FAKULTAS SYARIAH
JEMBER
2021/2022
KATA PENGANTAR
Dengan menyebut nama Tuhan Yang Maha Esa, saya panjatkan puji syukur atas
kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat kepada kami, sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah tentang “Paksaan Hukum Dan Nilai Kebebasan” dengan baik.
Adapun makalah “Paksaan Hukum Dan Nilai Kebebasan” ini telah kami usahakan
semaksimal mungkin dan tentunya dengan bantuan berbagai pihak, sehingga dapat
memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu kami tidak lupa menyampaikan bayak terima
kasih kepada semua pihak yang telah membantu kami dalam pembuatan makalah ini.
Namun tidak lepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa ada kekurangan
baik dari segi penyusunan bahasanya maupun segi lainnya. Oleh karena itu dengan lapang dada
dan tangan terbuka kami membuka selebar-lebarnya bagi pembaca yang ingin memberi saran
dan kritik kepada kami sehingga kami dapat memperbaiki makalah ini.
Akhirnya penyusun mengharapkan semoga dari makalah “Paksaan Hukum Dan Nilai
Kebebasan” ini dapat diambil hikmah dan manfaatnya sehingga dapat memberikan inpirasi
terhadap pembaca.
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Dewasa ini permasalahan kebebasan masih menjadi pembahasan yang mendalam
dan terkadang menjadi perdebatan dalam masyarakat. Hampir seluruh lapisan masyarakat
sangat peka dan tanggap atas masalah-masalah atau isu-isu yang berhubungan dengan
permasalahan hukum dan kebebasan di Indonesia. Kaum intelektual dan praktisi hukum
sering membahasnya dalam forum resmi ataupun seminar-seminar kecil sampai yang
bertaraf nasional bahkan masyarakat awampun tidak hanya diam, tetapi mereka juga aktif
dalam menanggapi setiap isu-isu yang terjadi dan dialami oleh mereka sendiri. Masalah-
masalah yang timbul seperti pemukulan yang dilakukan oleh oknum aparat penegak
hukum (polisi/TNI) terhadap reporter televisi saat menjalankan tugas meliput berita,
masalah intoleransi antar umat beragama dan aliran kepercayaan baru, juga masalah
penyampaian pendapat dalam media sosial yang berujung pada tuntutan di pengadilan.
Semua kasus-kasus yang tersebut berkaitan dengan jaminan perlindungan hukum atas
kebebasan di Indonesia.
Pertanyaan yang paling mendasar adalah apakah hukum dalam pengertian
Undang-undang benar-benar telah menjamin kebebasan masyarakat dalam setiap segi
kehidupannya? Dihadapkan dengan kenyataan masyarakat kita yang terdiri atas berbagai
macam suku, bangsa, dan bahasa, maka jawaban atas pertanyaan di atas akan sangat
beranekaragam pula. Namun dalam kenyataannya, yang pasti pada prinsipnya semua
orang tanpa membeda-bedakan suku, bangsa dan bahasa tentu menginginkan hal yang
baik yang terjadi dalam hidupnya. Itu berarti dalam hidupnya semua orang memiliki
harapan dan keinginan untuk selalu dilindungi oleh hukum yang berlaku di negara ini.
B. Rumusan Masalah
a. Apa Ekstensi Hukum Dalam Konsep Paksaan Hukum Dan Nilai Kebebasan ?
b. Bagaimana Daya Paksa Hukum Dan Nilai Kebebasan Dalam Persepektif Mazhab
Hukum ?
C. Tujuan Penulisan
Tujuan dari pembuatan makalah ini yaitu:
1. Untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Hukum filsafat.
2. Untuk menambah wawasan mengenai Paksaan Hukum Dan Nilai Kebebasan dalam
diskusi kelompok.
BAB II
PEMBAHASAN
1 http://www.referensimakalah.com/2012/10/pengertian-kebebasan-manusia.html diakses
Sebelum lahirnya aliran ini telah berkembang suatu pemikiran dalam ilmu
hukum dikenal sebagai Legisme. Pemikiran hukum ini berkembang semenjak abad
pertengahan dan telah banyak berpengaruh di berbagai negara, tidak terkecuali
Indonesia. Aliran ini mengidentikan hukum dengan undang-undang. Tidak ada
hukum di luar undang-undang. Satu-satunya sumber hukum adalah undang-undang.
Di Jerman pandangan ini banyak dianut dan dipertahankan oleh msialnya Paul
Laband, Jellinek, Rudolf van Jhering, Hans Nawiasky, Hans Kelsen dan lain-lain.
2 Lili
Rasjidi & Ira Thania Rasjidi, Dasar-Dasar Filsafat dan Teori Hukum, PT. Citra Aditiya
Bakti, Bandung, 2007, Hlm. 56.
Kalimat-kalimat tersebut bila dikaji jelas mencerminkan pemikiran hukum
yang menjadi dasarnya, yaitu dinamakan hukum haruslah bentuknya tertulis. Hukum
merupakan perintah dari penguasa, dalam artian bahwa perintah dari mereka yang
memegang kekuasaan tertinggi atau dari yang memegang kedaulatan. Selanjutnya,
Austin berkata bahwa hukum adalah perintah yang yang dibebankan untuk mengatur
makhluk perpikir, perintah yang dilakukan oleh makhluk berpikir yang memegang
dan mempunyai kekuasaan. Austin menganggap hukum sebagai suatu sistem yang
logis, tetapp dan bersifat tertutup (closed logical system), hukum scara tegas
dipisahkan dari keadilan dan tidak didasrkan pada nilai-nilai yang baik atau buruk.3
1. ajarannya tidak berkaitan dengan soal atau penilaian baik dan buruk, sebab
penilaian tersebut berada di luar bidang hukum;
Di dalam khazanah ilmu hukum ada dua istilah yang diterjemahkan secara
sama ke dalam bahasa Indonesia menjadi negara hukum, yakni Rechtsstaat dan the
Rule of Law. Meskipun terjemahannya ke dalam bahasa Indonesia sama-sama
negara hukum, sebenarnya ada perbedaan antara Rechtsstaat dan the Rule of Law.
Sebagaimana diidentifikasi oleh Roscoe Pound, Rechtsstaat memiliki karakter
administratif sedangkan the Rule of Law berkarakter yudisial. Rechtsstaat
bersumber dari tradisi hukum negara-negara Eropa Kontinental yang bersandar
pada civil law dan legisme yang menganggap hukum adalah tertulis. Kebenaran
hukum dan keadilan di dalam Rechtsstaat tertelatk pada ketentuan bahkan
pembuktian tertulis. Hakim yang bagis menurut paham civil law (legisme) di
dalam Rechtsstaat adalah yang dapat menerapkan atau membuat putusan sesuai
dengan bunyi undang-undang. Pilihan pada hukum tertulis dan paham legisme di
Rechtsstaat didasari oleh penekanan pada ‘kepastian hukum. The Rule of Law
berkembang dalam tradisi hukum negara-negara Anglo Saxon yang
mengembangkan common law (hukum tak tertulis). Kebenaran hukum dan
keadilan di dalam the Rule of Law bukan semata-mata hukum tertulis, bahkan di
sini hakim dituntut untuk membuat hukum-hukum sendiri melalui yurisprudensi
tanpa harus terikat secara ketat kepada hukum-hukum tertulis. Putusan hakimlah
yang lebih dianggap hukum yang sesungguhnya daripada hukum-hukum tertulis.
Hakim diberi kebebasan untuk menggali nilai-nilai keadilan dan membuat putusan-
putusan sesuai dengan rasa keadilan yang digalinya dari masyarakat. Hakim yang
baik di sini adalah hakim yang dapat membuat keputusan berdasarkan nilai
keadilan yang digalinya dari tengah-tengah masyarakat. Keleluasaan diberikan
kepada hakim untuk tidak terlalu terikat pada hukum-hukum tertulis, karena
penegakan hukum di sini ditekankan pada pemenuhan ‘rasa keadilan’, bukan pada
hukum-hukum formal. 6
Dalam negara hukum, hukum lah yang memegang
komando tertinggi dalam penyelenggaraan negara. Yang sesungguhnya memimpin
6 Moh. Mahfud MD, Membangun Politik Hukum, Menegakan Konstitusi, PT. RajaGrafindo
Persada, Jakarta, 2010, Hlm 24-25.
dalam penyelenggaraan negara adalah hukum itu sendiri sesuai dengan prinsip The
Rule of Law, and not of Man’, yang sejalan dengan pengertian ‘nomocratie’ yaitu
kekuasaan yang dijalankan oleh hukum, ‘nomos’. 7Dalam paham negara hukum
yang demikian, harus diadakan jaminan bahwa hukum itu sendiri dibangun dan
ditegakkan menurut prinsip-prinsip demokrasi. Karena prinsip supermasi hukum
dan kedaulatan hukum itu sendiri pada pokoknya berasal dari kedaulatan rakyat.
BAB III
PENUTUP
a. Kesimpulan
7 Jimly Asshiddiqie, Pokok-Pokok Hukum Tata Negara Indonesia Pasca Reformasi, PT. Bhuana
Ilmu Populer, Jakarta Barat, 2008, Hlm. 209.
Berdasarkan pembahasan dalam bab sebelumnya maka dapat disimpulkan
bahwa hukum dan kebebasan pada dasarnya merupakan dua elemen yang berhubungan
satu sama lain, hukum sebagai peraturan yang menopang dan mewujudkan terjaminnya
kebebasan individu sebagaimana yang telah ditentukan dalam hukum itu sendiri. Namun,
sepaham dengan Prof. Dr. Komarudin Hidayat bahwa diatas hukum dan kebebasan
terdapat etika yang sangat penting untuk keharmonisan kedua elemen tersebut. Meskipun
demikian terkadang elemen etika kurang diperhatikan terlebih oleh pemegang kekuasaan
sehingga tidak seimbang antara hukum dan penerapannya ketika berhadapan dengan
kekuasaan. Kekuasaan juga harus dibatasi, karena jika tidak maka akan berdampak pada
pelanggaran atas kebebasan dalam masyarakat. Oleh karena itu, mengutip Hermanto
Harum (Ketua IKADI Jambi, Dosen Fak Syariah IAIN) bahwa menurutnya kebebasan
yang sebenarnya adalah ketidak-bebasan itu sendiri. Karena, tidak satupun perilaku yang
terbebas dari aturan dan norma, baik yang bersifat ketuhanan maupun kemanusiaan.
Adanya aturan terhadap sesuatu, merupakan “pengikat” yang menjadikannya tidak bebas.
Artinya, kebebasan tidak lepas tapi terbatas.
b. Saran
Untuk menjamin terjaminnya kebebasan dalam negara hukum maka masyarakat
dituntut untuk lebih meningkatkan dan membudayakan kesadaran akan hukum dan
kepatuhan terhadap etika yang ada sehingga dengan demikian apa yang telah diatur
dalam peraturan hukum tidak hanya dengan sadar dilaksanakan tetapi juga
memperhatikan etika dan sekaligus moral yang ada dan berkembang dalam masyarakat.
DAFTAR PUSTAKA
Lili Rasjidi & Ira Thania Rasjidi, Dasar-Dasar Filsafat dan Teori Hukum, PT. Citra Aditiya
Bakti, Bandung, 2007, Hlm. 56.
Mahfud MD, Moh., Membangun Politik Hukum, Menegakan Konstitusi, PT. RajaGrafindo
Persada, Jakarta, 2010, Hlm 24-25.
Asshiddiqie Jimly, Pokok-Pokok Hukum Tata Negara Indonesia Pasca Reformasi, PT. Bhuana
Ilmu Populer, Jakarta Barat, 2008, Hlm. 209.
2013.
http://www.referensimakalah.com/2012/10/pengertian-kebebasan-manusia.html diakses