Anda di halaman 1dari 10

KEBEBASAN, TANGGUNGJAWAB

DAN HATI NURANI

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat


Pada Mata Kuliah Akhlak Tasawuf

Dosen: M. Agus Mushodiq, M.Pd

Di Susun Oleh :

1. Wiwit Widiyati 171210076


2. Agung Lestiono 171210004

Program Studi: S.I Pendidikan Agama Islam

FAKULTAS TARBIYAH
INSTITUT AGAMA ISLAM MA’ARIF NU
METRO LAMPUNG
1440 H/ 2018 M

i
ABSTRAK

Kebebasan seseorang akan menyebabkan timbulnya tanggung


jawab.Tangung jawab tersebut membuat manusia melakukan kebebasan
berdasarkan hati nurani. Banyak manusia yang tidak mengetahui dasar-dasar
kebebasan yang telah ditentukan, karenanya kita sebagai manusia yang mayoritas
mencintai kebebasan setidaknya kita memahami apa itu kebebasan yang
bertanggung jawab yang berpengaruh pada hati nurani.
Kebebasan merupakan hak seseorang untuk berekspresi dan melakukan
segala sesuatu sesuai kehendaknya tanpa ada tekanan dari pihak lain namun tetap
pada batas-batas tertentu. Kebebasan menurut sifatnya dibedakan menjadi 3:
kebebasan jasmaniah, kebebasab kehendak dan kebebasan moral. Tanggung
jawab adalah sikap dimana seseorang dapat dimintai penjelasan mengenai apa
yang telah diperbuat, tidak hanya menjawab tapi juga tidak mengelak. Hati nurani
merupakan perasaan/ suara hati manusia yang menjadi dasar pertimbangan
mereka dalam melakukan suatu tindakan, dimana perbuatan tersebut cenderung
kepada kebaikan. Namun tidak selamanya hati nurani berkata benar, meskipun
begitu manusia cenderung untuk tetap menaati apa yang menjadi keyakinannya
dalam hati mereka. Hubungan antara kebebasan, tanggung jawab dan hati nurani
dengan akhlak sangatlah jelas dan terikat. Kebebasan muncul karena adanya
keinginan dari hati nurani untuk melakukan sesuatu, perbuatan yang sesuai hati
nurani dan cenderung pada kebaikan disebut sebagai perbuatan akhlaki. Perbuatan
sekecil apapun akan memiliki konsekuensi yang kemudian mengharuskan pelaku
bertanggung jawab atas apa yang diperbuat, entah itu merugikan atau
menguntungkan. Tidak akan ada tanggung jawab tanpa adanya kebebasan yang
bersumber dari hati nurani.

Kata Kunci: Kebebasan, Tanggungjawab, Hati Nurani

I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Setiap manusia pasti selalu menginginkan kebebasan dalam
hidupnya. Kebebasan dalam berpikir, berekspresi maupun dalam
melakukan kegiatannya, yaitu kegiatan yang disadari, disengaja maupun
yang dilakukan demi suatu tujuan yang selanjutnya disebut tindakan.
Mereka diberi kebebasan dalam melakukan sesuatu asalkan sesuai
dengan syariat yang telah ditetapkan, tidak juga melampaui batas wajar
syariat. Manusia hidup didunia pasti memiliki tanggung jawab dalam
melaksanakan kehidupannya, baik itu tanggung jawab terhadap diri
sendiri maupun terhadap orang lain, terhadap agama maupun budaya.

1
Adanya akibat ini maka seorang manusia mempunyai taggung jawab atas
apa yang diperbuatnya.
Kebebasan seseorang akan menyebabkan timbulnya tanggung
jawab.Tangung jawab tersebut membuat manusia melakukan kebebasan
berdasarkan hati nurani. Banyak manusia yang tidak mengetahui dasar-
dasar kebebasan yang telah ditentukan, karenanya kita sebagai manusia
yang mayoritas mencintai kebebasan setidaknya kita memahami apa itu
kebebasan yang bertanggung jawab yang berpengaruh pada hati nurani.
Oleh karena itu, hati nurani yang menjadi dasar pertimbangan
seseorang dalam berbuat. Jika seseorang mampu berbuat kebaikan sesuai
hati nuraninya maka dengan mudah ia dapat mempertanggung jawabkan
apa yang dibuatnya.

B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian kebebasan?
2. Apa pengertian tanggung jawab?
3. Apa pengertian Hati Nurani?
4. Bagaiman hubungan antara kebebasan, tanggung jawab dan hati
nurani dengan akhlak?

II. PEMBAHASAN
A. Kebebasan
Di antara masalah yang menjadi bahan perdebatan sengit dari
sejak dahulu hingga sekarang adalah masalah kebebasan atau
kemerdekaan menyalurkan kehendak dan kemauan. Para ahli teologiter
membagi menjadi dua kelompok. Pertama, kelompok yang berpendapat
bahwa manusia memiliki kehendak bebas dan merdeka untuk melakukan
perbuatannya menurut kemauannya sendiri. Kedua kelompok yang
berpendapat bahwa manusia tidak memiliki kebebasan untuk
melaksanakan perbuatannya. Mereka dibatasi dan ditentukan oleh Tuhan.

2
Diibaratkan sebagai wayang yang mengikuti sepenuhnya oleh kehendak
dalang.1
Di zaman baru, perdebatan masalah kebebasan dan keterpaksaan
tersebut muncul kembali. Sebagian ahli filsafat seperti Spinoza, Hucs dan
Malebrache berpendapat bahwa manusia melakukan suatu karena
terpaksa. Sementara sebagian ahli filsafat lainnya berpendapat bahwa
manusia meliliki kebebasan untuk menetapkan perbuatannya.2
Disebut bebas apabila kemungkinan – kemungkinan untuk
bertindak tidak dibatasi oleh suatu paksaan atau keterkaitan kepada orang
lain. Paham ini disebut bebas negatif, karena hanya dikatakan bebas dari
apa, tertapi tidak ditentukan bebas untuk apa. Seseorang disebut bebas
apabila :
1. Dapat menentukan sendiri tujuan – tujuannya dan apa yang
dilakukannya,
2. Dapat memilih antara kemungkinan – kemungkinan yang tersedia
baginya,
3. Tidak dipaksa atau terikat untuk membuat sesuatu yang tidak akan
dipilihnya sendiri ataupun dicegah dari berbuat apa yang dipilihnya
sendiri. Oleh kehendak orang lain, Negara ataupun kekuasaan
apapun.3
Selain itu kebebasan meliputi segala macam kegiatan manusia,
yaitu kegiatan yang disadari, disengaja dan dilakukan demi suatu tujuan
yang selanjutnya disebut tindakan. Namun bersamaan dengan itu
manusia juga memiliki keterbatasan atau dipaksa menerimanya apa
adanya. Misalnya keterbatasan dalam menentukan jenis kelaminnya,
keterbatasan kesukuan kita, keterbatasan asal keturunan kita, bentuk
tubuh kita, dan sebagainya. Namun keterbatasan yang demikian itu
sifatnya fisik, dan tidak membatasi kebebasan yang sifatnya rohaniah.

1
Abuddin nata, Akhlak tasawuf, (Jakarta: Rajawali Pers, 2015), cet. 15, hlm. 109.
2
Abuddin nata, Akhlak tasawuf., hlm. 110.
3
Ahmad Charris Zubair, Kuliah Etika, (Jakarta: Rajawali Pers, 2007), cet. 1, hlm. 39-40.

3
Dengan demikian keterbatasan – keterbatasan tersebut tidak mengurangi
kebebasan kita.4
Dilihat dari sifatnya, kebebasan dapat dibagi menjadi tiga, yaitu :
1. Kebebasan Jasmaniyah
Kebebasan jasmaniah merupakan kebebasan dalam mengerakkan dan
mempergunakan anggota badan yang dimiliki. Dan jika dijumpai
adanya batas-batas jangkauannya yang dapat dilakukan anggota
badan kita, hal itu tidak mengurangi kebebasan, melainakan
menentukan sifat dari kebebasan itu.
2. Kebebasan kehendak (rohaniah)
Kebebasan kehendak (rohaniah) merupakan kebebasan untuk
menghendaki sesuatu. Jangkauan kebebasan kehendak adalah sejauh
jangkauan kemungkinan untuk berfikir, karena manusia dapat
memikirkan apa saja dan dapat menghendaki apa saja.
3. Kebebasan Moral
Dalam arti luas berarti tidak adanya macam – macam ancaman,
tekanan, larangan dan tidak sampai berupa paksaan fisik. Dan dalam
arti sempit berarti tidak adanya kewajiban, yaitu kebebasan berbuat
apabila terdapat kemungkinan – kemungkinan untuk bertindak.5
Manusia dalam bertindak yaitu melakukan sesuatu dengan
sengaja, dengan maksud dan tujuan tertentu. Kebebasan mengandung
kemampuan khusus manusiawi untuk bertindak, yaitu dengan
menentukan sendiri apa yang mau dibuat berhadapan dengan macam-
macam unsur. Manusia bebas berarti manusia dapat menentukan sendiri
tindakannya. Dengan demikian kebebasan ternyata merupakan tanda dan
ungkapan martabat manusia, sebagai satu-satunya makhluk yang tidak
hanya ditentukan dan digerakkan, melainkan yang dapat menetukan
dunianya dan dirinya sendiri.6

4
Abuddin nata, Akhlak tasawuf., hlm. 113
5
Abuddin nata, Akhlak tasawuf., hlm. 111.
6
Ahmad Charris Zubair, Kuliah Etika, hlm. 43.

4
B. Tanggung Jawab
Selanjutnya kebebasan sebagaimana disebutkan di atas itu
ditantang jika berhadapan dengan kewajiban moral. Sikap moral yang
dewasa adalah sikap bertanggung jawab. Tak mungkin ada tanggung
jawab tanpa ada tanggung jawab. Disinilah letak hubungan kebebasan
dan tanggung jawab.7
Dalam kerangka tanggung jawab ini, kebebasan mengandung arti:
(1) Kemampuan untuk menentukan dirinya sendiri, (2) Kemampuan
untuk bertanggung jawab, (3) Kedewasaan manusia, dan (4) Keseluruhan
kondisi yang memungkinkan melakukan tujuan hidupnya.8
Tanggung jawab dapat terbagi menjadi beberapa ruang lingkup,
diantaranya :
1. Tanggung Jawab Agama.
Manusia lahir dengan dibekali oleh Allah SWT berbagai potensi
yang dimilikinya, potensi tersebut diberikan Allah agar manusia
mampu menjadi khalifah (wakil) Allah dimuka bumi. Potensi
tersebut diberikan sebagai alat untuk mengurus alam dan seisinya dan
agar manusia senantiasa menyembah Allah. Potensi tersebut, tidak
diberikan dengan gratis dan tanpa pengawasan, melainkan agar
dimintai pertanggungjawabannya. Tentang bentuk
pertanggungjawabannya perbuatan manusia tersebut, tercantum pada
firman Allah:

)٨( ‫ث ُ َّم لَت ُ ْسأَلُ َّن يَ ْو َمئِ ٍذ َع ِن النَّ ِع ِيم‬


Artinya: “ Kemudian akan ditanya pada hari itu (kiamat) akan
nikmat-nikmat (yang telah dianugerahkan kepadanya).” (QS. At-
Takatsur: 8)9
2. Tanggung Jawab Sosial
Manusia sebagai makhluk sosial, yaitu makhluk yang tidak bisa
hidup sendiri. Dalam kehidupan bermasyarakat tentu ada suatu aturan

7
Abuddin Nata, Akhlak tasawuf., hlm. 113
8
Abuddin Nata, Akhlak tasawuf., hlm. 113
9
QS. At- Takatsur: 8

5
yang harus dipatuhi oleh semua anggotanya. Peraturan tersebut
merupakan wujud tanggung jawab perseorangan terhadap lingkungan
sosialnya yang bertujuan untuk ketertiban dan kemamukmaran serta
menciptakan kedamaian dan kesejahteraan dalam masyarakat
tersebut.
3. Tanggung Jawab Akhlak (sosial)
Fitrah manusia adalah cenderung kepada kebaikan, dan
tanggung jawab merupakan bagian dari fitrah manusia. Oleh karena
itu, perbuatan buruk merupakan sesuatu yang bertentangan dengan
moralitas manusia.
4. Tanggung Jawab Hati Nurani
Hati nurani diartikan sebagai kekuatan yang memperingatkan
manusia dan mencegahnya unutk berbuat buruk. Tanggung jawab
terhadap hati nurani berbentuk keinginan untuk selalu mengikuti
kehendak hati untuk melakukan kebaikan. Bila tindakan seseorang
berlawanan dengan hati nuraninya maka sudah pasti hidupnya dalam
kegelisahan.
5. Tanggung Jawab Amal Perbuatan
Setiap perbuatan manusia betapapun kecilnya pasti ada
pertanggung jawabannya. Baik secara langsung ataupun tidak
langsung.
Dengan demikian, tanggung jawab dalam kerangka akhlaq adalah
bahwa keyakinan tindakannya itu baik. Uraian tersebut menunjukkan
bahwa tanggung jawab erat kaitannya dengan kesengajaan atau perbuatan
yang dilakukan dengan kesadaran. Orang yang melakukan perbuatan tapi
dalam keadaan tidur atau mabuk dan semacamnya tidak dapat dikatakan
sebagai perbuatan yang dapat dipertanggungjawabkan, karena perbuatan
tersebut dilakukan bukan karena pilihan akalnya yang sehat. Selain itu
tanggung jawab juga erat hubungannya dengan hati nurani atau intuisi
yang ada dalam diri manusia yang dapat menyuarakan kebenaran.
Seseorang baru dapat disebut bertanggung jawab apabila secara intuisi

6
perbuatannya itu dapat dipertanggungjawabkan pada hati nurani dan
kepada masyarakat pada umumnya.10

C. Hati Nurani
Hati nurani didalam bahasa barat dikenal dengan istilah :
Conscience, Conscientia, Gewissen, Geweten. Conscientia (Latin)
merupakan terjemahan dari Suneidesis (Yunani), yang arti umumnya
“sama-sama mengetahui perbuatanorang lain”. Jadi Suneidesis itu di
tujukan kepada perbuatan sendiri, maka Suneidesis dapat diterjemahkan
dengan “sadar akan” (perbuatannya sendiri).11
Hati nurani atau intuisi merupakan tempat dimana manusia dapat
memperoleh saluran ilham dari Tuhan. Hati nurani ini diyakini selalu
cenderung kepada kebaikan dan tidak suka pada keburukan. Atas dasar ini
muncullah paham intuisisme yaitu paham yang mengatakan bahwa
perbuatan yang baik adalah yang sesuai dengan kata hati, sedangkan
perbuatan yang buruk adalah yang tidak sejalan dengan kata hati atau hati
nurani.12
Karena sifatnya yang demikian itu, maka hati nurani harus
menjadi salah satu dasar pertimbangan dalam melaksanakan kebebasan
yang ada dalam diri manusia, yaitu kebebasan yang tidak menyalahi atau
membelenggu hati nuraninya, karena kebebasan yang demikian itu pada
hakikatnya adalah kebebasan yang merugikan secara moral.13

D. Hubungan antara Kebebasan, Tanggung jawab, dan Hati Nurani


dengan Akhlaq
Suatu perbuatan baru dapat dikategorikan sebagai perbuatan
akhlaki atau perbuatan yang dapat dinilai berakhlak, apabila perbuatan
tersebut dilakukan atas kemauan sendiri, bukan paksaan dan bukan pula
dibuat-buat dan dilakukan dengan tulus ikhlas. Dengan demikian,

10
Abuddin Nata, Akhlak tasawuf., hlm. 114
11
Ahmad Charris Zubair, Kuliah Etika, hlm. 53.
12
Abuddin Nata, Akhlak tasawuf, hlm. 114.
13
Abuddin Nata, Akhlak tasawuf., hlm. 114

7
perbuatan yang berakhlak adalah perbuatan yang dilakukan dengan
sengaja secara bebas. Disinilah letak hubungan antara kebebasan dengan
perbuatan akhlak.
Selanjutnya perbuatan akhlak juga harus dilakukan atas kemauan
sendiri dan bukan paksaan. Perbuatan yang seperti inilah yang dapat
dimintakan pertanggung jawabannya dari orang yang melakukannya.
Disinilah letak hubungan tanggung jawab dengan akhlak.
Dalam pada itu perbuatan akhlak juga harus muncul dari
keikhlasan hati yang melakukannya, dan dapat dipertanggungjawabkan
kepada hati sanubari, maka hubungan akhlak dengan kata hati menjadi
demikian penting.
Dengan demikian, masalah kebebasan, tanggung jawab, dan hati
nurani adalah merupakan faktor dominan yang menentukan suatu
perbuatan dapat dikatakan sebagai perbuatn akhlaki. Disinilah letak
hubungan fungsional antara kebebasan, tanggung jawab, dan hati nurani
dengan akhlak. Karenanya dalam membahas akhlak seorang tidak dapat
meninggalkan pembahasan mengenai kebebasan, tanggung jawab, dan
hati nurani.

III. KESIMPULAN
1. Kebebasan merupakan hak seseorang untuk berekspresi dan melakukan
segala sesuatu sesuai kehendaknya tanpa ada tekanan dari pihak lain
namun tetap pada batas-batas tertentu. Kebebasan menurut sifatnya
dibedakan menjadi 3: kebebasan jasmaniah, kebebasab kehendak dan
kebebasan moral.
2. Tanggung jawab adalah sikap dimana seseorang dapat dimintai penjelasan
mengenai apa yang telah diperbuat, tidak hanya menjawab tapi juga tidak
mengelak.
3. Hati nurani merupakan perasaan/ suara hati manusia yang menjadi dasar
pertimbangan mereka dalam melakukan suatu tindakan, dimana perbuatan
tersebut cenderung kepada kebaikan. Namun tidak selamanya hati nurani

8
berkata benar, meskipun begitu manusia cenderung untuk tetap menaati
apa yang menjadi keyakinannya dalam hati mereka.
4. Hubungan antara kebebasan, tanggung jawab dan hati nurani dengan
akhlak sangatlah jelas dan terikat. Kebebasan muncul karena adanya
keinginan dari hati nurani untuk melakukan sesuatu, perbuatan yang
sesuai hati nurani dan cenderung pada kebaikan disebut sebagai perbuatan
akhlaki. Perbuatan sekecil apapun akan memiliki konsekuensi yang
kemudian mengharuskan pelaku bertanggung jawab atas apa yang
diperbuat, entah itu merugikan atau menguntungkan. Tidak akan ada
tanggung jawab tanpa adanya kebebasan yang bersumber dari hati nurani.

IV. DAFTAR PUSTAKA


Nata, Abuddin. 2015. Akhlak Tasawuf. Jakarta: Rajawali Pers

Zubair, Achmad Charris. 2007. Kuliah Etika. Jakarta: Rajawali Pers.

Anda mungkin juga menyukai