HUKUM FILSAFAT
TENTANG
PAKSAAN HUKUM DAN NILAI KEBEBASAN
Oleh :
KELOMPOK 2 :
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
HILMAN PRAYUDA
INDRA HADI WIJAYA
INGGRID ISTAMI
JIMMY HUTAGALUNG
MUH. BAHRUL HULUM
MUH. SAIFUL FAHMI
SATRIAWAN DHARMA B
SURYA BAKTI
SYAHRUL FADLI
(
(
(
(
(
(
(
(
(
12B016024
12B016030
12B016031
12B016033
12B016039
12B016041
12B016049
12B016052
12B016054
)
)
)
)
)
)
)
)
)
Kata Pengantar
Dengan menyebut nama Tuhan Yang Maha Esa, saya panjatkan puji syukur atas
kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat kepada kami, sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah tentang Paksaan Hukum Dan Nilai Kebebasan dengan baik.
Adapun makalah Paksaan Hukum Dan Nilai Kebebasan ini telah kami usahakan
semaksimal mungkin dan tentunya dengan bantuan berbagai pihak, sehingga dapat
memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu kami tidak lupa menyampaikan bayak terima
kasih kepada semua pihak yang telah membantu kami dalam pembuatan makalah ini.
Namun tidak lepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa ada kekurangan
baik dari segi penyusunan bahasanya maupun segi lainnya. Oleh karena itu dengan lapang dada
dan tangan terbuka kami membuka selebar-lebarnya bagi pembaca yang ingin memberi saran
dan kritik kepada kami sehingga kami dapat memperbaiki makalah ini.
Akhirnya penyusun mengharapkan semoga dari makalah Paksaan Hukum Dan Nilai
Kebebasan ini dapat diambil hikmah dan manfaatnya sehingga dapat memberikan inpirasi
terhadap pembaca.
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Indonesia ingin tertib dan beradab yakni kebebasan, hukum, dan etika. 1Menurut beliau,
ketiga unsur tersebut harus terpenuhi dan seimbang terlebih dalam penegakan hukumnya
sehingga wibawa hukum secara perlahan akan membaik. Kalau tidak, yang akan
mengemuka adalah kebebasan yang tidak terkontrol. Hukum yang dilecehkan, dan etika
semakin ditinggalkan dalam kehidupan politik kita. Dengan demikian, kebebasan dalam
hal apapun harus dijamin dalam peraturan perundang-undangan dan penegakkannya
benar-benar mencerminkan dan menaikan wibawa hukum di Indonesia. Dalam karya tulis
ini secara khusus akan dibahas mengenai hukum dan kebebasan secara teoritik, dengan
mengemukakan pengertian-pengertian dasar dari para ahli hukum dan menganalisis
mengenai perkembangan hukum dan kebebasan dalam masyarakat di Indonesia.
B. Rumusan Masalah
a. Apa Ekstensi Hukum Dalam Konsep Paksaan Hukum Dan Nilai Kebebasan ?
b. Bagaimana Daya Paksa Hukum Dan Nilai Kebebasan Dalam Persepektif Mazhab
Hukum ?
C. Tujuan Penulisan
Tujuan dari pembuatan makalah ini yaitu:
1. Untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Hukum filsafat.
1 http://suar.okezone.com/read/2010/10/15/58/382760/redirect,
2013.
2. Untuk menambah wawasan mengenai Paksaan Hukum Dan Nilai Kebebasan dalam
diskusi kelompok.
BAB II
PEMBAHASAN
menjadi tujuan hukum justru terletak pada pelaksanaan hukum itu. Ketertiban dan
ketentraman hanya dapat diwujudkan dalam kenyataan kalau hukum dilaksanakan. Kalau
tidak, maka peraturan hukum itu hanya merupakan susunan kata-kata yang tidak
mempunyai makna dalam kehidupan masyarakat. Peraturan hukum yang demikian akan
menjadi mati sendiri. Pelaksanaan hukum dapat berlangsung dalam masyarakat secara
normal karena tiap-tiap individu menaati dengan kesadaran, bahwa apa yang ditentukan
hukum tersebut sebagai suatu keharusan atau sebagai sesuatu yang memang sebaiknya.
Satjipto Rahardjo mengatakan penegakan hukum merupakan suatu usaha untuk
mewujudkan ide-ide tentang keadilan, kepastian hukum dan kemanfaatan sosial menjadi
kenyataan. Proses perwujudan ide-ide itulah yang merupakan hakikat dari penegakan
hukum. Sedangakan menurut Soerjono Soekanto penegakan hukum adalah kegiatan
menyerasikan hubungan nilai-nilai yang terjabarkan di dalam kaidah-kaidah yang mantap
dan mengejawantah dan sikap tindak sebagai rangkaian penjabaran nilai tahap akhir,
untuk menciptakan, memelihara dan mempertahankan perdamaian dan pergaulan hidup.
Dalam menegakkan hukum ini, ada 3 hal yang harus diperhatikan, yaitu kepastian
hukum, kemanfaatan, dan keadilan.
1. Kepastian hukum
2. Kemanfaatan .
3. Keadilan
terhalang, tidak terganggu, sehingga dapat bergerak, berbicara, berbuat, tiap-tiap anggota
dapat mengungkapkan pendapatnya. Secara etimologi makna kebebasan, tidak dapat
dipastikan artinya. Kata bebas menggambarkan pada suatu kondisi yang memungkinkan
seseorang tidak terikat pada sesuatu hal yang lain, lepas dari kewajiban atau tuntutan
yang lain, murni dilakukan oleh dirinya sendiri. Seseorang lebih cenderung menyatakan
ia bebas untuk, daripada menyatakan ia bebas dari sesuatu. Dalam konteks
kebebasan manusia, berarti ketiadapaksaan. Ada beberapa macam kebebasan dan
paksaan, yaitu kebebasan fisik dan kebebasan moral, paksaan fisik dan paksaan moral.
Kebebasan fisik berarti tiadanya paksaan fisik, sedangkan kebebasan moral adalah
ketiadapaksaan moral atau hukum. Ketika seseorang merasa tertekan pada kondisi
psikologisnya ia belum merasakan kebebasannya, karena kebebasan psikologis adalah
ketiadapaksaan psikologis. Suatu paksaan psikologis dapat berupa kecenderungan
kecenderungan yang memaksa seseorang untuk melakukan perbuatan-perbuatan tertentu
atau sebaliknya membuatnya tidak mungkin melakukan beberapa kegiatan tertentu.
Istilah kebebasan manusia menggambarkan seseorang tidak mendapat paksaan, tuntutan,
ataupun kewajiban dan tanggungjawab, akan tetapi dengan adanya kebebasaan seseorang
dapat merasakan makna keberadaannya selaku sebagai manusia.
Manusia di dunia mempunyai sebuah tujuan. Tujuan dari hidup manusia adalah
meraih sebuah kebahagiaan, sedangkan kebahagian tidak dapat dicapai ketika sesorang
tidak mengaktualisasikan dalam sebuah tindakan, dalam bentuk kebebasan manusia. Hal
ini dapat dilihat dalam kehidupan seseorang, bahwa seseorang yang arif bijaksana,
berfikir sendiri, berbicara berdasarkan pemahamannya sendiri dan menyatakan apa yang
dikatakan olehnya dan juga ia mengetahui mengapa ia menyatakannya, dengan
dibandingkan dengan seseorang yang dangkal pemikirannya, yang selalu ikut-ikutan dan
hanya mengulangi apa yang dikatakan orang lain. Kebebasan manusia akan berhadapan
pada suatu batas. Hal ini yang kemudian mengharuskan seseorang untuk memutuskan
sebuah pilihan. Pada saat manusia memilih atau jatuhnya keputusan munculah keakuan
manusia, karena pada dasarnya manusia merealisir diri secara otonom sejak pertama ia
meng-aku-i dirinya sendiri. Ia menerima faktisitasnya sendiri dan menjadi dirinya sendiri
dengan keunikannya. Ia bersifat otonom dan berdikari. Kebebasan manusia merupakan
suatu kemampuan untuk memberikan arti dan arah kepada hidup dan karyanya,
kemampuan untuk menerima atau menolak kemungkinan-kemungkinan dan nilai-nilai
yang terus menerus ditawarkan kepadanya. Ada dua hal yang berpengaruh dalam diri
manusia, yang ini nantinya mempengaruhi kebebasan manusia otodeterminisme.
Pertama, dalam menentukan pilihan manusia ditentukan oleh faktor-faktor diluar
kemampuannya sendiri, seperti halnya pembauran kondisi sosialnya, sedang pada satu
sisi manusia secara otonom juga ikut menentukan tindakannya.
C. Daya Paksa Hukum Dan Nilai Kebebasan Dalam Persepektif Mazhab Hukum
a) Pandangan Aliran Postivisme Terhadap Hukum
Sebelum lahirnya aliran ini telah berkembang suatu pemikiran dalam ilmu
hukum dikenal sebagai Legisme. Pemikiran hukum ini berkembang semenjak abad
pertengahan dan telah banyak berpengaruh di berbagai negara, tidak terkecuali
Indonesia. Aliran ini mengidentikan hukum dengan undang-undang. Tidak ada hukum
di luar undang-undang. Satu-satunya sumber hukum adalah undang-undang. Di
Jerman pandangan ini banyak dianut dan dipertahankan oleh msialnya Paul Laband,
Jellinek, Rudolf van Jhering, Hans Nawiasky, Hans Kelsen dan lain-lain.
Di negeri Positivisme Hukum seperti dari Jhon Austin dengan Analyticaln
Jurisprudencenya/Positivismenya. Agak berlainan oleh karena hukum yang berlaku di
negara inggris adalah common law tidak tertulis. Di indonesia sendiri pengaruh
pemikiran legisme itu sangat jelas dapat dibaca pada Pasal 15 Algemene Bepalingen
van Wetgving yang antara lain berbunyi : Terkecuali penyimpangan-penyimpangan
yang ditentukan bagi orang-orang Indonesia dan mereka yang dipersamakan dengan
orang-orang Indonesia, maka kebiasaan bukanlah hukum kecuali jika undangundang menentukannya 3.
Kalimat-kalimat tersebut bila dikaji jelas mencerminkan pemikiran hukum
yang menjadi dasarnya, yaitu dinamakan hukum haruslah bentuknya tertulis. Hukum
merupakan perintah dari penguasa, dalam artian bahwa perintah dari mereka yang
memegang kekuasaan tertinggi atau dari yang memegang kedaulatan. Selanjutnya,
Austin berkata bahwa hukum adalah perintah yang yang dibebankan untuk mengatur
makhluk perpikir, perintah yang dilakukan oleh makhluk berpikir yang memegang
dan mempunyai kekuasaan. Austin menganggap hukum sebagai suatu sistem yang
logis, tetapp dan bersifat tertutup (closed logical system), hukum scara tegas
dipisahkan dari keadilan dan tidak didasrkan pada nilai-nilai yang baik atau buruk.4
Austin membagi hukum itu atas :
1. Hukum yang diciptakan oleh Tuhan untuk menusia
2. Hukum yang disusun dan dibuat oleh manusia
3. hukum dalam arti yang sebenarnya atau hukum yang tepat untuk disebut hukum.
Jensi hukum ini disebut juga sebagai hukum positif. Hukum yang sesungguhnya
3 Lili Rasjidi & Ira Thania Rasjidi, Dasar-Dasar Filsafat dan Teori Hukum, PT. Citra Aditiya
ini terdiri dari hukum yang dibuat oleh penguasa seperti undang-undang,
peraturan pemerintah dan lain-lain.
4. hukum yang dibuat atau disusun oleh rakyat secara individual yang dipergunakan
untuk melaksanakan hak-hak yang diberikan kepadanya. Contohnya : hak kurator
terhadap badan/orang dalam kuratele atau hak wali terhadap orang yang berada di
bawah perwaliannya.
hukum dalam arti yang tidak sebenar-benarnya- hukum yang tidak memenuhi
persyaratan sebagai hukum. Jenis hukum ini tidak dibuat atau ditetapkan oleh
penguasa/badan berdaulat yang berwenang. 5
Pada akhirnya hendaknya diperhatikan pokok-pokok ajaran Analytical
Juriprudence sebagai berikut :
1. ajarannya tidak berkaitan dengan soal atau penilaian baik dan buruk, sebab
penilaian tersebut berada di luar bidang hukum;
2. Walau diakui adanya hukum moral yang berpengaruh terhadap masyarakat
namun secara yuridis tidak penting bagi hukum. Anustin memisahkan secara
tegas antara moral di satu pihak dan hukum di lain pihak;
3. Pandangan bertolak belakang dengan, baik penganut hukum alam maupun
mazhab sejarah;
1. Hakikat dari hukum adalah perintah. Semua hukum positif adalah perintah
dari yang berdaulat/penguasa;
2. Kedaulatan adalah hal di luarh hukum, yaitu berada pada dunia politik
atau sosiologi karenanya tidak perlu dipersoalkan sebab dianggap sebagai
sesuatu yang telah ada dalam kenyataan;
3. Ajaran Austin kurang/tidak memberikan tempat bagi hukum yang hidup
dalam masyarakat.6
Selain John Austin, penganut aliran postivisme lainnya adalah Hans
Kelsen, Hans Kelsen terkenal dengan konsep hukum murninya (reine rechtslehre,
the pure theory of law), yang ingin membersihkan ilmu hukum dari anasir-anasir
yang sifatnya nonhukum, seperti kultur, moral, politik, sosiologis, dan sebagainya.
Menurut Hans Kelsen tentang positivisme dinyatakan bahwa Law is a coercive
order of human behavior, it is the primary norm which stipulates the sanction.
(Hukum adalah sesuatu perintah memaksa terhadap perilaku manusia. Hukum
adalah kaidah primer yang menetapkan sanksi-sanksi). Karakteristik postivistis
dari Hans Kelsen, sangat kental dalam tiga ajarannya yang utama, yang sangat
menekankan pengakuannya hanya pada eksistensi hukum positif. Ada tiga ajaran
utama dari Hans Kelsen, yaitu :
a. Ajaran Hukum Murni (Reine Rechtslehre)
Hans Kelsen ingin membersihkan ilmu hukum dari anasir-anasir yang
sifatnya nonhukum, Kelsen menolak masalah keadilan dijadikan bagian
pembahasan dalam ilmu hukum. Bagi Kelsen, keadilan masalah ideologi
b.
6 Ibid, Hlm. 60.
c.
3.
4.
dalam
tradisi
hukum
negara-negara
Anglo
Saxon
yang
7 Moh. Mahfud MD, Membangun Politik Hukum, Menegakan Konstitusi, PT. RajaGrafindo
BAB III
PENUTUP
a. Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan dalam bab sebelumnya maka dapat disimpulkan
bahwa hukum dan kebebasan pada dasarnya merupakan dua elemen yang berhubungan
satu sama lain, hukum sebagai peraturan yang menopang dan mewujudkan terjaminnya
kebebasan individu sebagaimana yang telah ditentukan dalam hukum itu sendiri. Namun,
sepaham dengan Prof. Dr. Komarudin Hidayat bahwa diatas hukum dan kebebasan
terdapat etika yang sangat penting untuk keharmonisan kedua elemen tersebut. Meskipun
demikian terkadang elemen etika kurang diperhatikan terlebih oleh pemegang kekuasaan
sehingga tidak seimbang antara hukum dan penerapannya ketika berhadapan dengan
kekuasaan. Kekuasaan juga harus dibatasi, karena jika tidak maka akan berdampak pada
pelanggaran atas kebebasan dalam masyarakat. Oleh karena itu, mengutip Hermanto
Harum (Ketua IKADI Jambi, Dosen Fak Syariah IAIN) bahwa menurutnya kebebasan
yang sebenarnya adalah ketidak-bebasan itu sendiri. Karena, tidak satupun perilaku yang
terbebas dari aturan dan norma, baik yang bersifat ketuhanan maupun kemanusiaan.
Adanya aturan terhadap sesuatu, merupakan pengikat yang menjadikannya tidak bebas.
Artinya, kebebasan tidak lepas tapi terbatas.
b. Saran
Untuk menjamin terjaminnya kebebasan dalam negara hukum maka masyarakat
dituntut untuk lebih meningkatkan dan membudayakan kesadaran akan hukum
dan
kepatuhan terhadap etika yang ada sehingga dengan demikian apa yang telah diatur
dalam peraturan hukum tidak hanya dengan sadar dilaksanakan tetapi juga
memperhatikan etika dan sekaligus moral yang ada dan berkembang dalam masyarakat.
Daftar pustaka
Lili Rasjidi & Ira Thania Rasjidi, Dasar-Dasar Filsafat dan Teori Hukum, PT. Citra Aditiya
Bakti, Bandung, 2007, Hlm. 56.
Mahfud MD, Moh., Membangun Politik Hukum, Menegakan Konstitusi, PT. RajaGrafindo
Persada, Jakarta, 2010, Hlm 24-25.
Asshiddiqie Jimly, Pokok-Pokok Hukum Tata Negara Indonesia Pasca Reformasi, PT. Bhuana
Ilmu Populer, Jakarta Barat, 2008, Hlm. 209.
http://suar.okezone.com/read/2010/10/15/58/382760/redirect, di akses tanggal 1 Maret
2013.
http://www.referensimakalah.com/2012/10/pengertian-kebebasan-manusia.html diakses
tanggal 2 Maret 2013