Anda di halaman 1dari 3

Nama :

No. Stambuk :
Kelas :

1. Wik Pratiwi adalah seorang gadis Solo bekewarganegaraan Indonesia yang berusia 16
tahun. Di sela-sela waktunya mengikuti studi di bangku SMA, Wik Pratiwi juga bekerja
sebagai penjual Batik merk Kadutan di Pasar Benteng. Pada suatu kesempatan ketika ia
sedang berjualan datanglah seorang pengunjung laki-laki bernama Dirk van Mandi yang
merupakan warga negara Belanda, namun saat ini memegang Kartu Ijin Tinggal Sementara
di Denpasar dengan sponsor PT. Jengkol. Pertemuan tersebut ternyata berlanjut dalam
hubungan asmara. Kedua pasangan tersebut kemudian melangsungkan perkawinan
berdasarkan tata cara perkawinan agama Kristen Protestan di Jimbaran-Bali.
Pertanyaan :
 Apakah perkawinan tersebut merupakan persitiwa HPI?
 Agar perkawinan tersebut sah, hukum mana yang harus berlaku?
Jawab:
 Ya, seperti yang kita ketahui HPI merupakan keseluruhan kaedah dan asas hukum
yang mengatur hubungan perdata yang melintasi batas Negara atau hukum yang
mengatur hubungan hukum perdata antara para pelaku hukum yang masing-
masing tunduk pada hukum perdata (nasional) yang berlainan. Hingga saat ini,
HPI Indonesia masih mengandalkan pada beberapa pasal yang terselip dalam
Algemeine Bepalingen van Wetgeving (AB) dan Reglement op de
Rechtvordering (RV), yang dibuat pada tahun 1847. 
 Hukum perkawinan campuran, Menurut Pasal 57 UU No. 1 Tahun 1974 tentang
Perkawinan (UUP), yang dimaksud dengan perkawinan campuran adalah
perkawinan antara dua orang yang di Indonesia tunduk pada hukum yang
berlainan, karena perbedaan kewarganegaraan dan salah satu pihak
berkewarganegaraan Indonesia. Jadi, berdasarkan ketentuan tersebut yang
dimaksud dengan perkawinan campuran adalah perkawinan antara seorang Warga
Negara Indonesia (WNI) dengan seorang warga negara asing (WNA).
Dalam Undang-Undang Perkawinan No. 1 Tahun 1974, pernikahan yang
dilakukan antara Warga Negera Indonesia dengan Warga Negara Asing disebut
sebagai Perkawinan Campuran. Terkait mengenai sah dan tidaknya jika kedua
memplai telah memenuhi persyaratan makan akan sah sah saja dalam perkawinan
yang berlangsung
2. Bered Kejepit adalah seorang pria Amerika Serikat bekerja sebagai manajer marketing di
PT. Bila Bodong Indonesia yang memegang Kartu Ijin Tinggal Sementara di Denpasar.
Untuk kepentingan tinggal di Indonesia, Bered Kejepit menyewa sebuah villa di Canggu,
Badung, yang dimiliki Wayan Pelem. Mereka kemudian menandatangani perjanjian sewa-
menyewa villa tersebut di hadapan seorang Notaris.
Pertanyaan:
 Apakah perjanjian sewa-menyewa merupakan persitiwa HPI?
 Hukum mana yang berlaku dalam perjanjian sewa-menyewa tersebut?
Jawab:
 Ya, karna dalam HPI terdapat asas perjanjian atau sewa-menyewa yang di bentuk
dalam perjanjian, kontrak bisnis internasional dibuat berdasarkan asas kebebasan
berkontrak/freedom of contract (Pasal 1338 KUH Perdata), para pihak bebas
membuat isi dari kontrak sesuai dengan kepentingan yang dikehendaki para
pihak. kebebasan dalam menentukan isi perjanjian tersebut menurut Pasal 1337
KUH Perdata (sebagai sumber hukum HPI Indonesia) dibatasi dengan ketentuan
“harus memiliki sebab yang halal “ yaitu tidak bertentangan dengan Undang-
Undang, ketertiban umum dan kesusilaan.
 Hukum perdata internasional terkait dengan asas perjanjian, Kontrak adalah
persetujuan di antara 2 (dua) atau lebih orang yang berisi sebuah janji atau janji-
janji yang bertimbal balik yang diakui berdasarkan hukum, atau yang
pelaksanaannya diakui sebagai suatu kewajiban hukum.
3. Denilson, seorang warga negara Brazil mengadakan kontrak kerja dengan Emanuel Kono,
agen pemain sepakbola warga negara Kamerun yang berdomisili di London. Dalam
kontrak tersebut, Denilson menyetujui isi kontrak untuk bermain di klub sepakbola Arema
Malang pada Liga Indonesia. Pada saat itu ia masih terikat kontrak dengan FC Victoria
Hongkong. Denilson memilih untuk memenuhi isi kontrak tersebut dan bermain pada klub
Arema Malang. Tindakan Denilson ini menimbulkan gugatan dari FC Victoria karena
menganggap Denilson Wanprestasi Petunjuk: Tentukan hukum (lex causae) dan
pengadilan (lex fori) yang berwenang memeriksa dan memutus gugatan tersebut!'
Jawab:
 Lex cause merupakan kesepakatan para pihak yang didasarkan pada kebebasan para
pihak dalam membuat perjanjian atau kesepakatan (party autonomy).
Dalam hal penentuan hukum yang tepat untuk diberlakukan sebagai lex causae,
maka hakim memiliki dasar dan acuan. Dasar dan acuan tersebut menjadi salah satu
yang utama pada alur berpikir hakim untuk menentukan lex causae. Berangkat dari
dasar tersebut, hakim bisa membangun sebuah konstruksi argumentasi untuk menjadi
bahan pertimbangan dalam menentukan hukum yang akan diberlakukan Doktrin Rule
201 yang dimunculkan Dicey & Morris merupakan persoalan pokok ketika hakim
membangun argumentasi. Rule 201 digunakan sebagai fondasi dasar dalam
menentukan lex causae. Oleh karena itu, akan dibahas lebih jauh mengenai Rule 201
serta kaitannya pula dengan penentuan lex causae.

Good Luck

Anda mungkin juga menyukai