangi hambatan-hambatan bagi penggugat individual
yang umumnya dalam posisi yang lemah, baik dari segi ekonomi maupun dari
segi kemampuan (psikologis) dan pengetahuan tentang hukum.
Selain itu dalam class action tidak mensyaratkan pengindentifikasian nama
sehingga dapat mencegah adanya intimidasi terhadap anggota kelas. Class action
juga mencegah pengulangan
proses perkara dan mencegah putusanputusan yang berbeda atau putusan yang
tidak konsisten apabila dilakukangugatan secara individu.

3. Mendorong bersikap hati-hati(Behaviour Modification) dan merubah sikap


pelaku pelanggaran
Pengajuan gugatan secara class action dapat “menghukum” pihak yang terbukti
bersalah, bertanggung jawab membayar ganti kerugian dengan jumlah yang
diperuntukkan untuk seluruh penderita korban (dengan cara yang lebih ringkas)
akibat dari perbuatan melawan hukum yang dilakukannya. Hal ini dapat
mendorong setiap pihak atau penangung jawab usaha (swasta atau pemerintah)
untuk bertindak ekstra hati-hati. Selain itu dengan sering diajukannya gugatan
secara class action diharapkan merubah sikap pelaku pelanggaran sehingga
menumbuhkan sikap jera bagi mereka yang berpotensi merugikan kepentingan
masyarakat luas Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat, ELSAM 6 Meskipun
ada banyak manfaat yang dapat diperoleh dalam mengajukan gugatan secara class
action, namun tidak berarti tidak memiliki kelemahan. Beberapa kelemahan dari
prosedur class action adalah :
a. Kesulitan dalam mengelola.
Semakin banyak jumlah anggota kelompok, semakin sulit mengelola gugatan
class action. Kesulitan yang terjadi biasanya pada saat pemberitahuan dan
pendistribusian ganti kerugian. Jumlah anggota kelompok yang banyak dan
menyebar di beberapa wilayah yang tidak sama akan menyulitkan dalam hal
pemberitahuan dan memerlukan biaya yang tidak sedikit. Apabila gugatan
dimenangkan dan ganti rugi diberikan, bukan tidak mungkin jumlah ganti
kerugian tidak sebanding dengan biaya pendistribusiannya.
b. Dapat menyebabkan ketidakadilan.
Ketidakadilan ini terkait dengan masalah penentuan keanggotaan kelompok
beserta daya ikatnya dari putusan hakim. Apabila prosedur yang dipilih untuk
menentukan keanggotaan kelompok adalah opt in maka tidak adanya
pernyataan masuk dari anggota kelompok yang sesungguhnya mempunyai
kesamaan kepentingan hanya karena tidak mengetahui adanya pemberitahuan,
akan mengakibatkan hilangnya hak mereka untuk menikmati keberhasilan
gugatan class action, karena putusan hakim hanya akan mempunyai akibat
bagi mereka yang masuk sebagai anggota kelompok. Sedangkan apabila
prosedur yang dipilih untuk menentukan keanggotaan adalah dengan prosedur
opt out maka tidak ada pernyataan opt out dari orang yang potensial menjadi
anggota kelompok, hanya karena tidak tahu adanya pemberitahuan akan
mengakibatkan mereka menjadi anggota kelompok dengan segala
konsekuensinya. Konsekuensinya adalah mereka akan terikat dengan putusan
yang dijatuhkan oleh hakim. Yang menjadi persoalan adalah apabila gugatan
dikalahkan atau digugat balik maka anggota kelompok juga harusmenanggung
akibatnya.
c. Dapat menyebabkan kebangkrutan pada tergugat.
Jumlah tuntutan ganti kerugian pada gugatan class action dapatmengakibatkan
tergugat bangkrut apabila gugatan dikabulkan, dimana tergugat wajib
memberikan ganti kerugian atau melakukan tindakan tertentu kepada seluruh
anggota kelompok yang jumlahnya sangat banyak.
d. Publikasi gugatan class action dapat menyudutkan pihak tergugat.
Pemberitaan media massa dan adanya pemberitahuan gugatan class action
dimedia massa dapat menjadi seranganbagi kedudukan atau kekuasaan pihak
tergugat. Biasanya pembaca media akan mempunyai prasangka yang tidak
baik.Padahal belum tentu tergugat adalah pihak yang bersalah karena benar
tidaknya tergugat masih harus dibuktikan oleh pengadilan.

Anda mungkin juga menyukai