Anda di halaman 1dari 11

UPAYA PENINGKATAN SUMBER DAYA INSANI DALAM

MENINGKATKAN KUALITAS PELAYANAN


DI BMT UGP WONOGIRY
TAHUN 2018

PROPOSAL

FAKULTAS SYARIAH DAN EKONOMI ISLAM


PROGRAM STUDI D.III PERBANKAN SYARIAH

Di Susun Oleh :

TITO UJI ROHANI


NPM. 161120054

INSTITUT AGAMA ISLAM MA’ARIF NU


METRO LAMPUNG
1439 H/ 2018 M

i
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pembangunan nasional dengan tujuan untuk mewujudkan masyarakat

yang adil dan makmur, baik materiil maupun spirituil yang berdasarkan

Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Guna mencapai tujuan tersebut,

pelaksanaan pembangunan harus senantiasa memperhatikan keserasian,

keselarasan, dan keseimbangan berbagai unsur pembangunan, termasuk

dibidang ekonomi dan keuangan.

Selain itu peran serta masyarakat dalam pembangunan merupakan salah

satu kunci dalam mengacu pertumbuhan perekonomian. Peran serta

masyarakat ini dapat melalui upaya untuk terus meningkatkan tabungan

maupun melalui berbagai kegiatan ekonomi produktif, baik dalam proses

poduksi, distribusi maupun dalam konsumsi nasional. Dalam Islam, manusia

diwajibkan untuk berusaha agar ia mendapatkan rezeki guna memenuhi

kehidupannya. Manusia dapat bekerja apa saja yang penting tidak melanggar

larangan-larangan Allah SWT. Ia bisa melakukan aktivitas produksi, seperti

pertanian, perkebunan dan pertenakan dan lain sebagainya. Ia juga dapat

melakukan aktivitas distribusi seperti perdagangan atau bidang jasa seperti

transportasi, kesehatan dan sebagainya.

Untuk melakukan usaha-usaha tersebut diperlukan modal, adakah orang

mendapatkan modal dari simpanannya atau keluarganya, adapula yang

1
meminjam kepada rekan-rekannya, jika tidak ada maka peran institusi

kuangan sangat penting karena dapat menyediakan modal bagi yang ingin

berusaha. Seiring dengan inilah, maka berbagai lembaga keuangan baik bank

maupun non bank mulai tumbuh dan berkembanga secara pesat di Indonesia,

baik yang dikelola secara formal maupun informal. Sebagai institusi bisnis

lembaga keuangan ini tidak lepas dari motif laba. Tujuan maksimum laba

inilah, lembaga keuangan konvensional banyak yang menerapkan kebijakan

bunga.

Menurut Kasmir bunga bank dapat diartikan “sebagai balas jasa yang
diberikan oleh bank yang berdasarkan prinsip konvensional kepada
nasabah yang membeli atau menjual produknya. Bunga juga dapat
diartikan sebagai harga yang harus dibayar kepada nasabah (yang
memiliki simpanan) dengan yang harus dibayar oleh nasabah kepada
bank (nasabah yang memperoleh pinjaman)”.1

Dampak negatif penerapan bunga dibidang sosial kemasyarakatan

adalah timbulnya nilai-nilai ketidakadilan dalam masyarakat, karena bunga

yang dibayarkan pada dasarnya bertentangan dengan nilai-nilai keadilan

dalam masyarakat. Misalnya apabila seseorang mengambil pinjaman tersebut

untuk modal/investasi usaha, maka bunga atas modal tersebut akan menjadi

beban tetap yang berdampak pada biaya tinggi, hal ini tidak adil karena jika

usaha yang dibiayai ternyata merugi, maka kreditor tidak menanggung resiko

dan tetap diuntungkan, sementara peminjam menanggung kerugiannya sendiri.

Adanya masalah ketidakadilan dalam penerapan bunga tersebut memicu

berdirinya bank syari’ah yang menerapkan sistem syari’ah yang aman dari

sistem bunga.
1
Kasmir, Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya, (PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta,
2015). h. 114

2
Perbankan syari’ah pada dasarnya merupakan pengembangan dari

konsep ekonomi Islam, terutama dalam bidang keuangan. Perbankan Syari’ah

dalam peristilahan internasional dikenal sebagai Islamic Banking. Bank

Syari’ah pada awalnya dikembangkan sebagai suatu respons dari kelompok

ekonom dan praktisi perbankan muslim yang berupaya mengakomodasi

desakan dari berbagai pihak yang menginginkan agar tersedianya produk

pembiayaan dan jasa keuangan yang dilaksanakan sejalan dengan nilai moral

dan prinsip-prinsip Syari’ah Islam. Utamanya adalah yang berkaitan dengan

pelanggaran praktek riba.

Riba dapat timbul dalam pinjaman (riba dayn) dan dapat pula timbul
dalam perdagangan (riba bai’). Riba bai’ terdiri dari dua jenis, yaitu
riba karena pertukaran barang sejenis, tetapi jumlahnya tidak seimbang
(riba fadl), dan riba karena pertukaran barang sejenis dan jumlahnya
dilebihkan karena melibatkan jangka waktu (riba nasiah). Sedangkan
riba day berarti tambahan, yaitu pembayaran premi atas setiap jenis
pinjaman dalam transaksi utang-piutang maupun perdagangan yang
harus dibayarkan oleh peminjam kepada pemberi pinjaman di samping
pengembalian pokok, yang ditetapkan sebelumnya. Secara teknis, riba
berarti pengambilan tambahan harta pokok atau modal secara bathil.2

Selain hal tersebut diatas, “bank syariah juga harus merefleksikan

fungsinya sebagai pengelola dana zakat, dan dana-dana amal lainnya termasuk

dana qard hasan. Sementara itu, pada aspek pengenalan (recognition),

pengukuran (measurement), dan pencatatan (recording) setiap transaksi pada

sistem akuntansi bank syariah terdapat kesamaan dengan proses-proses yang

terjadi pada sistem perbankan konvensional”.3

Menurut Kasmir bahwa “dalam perkembangan selanjutnya kehadiran


Bank Syari’ah di Indonesia khususnya cukup menggembirakan. Di
samping BMI, saat ini juga telah lahir Bank Syari’ah milik pemerintah
2
Ascarya, Akad & Produk Bank Syariah, (PT. Rajagrafindo Persada, Jakarta, 2011), h. 13
3
Zainuddin Ali, Hukum Perbankan Syariah, (Sinar Grafika, Jakarta, 2010), h. 2

3
seperti Bank Syari’ah Mandiri (BSM). Kemudian berikutnya berdiri
Bank Syari’ah sebagai cabang dari bank konvensional yang sudah ada,
seperti, Bank BNI, Bank IFI, dan BPD Jabar. Bank-Bank Syari’ah lain
yang direncanakan akan membuka cabang adalah BRI, Bank Niaga, dan
Bank Bukopin”.4

Peran BMT merupakan “balai usaha mandiri terpadu yang isinya

berintikan lembaga bait al-mal wa al-tamwil, yakni merupakan lembaga usaha

masyarakat yang mengembangkan aspek-aspek produksi dan investasi untuk

meningkatkan kualitas kegiatan ekonomi dalam skala kecil dan menengah”.5

Kehadiran BMT diharapkan dapat membantu menyelesaikan

permasalahan yang ada di masyarakat. BMT memiliki banyak keunggulan

dalam meningkatkan kemakmuran rakyat jika dikelola secara profesional.

Dalam memberikan modal usaha BMT tidak hanya sekedar memberikan

pembiayaan dan menagih saja, tetapi BMT juga bertanggung jawab agar usaha

tersebut tidak mengalami kerugian.

Allah SWT berfirman QS. Al-Baqarah ayat 261:

        


         
       
Artinya: Perumpamaan orang yang menafkahkan hartanya di jalan
Allah seperti sebutir biji yang menumbuhkan tujuh tangkai, pada setiap
tangkai ada seratus biji. Allah melipatgandakan bagi siapa yang Dia
kehendaki, dan Allah Mahaluas, Maha Mengetahui. (QS. Al-Baqarah: 261)6

Dan hadits Nabi Muhammad SAW sebagai berikut:

47
Kasmir, Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya., h. 165
5
Ahmad Hassan Ridwan, BMT & Bank Islam Instrumen Lembaga Keuangan Syari’ah,
(Pustaka Bani Quraisy, Bandung, 2004), h. 29.
6
Kementerian Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, (Direktorat Jenderal Bimbingan
Masyarakat Islam Direktorat Urusan Agama Islam dan Pembinaan Syariah, Jakarta. 2012), h. 55

4
: ‫ص لَّي اهللُ َعلَْي ِه َو َس لَّ َم‬ ِ
َ ‫ال َر ُس ْو ُل اهلل‬ َ َ‫َع ْن اَيِب ُهَر ْي َر َة َر ِض َي اهللُ َعْن هُ ق‬
َ َ‫ ق‬:‫ال‬
‫ فَِإ َذا َخ ا َن‬، ُ‫احبَه‬ ِ ‫الش ِري َك ِ م امَل خَيُن َأح ُدمُه ا ص‬ ِ
َ َ َ ْ ْ َ ‫ث َ ْ نْي‬ ُ ‫قال اهلل َعَز َو َج َّل َأنَا ثَال‬
)‫ت ِم ْن َبْينِ ِه َما (رواه ابو داود وصححه احلاكم‬ ُ ‫َخَر ْج‬
Artinya: Dari Abu Hurairah ra bahwa Rosulullah SAW bersabda,
“Aku Berfirman, Aku menjadi orang ketiga dari dua orang yang bersekutu
selama salah seorang dari mereka tidak berkhianat kepada temannya. Jika
ada yang berkhianat, aku keluar dari (persekutuan) mereka‟.”.(diriwayatkan
oleh Abu Dawud dan dinilai shahih oleh Al-Hakim)7
BMT bersifat usaha bisnis, mandiri ditumbuhkembangkan secara

swadaya dan dikelola secara profesional. Aspek Baitul Maal, dikembangkan

untuk kesejahteraan anggota terutama dengan penggalangan dana ZISWA

(Zakat, Infaq, Sedekah, Wakaf) seiring dengan penguatan profesional menjadi

kata kunci dalam mengelola BMT.

Sifat BMT yang berorientasi pada bisnis dimaksudkan supaya

pengelolaan BMT dapat dijalankan secara profesional, sehingga mencapai

tingkat efisiensi yang tinggi. Aspek bisnis BMT menjadi kunci sukses

mengembangkan BMT. Dari sinilah BMT akan mampu memberikan bagi

hasil yang kompetitif kepada para Shohibul Maal serta mampu meningkatkan

kesejahteraan para pengelolanya sejajar dengan lembaga lain.

Sedangkan aspek sosial BMT berorientasi pada peningkatan kehidupan

anggota yang tidak mungkin dijangkau dengan prinsip bisnis. Pada tahap

awal, kelompok anggota ini diberdayakan dengan stimulan dana zakat, infaq,

dan sedekah, kemudian setelah dinilai mampu harus dikembangkan usahanya

dengan dana bisnis atau komersial.

7
A. Hassan, Tarjamah Bulughul Maram, (Diponegoro, Bandung. 2011) h. 391

5
BMT berasaskan pancasila dan UUD ’45 serta berlandaskan prinsip

syari’ah Islam, keimanan, keterpaduan, kekeluargaan atau koperasi,

kebersamaan, kemandirian, dan profesionalisme dengan demikian keadaan

keberadaan BMT menjadi organisasi yang sah dan legal. Sebagai lembaga

keuangan syari’ah, BMT harus berpegang teguh pada prinsip-prinsip syari’ah.

Keimanan menjadi landasan atas keyakinan untuk mampu tumbuh dan

berkembang. Keterpaduan mengisyaratkan adanya harapan untuk mencapai

sukses di dunia dan akherat juga keterpaduan antara sisi maal dan tamwil

(sosial dan bisnis), juga keterpaduan antara fisik dan mental, rohaniyah dan

jasmaniah. Kekeluargaan dan kebersamaan berarti upaya untuk mencapai

kesuksesan tersebut diraih secara bersama baik antar pengurus dan pengelola

maupun dengan anggota. Kemandirian BMT tidak dapat hidup hanya dengan

bergantung pada uluran tangan atau fasilitas pemerintah, tetapi harus

berkembang dari meningkatnya partisipasi anggota dan masyarakat, untuk

itulah pola pengelolaannya harus profesional.

Dalam perkembangannya BMT yang telah banyak hampir di seluruh

tempat, pada khususnya di beberapa pelosok Wilayah Wonogiry, yang salah

satunya adalah BMT UGP Wonogiry. Faktor yang bisa menyatakan bahwa

BMT UGP Wonogiry berkembang dan berhasil yaitu dengan banyaknya

nasabah yang menggunakan layanan di BMT UGP Wonogiry tersebut, yang

sejak berdiri terdiri dari 927 nasabah dan sampai saat ini telah mencapai 2.373

nasabah dan mereka merasa puas dengan layanan yang diterima dari BMT

tersebut. Namun kepuasan nasabah yang menggunakan layanan di BMT

6
tersebut bergantung pada perkiraan kinerja produk dalam memberikan nilai

relatif terhadap nasabah. Jika kinerja produk lebih tinggi dari harapan nasabah

akan merasa terpuaskan. Kualitas Pelayanan yang optimal tergantung pada

tingkat sumber daya insani dalam mengelola dan menjalankan lembaga

tersebut.

Sumber daya insani atau bisa juga disebut dengan sumber daya manusia

dalam bahasa Inggris disebut Human Capital yang artinya “keahlian,

kemampuan atau kesanggupan yang dimiliki seseorang yang dapat

memberikan kontribusi dalam suatu aktivitas yang produktif dengan tujuan

kemakmuran bersama”.8

Sumber daya manusia adalah seluruh kemampuan atau potensi

penduduk yang berada di dalam suatu wilayah tertentu beserta karakteristik

atau ciri demografis, sosial maupun ekonominya yang dapat dimanfaatkan

untuk keperluan pembangunan. Jadi membahas sumber daya manusia berarti

membahas penduduk dengan segala potensi atau kemampuannya. Potensi

manusia menyangkut dua aspek yaitu aspek kuantitas dan kualitas.

Karakteristik demografi merupakan aspek kuantitatif sumber daya manusia

yang dapat digunakan untuk menggambarkan jumlah dan pertumbuhan

penduduk, penyebaran penduduk dan komposisi penduduk.

Sedangkan yang dimaksud dengan kualitas pelayanan, Kotler

mendefinisikan pelayanan atau service yang dikutip oleh Malayu Hasibuan

yaitu “setiap kegiatan atau manfaat yang dapat diberikan suatu pihak kepada

8
Safuan Alfandi & Nurmadi H. Sumarta, Kamus Ekonomi Edisi Lengkap Inggris-
Indonesia, (Solo: Sendang Ilmu, tt)., h. 366

7
pihak lainnya yang pada dasarnya tidak berwujud dan tidak pula berakibat

pemilikan sesuatu dan produksinya dapat atau tidak dapat dikaitkan dengan

suatu produk fisik”.9

Sedangkan Quality atau kualitas dari pelayanan tersebut dapat


didefinisikan sebagai berikut “keseluruhan ciri serta sifat dari suatu
produk atau pelayanan yang berpengaruh pada kemampuannya untuk
memuaskan kebutuhan yang dinyatakan atau yang tersirat. Kualitas
total (total quality) adalah kunci menuju penciptaan nilai (value
creaton) dan kepuasan nasabah (customer value)”.10

Karakteristik sosial dan ekonomi berhubungan dengan kualitas (mutu)

sumber daya manusia. Keberhasilan pembangunan yang dilaksanakan oleh

suatu negara, sangat ditentukan oleh kualitas sumber daya manusia yang ada

baik secara fisik maupun mental. Sumber daya manusia atau penduduk

menjadi aset tenaga kerja yang efektif untuk menciptakan kesejahteraan.

Kekayaan alam yang melimpah tidak akan mampu memberikan manfaat yang

besar bagi manusia apabila sumber daya manusia yang ada tidak mampu

mengolah dan memanfaatkan kekayaan alam yang tersedia. Demikianlah kita

harus memahami betapa pentingnya mengupayakan agar sumber daya alam

berkualitas tinggi sehingga tidak menjadi beban bagi pembangunan.

Perkembangan BMT ini tentunya juga harus diikuti dan didukung oleh

sumber daya insani yang memadai baik dari segi kualitas maupun

kuantitasnya. Namun, realitasnya yang ada menunjukan bahwa masih banyak

sumber daya insani yang selama ini terlibat di institusi syari’ah tidak memiliki

pengalaman praktis dalam Islamic Banking. Tentunya kondisi ini cukup

9
Malayu S.P. Hasibuan, Dasar-Dasar Perbankan, (Jakarta: Bumi Aksara, 2015), h. 152
10
Herry Sutanto & Khaerul Umam, Manajemen Pemasaran Bank Syariah, (Bandung:
Pustaka Setia, 2013), h. 278-279

8
signifikan memengaruhi produktifitas dan profesionalisme BMT itu sendiri.

Prospek perkembangan lembaga keuangan syariah untuk mampu bersaing

dengan dengan lembaga keuangan konvensional yang telah lebih dahulu

mapan dan berpengalaman dalam kinerja perbankan harus berorientasi pada

profesionalisme sumber daya insani yang ada. Kemudian muncul pertanyaan

bagaimana upaya yang dilakukan untuk meningkatkan sumber daya insani

yang ada di BMT UGP Wonogiry?

Berdasarkan latar belakang masalah yang diuraikan di atas, penulis

terdorong untuk mengkaji atau menulis Tugas Akhir dengan judul “Upaya

Peningkatan Sumber Daya Insani dalam Meningkatkan Kualitas

Pelayanan di BMT UGP Wonogiry Tahun 2018”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah dan fokus masalah di atas, penulis

menemukan adanya permasalahan di dalam menigkatkan sumber daya

manusia. Oleh karena itu peneliti merumuskan permasalahan yaitu:

“Bagaimana Upaya Peningkatan Sumber Daya Insani dalam Meningkatkan

Kualitas Pelayanan di BMT UGP Wonogiry Tahun 2018?”

C. Tujuan Penelitian

Suatu usaha yang tidak mempunyai tujuan tidaklah mempunyai arti apa-

apa. Oleh karena itu sulit sekali mendapatkan contoh yang tidak bertujuan.

Tidak ada satupun usaha yang tidak memiliki tujuan. Demikian pula dalam

penelitian ini juga terkandung tujuan yang hendak dicapai yaitu untuk

9
mengetahui Upaya Peningkatan Sumber Daya Insani dalam Meningkatkan

Kualitas Pelayanan di BMT UGP Wonogiry Tahun 2018.

D. Manfaat Penelitian

1. Teoritis

a. Dijadikan referensi lebih lanjut bagi penelitian selanjutnya mengenai

Lembaga Keuangan Syariah terhadap Upaya Peningkatan Sumber

Daya Insani dalam Meningkatkan Kualitas Pelayanan di BMT UGP

Wonogiry Tahun 2017.

b. Menambah wawasan bagi yang membacanya tentang lembaga

keuangan Syariah khususnya tentang manajemen Sumber Daya Insani.

c. Menambah informasi tentang produk-produk apa saja yang ada pada

BMT UGP Wonogiry.

2. Praktis

Manfaat dari penelitian ini secara praktis adalah diharapkan semoga

penelitian ini dapat menjadi salah satu sumber informasi yang akurat dan

saran bagi Lembaga Keuangan Syariah mengenai manajemen Sumber

Daya Insani.

10

Anda mungkin juga menyukai