Anda di halaman 1dari 8

Heri Sudarsono, Bank dan Lembaga Keuangan Syariah, (Jakarta: Fakultas ekonomi, 2005), hlm.

25 2 Andri
Soemitro, Lembaga Keuangan Syariah, (Jakarta: Kencana, 2014), hlm.205
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Lembaga Keuangan Syariah mempunyai kedudukan yang sangat penting sebagai lembaga
ekonomi yang berbasis syariah di tengah proses pembangunan nasional. Berdirinya Lembaga
Keuangan Syariah merupakan implementasi dari pemahaman umat Islam terhadap prinsip-
prinsip dalam hukum ekonomi Islam. Lembaga Keuangan Syariah adalah lembaga keuangan
yang menjalankan kegiatannya dengan berlandaskan prinsip syariah Islam.1 Konsep yang
digunakan dalam transaksi lembaga keuangan syariah berdasarkan prinsip kemitraan bagi hasil,
jual beli atau sewa-menyewa guna transaksi komersial dan pinjam-meminjam sebagai transaksi
sosial. Lembaga Keuangan Syariah mempunyai prinsip-prinsip dasar seperti larangan
menerapkan bunga pada semua bentuk transaksi, menjalankan aktivitas bisnis dan
perdagangan berdasarkan pada kewajaran dan keuntungan yang halal, pengeluaran zakat di
setiap hasil transaksinya, larangan menjalankan monopoli, dan membangun masyarakat melalui
aktivitas bisnis dan perdagangan yang tidak dilarang Islam. Lembaga Keuangan Syariah terdiri
dari bank dan non bank. Bank adalah suatu lembaga usaha keuangan yang bertugas
menghimpun dan menyalurkan dana kepada masyarakat serta memberikan pelayanan-
pelayanan yang berkaitan dengan keuangan lainnya sebagai profit dan membantu masyarakat
meningkatkan taraf 1 Andri Soemitro, Lembaga Keuangan Syariah, (Jakarta: Kencana, 2014),
hlm.205 hidup secara merata.3 Non Bank adalah lembaga keuangan yang memberikan jasajasa
keuangan dan menarik dana dari masyarakat secara tidak langsung. Seperti asuransi, BMT,
pasar modal, pegadaian dan lain sebagainya. Persamaan bank dan non bank yakni, sama-sama
mengelola uang yang sumbernya dari dana masyarakat dan kemudian disalurkan kembali
kepada masyarakat untuk kegiatan produktif yang disajikan dalam bentuk berbagai produk atau
jasa keuangan yang ditawarkan masing-masing lembaga.

Heri Sudarsono, Bank dan Lembaga Keuangan Syariah, (Jakarta: Fakultas ekonomi, 2005), hlm.25 2 Andri
Soemitro, Lembaga Keuangan Syariah, (Jakarta: Kencana, 2014), hlm.205
BAB II

A. Pengertian Lembaga Keuangan Syariah


Dalam pandangan konvensionalnya, lembaga keuangan adalah badan usaha yang kekayaan utama
berbentuk aset keuangan, memberikan kredit dan menanamkan dananya dalam surat berharga, serta
menawarkan jasa keuangan lain seperti simpanan, asuransi, investasi, pembiayaan, dan lain-lain. Menurut
Warde , tidak ada satu definisi pun yang dapat menjelaskan pengertian lembaga keuangan secara
sempurna dalam pandangan syariah. Akan tetapi, Warde memberikan beberapa kriteria tentang sebuah
lembaga keuangan yang berbasis syariah, yaitu : lembaga keuangan milik umat Islam, melayani umat
Islam, ada dewan syariah, merupakan anggota organisasi Internasional Association of Islamic Banks
(IAIB) dan sebagainya. Dari penjelasan di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa sebuah lembaga
keuangan syariah adalah lembaga, baik bank maupun non-bank, yang memiliki spirit Islam baik dalam
pelayanan maupun produk-produknya, dalam pelaksanaannya diawasi oleh sebuah lembaga yang disebut
Dewan Pengawasan Syariah. Dari pengertian ini dapat disimpulkan bahwa lembaga keuangan syariah
mencakup semua aspek keuangan baik persoalan perbankan maupun kerjasama pembiayaan, keamanan
dan asuransi perusahaan, dan lain sebagainya yang berlangsung di luar konteks perbankan.

a). Sejarah Lembaga Keuangan Syariah


Diskusi mengenai sejarah LKS tidak bisa dilepaskan dari pembahasan mengenai kemunculan
perbankan syariah yang merupakan embrio dari LKS di seluruh dunia pada era 1940-an. Ide-ide tentang
LKS atau bank yang bebas bunga sudah mulai bermunculan. Ide-ide tersebut dilontarkan oleh beberapa
pemikir Islam dalam beberpa tulisan mereka tentang perbankan syariah, seperti Muhammad
Hamidullah (1944-1962), Anwar Qureshi (1946), Naiem Siddiq (1948) dan Mahmud Ahmad (1962) serta
al-Mahdudi (1962) yang menulis kembali pemikiran tersebut secara lebih rinci. Kemunculan bank syariah
pada awalnya tercatat di Pakistan dan Malaysia sekitar tahun 1940, yang pada waktu itu adalah usaha
pengelolaan dana jamaah haji secara non-ribawi. Akan tetapi, pendirian Mit Ghamr Lokal Saving Bank
oleh Ahmad El-Najar yang dibantu oleh Raja Faisal dari Arab Saudi tercatat yang paling fenomenal.
Dalam jangka waktu empat thun Mit Ghmar berkembang dengan membuka sembilan cabang dengan
nasabah mencapai satu juta orang. Gagasan lain muncul dari konferensi negara-negara Islam se-dunia di
Kuala Lumpur pada tanggal 21-27 april 1969 yang diikuti oleh negara peserta. Di Indonesia sendiri sudah
muncul gagasan mengenai bank syariah pada pertengahan 1970 yang dibicarakan pada seminar
Indonesia –Timur Tengah pada tahun 1974 dan Seminar Internasional pada tahun 1976. Bank syariah
pertama di Indonesia adalah Bank Muamalat Indonesia (BMI) yang merupakan hasil kerja tim Perbankan
MUI yang ditandatangani pada tanggal 1 November 1991. Di belahan benua Eropa, Denmark tercatat
sebagai negara Eropa pertama yang mempunyai bank syariah, yaitu the Islamic Bank Internasional or
Denmark (1983). Pada tahun 1987, di Pasedena, Amerika Serikat berdiri suatu LKS yang bernama
American Finance House-Lariba. LKS ini mendapatkan izin operasi dari pemerintah negara bagian
Califonia sebagai perusahaan pembiayaan syariah. Lariba sendiri merupakan singkatan dari Los Angeles
Reliable Investment Bankers atau bermakna bankir investasi terpercaya Los Angeles. Kecuali di AS juga
terdapat sebuah konvensional yang membuka pelayanan syariah yaitu Devon Bank. Beberapa bank
lainnya yang membuka layanan syariah di Amerika yaitu Freddie Mac, University bank, dan Guidance
Residential.

b). Prinsip Operasi Lembaga Keuangan Syariah


Beberapa prinsip operasional dalam LKS adalah : 1. Keadilan, yaitu prinsip berbagi
keuntungan atas dasar penjualan yang sebenarnya berdasarkan konstribusi dan resiko masing-
masing pihak. 2. Kemitraan, yaitu prinsip kesetaraan diantara para pihak yang terlibat dalam
kerjasama. Posisi nasabah investor (penyimpanan dana), dan penggunaan dana, serta lembaga
keuangan itu sendiri, sejajar sebagai mitra usaha yang saling bersinergi untuk memperoleh
keuntungan. 3. Transpasi, dalam hal ini sebuah LKS diharuskan memberikan laporan keuangan
secara terbuka dan berkesinambungan kepada nasabah investor atau pihak-pihak yang terlibat
agar dapat mengetahui kondisi dana yang sebenarnya. 4. Universal, yaitu prinsip di mana LKS

Heri Sudarsono, Bank dan Lembaga Keuangan Syariah, (Jakarta: Fakultas ekonomi, 2005), hlm.25 2 Andri
Soemitro, Lembaga Keuangan Syariah, (Jakarta: Kencana, 2014), hlm.205
diharuskan memberikan suku, agama, ras, dan golongan dalam masyarakat dalam memberikan
layanannya sesuai dengan prinsip islam sebagai rahmatan lil alamin. Dalam operasionalnya LKS
juga harus memperhatikan kepada hal-hal berikut: Pembayaran terhadap pinjaman dengan nilai
yang berbeda dari nilai pinjaman dengan nilai ditentukan sebelumnya tidak diperbolehkan.
Pemberi dana harus turut berbagi keuntungan dan kerugian sebagai akibat hasil usaha institusi
yang meminjam dana. Islam tidak memperbolehkan “menghasilkan uang dari uang”. Uang
hanya merupakan media pertukaran dan bukan komoditas karena tidak memiliki nilai intrinsik.
Unsur gharar (ketidak pastian,spekulasi) tidak diperkenankan. Kedua belah pihak harus
mengetahui dengan baik hasil yang akan mereka peroleh dari sebuah transaksi. Investasi hanya
boleh diberikan kepada usaha-usaha yang tidak diharamkan dalam Islam sehingga usaha
minuman keras, misalnya, tidak boleh didanai oleh perbankan Syariah

B. Dasar Hukum Lembaga Keuangan Syariah


Lembaga keuangan dewasa ini menjadi instrumen penting dihampir seluruh Sistem
ekonomi dunia. Bunga yang telah menjadi kewajaran bahkan menjadi ciri khas perekonomian
modern. Bunga telah menjadi daya tarik tersendiri bagi masyarakat ekonomi untuk dinikmati
dan dimanfaatkan dalam proses pengaturan keuangan dan kegiatan bisnis. Lembaga keuangan
sebagai lembaga perantara, didesain sedemikian rupa untuk mengolah bunga supaya dapat
merangsang investasi. Fenomena ini telah menjadi ciri dan alat dari kehidupan bisnis dan
keuangan dalam rangka menggiatkan perdagangan, industry dan aktivitas ekonomi lainnya
diseluruh dunia. Di Indonesia, sebagai negara yang mayoritas penduduknya Islam maka
diharapkan munculnya lembaga keuangan yang Islami yaitu mengembangkan Sistem Lembaga
Keuangan Syari’ah secara lebih baik lagi. Pada dasarnya, Lembaga Keuangan Syari’ah
merupakan Sistem yang sesuai dengan ajaran agama Islam tentang larangan riba dan gharar.
Gagasan ekonomi Islam dimaksudkan sebagai alternatif terhadap ekonomi kapitalis dan sosialis
yang bukan saja tidak sejalan dengan ajaran Islam, tetapi juga gagal memecahkan problem
ekonomi untuk dunia ketiga. Sistem ekonomi Islam diharapkan mampu mencegah terjadinya
ketidakadilan dalam penerimaan dan pembagian sumbersumber materi agar dapat
memberikan kepuasan pada semua manusia dan memungkinkan mereka menjalankan
kewajiban kepada Allah dan masyarakat. Apabila diperhatikan teks hukum yang ada dalam
ketentuan syariat Islam, akan ditemukan beberapa lembaga dan instrument keuangan yang
secara garis besar dapat dikelompokan ke dalam: a. Kegiatan non bank b. Kegiatan perbankan
Yang termasuk dalam kategori nonbank di antaranya: a. Lembaga Zakat b. Lembaga Ijarah c.
Kafalah d. Salam e. Rahn f. Akad g. Warits h. Qiradh i. Syirkah, dan lain-lain

a.) Konsep Dasar hukum Keuangan Syariah


Hukum keuangan syariah ini merupakan sistem keuangan dalam melaksanakan ekonomi
syariah, yang dalam perspektif Islam diyakini apabila dilaksanakan dengan sungguh-sungguh
sesuai petujuk-Nya akan mendatang - kan kemaslahatan bagi bangsa dan negara yang
melaksanakannya. Dan ini sudah terbukti dinegara-negara yang konsekuen melaksanakannya
tidak pernah terjadi dilanda krisis ekonomi dan moneter sebagaimana negara-negara yang
menjalankan sistem ekonomi konvensional. Atau dengan kata lain ekonomi negara-negara yang
mejalankan ekonomi syariah ini cenderung lebih stabil. Hal ini disebabkan karena dalam sistem
ekonomi syariah itu memiliki karakteristik dan nilai-nilai yang fokus pada amar ma’ruf nahi
mungkar yang berarti mengerjakan yang benar dan meninggalkan yang dilarang. Sistem
ekonomi syariah yang dimaksud dapat dilihat dari empat sudut pandang yaitu ekonomi ilahiah
(Ke-Tuhanan), ekonomi akhlak, ekonomi kemanusiaan dan ekonomi keseimbangan

Heri Sudarsono, Bank dan Lembaga Keuangan Syariah, (Jakarta: Fakultas ekonomi, 2005), hlm.25 2 Andri
Soemitro, Lembaga Keuangan Syariah, (Jakarta: Kencana, 2014), hlm.205
(pertengahan).7 6 H.A.Djazuli dan Janwari, Ibid, hal 1. 7 Zainuddin Ali, Hukum Ekonomi Syariah,
Sinar Grafika, (Jakarta 2008, hal 3)

 CONTOH HUKUM LEMBAGA KEUANGAN SYARIAH DI ACEH:

Dasar Apa yang melandasi terbitnya Qanun Aceh No. 11 Tahun 2018 tentang Lembaga
Keuangan Syariah ?

Qanun ini merupakan tindak lanjut Qanun Aceh no. 8 Tahun 2014 tentang pokok-pokok syariat
islam yang secara tegas telah mewajibkan bahwa lembaga keuangan yang beroperasi di Aceh
wajib dilaksanakan berdasrkan prinsip Syari”ah

Kapan  Qanun Aceh No. 11 Tahun 2018 tentang Lembaga Keuangan Syariah mulai berlaku ?

Qanun ini berlaku sejak tanggal 4 Januari 2019 dimana Lembaga Keuangan yang beroperasi di
Aceh wajib menyesuaikan dengan Qanun ini paling lama 3 (tiga) tahun sejak Qanun ini
diundangkan

Qanun Aceh No. 11 Tahun 2018 tentang Lembaga Keuangan Syariah ini berlaku untuk siapa
saja?

 Setiap orang beragama Islam yang bertempat tinggal di Aceh atau Badan Hukum yang
melakukan transaksi keuangan di Aceh
 Setiap orang yang beragama Islam melakukan transaksi di Aceh
 Setiap orang yang beragama bukan Islam, Badan Usaha dan/atau Badan Hukum yang
melakukan transaksi keuangan dengan Pemerintah Aceh dan Kabupaten/Kota
 LKS yang menjalankan usaha di aceh
 LKS di luar Aceh yang berkantor pusat di Aceh

Lembaga Keuangan Syariah apa saja yang dimaksud ?

 Bank Syariah
 Lembaga Keuangan Non-Bank
 Lembaga keuangan lainnya

Heri Sudarsono, Bank dan Lembaga Keuangan Syariah, (Jakarta: Fakultas ekonomi, 2005), hlm.25 2 Andri
Soemitro, Lembaga Keuangan Syariah, (Jakarta: Kencana, 2014), hlm.205
BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN

A.Profil Lembaga Keuangan Syariah


Lembaga keuangan syariah dalam penelitian ini adalah Lembaga keuangan syariah yang
terdapat di Kecamatan Bantul yang berjumlah delapan lembaga keuangan syariah. Kedelapan
lembaga keuangan syariah tersebut adalah Bank BNI Syariah, Bank BRI Syariah, Bank Mandiri
Syariah, Bank Muamalat, BPRS BDW, BMT Al-Ikhlas, Tamzis, dan BMT Artha Amanah. Adapun
hal-hal yang berkaitan dengan lembaga keuangan syariah secara umum akan dilihat produk,
lokasi, brand image, dan keamanannya. Secara umum, produk yang ditawarkan oleh kedelapan
lembaga keuangan syariah tersebut adalah produk tabungan, pembiayaan, serta usaha dan
investasi syariah. Mayoritas produk tabungan yang ditawarkan oleh lembaga keuangan syariah
menggunakan akad wadi’ah (titipan). Sedangkan untuk pembiayaan, lembaga keuangan syariah
menawarkan beberapa jenis pembiayaan berupa pembiayaan untuk kepemilikan rumah dan
kendaraan yang menggunakan akad murabahah, pembiayaan pendidikan dan ibadah (haji dan
umrah) yang menggunakan akad ijarah. Untuk produk usaha dan investasi syariah, produk ini
dilakukan dengan sistem bagi hasil dengan akad mudharabah. Lembaga keuangan syariah yang
berada di Kecamatan Bantul pada umumnya sudah memiliki brand image tersendiri di kalangan
masyarakat sekitar. Beberapa lembaga keuangan syariah di Kecamatan Bantul adalah anak
perusahaan lembaga keuangan konvensional yang melebarkan usahanya di bidang jasa
keuangan syariah, seperti BRI Syariah, BNI Syariah dan Bank Mandiri Syariah, 39 Sedangkan
lembaga keuangan syariah yang lain merupakan murni lembaga keuangan syariah yang pada
mulanya sudah menggunakan prinsip dan sistem syariah untuk lembaganya, seperti BMT Artha
Amanah, Tamzis, BMT Al-Ikhlas, BPRS BDW dan Bank Muamalat Indonesia .

a). profil Petani Petani

dalam penelitian ini terdiri dari petani yang berada di dua desa yaitu Desa Palbapang dan Desa
Sabdodadi Kecamatan Bantul. Secara umum, mayoritas petani Kecamatan Bantul berusia di atas 50
tahun. Hal ini disebabkan karena sangat jarang tempat bekerja non pertanian yang mempercayakan
pekerjaan ataupun merekrut tenaga kerja yang berusia di atas 50 tahun, situasi seperti ini yang
mempengaruhi masyarakat yang berusia tua untuk bekerja di sektor pertanian. Selain itu, mayoritas
petani di Kecamatan Bantul adalah para petani yang berjenis kelamin laki–laki. Keberadaan petani laki–
laki tidak terlepas dari masih berpengaruhnya peran laki–laki sebagai penanggung jawab ekonomi
keluarganya, atau dengan kata lain, petani laki–laki memegang peranan penting dalam perekonomian
keluarga. Dari kegiatan perekonomiannya, petani di Kecamatan Bantul rata–rata mengungkapkan
penghasilannya cukup untuk menghidupi keluarganya serta untuk membiayai kembali kegiatan usaha
taninya. Penghasilan petani Kecamatan Bantul yang dikatakan cukup ini sangatlah dipengaruhi oleh
modal utama usaha taninya, yaitu lahan. Realitas di lapangan menunjukkan bahwa semua petani di
wilayah ini menguasai lahan dengan luasan mulai dari 0,10 Ha sampai dengan 1 Ha. Semakin besar lahan
yang diusahakan petani maka semakin besar pula pengaruhnya terhadap pendapatan petani. Realitas
lainnya adalah hampir keseluruhan petani di Kecamatan Bantul sudah mengenyam pendidikan baik
pendidikan dasar maupun menengah, bahkan sampai pada tingkat diploma. Bekal pendidikan inilah
yang mempengaruhi kemudahan proses kematangan berpikir masing-masing petani dalam menentukan
keputusan 41 ataupun memberikan penilaian (berpersepsi) terhadap berbagai macam informasi yang
ada, termasuk informasi lembaga keuangan syariah di Kecamatan Bantul.

b). Usia Petani

Heri Sudarsono, Bank dan Lembaga Keuangan Syariah, (Jakarta: Fakultas ekonomi, 2005), hlm.25 2 Andri
Soemitro, Lembaga Keuangan Syariah, (Jakarta: Kencana, 2014), hlm.205
mempengaruhi kematangan berpikir secara psikologis dan juga pada kondisi biologis
seseorang. Secara umum, semakin tua usia maka dapat dikatakan tidak produktif lagi untuk
bekerja. Pada kenyataannya, di Kecamatan Bantul, usia tidak mempengaruhi produktivitas kerja
dari masyarakat sekitar. Bahkan, mayoritas petani (76%) berusia di atas 50 tahun (Tabel 10)
Tabel1.
Distribusi Petani Berdasarkan Usia Di Kecamatan Bantul Tahun 2014 Banyaknya petani
di Kecamatan Bantul yang berusia di atas 50 tahun, disebabkan pada umur tersebut mereka
sudah tidak diterima lagi untuk bekerja pada sektor non pertanian (eks buruh) dan ada pula
yang sudah menjadi pensiunan pegawai negeri maupun swasta. Secara fisik, para petani
tersebut masih mempunyai kemampuan untuk berusaha, sehingga kegiatan pertanian lah yang
paling mudah untuk dijadikan sebagai pekerjaan. Oleh karena itu, dalam kondisi dan usia
seperti ini, banyak yang memilih menjadi petani sebagai pekerjaan mereka.

Heri Sudarsono, Bank dan Lembaga Keuangan Syariah, (Jakarta: Fakultas ekonomi, 2005), hlm.25 2 Andri
Soemitro, Lembaga Keuangan Syariah, (Jakarta: Kencana, 2014), hlm.205
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN

Dalam bab ini menjelaskan tentang seluruh kesimpulan dari masalah yang telah dibahas
sebagai jawaban atas pokok masalah.Yang kemudian akan disertakan saran-saran yang
diharapkan akan dapat menjadi masukan sebagai tindak lanjut dari artikel ini.

Heri Sudarsono, Bank dan Lembaga Keuangan Syariah, (Jakarta: Fakultas ekonomi, 2005), hlm.25 2 Andri
Soemitro, Lembaga Keuangan Syariah, (Jakarta: Kencana, 2014), hlm.205

Anda mungkin juga menyukai