Anda di halaman 1dari 11

MODUL PERKULIAHAN

Pelaporan
Keuangan Syariah
Lembaga Keuangan Syariah Di
Indonesia.

Fakultas Program Studi Tatap Muka Kode MK Disusun Oleh

01
Ekonomi & Bisnis Akuntansi D3 190351040 Sendi Gusnandar A., S.E., M.M., Ak., CA

Abstract Kompetensi
Salah satu upaya melestarikan nilai- Mahasiswa memiliki kemampuan
nilai ekonomi Islam dalam aktivitas untuk menjelaskan tentang
nyata masyarakat adalah dengan lembaga keuangan Syariah di
mendirikan lembaga-lembaga Indonesia.
keuangan yang beroperasi
berdasarkan syariah Islam
Pendahuluan

Salah satu upaya melestarikan nilai-nilai ekonomi Islam dalam aktivitas nyata masyarakat
adalah dengan mendirikan lembaga-lembaga keuangan yang beroperasi berdasarkan syariah
Islam. Dari sekian jenis lembaga keuangan, perbankan merupakan sektor yang paling besar
pengaruhnya dalam aktivitas perkonomian masyarakat modern. Secara umum tujuan utama
bank Islam seharusnya adalah mendorong dan mempercepat kemajuan ekonomi
suatumasyarakat dengan melakukan kegiatan perbankan, finansial, komersial dan investasi
sesuai dengan prinsip Islam. Upaya ini tentu saja harus didasari oleh larangan atas bunga
pada setiap transaksi; upaya kemitraan pada semua aktivitas bisnis yang atas dasar
kesetaraan, keadilan dan kejujuran; hanya mencari keuntungan yang sah semata-mata;
pembinaan manajemen keuangan pada masyarakat; mengembangkan kompetisi yang sehat;
menghidupkan lembaga zakat; dan pembentukan ukhuwah (networking) dengan lembaga
keuangan Islam lainnya baik di dalam maupun di luar negeri.

Awal kelahiran bank Islam

Hingga awal abad ke-20, bank Islam hanya merupakan obsesi dan diskusi teoritis para
akademisi baik dari bidang hukum (fiqh) maupun bidang ekonomi. Kesadaran bahwa bank
Islam adalah solusi masalah ekonomi untuk mencapai kesejahteraan sosial telah muncul,
namun upaya nyata yang memungkinkan implementasi praktis gagasan tersebut nyaris
tenggelam dalam lautan sistem ekonomi dunia yang tidak bisa melepaskan diri dari bunga.
Walaupun demikian, gagasan tersebut terus berkembang meski secara perlahan. Beberapa uji-
coba terus dilakukan mulai dari bentuk proyek yang sederhana hingga kerjasama yang
berskala besar. Dari upaya ini para pemrakarsa bank Islam dapat memikirkan untuk membuat
infrastruktur sistem perbankan yang bebas bunga.
Beroperasinya Mit Ghamr Local Saving Bank di Mesir pada tahun 1963 merupakan tonggak
sejarah perkembangan sistem perbankan Islam. Mit Ghamr menyediakan pelayanan dasar
perbankan seperti simpanan, pinjaman, penyertaan modal, investasi lansung, dan pelayanan
sosial. Pengenalan pelayanan sistem perbankan yang berasaskan Islam yang dilakukan Mit
Ghamr mendapat sambutan yang hangat dari penduduk setempat. Hal ini terbukti dari jumlah
nasabah yang pada akhir tahun buku 1963/1964 tercatat sebanyak 17.560 menjadi sebanyak
251.152 pada akhir tahun buku 1966/1967. Jumlah deposit juga meningkat tajam dari LE
‘20 Pelaporan Keuangan Syariah Biro Akademik dan Pembelajaran
2 Sendi Gusnandar Arnan http://www.widyatama.ac.id
40.944 pada akhir tahun buku 1963/1964 menjadi LE 1.828.375 pada akhir tahun buku
1966/1967. Salah satu faktor yang menyebabkan peningkatan ini adalah adanya rasa saling
memiliki di antara masyarakat terhadap sistem ini. Namun sangat disayangkan, karena
munculnya kekacauan politik pada masa itu, Mit Ghamr mulai mengalami kemunduran.
Operasionalnya diambil-alih oleh National Bank of Egypt dan bank sentral Mesir pada
pertengahan akhir 1967. Hasilnya, prinsip dasar peniadaan bunga dalam setiap transaksi bank
mulai diabaikan. Pada tahun 1971, di bawah pemerintahan Anwar Sadat, keinginan yang kuat
untuk mewujudkan sistem perbankan yang bebas bunga kembali menggelora. Hal ini ditandai
dengan didirikannya Nasser Social Bank yang mengambil alih bisnis yang bebas bunga yang
dulu dilaksanakan oleh Mit Ghamr. Walaupun Mit Ghamr sudah berhenti beroperasi sebelum
mencapai kematangan dan menyentuh semua sektor bisnis, keberadaannya telah memberikan
pertanda bagi masyarakat muslim bahwa prinsip-prinsip Islam sangat applicable dalam dunia
bisnis modern. Fenomena ini telah membangunkan para pemikir muslim seluruh dunia.
Mereka mulai mempelajari dan mengkaji sistem operasional yang pernah dilakukan Mit
Ghamr. Kesulitan yang pertama muncul adalah terbatasnya literatur serta guideline hukum
syariah. Di samping itu, kesulitan yang tak kalah pentingnya adalah susahnya menemukan
ahli yang mengerti baik dari sisi syariah maupu dari ilmu ekonomi.
Tonggak sejarah lainnya bagi perkembangan sitem perbankan Islam yaitu dengan
didirikannya Islamic Development Bank (IDB). Pendirian ini melalui proses yang panjang
yang dimulai dari sidang menteri-menteri luar negeri negara-negara OKI di Karachi-Pakistan
pada Desember 1970. Dalam sidang itu delegasi Mesir mengajukan proposal pendirian bank
Islam yang mendapat respon positif dari 18 negara muslim pada waktu itu. Negara-negara itu
setuju untuk mengkaji lebih jauh proposal tersebut. Dalam forum sidang yang sama di
Benghazi-Libya pada Maret 1973, proposal tersebut kembali diagendakan. Sidang akhirnya
memutuskan bahwa OKI harus memiliki badan khusus yang menangani masalah ekonomi
dan keuangan. Pada bulan Juli 1973, komite ahli pendirian bank yang sangat ditunggu-tunggu
berupa anggaran dasar dan anggaran rumahtangga dibahas pada pertemuan kedua mereka
pada Juni 1974. Akhirnya pada Oktober 1975, IDB secara resmi didirikan dengan modal awal
2 miliar dinar atau ekuivalen 2 miliar SDR. Semua negara anggota OKI menjadi anggota
IDB.
Berdirinya IDB telah menjadi inspirasi dan motivasi bagi negara-negara muslim untuk
mendirikan lembaga keuangan Islam. IDB benyak menerima permintaan bantuan untuk
menyiapkan dan mendirikan lembaga-lembaga tersebut. Oleh karena itu komite ahli IDB

‘20 Pelaporan Keuangan Syariah Biro Akademik dan Pembelajaran


3 Sendi Gusnandar Arnan http://www.widyatama.ac.id
telah bekerja keras menyusun penduan persiapan pendirian, peraturan, dan pengawasan bank
Islam. Hingga saat ini tidak kurang dari 1.500 lembaga keuangan Islam telah tersebar, baik di
negara-negara muslim seperti Mesir, Sudan, Saudi Arabia, Jordania, Kuwait, Bahrain, UAE,
Tunisia, Pakistan, India, Iran, Malaysia, Bangladesh, Turki dan Indonesia maupun negara-
negara barat seperti di Luxemburg, Inggris, Swiss, Denmark, Amerika dan Australia serta
New Zealand.

Tujuan bank Islam


Upaya pencapaian keuntungan yang setinggi-tingginya (profit maximization) adalah tujuan
yang biasa dicanangkan oleh bank komersial, terutama bank-bank swasta. Berbeda dengan
tujuan ini, bank Islam berdiri untuk menggalakkan, memelihara serta mengembangkan jasa
serta produk perbankan yang berasaskan syariah Islam. Bank Islam juga memiliki kewajiban
untuk mendukung berdirinya aktivitas investasi dan bisnis-bisnis lainnya sepanjang aktivitas
tersebut tidak dilarang dalam Islam. Prinsip utama bank Islam terdiri dari larangan atas riba
pada semua jenis transaksi; pelaksanaan aktivitas bisnis atas dasar kesetaraan (equality),
keadilan (fairness) dan keterbukaan (transparency); pembentukan kemitraan yang saling
menguntungkan; serta tentu saja keuntungtan yang didapat harus dari usaha dengan cara yang
halal. Selain itu, ada satu ciri yang khas yaitu bank Islam harus mengelurakan dan
mengadministrasikan zakat guna membantu mengembangkan lingkungan masyarakatnya.
Walaupun demikian, sama seperti business entity lainnya, bank Islam tentu diharapkan dapat
menghasilkan keuntungan dalam operasionalnya. Jika tidak, tentu bank Islam tersebut dapat
disebur tidak amanah dalam mengelola dana dana yang diinvestasikan masyarakat.
Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut, selain bertujuan untuk mendapatkan
keuntungan seperti institusi bisnis lainnya, maka bank Islam harus menyelaraskan antara
tujuan profit dengan aspek moralitas Islam yang melandasi semua operasionalnya.
Tujuan-tujuan tersebut dapat dilihat dari kata kunci misi-misi bank Islam yang ada seperti
yang dirangkum di bawah ini, misalnya:
· Sesuai syariah, pelayanan jasa keuangan, kemitraan yang menguntungkan (Faysal
Islamic Bank of Bahrain)
· Sesuai syariah, transaksi komersial yang menguntungkan, tumbuh dan berkembang
(Bank Islam Malaysia Berhad)
· Menciptakan kesejahteraan, kesetaraan dan keadilan pada semua aktivitas ekonomi
(Islam Bank Bangladesh Limited)
· Sesuai syariah, jasa perbankan dan investasi (Kuwait Finance House)
‘20 Pelaporan Keuangan Syariah Biro Akademik dan Pembelajaran
4 Sendi Gusnandar Arnan http://www.widyatama.ac.id
· Mempromosikan, memelihara, dan mengembangkan prinsip-prinsip syariah;
menggalakkan investasi dan enterpreneur yang halal (Faysal Islamic Bank of
Bahrain)
· Sesuai syariah; penyediaan jasa perbankan, financing, dan investasi (Jordan Islamic
Bank)
· Sesuai syariah, profittable, social concern (Bank Muamalat Indonesia)
· Sesuai syariah, bersama wujudkan harapan bersama (Bank BRISyariah)

Fungsi dan peran bank Islam Berdasarkan filosofis serta tujuan bank Islam maka dirumuskan
fungsi dan peran bank Islam yang diantaranya tercantum dalam pembukaan standar akuntansi
yang dikeluarkan oleh AAOIFI (Accounting and Auditing Organization for Islamic Financial
Institution). Fungsi dan peran tersebut yaitu:
a. Manajer investasi, bank Islam dapat mengelola investasi dana nasabah.
b. Investor, bank Islam dapat menginvestasikan dana yang dimilikinya maupun dana
nasabah yang dipercayakan kepadanya.
c. Penyediaan jasa keuangan dan lalu lintas pembayaran, bank Islam dapat melakukan
kegiatan jasa-jasa layanan perbankan sebagaimana lazimnyaa institusi perbankan
sepanjang tidak bertentangan dengan prinsip syariah.
d. Pelaksanaan kegiatan sosial, sebagai suatu ciri yang melekat pada entitas keuangan
Islam, bank Islam juga memiliki kewajiban untuk mengeluarkan dan mengelola
(menghimpun, mengadministrasikan, mendistribusikan) zakat serta dana-dana sosial
lainnya. Dari fungsi dan peran tersebut dapat disimpulkan bahwa hubungan antara
bank Islam dengan nasabahnya baik sebagai investor maupun pelaksana dari investasi
merupakan hubungan kemitraan, tidak seperti hubungan pada bank konvensional yang
bersifat debitur-kreditur.

Perbedaan antara bank Islam dengan bank konvensional


Perbedaan pokok antara bank konvensional dengan bank Islam terletak pada landasan
falsafah yang dianutnya. Bank Islam tidak melaksanakan sistem bunga dalam seluruh
aktivitasnya, sedangkan bank konvensional sebaliknya. Hal ini memiliki implikasi yang
sangat dalam dan sangat bepengaruh pada aspek operasional dan produk yang dikembangkan
oleh bank Islam. Ayat Al- Quran yang melandasi prinsip ini di antaranya:
“Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba..” (al-Baqarah ayat 275)

‘20 Pelaporan Keuangan Syariah Biro Akademik dan Pembelajaran


5 Sendi Gusnandar Arnan http://www.widyatama.ac.id
“Hai orang-orang yang beiman, janganlah kamu makan harta sesamamu dengan jalan yang
batil, kecuali dengan perdagangan yang dilakukan dengan suka sama suka di antara kamu
..” (an-Nisa ayat 29)
Dari ayat-ayat tersebut di atas, maka selain menghindari dari transaksi bunga, maka transaksi
yang dikembangkan adalah jual beli serta kemitraan yang diimplementasikan dalam bentuk
bagi hasil. Walaupun pola bagi hasil ini merupakan produk unggulan bank Islam, namun jika
kita meneliti kembali pokok-pokok syariah di mana kaidah yang berlaku untuk urusan
muamalah (interaksi sosial) adalah bahwa semuanya diperbolehkan kecuali yang dilarang,
berarti semua jenis transaksi pada umumnya diperbolehkan sepanjang tidak mengandung
unsur bunga (riba), spekulasi (maysir), dan tipu menipu/menyembunyikan sesuatu (garar).
Riba secara sederhana berarti bunga dalam semua wujud dan kejadiannya/prosesnya. Maysir
merupakan aktivitas yang didasarkan atas spekulasi (gambling). Adapun garar mengandung
arti keraguan, tipuan, atau tindakan yang bertujuan untuk merugikan orang lain. Secara teknis
garar berarti tidak adanya kepastian mengenai spesifikasi (jenis/sifat/rincian) obyek, cara dan
waktu penyerahaan serta cara dan waktu pembayaran. Dengan demikian, tipe-tipe future
contract dan future trading (baial-fuduli) di mana satu pihak tidak menunjukkan penguasaan
terhadap komoditi yang ditransaksikan, apalagi tidak diikuti dengan penyerahan barang (non
delivery trading contract) adalah termasuk kategori garar. Dari sisi operasionalnya, dana
yang diamanahkan oleh nasabah kepada bank Islam dapat berupa titipan maupun investasi.
Hal ini berbeda dengan deposit pada bank konvensional di mana deposit jelas-jelas
merupakan upaya membungakan uang. Konsep dana titipan nasabah berarti kapan saja si
nasabah membutuhkan, maka bank Islam harus dapat memenuhinya, karena sifatnya hanya
menitip. Adapun investasi, berbeda dengan membungakan uang (deposito bank
konvensional), merupakan usaha yang menanggung risiko. Artinya, setiap kesempatan untuk
memperoleh keuntungan dari usaha yang dilaksanakan, di dalamnya terdapat pula risiko
untuk menerima kerugian. Implementasi konsep ini sangat adil dan transparan. Konsep inilah
yang menjadi ciri khas bank Islam di mana bank dengan nasabah sama-sama saling berbagi
baik keuntungtan maupun risiko. Demikian pula dengan pemanfaatan dana. Bank Islam tentu
akanberpegang pada rambu-rambu transaksi yang diperbolehkan syariah. Secara garis besar
transaksi-transaksi tersebut antara lain: akad jual-beli, akad kemitraan, akad pinjaman, akad
pembiayaan, akad kepercayaan/penjaminan. Adapun jasa-jasa perbankan lainnya seperti
transfer, inkaso, collection, dan lain-lain selama tidak bertentangan dengan syariah, bank
Islam dapat melaksanakannya atas dasar akad perwakilan. Hal ini berarti pihak bank
bertindak sebagai wakil nasabah untuk menyelesaikan suatu urusan tertentu. Dari sisi aspek
‘20 Pelaporan Keuangan Syariah Biro Akademik dan Pembelajaran
6 Sendi Gusnandar Arnan http://www.widyatama.ac.id
tanggung jawab sosial, bank Islam berkewajiban untuk mengeluarkan zakat serta
mengelolanya (menghimpun-mengadministrasikanmendistribusikan). Hal ini sudah
merupakan fungsi dan peran yang melekat pada institusi bank Islam. Bahkan para pemrakarsa
bank Islam mengemukakan, “Do not call Islamic banking, if do not touch the grass root.”
Hal ini mengandung arti bahwa bank Islam harus memiliki komitmen untuk ikut serta
mendorong masyarakat menuju kehidupan yang lebih baik melalui mobilisasi dana-dana
sosial (zakat, infaq, shadaqah) serta mendidik masyarakat itu untuk mampu me-manage dana
secara benar. Dari sisi organisasi, dalam bank Islam diharuskan adanya suatu lembaga
yang mengawasi baik operasional maupun produk yang dikembangkan agar sesuai dengan
ketentuan syariah. Lembaga tersebut yaitu Dewan Pengawas Syariah (Syariah Supervisory
Board) yang akan mengeluarkan pernyataan baik secara rutin (tahunan) yang merupakan
bagian tidak terpisahkan dari laporan kinerja bank maupuin insidental sesuai dengan
permasalahan yang dihadapi. Secara ringkas perbedaan antara bank Islam dengan bank
konvensional dapat dilihat pada tabel berikut:
No Perbedaan Bank Islam Bank Kovensional
1 Falsafah Tidak berdasarkan bunga, Berdasarkan atas bunga
spekulasi dan ketidakjelasan
2 Operasional Dana masyarakat berupa Dana masyarakat berupa
titipan dan investasi yang baru simpanan yang harus dibayar
akan mendapat hasil jika bunganya pada saat jatuh
“diusahakan” terlebih dahulu tempo
· Penyaluran pada usaha yang · Penyaluran pada sektor yang
halal dan meng-untungkan menguntungkan, aspek halal
tidak menjadi pertimbangan
utama
3 Aspek Sosial Dinyatakan secara eksplisit dan Tidak diketahui secara tegas
tegas yang tertuang dalam Misi
dan Visi
4 Organisasi Harus memiliki Dewan Pengawas Tidak memiliki DPS
Syariah

Dewan Pengawas Syariah (Syariah Supervisory Boards)

‘20 Pelaporan Keuangan Syariah Biro Akademik dan Pembelajaran


7 Sendi Gusnandar Arnan http://www.widyatama.ac.id
Salah satu ciri yang membedakan antara bank Islam dengan konvensional adalah keharusan
adanya Dewan Pengawas Syariah (DPS) pada bank Islam. DPS bertugas mengawasi segala
aktivitas bank agar selalu sesuai dengan prinsip-prinsip syariah. Dengan kata lain, DPS
bertanggungjawab atas produkdan jasa yang ditawarkan kepada masyarakat agar sesuai
dengan prinsip syariah; investasi atau proyek yang ditangani oleh bank harus juga sesuai
dengan prinsip syariah, dan tentu saja bank itu sendiri harus di-manage sesuai dengan prinsip
syariah. Terdapat perbedaan istilah yang digunakan masing-masing negara. Apapun
terminologi yang digunakan, secara umum anggota pengawas syariah tentulah harus
merupakan orang yang memiliki otoritas di bidang syariah. Kasus yang menarik terdapat di
Islam Bank Bangladesh, di mana anggotanya tidak saja ulama tetapi juga para ahli dari
berbagai disiplin seperti para bankir yang punya reputasi bagus, para ahli hukum, serta para
ekonom. Sedangkan di Tunisia, semua permaslahan yang berkenaan dengan tanggung jawab
Dewan Pengawas Syariah diserahkan kepada Mufti, jabatan ulama tertinggi yang memiliki
otoritas pada masalah-masalah agama.
Mekanisme penentuan anggota Dewan Pengawas Syariah berbeda pada setiap negara. Pada
beberapa negara yang sudah mengatur secara sentral keberadaan dalam operasional bank
Islam; seperti Malaysia, Mesir, Jordania, Kuwait, Pakistan, Indonesia; mekanismenya sudah
diatur dalam undangundang atau peraturan negara. Filosofi dari mekanisme ini adalah untuk
menjaga independensi Dewan Pengawas Syariah. Di Indonesia, otoritas masalah keagamaan
berada di bawah Majelis Ulama Indonesia (MUI). Dengan berkembangnya lembaga
keuangan Islam diIndonesia, maka berkembang pula jumlah DPS. Untuk mengantisipasi agar
tidak terjadi kebingungan di kalangan umat akibat banyak dan beragamnya DPS, MUI
sebagai payung dari lembaga keuangan. Pada bulan Juli 1997 dalam acara Lokakarya
Reksadana Syariah dihasilkan rekomendasi pembentukan Dewan Syariah Nasional (DSN).
Lembaga ini didirikan pada tahun yang sama dan merupakan badan otonom MUI yang
diketuai secara eks-oficio oleh Ketua MUI. Sedangkan untuk kegiatan sehari-hari DNS
dilaksanakan oleh Badan Pelaksana Harian DSN. Bagi perusahaan yang akan membuka bank
Islam atau cabang syariah dari bank konvensional atau lembaga keuangan syariah lainnya,
mereka harus mengajukan rekomendasi anggota DPS kepada DSN. Berdasarkan laporan dari
DPS pada masing-masing lembaga keuangan syariah, DSN dapat memberikan teguran jika
lembaga yang bersangkutanmenyimpang dari garis panduan yang telah ditetapkan. Jika
lembaga yang bersangkutan tidak mengindahkan teguran yang diberikan, DSN dapat
mengajukan rekomendasi kepada lembaga yang memiliki otoritas, seperti Bank Indonesia
dan Departemen Keuangan, untuk memberikan sangsi. Tantangan yang dihadapi DPS, baik di
‘20 Pelaporan Keuangan Syariah Biro Akademik dan Pembelajaran
8 Sendi Gusnandar Arnan http://www.widyatama.ac.id
Indonesia maupun negara-negara muslim lainnya, adalah bagaimana menyatukan berbagai
pandangan dari ulamayang kadangkala berbeda satu sama lainnya. Dalam Islamic Financial
Forum di Bahrain pada Desember 1998, permasalahan kesatuan fatwa ulama global (seluruh
negara-negara muslim) sempat didiskusikan. Tetapi dengan pertimbangan terdapatnya
kompleksitas pendapat serta adanya berbagai maŜhab dalam Islam, maka pembentukan
International Syariah Board masih berupa agenda yang sangat penting untuk ditindaklanjuti.
Stuktur organisasi bank Islam Seperti dikemukakan di atas, bahwa salah satu perbedaan
antara bank Islam dengan bank konvensional adalah dari sisi organisasi yaitu dengan
keberadaan Dewan Pengawas Syariah dalam struktur organisasinya. Secara jelas posisi DPS
dapat dilihat pada gambar berikut:

Bank umum syariah

Cabang syariah dari bank konvensional

‘20 Pelaporan Keuangan Syariah Biro Akademik dan Pembelajaran


9 Sendi Gusnandar Arnan http://www.widyatama.ac.id
SDM perbankan syariah
Kegiatan usaha bank secara umum merupakan usaha yang berlandaskan pada kepercayaan
masyarakat. Oleh karena itu profesionalisme pengelola yang berkecimpung di dalamnya
merupakan keharusan yang tidak dapat ditawar lagi. Terlebih lagi “Perbankan Syariah”,
sesuai dengan karakteristik usahanya, sumber daya manusia perbankan syariah selain dituntut
memiliki kemampuan teknis perbankan juga dituntut untuk memahami ketentuan dan prinsip
syariah dengan baik serta memiliki akhlak dan moral Islami. Kemampuan teknis, pemahaman
akan ketentuan dan prinsip syariah, serta akhlak dan moral merupakan syarat yang harus
dipenuhi oleh pengelola bank syariah. Hal ini dapat juga dijabarkan dan diselaraskan dengan
sifat-sifat yang harus dimiliki seorang pengelola/manajer dari suatu organisasi (umat), yaitu
FAST yang berarti Fathonah (kompeten dan profesional), Amanah (dapat dipercaya), Siddiq
(benar dan jujur), serta Tablig (memiliki social concern untuk mengembangkan
lingkungan/bawahan menuju kebaikan). Untuk mendukung tujuan-tujuan di atas, secara
khusus Bank Indonesia telah mengatur bahwa pimpinan bank syariah diharuskan memenuhi
persyaratan:
· Memiliki komitmen dalam melaksanakan usaha bank berdasarkan prinsip syariah
secara konsisiten;
· Memiliki integritas dan moral yang baik; serta
· Memiliki pengalaman operasional perbankan syariah atau telah mendapatkan
pendidikan dan pelatihan perbankan syariah.
Ketentuan ini bertujuan untuk menguatkan kembali upaya-upaya tercapainya tujuan dari bank
syariah itu sendiri. Selain itu, hal ini juga merupakan saringan pertama agar jangan sampai
sistem yang demikian bagus, fair, dan prospektif dikelola oleh orang-orang yang salah. Selain
peningkatan kompetensi dan profesionalisme melalui pendidikan dan pelatihan, perlu juga

‘20 Pelaporan Keuangan Syariah Biro Akademik dan Pembelajaran


10 Sendi Gusnandar Arnan http://www.widyatama.ac.id
diciptaakan suasana yang mendukungdi setiap bank syariah. Dalam hal ini yang dimaksud
dengan suasana tidak saja terbatas pada lay out serta physical performance semata, melainkan
juga nuansa nonfisik yang melibatkan girah Islamiyah. Hal ini perlu dilakukan sebagai
environmental enforcement mengingat tidak kurang sumber daya yang telahbelajar dan
mendapatkan pendidikan serta pelatihan yang baik (sampai ke luar negeri), tetapi ketika
kembali, karena lingkungannya tidak mendukung maka hasil pendidikan dan pelatihan
tersebut menjadi sia-sia.

Daftar Pustaka

Leo K. Siregar. 2010. Bank Syariah A to z. Edisi Perdana. Bandung.

Sri Nurhayati dan Wasilah, 2015. Akuntansi Syariah di Indonesia, Edisi 4, Jakarta Penerbit
Salemba Empat

‘20 Pelaporan Keuangan Syariah Biro Akademik dan Pembelajaran


11 Sendi Gusnandar Arnan http://www.widyatama.ac.id

Anda mungkin juga menyukai