Anda di halaman 1dari 10

1

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kejaksaan sebagai salah satu lembaga penegakan hukum dituntut untuk lebih berperan
dalam menegakkan supremasi hukum, perlindungan, kepentingan umum, hak asasi manusia,
serta pemberantasan korupsi, kolusi dan nepotisme. Kejaksaan juga harus mampu terlibat
sepenuhnya dalam proses pembangunan antara lain turut menciptakan kondisi yang mendukung
dan mengamankan pelaksanaan pembangunan untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur
berdasarkan pancasila, serta berkewajiban untuk turut menjaga dan menegakkan kewibawaan
pemerintah dan Negara serta melindungi kepentingan masyarakat.
Dalam penjelasan umum undang-undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan
dinyatakan bahwa Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menentukan
secara tegas bahwa Indonesia adalah negara hukum. Sejalan dengan ketentuan tersebut maka
salah satu prinsip penting negara hukum adalah adanya jaminan kesederajatan bagi setiap orang
di hadapan hukum (equality before the law). Oleh karena itu, setiap orang berhak atas
pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil, serta perlakuan yang sama di
depan hukum. Dalam usaha memperkuat prinsip di atas, maka salah satu substansi penting
perubahan Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 telah membawa perubahan
yang mendasar dalam kehidupan ketatanegaraan, khususnya dalam pelaksaan kekuasaan
kehakiman yang menyatakan bahwa Badan- badan lain yang fungsinya berkaitan dengan
kekuasan kehakiman, salah satunya adalah Kejaksaan Republik Indonesia. Oleh karena itu,
dalam makalah ini kami akan menjelaskan tentang dasar hukum profesi dari seorang Jaksa di
Indonesia.
B. Rumusan Masalah
Apakah yang dimaksud dengan dasar hukum Profesi Kejaksaan ?
Apakah isi Sumpah Jaksa ?
Apakah yang dimaksud kode etik kejaksaan ?


2

BAB II
PEMBAHASAN
A. Dasar hukum Profesi Kejaksaan
Dalam struktur pemerintahan Indonesia yang baru di plokamirkan, kejaksaan berada di
bawah departemen kehakiman, melalui rapat PPKI tanggal 19 Agustus 1945 . keadaan ini
berlangsung sampai tanggal 22 juli 1960, yang kemudian di ganti dengan Undang-Undang
Nomor 15 Tahun 1961 dan UU no 5 tahun 1991. 1. Jenis Etika Profesi Hukum Dari Jaksa
Dengan mendasarkan diri dari jaksa pada UU no 5 tahun 1991, jenis Etika profesi dri kejaksaan
ini antara lain:
a. Syarat pengangkatan jaksa antara lain:
1) Betaqwa kepada tuhan yang maha Esa
2) Setia kepada pancasila dan UU 1945
3) Sarjana ukum berusia minimal 25 tahun dan lulus pendidikan serta latihan
pembentukan jaksa (pasal 9)
b. Sumpah jbatan jaksa antara lain bersumpah :
1) Atas nama atau babatan tidak memeberikan atau menjanjikan sesuatu kepada siapapun
juga
2) Setia pada pancasila dan UU 1945 3) Jujur, seksama serta tidak membeda bedakan
orang sumpah ini di lakukan di hadapan jaksa agung(pasal 10)
c. Larangan rangkap jabatan seorang jaksa:
1) jaksa Tidak merangkap sebagai pengusaha
2) menjadi penasehat hukum
3) Melakukan jabatan yang dapat mempengaruhi mertabat jabatannya.
Langkah Kejaksaan Kejaksaan Negei yang berkompeten akan menerima Berita Acara
Pemeriksaan (BAP) dari penyidik. Sikap kejaksaan di dalam hal ini ada dua yaitu:
1. Apabila kejaksaan menganggap bahwa BAP dari penyidik telah cukup lengkapa dan
sempurna, mak kejaksaan akan melakukankewenangannya dalam melakukan penuntutan perkara
yang bersangkutan.
3

2. Apabila kejaksaan menganggap bahwa BAP dari penyidik masih kurang lengkap danm
sempurna maka kejaksaan akan mengembalikan berkas tersebut kepada penyidik dengan
petunjuk penyempurnaanya dan kegiatan ini di sebut dengan pra penuntutan.
Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang 16 tahun 2004 menegaskan bahwa : Jaksa adalah
pejabat fungsional yang diberi wewenang oleh Undang-undang untuk bertindak sebagai penuntut
umum dan pelaksana putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap serta
wewenang lain berdasarkan undang-undang. Dalam Undang- Undang 16 tahun 2004 Pasal satu
juga disebutkan tentang Penuntut Umum, penuntutan, dan Jabatan Fungsional Jaksa. Oleh karna
itu, kami juga mencantumkannya disini. Penuntut Umum : Jaksa yang diberi wewenang oleh
Undang-Undang ini untuk melakukan penuntutan dan melaksanakan penetapan hakim.
Penuntutan adalah Tindakan penuntutan umum untuk melimpahkan perkara ke
Pengadilan Negeri yang berwenang dalam hal dan menuntut cara yang diatur dalam Hukum
Acara Pidana dengan permintaan supaya diperiksa dan diputus oleh Hakim di sidang Pengadilan.
Dan Jabatan Fungsional Jaksa adalah : Jabatan yang bersifat keahlian teknis dalam organisasi
kejaksaan yang karena fungsinya memungkinkan kelancaran pelaksanaan tugas kejaksaan.
Undang- undang Nomor 5 Tahun 1991 tentang Kejaksaan Republik Indonesia
menetapkan fungsi dan kegiatan Jaksa, UU inilah yang kemudian menjadi dasar hukum Profesi
kejaksaan. Menurut pasal 1 Undang- undang tersebut menyebutkan bahwa hakikat Jaksa adalah :
Jaksa adalah pejabat yang diberi wewenang oleh Undang-undang ini untuk bertindak sebagai
penuntut umum serta melaksanakan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum
tetap. Penuntut umum adalah jaksa yang diberi wewenang oleh Undang-undang ini untuk
melakukan penuntutan dan melaksanakan penetapan hakim. Penuntutan adalah tindakan
penuntut umum untuk melimpahkan perkara ke Pengadilan Negeri yang berwenang dalam hal
dan menurut cara yang diatur dalam Hukum Acara Pidana dengan permintaan supaya diperiksa
dan diputus oleh Hakim di sidang pengadilan.
Jabatan fungsional jaksa adalah jabatan yang bersifat keahlian teknis dalam organisasi
kejaksaan yang karena fungsinya memungkinkan kelancaran pelaksanaan tugas kejaksaan.
Dalam struktur pemerintahan Indonesia yang baru di plokamirkan, kejaksaan berada di
bawah departemen kehakiman, melalui nrapat PPKI tanggal 19 Agustus 1945 . keadaan ini
berlangsung sampai tanggal 22 juli 1960, yang kemudian di ganti dengan Umdang Undang
Nomor 15 Tahun 1961 dan UU no 5 tahun 1991. 1. Jenis Etika Profesi Hukum Dari Jaksa
4

Dengan mendasarkan diri dari jaksa pada UU no 5 tahun 1991, jenis Etika profesi dri kejaksaan
ini antara lain:
a. Syarat pengangkatan jaks antara lain:
1) Betaqwa kepada tuhan yang maha Esa
2) Setia kepada pancasila dan UU 1945
3) Sarjana ukum berusia minimal 25 tahun dan lulus pendidikan serta latihan
pembentukan jaksa (pasal 9)
b. Sumpah jbatan jaksa antara lain bersumpah :
1) Atas nama atau babatan tidak memeberikan atau menjanjikan sesuatu kepada siapapun
juga
2) Setia pada pancasila dan UU 1945 3) Jujur, seksama serta tidak membeda bedakan
orang sumpah ini di lakukan di hadapan jaksa agung(pasal 10)
c. Larangan rangkap jabatan seorang jaksa:
1) jaksa Tidak merangkap sebagai pengusaha
2) menjadi penasehat hukum
3) Melakukan jabatan yang dapat mempengaruhi mertabat jabatannya.
Langkah Kejaksaan Kejaksaan Negei yang berkompeten akan menerima Berita Acara
Pemeriksaan (BAP) dari penyidik. Sikap kejaksaan di dalam hal ini ada dua yaitu:
1. Apabila kejaksaan menganggap bahwa BAP dari penyidik telah cukup lengkapa dan
sempurna, mak kejaksaan akan melakukankewenangannya dalam melakukan penuntutan perkara
yang bersangkutan.
2. Apabila kejaksaan menganggap bahwa BAP dari penyidik masih kurang lengkap danm
sempurna maka kejaksaan akan mengembalikan berkas tersebut kepada penyidik dengan
petunjuk penyempurnaanya dan kegiatan ini di sebut dengan pra penuntutan.
Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang 16 tahun 2004 menegaskan bahwa : Jaksa adalah
pejabat fungsional yang diberi wewenang oleh Undang-undang untuk bertindak sebagai penuntut
umum dan pelaksana putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap serta
wewenang lain berdasarkan undang-undang. Dalam Undang- Undang 16 tahun 2004 Pasal satu
juga disebutkan tentang Penuntut Umum, penuntutan, dan Jabatan Fungsional Jaksa. Oleh karna
5

itu, kami juga mencantumkannya disini. Penuntut Umum : Jaksa yang diberi wewenang oleh
Undang-Undang ini untuk melakukan penuntutan dan melaksanakan penetapan hakim.
Penuntutan adalah Tindakan penuntutan umum untuk melimpahkan perkara ke
Pengadilan Negeri yang berwenang dalam hal dan menuntut cara yang diatur dalam Hukum
Acara Pidana dengan permintaan supaya diperiksa dan diputus oleh Hakim di sidang Pengadilan.
Dan Jabatan Fungsional Jaksa adalah : Jabatan yang bersifat keahlian teknis dalam organisasi
kejaksaan yang karena fungsinya memungkinkan kelancaran pelaksanaan tugas kejaksaan.

B.Sumpah Jaksa
Seorang jaksa sebelum memangku jabatannya, harus mengikrarkan dirinya
bersumpah/berjanji sebagai pertanggungjawabab dirinya kepada negara, bangsa dan lembaganya.
Dalam Pasal 10 Undang-Undang No. 16 tahun 2004 dinyatakan bahwa :
saya bersumpah/ berjanji : Bahwa saya akan setia kepada dan mempertahankan NKRI,
serta mengamalkan Pancasila sebagai dasar negara, Undang-Undang dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945, serta melaksanakan peraturan per Undang-Undangan
yang berlaku bagi Negara Republik Indonesia.
Bahwa saya senantiasa menjunjung tinggi dan akan menegakkan hukum, kebenaran dan
keadilan, serta senantiasa menjalankan tugas dan wewenang dalam jabatan saya ini
dengan sungguh- sungguh, saksama, objektif, jujur, berani, profesional, adil, tidak
membeda-bedakan, agama, ras, gender, dan golongan tertentu dan akan melaksanakan
kewajiban saya dengan sebaik- baiknya, serta bertanggung jawab sepenuhnya kepada
Tuhan Yang Maha Esa, masyarakat, bangsa, dan negara.
Bahwa saya akan senantiasa menolak atau tidak menerima atau tidak mau dipengaruhi
oleh campur tangan siapa pun juga dan saya akan tetap teguh melaksanakan tugas dan
wewenang saya yang diamanatkan Undang-Undang kepada saya.
Bahwa saya dengan sungguh-sungguh, untuk melaksanakan tugas ini, langsung atau
tidak langsung, dengan menggunakan nama atau cara apapun juga, tidak memberikan
atau menjanjikan sesuatu apa pun kepada siapa pun juga.
6

Bahwa saya untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam tugas ini, tidak sekali-
kali akan menerima langsung atau tidak langsung dari siapa pun juga suatu janji atau
pemberian.
C. Kode Etik Jaksa
Kode etik jaksa serupa dengan kode etik profesi yang lain. Mengandung nilai-nilai luhur
dan ideal sebagai pedoman berperilaku dalam satu profesi. Yang apabila nantinya dapat
dijalankan sesuai dengan tujuan akan melahirkan jaksa-jaksa yang memang mempunyai kualitas
moral yang baik dalam melaksanakan tugasnya. Sehingga kehidupan peradilan di Negara kita
akan mengarah pada keberhasilan. Kejaksaan merupakan salah satu pilar birokrasi hukum tidak
terlepas dari tuntutan masyarakat yang berperkara agar lebih menjalankan tugasnya lebih
profesional dan memihak kepada kebenaran. Sepanjang yang diingat, belum pernah rasanya
kejaksaan di dalam sejarahnya sedemikian merosot citranya seperti saat ini. Sorotan serta kritik-
kritik tajam dari masyarakat, yang diarahkan kepadanya khususnya kepada kejaksaan, dalam
waktu dekat tampaknya belum akan surut, meskipun mungkin beberapa pembenahan telah
dilakukan.
Sepintas lalu, masalah yang menerpa kejaksaan mungkin disebabkan merosotnya
profesionalisme di kalangan para jaksa, baik level pimpinan maupun bawahan. Keahlian, rasa
tanggung jawab, dan kinerja terpadu yang merupakan ciri-ciri pokok profesionalisme tampaknya
mengendur. Sebenarnya, jika pengemban profesi kurang memiliki keahlian, atau tidak mampu
menjalin kerja sama dengan pihak-pihak demi kelancaran profesi atau pekerjaan harus dijalin,
maka sesungguhnya profesionalisme itu sudah mati, kendatipun yang bersangkutan tetap
menyebut dirinya sebagai seorang profesional.
Hal yang kerap memprihatinkan ialah rasa keadilan masyarakat atau keadilan itu sendiri,
tidak dapat sepenuhnya dijangkau perangakat hukum yang ada. Pada ujungnya, keadilan itu
bergantung pada aparat penegak hukum itu sendiri, bagaimana mewujudkannya secara ideal. Di
sinilah maka penegak hukum itu menjadi demikian erat hubungannya dengan perilaku,
khususnya aparat penegak hukum, antara lain termasuk jaksa. Hukum bukan sesuatu yang
bersifat mekanistis, yang dapat berjalan sendiri. Hukum bergantung pada sikap tindak penegak
7

hukum. Melalui aktivasi penegak hukum tersebut, hukum tertulis menjadi hidup dan memenuhi
tujuan-tujuan yang dikandungnya.
Dalam dunia kejaksaan di Indonesia terdapat norma kode etik profesi jaksa, yang disebut
TATA KRAMA ADHYAKSA, yaitu:
1. Jaksa adalah insan yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa yang
tercermin dari kepribadian yang utuh dalam pemahaman penghayatan dan pengamalan
Pancasila.
2. Jaksa yang cinta tanah air dan bangsa senantiasa mengamalkan dan melestarikan
Pancasila serta secara aktif dan kreatif menjadi pelaku pembangunan hukum dalam
mewujudkan masyarakat adil dan makmur yang berkeadilan.
3. Jaksa mengutamakan kepentingan masyarakat, bangsa dan negara daripada kepentingan
pribadi atau golongan.
4. Jaksa mengakui adanya persamaan derajat, hak dan kewajiban antara sesama pencari
keadilan serta menjunjung tinggi asas praduda tak bersalah, disamping asas-asas hukum
yang berlaku.
5. Jaksa dalam melaksanakan tugas dan kewajiban melindungi kepentingan umum sesuai
dengan praturan perUndang-Undangan dengan mengindahkan norma-norma keagamaan,
ksopanan dan kesusilaan serta menggali nilai-nilai kemanusiaan, hukum dan keadilan
yang hidup dalam masyarakat.
6. Jaksa senantiasa berupaya meningkatkan kualitas pengabdiannya dengan mengindahkan
disiplin ilmu hukum, memantapkan pengetahuan dan keahlian hukum serta memperluas
wawasan dengan mengikuti perkembangan dan kemajuan masyarakat.
7. Jaksa brlaku adil dalam memberikan pelayanan kepada pencari keadilan.
8. Jaksa dalam melaksanakan tugas dan kewajiban senantiasa memupuk serta
mngembangkan kemampuan profesional integritas pribadi dan disiplin yang tinggi.
9. Jaksa menghormati adat kebiasaan setempat yang tercermin dari sikap dan prilaku baik di
dalam maupun diluar kedinasan.
10. Jaksa terbuka untuk mnerima kebenaran, bersikap mawas diri, berani bertanggungjawab
dan dapat menjadi teladan dilingkungannya.
8

11. Jaksa berbudi luhur serta berwatak mulia, setia dan jujur, arif dan bijaksana dalam tata
fikir, tutur dan laku.
12. Jaksa wajib menghormati dan mematuhi kode etik jaksa serta mengamalkan secara nyata
dalam lingkungan kedinasan maupun dalam pergaulan masyarakat.
Dalam usaha memahami maksud yang terkandung dalam kode etik jaksa tidaklah terlalu
sulit. Kata- kata yang dirangkaikan tidak rumit sehingga cukup mudah untuk dimengerti. Karena
kode etik ini disusun dengan tujuan agar dapat dijalankan. Kemampuan analisis yang
dikembangkan bukan lagi semata-mata didasari pendekatan-pendekatan yang serba legalitas,
positivis dan mekanistis. Sebab setiap perkara sekalipun tampak serupa, bagaimanapun tetap
memiliki keunikan tersendiri. Sebagai penuntut, seorang jaksa dituntut untuk mampu
merekosntruksi dalam pikiran peristiwa pidana yang ditanganinya. Tanpa hal itu, penanganan
perkara tidaklah total, sehingga sisi-sisi yang justru penting bisa jadi malah terlewatkan.
Memang bukan persoalan mudah untuk memahami sesuatu, peristiwa yang kita sendiri tidak
hadir pada kejadian yang bersangkutan, apalagi jika berkas yang sampai sudah melalui tangan
kedua (dengan hanya membaca berita acara pemeriksaan atau BAP dari kepolisian). Jika pada
tingkat analisis telah menderita keterbatasan-keterbatasan,
Maka sebagai konsekuensi logisnya kebenaran yang hendak kita tegakkan tidaklah dapat
diraih secara bulat. Tidak adanya faktor tunggal, menyebabkan setiap perkara memiliki keunikan
sendiri. Di dalam mengemban profesi, usaha-usaha yang dilakukan oleh jaksa bukan hanya untuk
memenuhi unsur- unsur yang terkandung dalam ketentuan hukum semata, melainkan apa yang
sesungguhnya benar-benar terjadi dan dirasakan langsung oleh masyarakat juga didengar dan
diperjuangkan. Inilah yang dinamakan pendekatan sosioligis. Memang tidak mudah bagi jaksa
untuk menangkap suara yang sejati yang muncul dari sanubari anggota masyarakat secara
mayoritas.
9

BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang 16 tahun 2004 menegaskan bahwa :Jaksa adalah pejabat
fungsional yang diberi wewenang oleh Undang- Undang untuk bertindak sebagai penuntut
umum dan pelaksana putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap serta
wewenang lain berdasarkan undang-undang. Dalam usaha memahami maksud yang terkandung
dalam dasar hukum profesi kejaksaan tidaklah terlalu sulit. Kata- kata yang dirangkaikan tidak
rumit sehingga cukup mudah untuk dimengerti. Karena dasar hukum profesi kejaksaan ini
disusun dengan tujuan agar dapat diphami sebagai bahan pembelajaran. Kemampuan analisis
yang dikembangkan bukan lagi semata-mata didasari pendekatan-pendekatan yang serba
legalitas, positivis dan mekanistis. Sebab setiap perkara sekalipun tampak serupa, bagaimanapun
tetap memiliki keunikan tersendiri. Sebagai penuntut, seorang jaksa dituntut untuk mampu
merekosntruksi dalam pikiran peristiwa pidana yang ditanganinya.
B. SARAN
Demikianlah makalah singkat, kami menyadari banyaknya kekurangan didalam
penyusunannya. Maka dari pada itu kami meminta maaf dan Kami mengharapkan kepada para
pembaca, teman- teman dan Bapak Dosen Pembimbing untuk memberikan kritik dan saran agar
makalah kami ini menjadi lebih baik dimasa yang akan datang. Atas perhatiannya kami ucapkan
terimakasih.

10


DAFTAR PUSTAKA

Buku
Undang-undang kejaksaan No. 16 Tahun 2004
Internet
1. http://3mp4n9.blogspot.com/2013/01/rangkuman-etika-profesi-hukum.html?m=1
diakses pada 18 April pukul 20.00.
2. https://indonesaya.wordpress.com/tag/jaksa-dan-advokat-dalam-penegakkan-
hukum/
diakses pada 18 April pukul 20.23.
3. http://nitawahyono.blogspot.com/2012/10/etika-profesi-hukum-profesi-
hukum.html?m=1
diakses pada 20 April pukul 14.00.
4. http://sasaranilmu.blogspot.com/2013/07/makalah-etika-profesi-hukum-kode-
etik.html?m=1
diakses pada 20 April pukul 2 1.00.

Anda mungkin juga menyukai