Anda di halaman 1dari 7

SURAT KUASA (KHUSUS)

1. Pengertian Surat Kuasa


Surat Kuasa pada umumnya telah datur dalam Bab XVI, Buku III Kitab
Undang-undang Hukum Perdata (BW) Pasal 1792 s/d 1819, sedangkan
secara khusus telah diatur dalam Hukum Acara Perdata yaitu sebagaimana
pada Pasal 123 HIR/147 Rbg.
Pengertian surat kuasa sebagaimana Pasal 1972 KUH Perdata,
berbunyi bahwa :
“Pemberian kuasa adalah suatu persetujuan dengan mana seorang
memberikan kekuasaan kepada seorang lain, yang menerimanya, untuk dan
atas namanya menyelenggarakan suatu urusan”.
Dari pasal tersebut, ada dua pihak yaitu pemberi kuasa dan penerima
kuasa, keduanya telah mengadakan persetujuan, pemberi kuasa memberikan
atau melimpahkan sesuatu urusannya kepada pihak penerima kuasa untuk
melakukan sesuatu untuk dan atas nama pemberi kuasa, sesuai dengan
fungsi dan kewenangan yang telah ditentukan dalam surat kuasa tersebut, hal
mana penerima kuasa bertanggung jawab melakukan perbuatan sepanjang
yang dikuasakan dan tidak melebihi kewenangan yang diberikan dari pemberi
kuasa.
Sebagai suatu perjanjian, surat kuasa harus memenuhi persyaratan
sebagaimana dimaksud Pasal 1320 KUHPerdata, yaitu ada kesepakatan,
kecakapan para pihak, dalam hal tertentu dan sebab yang halal.

2. Macam-macam Surat Kuasa.


Pada dasarnya dapat diketahui bahwa dari segi cara merumuskan dan
tujuannya, surat kuasa dibedakan kepada beberapa jenis surat kuasa yaitu:
a. Surat Kuasa Umum
Surat Kuasa Umum yaitu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1796 KUH
Perdata menyatakan “Pemberian kuasa yang dirumuskan secara umum hanya
meliputi tindakan-tindakan yang menyangkut pengurusan. Untuk memindah
tangankan barang atau meletakkan hipotek di atasnya, untuk membuat suatu
perdamaian, ataupun melakukan tindakan lain yang hanya dapat dilakukan oleh
seorang pemilik, diperlukan suatu pemberian kuasa dengan kata-kata yang
tegas”. Titik berat kuasa umum, hanya meliputi perbuatan atau tindakan
pengurusan kepentingan pemberi kuasa.

b. Surat Kuasa Khusus


Dalam surat kuasa ini, pemberian kuasa dilakukan secara khusus, yaitu
hanya mengenai suatu kepentingan atau lebih yang diperinci secara tegas.
Bentuk inilah yang menjadi landasan pemberian kuasa untuk bertindak di depan
pengadilan mewakili kepentingan pemberi kuasa sebagai pihak principal. Namun
untuk dapat digunakan dalam persidangan, ada beberapa syarat yang harus
dipenuhi dalam pembuatan surat kuasa khusus ini, tidak bisa hanya mengiktui
ketentuan sesuai dengan pasal 123 HIR ayat (1) yang menyatakan Bilamana
dikehendaki, kedua belah pihak dapat dibantu atau diwakili oleh kuasa, yang
dikuasakannya untuk melakukan itu dengan surat kuasa khusus, kecuali kalau
yang memberi kuasa itu sendiri hadir. Penggugat dapat juga memberi kuasa itu
dalam surat permintaan yang ditanda tanganinya dan dimasukkan menurut ayat
pertama pasal 118 atau jika gugatan dilakukan dengan lisan menurut pasal 120,
maka dalam hal terakhir ini, yang demikian itu harus disebutkan dalam catatan
yang dibuat surat gugat ini. (Pasal 147 ayat (1) Rbg).

c. Surat Kuasa Istimewa


Surat kuasa istimewa diatur dalam Pasal 157 HIR (Pasal 187 Rbg), yang
menyatakan Sumpah itu, baik yang diperintahkan oleh hakim, maupun yang
diminta atau ditolak oleh satu pihak lain, dengan sendiri harus diangkatnya
kecuali kalau ketua pengadilan negeri memberi izin kepada satu pihak,
karena sebab yang penting, akan menyuruh bersumpah seorang
wakil istimewa yang dikuasakan untuk mengangkat sumpah itu, kuasa yang
mana hanya dapat diberi dengan surat yang syah, di mana dengan saksama
dan cukup disebutkan sumpah yang akan diangkat itu. Dari hal tersebut, kita bisa
lihat bahwa surat kuasa ini baru bisa digunakan dalam pengadilan apabila
seseorang dalam melakukan sumpah nya (perbuatan hokum lainnya) di
pengadilan berhalangan dengan sebab yang penting -contohnya dalam kondisi
sakit-. Jadi, tentang lingkup tindakan yang dapat diwakilkan berdasarkan kuasa
istimewa , hanya terbatas;
Surat kuasa istimewa ini memiliki dua syarat untuk dianggap sah,
yaitu bersifat terbatas (limitatif) dan bentuk akte otentik.

d. Surat Kuasa Perantara


Surat kuasa perantara disebut juga agen (agent). Dalam hal ini pemberi
kuasa sebagai principal memberi perintah (instruction) kepada pihak kedua dalam
kedudukannya sebagai agen atau perwakilan untuk melakukan perbuatan hukum
tertentu dengan pihak ketiga. Apa yang dilakukan agen, mengikat principal sebagi
pemberi kuasa, sepanjang tidak bertentangan atau melampaui batas kewenangan
yang diberikan. Kuasa ini berdasar dengan pasal 1972 KUH Perdata yang
mengatur secara umum tentang surat kuasa, dan pasal 62 KUHD yang
menyatakan Makelar adalah pedagang perantara yang diangkat oleh Gubernur
Jenderal (dalam hal ini Presiden) atau oleh penguasa yang oleh Presiden
dinyatakan berwenang untuk itu. Mereka menyelenggarakan perusahaan mereka
dengan melakukan pekerjaan seperti yang dimaksud dalam pasal 64 dengan
mendapat upah atau provisi tertentu, atas amanat dan atas nama orang-orang
lain yang dengan mereka tidak terdapat hubungan kerja tetap. Sebelum
diperbolehkan melakukan pekerjaan, mereka harus bersumpah di depan raad van
justitie di mana Ia termasuk dalam daerah hukumnya, bahwa mereka akan
menunaikan kewajiban yang dibebankan dengan jujur.

Pemberian kuasa kepada penerima kuasa dapat diberikan dan diterima dalam
suatu bentuk akta umum, dalam suatu tulisan dibawah tangan, bahkan dalam
sepucuk surat ataupun dengan lisan. Namun dalam perkembangan dinamika
masyarakat yang sedemikian cepat, untuk mengantisipasi segala kemungkinan
adanya sengketa dikemudian hari untuk keperluan pembuktian didepan
persidangan, pemberian kuasa dilakukan dengan akta umum atau akta autentik
atau setidak tidaknya dengan akta dibawah tangan, dan pemberian kuasa secara
lisan hampir tidak pernah dilakukan kecuali untuk hal-hal yang bersifat sederhana.

Ditinjau dari segi hukum, surat kuasa umum ini tidak dapat dipergunakan di
depan pengadilan untuk mewakili pemberi kuasa, karena sifatnya umum
meskipun hanya satu persoalan yang dikuasakan secara khusus namun bukan
untuk tampil di depan sidang Pengadilan.
3. Syarat sahnya Surat Kuasa Khusus
Sebagaimana disebutkan dalam Pasal 123 ayat (1) HIR/147 ayat (1) Rbg
bahwa: ” Bila dikehendaki, kedua belah pihak dapat dibantu atau diwakili oleh
kuasa, yang dikuasakannya untuk melakukan itu dengan surat kuasa teristimewa,
kecuali kalau yang memberi kuasa itu sendiri hadir, Penggugat dapat juga
memberi kuasa itu dalam surat pemintaan yang ditandatanganinya dan
dimasukkan menurut ayat (1) Pasal 118 HIR/142 ayat (1) Rbg atau jika gugatan
dilakukan dengan lisan menurut pasal 120 ayat (1) HIR/144 ayat (1) Rbg maka
dalam hal terakhir ini, yang demikian itu harus disebutkan dalam catatan yang
dibuat surat gugat ini”.
Dalam Hukum Acara Perdata di Indonesia, apabila seseorang ingin
mengajukan suatu gugatan perdata di pengadilan mengenai permasalahan
hukum yang berkaitan dengan sengketa perdata khususnya (pemenuhan prestasi
dalam perjanjian atau pun perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh
seseorang atau badan hukum terhadap dirinya), dan dia bermaksud menunjuk
seorang atau lebih advokat sebagai penerima kuasanya dalam mewakili dan/atau
memberikan bantuan hukum pada proses pemeriksaan perkara di persidangan,
maka orang tersebut harus memberikan kuasa kepada advokat yang ditunjuk
dalam bentuk Surat Kuasa Khusus yang dibuat dan ditandatangani serta
diperuntukkan khusus untuk itu. Hal pemberian Kuasa dengan Surat Kuasa
Khusus yang demikian ini, berlaku pula bagi pihak yang digugat oleh pihak lain,
yang pada akhirnya diwakili oleh seorang advokat sebagai penerima kuasa.
Apabila kita lihat dari makna yang terkandung pada pasal tersebut dari sudut
pandang pengaturan pembuatan pemberian kuasa, surat kuasa khusus dalam
format pasal ini sangat lah sederhana, hanya dengan memberikan
judul khusus pada surat kuasa, kemudian dibuat dalam bentuk tertulis. Bentuk
yang terlalu sederhana ini dalam perkembangan sejarah peradilan di Indonesia
dinilai sudah tidak tepat lagi, sehingga dilakukan lah penyempuranaan oleh MA
melalui SEMA (surat edaran Mahkamah Agung) tentang ciri surat kuasa khusus
yang benar-benar dapat membedakannya dengan surat kuasa umum. Dalam
perkembangan nya SEMA ini juga mengalami beberapa pergantian, dimulai dari
SEMA No.2 Tahun 1959, sampai dengan yang terakhir SEMA No. 6 tahun 1994,
14 Oktober 1994. Dalam SEMA yang terakhir, pada dasarnya lebih kembali
menyerupai dengan syarat pembuatan surat kuasa khusus yang diatur pada
SEMA No.02 Tahun 1959, karena SEMA ini dianggap lebih tepat untuk
penyempurnaan ciri dari surat kuasa khusus dibanding dengan SEMA
sebelumnya.
Surat kuasa khusus menurut SEMA Nomor 02 Tahun 1959 jo. Nomor 6
Tahun 1994 harus memuat:
- Menyebutkan dengan jelas dan spesifik surat kuasa, untuk berperan
pengadilan;
- Menyebutkan tentang kompetensi absolute dan relative pengadilan;
- Menyebut identitas dan kedudukan para pihak secara jelas, dan
- Menyebut secara ringkas dan kongkret pokok dan obyek sengketa yang
diperkarakan;

Dan seluruh syarat diatas bersifat kumulatif. Apabila ada salah satu dari
syarat diatas tidak dipenuhi, maka akan mengakibatkan surat kuasa khusus tidak
sah. Beberapa catatan yang harus diperhatikan dalam surat kuasa, khusus antara
lain:

a. Surat Kuasa khusus harus tertulis dan ditanda tangani oleh pemberi kuasa
dan penerima kuasa. Apabila pemberi kuasa buta huruf dan membubuhkan
cap jempol dalam surat kuasa, maka surat kuasa harus dilegalisir terlebih
dahulu oleh Notaris atau Pejabat yang berwenang (misalnya Hakim, Ketua
pengadilan di Jawa Madura, diluar Jawa oleh Panitera atau Notaris) dan
didaftarkan menurut Ordonansi Stb 1916 No. 46. Hal ini sesuai dengan
Yurisprodensi MA No. 272 K/Pdt/1983 tanggal 20 Agustus 1984 dan No. 3332
K/Pdt/1991 tanggal 10 Maret 1973;
b. Surat kuasa khusus yang didalamnya tidak dicantumkan kata “hak substitusi”,
maka pemberian kuasa tersebut tanpa hak substitusi, sehingga hanya berlaku
bagi penerima kuasa saja dan “Kuasa” tidak boleh melimpahkan kepada
pihak lain untuk menggantikannya. (Yurisprodensi MA No. 755 K/Sip/1970
tanggal 30 Juni 1971, dan No. 3162 K/Pdt/1983 tanggal 6 Pebruari 1985);
c. Apabila surat kuasa dibuat diluar negeri, maka surat kuasa khusus selain
memenuhi ketentuan SEMA No. 6 Tahun 1994 ditambah dengan “dilegalisir
oleh KBRI setempat atau Konsulat Jenderal dimana surat kuasa dibuat
(Peraturan Menteri Luar Negeri No. 09/A/KP/XII/2006/01 tanggal 28
Desember 2006, Yurisprodensi MA No. 3038 K/Pdt/1981 tanggal 18
September 1986). Selanjutnya dibubuhi meterai di Kantor Pos.
d. Apabila penerima kuasa lebih dari seorang, maka kesemuanya harus
menandatangani semua surat yang dikeluarkan demi kepentingan pemberi
kuasa (surat gugat, jawaban, dsb), dan juga kesemuanya harus hadir dalam
sidang, kecuali jika dalam surat kuasa disebutkan “dapat bertindak sendiri-
sendiri atau bersama-sama”, maka surat-surat boleh ditanda tangani oleh
sebagian kuasa atau boleh menghadiri sidang sebagian dari kuasa tersebut.
e. Advokat yang boleh beracara di pengadilan harus sudah diambil sumpahnya
oleh Ketua Pengadilan Tinggi dan mempunyai Kartu Tanda Anggota Advokat
dalam organisasi advokat dimana ia bergabung (tidak harus dari Peradi).
Surat KMA No. 73/KMA/Hk.01/IX/2015 tgl. 25 September 2015 ttg
Penyumpahan Advokat;
f. Penerima kuasa selain advokat harus mendapat ijin terlebih dahulu dari ketua
pengadilan, kecuali:
- Direksi sebuah perseroan Terbatas (PT), misalnya Tergugat/Penggugatnya
PT Bank BNI Syariah Cabang Yogyakarta, dapat diwakili oleh pimpinan
cabang yang bertindak mewakili direksinya (PT Bank BNI Syariah di Jakarta)
atau pimpinan cabang menunjuk satu atau lebih karyawannya untuk
mewakili perseroan di pengadilan (Pasal 1 ayat (5) UU No. 40 Th. 2007
tentang PT);
- Kepala Instansi Pemerintah, misalnya Tergugatnya KPKNL Yogyakarta,
maka dapat diwakili oleh Kepala KPKNL Yogyakarta atau menunjuk
pegawainya untuk mewakili di pengadilan;
- Pengurus yayasan yang belum berbadan hukum, misalnya Yayasan Yatim
Piatu Al-Wasliyah sebagai Tergugat dapat diwakili oleh pengurusnya (ketua,
sekretaris dan bendahara secara bersama-sama) atau pengurus menujuk
anggota yayasan untuk mewakilinya di pengadilan (Pasal 13 A UU No. 28 Th.
2004 tentang Yayasan);
Surat kuasa khusus yang tidak menyebut adanya upaya hukum, misalnya
verzet, banding ataupun kasasi, maka surat kuasa itu hanya berlaku untuk sekali
beracara yaitu dalam proses gugatan sampai pada putusan, tidak bisa
dipergunakan untuk verzet, banding ataupun kasasi. Untuk mewakili para pihak
dalam upaya hukum, maka harus dibuat surat kuasa khusus yang baru.

4. Berakhirnya Surat Kuasa


a. Dengan Penarikan Kembali Kuasa Penerima Kuasa;
Pemberi kuasa bukan hanya dapat menarik kembali kuasanya bila
dikehendakinya, tapi dapat pula memaksa pengembalian kuasa tersebut
jika ada alasan untuk itu. Terhadap pihak ketiga yang telah mengadakan
persetujuan dengan pihak penerima kuasa, penarikan kuasa tidak dapat
diajukan kepadanya jika penarikan kuasa tersebut hanya diberitahukan
kepada penerima kuasa. Pengangkatan penerima kuasa baru untuk
menjalankan urusan yang sama menyebabkan penarikan kembali kuasa
atas penerima kuasa sebelumnya terhitung sejak hari (tanggal)
diberitahukannya pengangkatan penerima kuasa baru tersebut.

b. Dengan Pemberitahuan Penghentian Kuasanya Oleh Penerima Kuasa;


Pemegang kuasa dapat membebaskan diri dari kuasanya dengan
memberitahukan penghentian kuasanya kepada pemberi kuasa dan
pemberitahuan tersebut tidak mengesampingkan kerugian bagi pemberi
kuasa kecuali bila pemegang kuasa tidak mampu meneruskan kuasanya
tersebut tanpa mendatangkan kerugian yang berarti.

c. Dengan Meninggalnya, Pengampuan Atau Pailitnya, Baik Pemberi Kuasa


Maupun Penerima Kuasa;
Setiap perbuatan yang dilakukan pemegang kuasa karena
ketidaktahuannya tentang meninggalnya pemberi kuasa adalah berakhir
dan segala perikatan yang dilakukannya dengan pihak ketiga yang
beritikad baik, harus dengan persetujuan kembali ahli warisnya.

d. Dengan Kawinnya Perempuan Yang Memberikan Atau Menerima Kuasa


(sudah tidak berlaku lagi).
Selain karena alasan-alasan yang disebutkan dalam Pasal 1813
KUHPerdata, berakhirnya pemberian kuasa dapat pula terjadi karena telah
dilaksanakannya kuasa tersebut dan karena berakhirnya masa berlaku
atau jangka waktunya.

Anda mungkin juga menyukai