TUGAS
HUKUM ACARA PERDATA
Disusun Oleh :
Haryadi Ismail
No.Mahasiswa : 2356
Berbentuk Lisan
Bilamana penggugat buta huruf maka surat gugatannya dapat dimasukkan dengan
lisan kepada Ketua Pengadilan Negeri, yang mencatat gugatan itu atau menyuruh
mencatatnya.
Pada saat undang-undang ini dibuat tahun 1941 , ketentuan Pasal 120 ini benar-
benar realistis, mengakomodasi kepentingan anggota masyarakat buta huruf yang
sangat besar jumlahnya pada saat itu. Ketentuan ini sangat bermanfaat membantu
masyarakat buta huruf yang tidak mampu membuat dan memformulasi gugatan
tertulis. Mereka dapat mengajukan gugatan dengan lisan kepada Ketua PN, yang
oleh undang-undang diwajibkan untuk mencatat dan menyuruh catat gugat lisan,
dan selanjutnya Ketua PN memformulasinya dalam bentuk tertulis. Selain itu,
ketentuan ini melepaskan rakyat kecil yang tidak mampu menunjuk seorang kuasa
atau pengacara,karena tanpa bantuan pengacara dapat memperoleh bantuan
pertolongan dari Ketua PN untuk membuat gugatan yang diinginkannya.
Tanpa mengurangi penjelasan di atas, ada pihak yang berpendapat, ketentuan ini
tidak relevan lagi. Bukankah tingkat kecerdasan masyarakat sudah jauh meningkat
dibanding masa lalu. Apalagi, perkembangan jumlah pengacara yang sudah
mencapai kota kabupaten, memperkuat alasan tentang tidak relevannya gugatan
secara lisan.Namun demikian,menerhatikan luasnya
Fungsi Ketua PN
Ketua PN wajib memberi layanan, pelayanan yang harus diberikan Ketua PN:
mencatat atau menyuruh catat gugatan yang disampaikan penggugat, dan
merumuskan sebaik mungkin gugatan itu dalam bentuk tertulis sesuai yang
diterangkan penggugat.
Bentuk Tertulis
Gugatan yang paling diutamakan adalah gugatan dalam bentuk tertulis.Hal ini
ditegaskan dalam Pasal 118 ayat HIR . Menurut pasal ini, gugatan perdata harus
dimasukkan kepada PN dengan surat permintaan yang ditandatangani oleh
penggugat atau kuasanya. Memerhatikan ketentuan ini,yang berhak dan berwenang
membuat dan mengajukan gugatan perdata adalah sebagai berikut.
b. akibatnya, gugatan itu akan dinyatakan pengadilan tidak sah dan tidak dapat
diterima atas alasan, gugatan ditandatangani oleh orang yang tidak
berwenang untuk itu, karena pada waktu kuasa menandatangani gugatan, dia
sendiri belum mempunyai surat kuasa. Dari penjelasan di atas, jika yang
bertindak membuat dan menandatangani surat gugatan adalah kuasa maka
sebelum itu dilakukannya, ia harus lebih dahulu mendapat kuasa yang
dituangkan dalam bentuk surat kuasa khusus dari penggugat. Paling tidak
agar penandatanganan surat gugatan sah dan tidak cacat, tanggal surat
kuasa dengan tanggal penandatanganan surat gugatan diberi dan dibuat
pada hari dan tanggal yang sama.
Surat gugatan,secara formil harus ditujukan dan dialamatkan kepada PN sesuai
dengan kompetensi relatif.Harus tegas dan jelas tertulis PN yang dituju,sesuai
dengan patokan kompetensi relatif yang diatur dalam Pasal 118 HIR.
Di beri Tanggal
Kctentuan undang-undang tidak menyebut surat gugatan harus mencantumkan
tanggal.Begitu juga halnya jika surat gugatan dikaitkan dengan pengertian akta
sebagai alat bukti, Pasal 1868 maupun Pasal 1874 KUH Perdata, tidak menyebut
pencantuman tanggal di dalamnya.
surat gugatan yang tidak mencantumkan tanggal,sah menurut hukum, sehingga
tidak dapat dijadikan dasar untuk menyatakan gugatan tidak dapat diterima.
Menghadapi surat gugatan yang tidak mencantumkan tanggal, dapat diselesaikan
berdasarkan pada tanggal register perkara di kepaniteraan.
Apabila alamat tergugat tidak diketahui, tidak menjadi hambatan bagi penggugat
untuk mengajukan gugatan. Pasal 390 ayat HIR telah mengantisipasi kemungkinan
tersebut dalam bentuk pemanggilan umum oleh wali kota atau bupati. Hukum dan
undang-undang tidak boleh mematikan hak perdata seseorang untuk menggugat
orang lain,hanya atas alasan tidak diketahui tempat tinggal tergugat. Penegakan
hukum yang seperti itu,bertentangan dengan rasa keadilan dan
kepatutan.Sehubungan dengan itu,apabila penggugat dihadapkan dengan
permasalahan hukum yang seperti itu,dapat ditempuh cara perumusan identitas
alamat sebagai berikut:
Baik petitum primair maupun subsidair, sama-sama dirinci satu per satu dengan
rincian yang saling berbeda. Misalnya pada angka 1 dan 2 petitum primair,
penggugat meminta agar dinyatakan sebagai pemilik yang sah, dan menghukum
tergugat untuk menyerahkan barang tersebut kepadanya yang diikuti dengan
tuntutan ganti rugi. Sedangkan pada angka 1 dan 2 petitum subsider, penggugat
meminta dinyatakan orang yang berhak atau pemilik barang, dan meminta agar
tergugat dihukum untuk membayar harga barang. Pada contoh ini jelas dapat dilihat
perbedaan pokok tuntutan pada primair, Petitum primer dirinci, diikuti dengan
petitum subsider berbentuk compositur atau ex-aequo et bono : dalam hal ini, sifat
alternatifnya tidak mutlak , hakim bebas untuk mengambil seluruh dan sebagian
petitum primer dan mengesampingkan petitum ex aequo et bono , bahkan hakim
bebas dan berwenang menetapkan lain berdasarkan petitum ex-aequo et bono
dengan syarat: harus berdasarkan kclayakan atau kepatutan Tidak Menyebut secara
Tegas Apa yang Diminta atau Petitum Bersifat Umum
antara hakim terjadi permusuhan, penghinaan, atau ancaman dengan salah satu
pihak.
Salah satu faktor yang dianggap undang-undang dapat merusak dan memengaruhi
penegakan asas imparsialitas atau fair trial dalam arti luas adalah ikatan hubungan
kekcluargaan baik sedarah maupun semenda antara salah seorang hakim dengan
hakim yang lain atau dengan jaksa, penasihat hukum, atau panitera.
Dalam kasus yang seperti ini,Pasal 125 ayat HIR memberi hak dan kewenangan
yang bersifat fakultatif kepada hakim untuk menjatuhkan putusan
verstek's .Mengenai verstek akan dibahas lebih lanjut dalam uraian tersendiri.
Peristiwa yang seperti ini dapat terjadi, apabila pada sidang pertama atau pada
sidang kedua dan ketiga para pihak datang menghadiri pemeriksaan.
panggilan dilakukan dengan patut, yaitu antara hari panggilan dengan hari
persidangan tidak kurang dari tiga hari.
Pengguguran Dilakukan Hakim secara Ex-Officio.
Pasal 124 HIR memberi kewenangan secara ex officio kepada hakim untuk
menggugurkan gugatan, apabila terpenuhi syarat dan alasan untuk itu. tindakan
sewenang-wenang kepada tergugal Sebab ketidakhadiran in asas pemeriksaan
contradictoir.
Rasio Pengguguran Gugatan aksud utama pelembagaan pengguguran gugatan
dalam tata tertib beracara adalah sebagai berikut.
Dalam hal menyampaian peņcabutan dilakukan pada sidang yang dihadiri tergugat.
Tergugat menyetujui pencabutan Apabila tergugat menyetujui pencabutan,tindak
lanjut yang pertu diselesaikan majelis adalah menerbitkan putusan atau penetapan
pencabutan.
Persetujuan pencabutan yang diberikan tergugat, selain dicatat dalam berita acara
dituangkan juga dalam bentuk putusan atan penetapan.
bukan meminta atau memohon izin kalau perkenaan untuk melakukan perubahan
gugatan.
Implikasi antara kedua sistem atau cara ini ditinjau dari segi formalitas sangat
berbeda.
apabila hakim melanggar syarat ini, perubahan gugatan dianggap tidak sah, dan
yang dianggap sah adalah gugatan semula.
Syarat ini dikemukakan:Asikin dalam catatan: perkara No. 943 K/Pdt/1984.
Ditegaskan, kebolehan perubahan gugatan tidak menghambat acara pemeriksaan
perkara.
Syarat ini dapat disetujui, meskipun agak sulit mengonstruksikannya secara konkrit.
Akan tėtapi secara umum dapat dikemukakan, apabila perubahan itu sedemikian
rupa, sehingga hakim memperkirakan, secara objektif perubahan mengakibatkan
proses tahap replik-duplik yang sudah berlangsung terpaksa diperpanjang,
perubahan dikategorikan mempersulit dan menghambat jalannya pemeriksaan.
Akan tetapi perlu diingat, syarat ini harus diterapkan secara cermat dan kasuistik.
Bentuk Penggabungan
Pada bentuk ini, dalam satu surat gugatan terdapat: beberapa orang penggugat,
atau beberapa orang tergugat.
tanggal 4-12-1984,jo.PT Banda Aceh No.153/1982,15-12-1982,jo,PN Lhokscumawe
No.84/1981, 103MA No. 2177 K/Pdt/1983, 14-11-1984.
104Tanggal 25-10-1984,jo.PT Medan No.570/1981,8-12-1982,jo,PN Medan
No.215/1980,15-7-1981.
Dapat terjadi variabel sebagai berikut: penggugat terdiri dari beberapa orang
berhadapan dengan seorang tergugat saja.
sebaliknya, penggugat satu orang, sedangkan tergugat terdiri dari beberapa orang.
Penggugat II, menggugat Tergugat II, III, dan IV mengenai Perbuatan Melawan
Hukum , sehubungan dengan jual beli rumah.
Jika bertitik tolak dari Putusan MA No. 2205 K/Pdt/1981'13, tidak dibenarkan
menggabungkan gugatan perceraian dengan pembagian harta bersama.Menurut
putusan itu,hukum acara tidak membolehkan penggabungan antara gugatan cerai
dengan pembagian harta bersama. Alasan yang sering diajukan, antara kedua
gugatan masing-masing berdiri sendiri.
Namun sifat asesornya dapat diterapkan dalam acuan. jika gugatan cerai
ditolak,dengan sendirinya menurut hukum penolakan itu meliputi gugatan
pembagian harta bersama. Sebaliknya,apabila gugatan cerai dikabulkan, sekaligus
disclesaikan pembagian harta bersama dalam satu putusan. Penerapan seperti itu,
digariskan dalam Pasal 86 Undang-Undang.
Kekeliruan Pihak Menimbulkan Gugatan Error In Persona.
Seperti yang telah dijelaskan, dalam gugatan perdata yang berbentuk contentiosa,
terlibat dua pihak. Pihak yang satu bertindak dan berkedudukan sebagai penggugat.
Sedangkan yang satu lagi, ditarik dan berkedudukan sebagai tergugat.
Orang yang berada di bawah umur atau perwalian, tidak cakap melakukan tindakan
hukum. Oleh karena itu, mereka tidak dapat bertindak sebagai penggugat tanpa
bantuan orang tua atau wali. Gugatan yang mereka ajukan tanpa bantuan orang tua
atau wali,mengandung cacat formil error in persona dalam bentuk diskualifikasi
karena yang bertindak sebagai penggugat orang yang tidak memenuhi syarat.
b. Bentuk lain error in persona yang mungkin terjadi adalah orang yang ditarik
sebagai tergugat keliru.Yang meminjam uang adalah A, tetapi yang ditarik sebagai
tergugat untuk melunasi pembayaran adalah B.