Anda di halaman 1dari 24

MAKALAH

PERBANKAN SYARIAH DAN BISNIS SYARIAH DI INDONESIA

Diajukan Untuk Tugas Mata Kuliah Fiqih Muamalah

Disusun oleh :
Sholeh Hadian 19086050017

PASCASARJANA IAIN SYEKH NURJATI CIREBON

PROGRAM STUDI EKONOMI SYARIAH

CIREBON

2020
BAB I

PENDAHULUAN
           
1.1.      Latar belakang

Bank Bagi Hasil sering disebut Bank Syariah (Bank Islam) merupakan lembaga perbankan
yang menggunakan sistem dan operasi berdasarkan prinsip‐prinsip hukum atau syariah Islam,
seperti diatur dalam Al Qurʹan dan Al Hadist. Perbankan Syariah merupakan suatu sistem
perbankan yang dikembangkan berdasarkan sistem syariah (hukum islam).Usaha pembentukkan
sistem ini berangkat dari larangan islam untuk memungut dan meminjam bedasarkan bunga yang
termasuk dalam riba dan investasi untuk usaha yang dikategorikan haram,misalnya dalam
makanan,minuman,dan usaha-usaha lain yang tidak islami,yang hal tersebut tidak diatur dalam
Bank Konvensional.
Di Indonesia pelopor perbankan syariah adalah Bank Muamalat Indonesia. Berdiri tahun
1991, bank ini diprakarsai oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan pemerintah serta dukungan
dari Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) dan beberapa pengusaha muslim. Bank ini
sempat terimbas oleh krisis moneter pada akhir tahun 90-an sehingga ekuitasnya hanya tersisa
sepertiga dari modal awal. IDB kemudian memberikan suntikan dana kepada bank ini dan pada
periode 1999-2002 dapat bangkit dan menghasilkan laba. Saat ini keberadaan bank syariah di
Indonesia telah di atur dalam Undang-undang yaitu UU No. 10 tahun 1998 tentang Perubahan
UU No. 7 tahun 1992 tentang Perbankan.
Adanya Perbankan syariah di Indonesia bertujuan untuk mewadahi penduduk di Negara
Indonesia yang hampir seluruh penduduknya beragama Islam. Dengan adanya bank tersebut
diharapkan tidak adanya kerancuan dalam proses muamalah bagi para pemeluk agama islam,
sehingga mereka terjaga dari keharaman akibat tidak adanya suatu wadah yang melayani mereka
dalam bidang muamalah yang bersifat islami. Namun realitas yang ada,dari 80% penduduk
Indonesia yang beragama Islam tidak lebih dari 10% di antara mereka yang bertransaksi secara
syar’I lebih-lebih dalam hal perbankan. Sampai saat ini perbankan syariah di Indonesia belum
mampu menunjukan eksistensinya, banyak masyarakat yang tidak menaruh kepercayaan
terhadap perbankan syariah.
Bahkan para ulama-ulama di negeri ini pun sebagian besar masih menyimpan uangnya di
bank konvensional. Hal tersebut terjadi karena kurangnya pemahaman mengenai sistem operasi
perbankan syariah Sistem dalam bank syariah di anggap sama dengan sistem operasi yang ada
dalam bank konvensional.
Hal ini terjadi karena kurangnya pemahaman masyarakat terhadap bank syariah dan berakibat
kurangnya kepercayaan masyarakat terhadap bank syariah. Hal tersebut menjadi landasan untuk
menyadarkan masyarakat akan keurgenan perbankkan islam di Negara ini. Khusunya bagi
mereka yang beragama islam. Upaya-upaya pensosialisasian mekanisme dan syariah di rasa
perlu, sehingga masyarakat tidak lagi terjebak dalam transaksi-transaksi yang tidak islami dan
masyarakat kembali menaruh kepercayaan terhadap transaksi syariah.
Sistem Ekonomi syariah sekarang ini banyak diperbincangkan di Indonesia. Banyak
kalangan masyarakat yang mendesak agar pemerintah Indonesia segera mengimplementasikan
sistem ekonomi islam dalam sistem perekonomian Indonesia seiring dengan hancurnya sistem
ekonomi kapitalis.
Islam memandang masalah ekonomi tidak dari sudut pandang kapitalis, tidak dari sudut
pandang sosialis, dan juga tidak pula gabungan dari keduanya. Islam memberikan perlindungan
hak kepemilikan individu, sedngkan untuk kepentingan masyarakat didukung dan diperkuat,
dengan tetap menjaga keseimbangan kepentingan publik dan individu serta menjaga moral. Di
dalam bermuamalah, islam menganjurkan untuk mengatur muamalah diantara manusia atas dasar
amanah, jujur, adil, dan memberikan kemerdekaan bermuamalah serta jelas-jelas bebas dari
unsur riba.
Seiring dengan kesadaran masyarakat Indonesia–yang mayoritas penduduknya muslim—
terhadap keharusan menggunakan dan memanfaatkan produk (barang maupun jasa) yang halal
dan barokah, maka peran produsen atau perusahaan-perusahaan berbasis syariah menjadi sebuah
alternative masa depan yang sangat menjanjikan. Barangkali ini dianggap terlalu optimis. Tapi
itulah trend yang sekarang sedang menuju ke arah sana.

1.2.      Identifikasi masalah

1. Menjelaskan Pengertian Bank Syariah


2. Menjelaskan Perkembangan Bank Syariah di Indonesia
3. Menjelaskan Dasar Hukum Bank Syariah
4. Karakteristik Bank Syariah
5. Menjelaskan Fungsi Bank Syariah
6. Prinsip Bank Syariah
7. Kegiatan Usaha Bank Syariah
8. Prinsip – Prinsip Dalam Menghimpun Dana Bank Syariah
9. Prinsip – Prinsip Penyaluran Dana Bank Syariah
10. Keunggulan Dan Kelemahan Bank Syariah.
11. Apakah yang dimaksud dengan bisnis syariah?
12. Apa saja ruang lingkup bisnis syariah?
13. Bagaimana perkembangan bisnis syariah di indonesia di masa mendatanag?
14. Bagaimana prospek bisnis wisata syariah di Indonesia?

  
BAB II

PEMBAHASAN MATERI

2.1              Pengertian Bank Syariah

Bank syariah merupakan bank yang menjalankan kegiatan usahanya berdasarkan prinsip
syariah yang terdiri atas Bank Umum Syariah (BUS) dan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah
(BPRS). Usaha pembentukan sistem ini didasari oleh larangan dalam agama islam untuk
memungut maupun meminjam dengan bunga atau yang disebut dengan riba serta larangan
investasi untuk usaha-usaha yang dikategorikan haram, dimana hal ini tidak dapat dijamin oleh
sistem perbankan konvensional. Persaingan usaha antar bank yang semakin tajam dewasa ini
telah mendorong munculnya berbagai jenis produk dan sistem usaha dalam berbagai keunggulan
kompetitif. Dalam situasi seperti ini Bank Umum (konvensional) akan menghadapi persaingan
baru dengan kehadiran lembaga keuangan ataupun bank non-konvensional. Fenomena ini
ditandai dengan pertumbuhan lembaga keuangan dan bank dengan sistem syariah.

2.2              Perkembangan Bank Syariah di Indonesia

Abdul Gani Abdullah mengemukakan dalam analisis dan evaluasi hukum yang dilakukannya
terhadap perbankan syariah, menemukan sedikitnya empat hal yang menjadi tujuan
pengembangan perbankan berdasarkan prinsip syariah, yaitu :
      a)      Untuk memenuhi kebutuhan jasa perbankan bagi masyarakat yang tidak dapat menerima
konsep bunga.
     b)  Terciptanya dual banking sistem di Indonesia yang mengakomodasi terlaksananya sistem
perbankan konvensional dan perbankan syariah dengan baik dalam proses kompetisi yang sehat,
dimana didukung oleh pola perilaku bisnis yang bernilai dan bermoral.
      c)      Mengurangi risiko kegagalan sistem keuangan Indonesia.
   d)  Mendorong peran perbankan dalam menggerakkan sector riil dan membatasi segala bentuk
eksploitasi yang tidak produktif serta mengabaikan nilai-nilai moral.

Sebagai langkah awal perkembangan bank syariah di Indonesia, pada pertengahan tahun
1970-an diadakan pembicaraan mengenai bank syariah pada seminar Hubungan Indonesia-
Timur Tengah yang diadakan pada tahun 1974 dan pada tahun 1976 dalam seminar yang
diadakan Lembaga Studi Ilmu-Ilmu Kemasyarakatan (LSIK) dan Yayasan Bhineka Tunggal Ika.
Perkembangan pemikiran secara luas mengenai perlunya umat Islam Indonesia memiliki
perbankan Islam sendiri mulai berhembus sejak saat itu. Namun, usaha untuk merealisasikan ide
perbankan syariah tersebut terhambat oleh beberapa alasan, yaitu :
    a)      Operasi Bank Syariah yang berdasarkan prinsip bagi hasil belum diatur, oleh karena itu tidak
sejalan dengan Undang-undang Pokok Perbankan yang berlaku, yaitu Undang-Undang Nomor
14 Tahun 1967.
     b)      Konsep banksyariah dari segi politis dinilai bermuatan ideologis, merupakan bagian atau
berkaitan dengan pembentukan negara Islam, oleh karena itu tidak dikehendaki pemerintah.
     c)      Belum ada yang bersedia menaruh modal pada ventura semacam itu, sementara pendirian
bank baru dari negara Timur Tengah masih dicegah,antara lain oleh kebijakan pembatasan bank
asing untuk membuka cabangnya di Indonesia.
Pada awal periode 1980-an, diskusi mengenai bank syariah sebagai pilar ekonomi Islam
mulai dilakukan dengan pihak yang terlibat dalam pengkajiannya adalah Karnaen A.
Perwaatmadja, M. Dawam Rahardjo, A.M Saefudin, M. Amien Azis, dan lain-lain. Uji coba
padsa skala yang relative terbatas telah diwujudkan pada masa itu yaitu dengan pembentukan
Baitut Tamwil-Salman di Bandung dan Koperasi Ridho Gusti di Jakarta, yang kedua lembaga
keuangan syariah tersebut berbadan hukum koperasi. Pembentukan ini juga didorong oleh
keluarnya Deregulasi Perbankan Paket 1 Juni Tahun 1983, yang telah membuka belenggu
penetapan bunga perbankan oleh pemerintah. Dengan dibebaskannya penetapan besar bunga
kepada masing-masing bank, maka suatu bank dapat menetapkan bunga sebesar 0% (nol persen)
yang memungkinkan beroperasinya bank tanpa bunga yang berdasarkan bagi hasil keuntungan.
Namun, karena belum dimungkinkannya pendirian bank baru pada masa itu, sedangkan bank-
bank yang telah ada belum tertarik untuk mengaplikasikan sistem bank tanpa bunga yang dinilai
kurang mengntungkan, maka bank syariah belum dapat berdiri di Indonesia, sehingga
dibentuklah badan hukum koperasi sebagai bentuk badan hukumnya.
Pada tahun 1988, gagasan mengenai bank syariah kembali muncul yang dilatarbelakangi
dengan dikeluarkannya Paket Kebijakan Oktober (PAKTO) yang berisi liberalisasi perbankan.
Liberalisasi perbankan tersebut memungkinkan didirikannya bank-bank baru selain yang telah
ada. Maka dari itu didirikanlah Bank Perkreditan Rakyat Syariah dibeberapa daerah di Indonesia,
yaitu Badan Perkreditan Syariah (BPRS) Berkah Amal Sejahtera, BPRS Dana Mardhatillah, dan
BPRS Amanah Rabaniah, yang beroperasi di Bandung, dan BPRS Hareukat di Aceh.
Sebagai hasil kerja Tim Perbankan MUI tersebut lahirlah Bank Muamalat Indonesia pada
1 November 1991. Pada saat penandatanganan Akte pendirian PT Bank Muamalat Indonesia
terkumpul komitmen pembelian saham sebesar Rp 84 Miliar. Kemudian pada tanggal 3
November 1991 dalam acara silaturahmi presiden di Istana Bogor dapat dipenuhi dengan total
komitmen awal sebesar Rp. Sebelumnya, pada 18-20 Agustus 1990 diadakan lokakarya Bunga
Bank dan Perbankan yang diadakan oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) di Cisarua, Bogor,
Jawa barat. Hasil lokakarya tersebut dibahas lebih mendalam dalam Musyawarah Nasional IV
MUI pada 22-25 Agustus 1990. Berdasarkan Amanat Munas IV MUI tersebut dibentuklah
kelompok kerja untuk mendirikan Bank Islam di Indonesia kelompok kerja yang disebut Tim
Perbankan MUI, bertugas melakukan pendekatan dan konsultasi dengan semua pihak terkait.
Dalam menjalankan operasinya sebagai bank yang berdasarkan prinsip syariah, Bank
Muamalat Indonesia mengalami banyak hambatan. Selain karena peraturan hukum tentang bank
syariah belum spesifik mengatur dan memberi ruang dalam pengembangan perbankan syariah,
juga ketidakmampuan BMI untuk bersaing dengan bank konvensional yang telah memiliki
jaringan yang kuat hingga ke pelosok-pelosok daerah. Selain itu, untuk menjaga likuiditas bank
dan mempertahankan eksistensinya, yaitu melalui usaha-usaha mendapatkan keuntungan yang
sewajarnya melalui bagi hasil, maka BMI tidak bisa mengelak untuk tidak menggarap kalangan
menengah keatas sebagai nasabah dan debitur yang paling potensial. Hal ini yang kemudian
menyebabkan banyak umat Islam masih belum merasakan kehadiran BMI memberikan sentuhan
yang berarti pada mereka sebagai bank yang mengusung nilai-nilai Islam.

Era reformasi kemudian juga memberikan perkembangan baru dalam perbankan syariah
di Indonesia. Para pelaku perbankan dan pemerintah telah mendapatkan paradigma baru dalam
memandang perbankan Islam di Indonesia. Krisis moneter yang dialami sebelumnya ternyata
memberikan implikasi positif dalam sejarah perkembangan bank syariah di Indonesia. Bentuk
perkembangan paling besar bank syariah pada masa itu ditandai dengan disetujuinya Undang-
Undang Nomor 10 Tahun 1998 mengenai perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992
Tentang Perbankan, yang merupakan regulasi mengenai perbankanuntuk bangkit dari krisis
ekonomi yang melanda pada waktu itu.
Dalam Undang-undang tersebut memberi arahan bagi bank-bank konvensional untuk
membuka cabang syariah atau mengkonversi diri secara total menjadi bank syariah. Hal tersebut
disambut antusias oleh kalangan perbankan konvensional yang ingin mulai memasuki usaha
bisnis perbankan syariah, untuk itu Bank Indonesia mengadakan “Pelatihan Perbankan Syariah”
bagi para pejabat Bank Indonesia dari segenap bagian, terutama aparat yang berkaitan langsung
dengan DPNP (Direktorat Penelitian dan Pengembangan Perbankan), kredit , pengawasan,
akuntansi, riset dan moneter. Beberapa lembaga perbankan konvensional yang membuka cabang
syariah pada masa-masa awal reformasi adalah Bank IFI cabang syariah, Bank Syariah Mandiri,
dan Bank BNI Divisi Syariah.
Pada masa ini, ada beberapa permasalahan yang belum terselesaikan dari sistem hukum
maupun dari sistem ekonomi mengenai perbankan syariah. Hal ini sebagaimana digambarkan
Umar Chappra dan ditidaklanjuti oleh Muhammad Syafi’i Antonio dalam kajian Tazkia Institute.
Persoalan-persoalan itu adalah sebagai berikut:
     a)      Pada umumnya produk produk perbankan syariah, belum memiliki standar peraturan yang
baku dan seragam. Ketika MUI/ DSN bersama Bank Indonesia tengah mempersiapkan
pembakuan Akad mudharabah, musyarakah, dan murabahah, tetapi untuk akad-akad lainnya
belum disiapkan.
     b)      Perbankan syariah dalam perkembangannya cukup pesat, tetapi memiliki asset dan akses
pasar yang masih kecil. Baru mencapai lebih dari satu persen dari total asset perbankan nasional
sehingga mempengaruhi kemampuannya untuk melakukan ekspansi dan diverifikasi usaha.
     c)      Dalam kondisi demikian, tentunya tingkat persaingan dengan sistem ekonomi konvensional
belum berimbang karena terbatasnya jaringan kantor dan lembaga penunjang lainnya. Juga
belum memadai untuk keperluan likuiditas dan pengelolaan risiko.
    d)     Belum ada keseragaman dalam praktek akuntansi dan sistem audit perbankan syariah,
termasuk didalamnya keseragaman laporan keungan sehingga otoritas pengatur maupun investor
mengalami kesulitan untuk melakukan perbandingan dalam menilai kinerja perbankan syariah.
Peran Accounting Organization for Islamic Institution di Bahrain belum sepenuhnya dapat
mengantisipasi kekurangan ini. Perkembangan terakhir menunjukkan semakin membaiknya
kinerja lembaga ini dalam memjalankan tugas-tugasnya.
    e)      Pada umumnya produk produk perbankan syariah, belum memiliki standar peraturan yang
baku dan seragam. Ketika MUI/ DSN bersama Bank Indonesia tengah mempersiapkan
pembakuan Akad mudharabah, musyarakah, dan murabahah, tetapi untuk akad-akad lainnya
belum disiapkan.
    f)       Perlakuan oleh pihak perbankan syariah di satu sisi dengan nasabah pada sisi lainnya belum
berlangsung sesuai prinsip kesetaraan. Masih seperti yang diperaktikkan dalam perbankan
konvensional, dimana posisi pihak perbankan masih jauh lebih kuat dibanding nasabahnya.
Idealnya, perbankan syariah memperlakukan nasabah sebagai mitranya yang sejajar sehigga
tidak terkesan sebagai hubungan kemitraan yang berdasarkan hubungan keyakinan semata,
melainkan juga harus rasional dan objektif.
Pada perkembangan selanjutnya hingga saat ini, dengan dikeluarkannya peraturan
perundang-undangan khusus yang mengatur mengenai bank syariah, serta dibentuknya badan-
badan khusus yang bertugas membenahi sistem perbankan syariah di Indonesia. Sepanjang tahun
2010 perbankan syariah tumbuh dengan volume usaha yang tinggi yaitu sebesar 43,99%
meningkat dari tahun sebelumnya sebesar 26,55% dengan pertumbuhan dana yang dihimpun
maupun pembiayaan yang relative tinggi, serta penyediaan penyediaan akses jaringan yang
meningkat dan menjangkau kebutuhan masyarakat secara luas sehingga masih cukup kuat untuk
memanfaatkan potensi membaiknya perekonomian nasional.

2.3              Dasar Hukum Bank Syariah

Berdasarkan Pasal 4 UU No. 21 Tahun 2008 tentang perbankan syariah, bank syariah di
wajibkan untuk menjalankan fungsi menghimpun dan menyalurkan dana dari masyarakat. Di
samping itu, bank syariah juga dapat menjalankan fungsi sosial dalam bentuk lembaga baitulmal
dan menyalurkannya kepada organisasi pengelola zakat. Bank syariah juga dapat menghimpun
dana sosial yang berasal dari wakaf uang dan menyalurkannya kepada pengelola wakaf (nazhir)
sesuai dengan kehendak pemberi wakaf.

2.4              Karakteristik Bank Syariah


Karakteristik Bank Syariah diantaranya :
1.      Berdasarkan prinsip syariah
2.      Implementasi prinsip ekonomi Islam dg ciri:
   pelarangan riba dalam berbagai bentuknya
   Tidak mengenal konsep “time-value of money”
   Uang sebagai alat tukar bukan komoditi yg diperdagangkan.
3.      Beroperasi atas dasar bagi hasil
4.      Kegiatan usaha untuk memperoleh imbalan atas jasa
5.      Tidak menggunakan “bunga” sebagai alat untuk memperoleh pendapatan
6.      Azas utama => kemitraan, keadilan, transparansi dan universal
7.      Tidak membedakan secara tegas sector moneter dan sector riil (dapat melakukan transaksi 2
sektor riil.

2.5              Fungsi Bank Syariah

Bank syariah dalam skema non-riba memiliki empat fungsi sebagai berikut :
1.      Fungsi Manajer Investasi
Fungsi ini dapat dilihat dari segi penghimpunan dana oleh bank syariah, khususnya dana
mudharabah. Bank syariah bertindak sebagai manajer investasi dari pemilik dana (shahibul
maal) dalam hal dana tersebut harus dapat disalurkan pada penyalur yang produktif, sehingga
dana yang dihimpun dapat menghasilkan keuntungan yang akan dibagihasilkan antara bank
syariah dan pemilik dana. 

2.      Fungsi Investor


Dalam penyaluran dana bank syariah berfungsi sebagai investor (pemilik dana). Penanaman dana
yang dilakukan oleh bank syariah harus dilakukan pada sektor – sektor yang produktif dengan
risiko minim dan tidak melanggar ketentuan syariah.
Produk investasi yang sesuai dengan syariah diantaranya akad jual beli (murabahah, salam, dan
istishna), akad investasi (mudharabah dan musyarakah), akad sewa menyewa (ijarah dan ijarah
muntahiya bittamlik) dan beberapa akad lainnya yang dibolehkan oleh syariah.

3.      Fungsi Sosial


Fungsi ini merupakan sesuatu yang melekat pada bank syariah. Ada dua instrumen yang
digunakan oleh bank syariah dalam menjalankan fungsi sosialnya, yaitu instrumen zakat, infak,
sedekah, dan wakaf (Ziswaf) dan instrumen qardhul hasan. Instrumen Ziswafberfungsi untuk
menghimpun ziswaf dari masyarakat, pegawai bank, serta bank sendiri sebagai lembaga milik
para investor. Instrumen qardhul hasan berfungsi menghimpun dana dari penerimaan yang tidak
memenuhi kriteria halal serta dana infak dan sadaqah yang tidak ditentukan peruntukannya
secara spesifik oleh yang memberi.

4.      Fungsi jasa keuangan


Fungsi jasa keuangan yang dijalankan oleh bank syariah tidaklah berbeda dengan bank
konvensional, seperti memberikan layanan kliring, transfer, inkaso, pembayaran gaji, letter of
guarantee, letter of credit, dan lain-lain.
Namun mekanisme untuk mendapatkan keuntungan dari transaksi tersebut, bank syariah tetap
menggunakan skema yang sesuai dengan prinsip syariah.

2.6              Prinsip Bank Syariah

Dalam melaksanakan fungsi jasa keuangan perbankan syariah menggunakan beberapa prinsip
yang perlu diperhatikan, diantaranya :
a.       Prinsip Wakalah
Wakalah berarti penyerahan, pendelegasian, atau pemberian mandat.
b.      Prinsip Kafalah
Kafalah adalah jaminan yang diberikan oleh penanggung (kafiil) kepada pihak ketiga untuk
memenuhi kewajiban pihak kedua atau yang ditanggung (makfuul anhu ashil)
c.       Prinsip Hawalah
Hawalah adalah pengalihan utang dari orang yang berutang (muhil) kepada orang lain yang
menanggungnya (munhal’ alaih)
d.      Prinsip Sharf
Prinsip Sharf adalah prinsip yang digunakan dalam transaksi jual beli mata uang, baik antar mata
uang sejenis maupun antar mata uang berlainan jenis.
e.       Prinsip Ijarah
Objek ijarah adalah manfaat dari penggunaan barang dan jasa, apabila dikaitkan dengan
penggunaan barang maka diistilahkan dengan sewa – menyewa sedangkan apabila dikaitkan
dengan penggunaan jasa maka diistilahkan dengan upah – mengupah.

2.7              Kegiatan Usaha Bank Syariah

1.      Penghimpun Dana


2.      Penyaluran dana
3.      Jasa pelayanan
4.      Berkaitan dengan surat berharga
5.      Lalu lintas keuangan dan pembayaran
6.      Berkaitan dengan pasar modal
7.      Investasi
8.      Dana pensiun
9.      Sosial

2.8         Prinsip – Prinsip Dalam Menghimpun Dana Bank Syariah

Penghimpunan dana di Bank Syariah dapat berbentuk giro, tabungan, dan deposito. Prinsip
operasional syariah yang diterapkan dalam penghimpunan dana masyarakat adalah prinsip
wadi’ah dan mudharabah.

2.8.1        Prinsip Wadi’ah (simpanan)


Al-Wadi’ah atau dikenal dengan nama titipan atau simpanan, merupakan titipan murni dari satu
pihak ke pihak lain, baik perorangan maupun badan hukum yang harus dijaga dan dikembalikain
kapan saja bila si penitip menghendaki.
Ketentuan umum dari produk ini adalah :
•           Keuntungan atau kerugian dari penyaluran dana menjadi hak milik atau ditanggung bank,
sedang pemilik dana tidak dijanjikan imabalan dan tidak menanggung kerugian. Bank
dimungkinkan memberi bonus kapada pemilik dana sebagai suatu insentif untuk menarik dana
masyarakat namun tidak boleh diperjanjikan di muka.
•           Bank harus membuat akad pembukaan rekening yang isinya mencakup izin penyaluran
dana yang disimpan dan persyaratan lain yang disepakati selama tidak bertentangan dengan
prinsip syariah.Khusus bagi pemilik rekening giro, bank dapat memberikan buku cek, bilyet giro,
dan debit card.
•           Terhadap pembukaan rekening ini bank dapat mengenakan pengganti biaya administrasi
untuk sekadar menutupi biaya yang benar – benar terjadi.
•           Ketentuan – ketentuan lain yang berkaitan dengan rekening giro dan tabungan berlaku
selama tidak bertentangan dengan prinsip syariah.
Yang termasuk dalam produk Bank Syariah dalam menghimpun dana yaitu :
1.      Giro Syariah
Giro adalah simpanan yang penarikannya dapat dilakukan setiap saat dengan menggunakan  cek/
bilyet giro, atau dengan cara pemindahbukuan.
2.      Tabungan Syariah
Tabungan adalah simpanan yang penarikannya hanya dapat dilakukan menurut syarat tertentu
yang telah disepakati, tetapi tidak dapat ditarik dengan cek/bilyet giro.
3.      Deposito Syariah  
Deposito adalah simpanan yang penarikannya hanya dapat dilakukan pada waktu tertentu
berdasarkan perjanjian antara nasabah dengan bank.
   
2.8.2        Prinsip Mudharabah
Mudharabah adalah akad kerja sama antara dua pihak, di mana pihak pertama menyediakan
seluruh modal dan pihak lain menjadi pengelola. Keuntungan dibagi menurut kesepakatan yang
dituangkan dalam kontrak. Apabila rugi maka akan ditanggung pemilik modal selama kerugian
itu bukan akibat dari kelalaian si pengelola. Apabila kerugian diakibatkan kelalaian pengelola,
maka si pengelolalah yang bertanggung jawab.

Jenis-Jenis Mudharabah
•           Mudharabah Mutlaqah
Penerapan mudharabah mutlaqah dapat berupa tabungan dan deposito sehingga terdapat dua
jenis penghimpunan dana, yaitu tabungan mudharaba dan deposito mudharabah. Berdasarkan
prinsip ini, tidak ada pembatasan bagi bank dalam menggunakan dana yang dihimpun.
•           Mudharabah Muqayyadah
Adalah jenis mudharabah yang pada akadnya dicantumkan persyaratan-persyaratan tertentu
misalnya hanya boleh digunakan untuk usaha tertentu, di kota tertentu, dan dalam waktu tertentu.
Ikatan-ikatan ini membuat akad mudharabah menjadi terikat dan sempit sehingga disebut
mudharabah muqayyadah (restricted mudharabah).
Mudharabah Muqayyah terbagi 2 yaitu :
  Mudharabah Muqayyadah on Balance sheet
Jenis mudharabah ini merupakan simpanan khusus (restricted investment) di mana pemilik dana
dapat menetapkan syarat – syarat tertentu yang harus dipenuhi bank. Misalnya disyaratkan
digunakan untuk bisnis tertentu, disyaratkan digunakan deangan akad tertentu, atau disyaratkan
digunakan untuk nasabah tertentu.
  Mudharabah Muqayyadah off Balance sheet
Jenis mudharabah ini merupakan penyaluran dana mudharabah langsung kepada  usahanya, di
mana bank bertindak sebagai perantara (arranger) yang mempertemukan antara pemilik dana
dengan pelaksana usaha. Pemilik dana dapat menetapkan syarat – syarat tertentu yang harus
dipenuhi oleh bank dalam mencari kegiatan usaha yang akan dibiayai dan pelaksanaan usahanya.

2.9              Prinsip – Prinsip Penyaluran Dana Bank Syariah

                  a.      Prinsip Jual Beli (Ba’i)


Dalam melakukan jual beli  digunakan 3 skema yang meliputi :
  Jual beli dengan skema Murabahah
Jual beli dengan skema ini menyatakan harga perolehan dan keuntungan yang disepakati oleh
penjual dan pembeli. Skema ini digunakan oleh bank untuk nasabah yang hendak memiliki suatu
barang, sedangkan nasabah yang bersangkutan tidak memiliki uang pada saat pembelian. Dalam
hal ini bank syariah bertindak sebagai penjual sedangkan nasabah yang membutuhkan barang
bertindak sebagai pembeli.
  Jual beli dengan skema Salam
Jual beli dengan skema ini merupakan jual beli yang pelunasannya dilakukan terlebih dahulu
oleh pembeli sebelum barang pesanan diterima.
  Jual beli dengan skema Istishna
Jual beli dengan skema ini adalah jual beli yang didasarkan atas penugasan oleh pembeli kepada
penjual yang juga produsen untuk menyediakan barang atau suatu produk sesuai dengan
spesifikasi yang disyaratkan pembeli dan menjualnya dengan harga yang disepakati.

      b.      Prinsip Investasi


Dalam melakukan investasi, dapat dilakukan dengan skema mudharabah dan skema musyarakah.

Investasi dengan skema Mudharabah


Akad investasi dengan skema mudharabah adalah akad (transaksi) antara dua pihak dimana salah
satu pihak menyerahkan harta kepada yang lain agar diperdagangkan dengan pembagian
keuntungan diantara keduanya sesuai dengan kesepakatan.
Dalam skema ini bank bertindak sebagai shahibul maal (pemilik dana), sedangkan nasabah yang
menerima pembiayaan bertindak sebagai mudharib (pengelola dana), seluruh modal berasal dari
pihak bank syariah sebagai pemilik dana.

Investasi dengan skema Musyarakah


Investasi dengan skema ini adalah kerja sama investasi para pemilik modal yang mencampurkan
modal mereka pada suatu usaha tertentu dengan pembagian keuntungan berdasarkan nisbah yang
telah disepakati sebelumnya, sedangkan apabila terjadi kerugian ditanggung semua pemilik
modal berdasarkan porsi pemilik modal masing – masing.

     c.       Prinsip Sewa


Sewa dengan skema Ijarah
Sewa dengan skema ijarah adalah transaksi sewa menyewa antara pemilik objek sewa dan
penyewa untuk mendapatkan imbalan atas objek sewa yang disewakan. Dalam transaksi ini bank
syariah bertindak sebagai pemberi sewa atau pemilik objek sewa, sedangkan nasabah bertindak
sebagai penyewa.
Sewa dengan skema Ijarah Muntahiya Bittamlik
Sewa dengan skema ini adalah transaksi sewa menyewa antara pemilik objek sewa dan penyewa
untuk mendapatkan imbalan atas objek sewa yang disediakannya dengan opsi perpindahan hak
milik pada saat tertentu sesuai dengan akad sewa. Berbeda dengan transaksi Ijarah, pada
transaksi ini memberi hak pilih pada penyewa untuk memiliki barang yang disewa.

      d.      Prinsip Bagi Hasil (Syirkah)


Transaksi yang penanaman dana dari pemilik modal dengan pengelola untuk melakukan usaha
tertentu yang sesuai syariah, dengan pembagian hasil antara kedua belah pihak berdasarkan
perjanjian yang telah disepakati.

Produk pembiayaan syariah yang didasarkan pada prinsip bagi hasil adalah:
  Musyarakah
Musyarakah adalah semua bentuk usaha yang melibatkan dua pihak atau lebih dimana secara
bersama – sama memadukan seluruh bentuk sumber daya baik yang berwujud maupun tidak
berwujud. Bentuk kontribusi dari pihaki yang bekerja sama dapat berupa dana, barang
perdagangan (trading asset), kewiraswastaan (entrepreneurship), keahlian (skill), kepemilikan
(property), peralatan (equipment), atau intangible asset( seperti hak paten atau goodwill),
kepercayaan/reputasi (credit worthiness) dan barang – barang lainnya yang dapat dinilai dengan
uang. Dengan merangkum seluruh kombinasi dari bentu kontribusi masing – masing pihak
dengan atau tanpa batasan waktu menjadikan produk ini sangat fleksibel.

  Mudharabah
Mudharabah adalah bentuk kerjasama antara dua atau lebih pihak dimana pemilik modal
mempercayakan seju7mlah modal kepada pengelola dengan suatu perjanjian pembagian
keuntungan.Bentuk ini menegaskan kerjasama dengan kontribusi 100% modal dari pemilik
modal dan keahlian dari pengelola. Beberapa ketentuan umum mudharabah adalah :
  Jumlah modal yang diserahkan kepada nasabah selaku pengelola modal harusd iserahkan
tunai;
  Hasil dari pengelolaan modal pembiayaan mudharabah dapat diperhitungkan dengan dua cara:
perhitungan dari pendapatan proyek (revenue sharing) dan perhitungan dari keuntungan proyek
(profit loss sharing).
  Hasil usaha dibagi sesuai dengan persetujuan dalam akad pada setiap bulan atau waktu yang
disepakati.
  Bank berhak melakukan pengawasan terhadap pekerjaan, namun tidak berhak mencampuri
urusan pekerjaan/usaha nasabah.

      e.       Akad pelengkap


Untuk mempermudah pelaksanaan pembiayaan, biasanya diperlukan juga akad pelengkap. Akad
pelengkap ini tidak ditujukan untuk mencari keuntungan, namun ditujukan untuk mempermudah
pelaksanaan pembayaran. Meskipun tidak ditujukan untuk mencari keuntungan, dalam akad
pelengkap ini diperbolehkan untuk meminta pengganti biaya – biaya yang dikeluarkan untuk
melaksanakan akad ini. Besarnya pengganti biaya ini sekadar untuk menutupi biaya yang benar –
benar timbul.
  Hiwalah ( Alih Utang Piutang)
Hiwalah adalah transaksi mengalihkan utang piutang. Dalam praktik perbankan syariah, fasilitas
hiwalah lazimnya untuk melanjutkan suplier mendapatkan modal tunai agar dapat melanjutkan
produksinya. Bank mendapatkan ganti biaya atas jasa pemindahan piutang.

   Rahn (Gadai)


Tujuan akad rahn adalah memberikan jaminan pembayaran kembali kepada bank dalam
memberikan pembiayaan. Barang yang digadaikan wajib memenuhi kriteria sebagai berikut :
- Milik nasabah sendiri,
- Jelas ukuran, sifat, dan nilainya ditentukan berdasarkan nilai riil pasar,
- Dapat dikuasai namun tidak boleh dimanfaatkan oleh bank.
Atas izin bank, nasabah dapat menggnakan barang tertentu yang digadaikan dengan tidak
mengurangi nilai dan merusak barang yang digadaikan. Apabila barang yang digadaikan rusak
atau cacat, maka nasabah harus bertanggungjawab.
  Qardh
Qardh adalah pinjaman uang. Aplikasi qardh dalam perbankan biasanya dalam empat hal yaitu:
- Sebagai pinjaman talangan haji, diman nasabah calon haji diberikan pinjaman talangan untuk
memenuhi syarat penyetoran biaya perjalanan haji.
- Sebagai pinjaman tunai (cash advance) dari produk kartu kredit syariah, dimana nasabah diberi
keleluasaan untuk menarik uang tunai melalui8 bank (ATM). Nasabah akan mengembalikannya
sesuai waktu yang ditentukan.
- Sebagai pinjaman kepada pengusaha kecil, di mana menurut perhitungan bank akan
memberatkan si pengusaha bila diberikan pembiayaan dengan skema jual beli, ijarah, atau bagi
hasil.
- Sebagai pinjaman kepada pengurus bank, dimana bank menyediakan fasilitas ini untuk
memastikan terpenuhinya kebutuhan pengurus bank. Pengurus bank akan mengembalikannya
secara angsur melalui potongan gajinya.
  Wakalah (Perwakilan )
Wakalah dalam aplikasi perbankan terjadi apabila nasabah memberikan kuasa pada bank untuk
mewakili dirinya melakukan pekerjaan jasa tertentu, seperti pembukuan L/C (Letter of Credit),
inkaso dan transfer uang.
Bank dan nasabah yang dicantumkan dalam akad pemberian kuasa harus cakap hukum. Khusus
untuk pembukuan L/C, apabila dana nasabah tidak cukup, maka penyelesaian L/C (settlement
L/C) dapat dilakukan dengan pembiayaan murabahah, salam, ijarah, mudharabah, atau
musyarakah.
  Kafalah (Garansi Bank)
Garansi bank dapat diberikan dengan tujuan untuk mrnjamin suatu kewajiban pembayaran. Bank
dapat mempersyaratkan nasabah untuk menempatkan sejumlah dana untuk fasilitas ini sebagai
rahnb. Bank dapat pula menerima dana tersebut dengan prinsip wadi’ah. Bank mendapatkan
pengganti biaya atas jasa yang diberikan.

f.       Pembiayaan dengan bagi basil


         Al-musyarakah
Al-musyarakah adalah akad kerja sama antara dua pihak atau lebih untuk melakukan usaha
tertentu. Masing-masing pihak memberikan dana atau amal dengan kesepakatan bahwa
keuntungan atau resiko akan ditanggung bersama sesuai dengan kesepakatan.
AI-musyarakah dalam praktik perbankan diaplikasikan dalam hal pembiayaan proyek.Dalam hal
ini nasabah yang dibiayai dengan bank sama-sama menyediakan dana untuk melaksanakan
proyek tersebut. Keuntungan dari proyek dibagi sesuai dengan kesepakatan untuk bank setelah
terlebih dulu mengembalikan dana yang dipakai nasabah. Al-musyarakah dapat pula dilakukan
untuk kegiatan investasi seperti pada lembaga keuangan modal ventura.
         AI-mudharabah
Pengertian AI-mudharabahadalah akad kerja sama antara dua pihak, di mana pihak pertama
menyediakan seluruh modal dan pihak lain menjadi pengelola. Keuntungan dibagi menurut
kesepakatan yang dituangkan dalam kontrak. Apabila rugi maka akan ditanggung pemilik modal
selama kerugian itu bukan akibat dari kelalaian si pengelola. Apabila kerugian diakibatkan
kelalaian pengelola, maka si pengelolalah yang bertanggung jawab.
   mudharabah muthlaqah merupakan kerja sama antara pihak pertama dan pihak lain yang
cakupannya lebih luas. Maksudnya tidak dibatasi oleh waktu, spesifikasi usaha dan daerah
bisnis.
   mudharabah muqayyadah merupakan kebalikan dari mudharabah muthlaqah di mana pihak lain
dibatasi oleh waktu spesifikasi usaha dan daerah bisnis.
Dalam dunia perbankan biasanya diaplikasikan pada produk pembiayaan atau pendanaan seperti,
pembiayaan modal kerja. Dana untuk kegiatan mudharabah diambil dari simpanan tabungan
berjangka seperti tabungan haji atau tabungan kurban. Dana juga dapat dilakukan dari deposito
biasa dan deposito spesial yang dititipkan nasabah untuk usaha tertentu.

2.10          Keunggulan Dan Kelemahan Bank Syariah

2.10.1                Keunggulan Bank Syariah

1)      Bank syariah relatif lebih mudah merespons kebijaksanaan pemerintah;


2)      Terhindar dari praktik money laundring;
3)      Bank syariah lebih mandiri dalam penentuan kebijakan bagi hasilnya;
4)      Tidak mudah dipengaruhi gejolak moneter;
5)      Mekanisme bank syariah didasarkan pada prinsip efisiensi, keadilan dan kebersmaan.
2.10.2    Kelemahan Bank Syariah

1)      Jaringan kantor bank syariah belum luas;


2)      SDM bank syariah masih sedikit;
3)      Pemahaman masyarakat tentang bank syariah masih kurang;
4)      Kekeliruan penilaian proyek berakibat lebih besar daripada bank konvensional.

2.11. Pengertian Bisnis Syariah


Secara bahasa, Syariat (al-syari’ah) berarti sumber air minum (mawrid al-ma’ li al
istisqa) atau jalan lurus (at-thariq al-mustaqîm). Sedang secara istilah syariah bermakna
perundang-undangan yang diturunkan Allah Swt melalui Rasulullah Muhammad SAW untuk
seluruh umat manusia baik menyangkut masalah ibadah, akhlak, makanan, minuman pakaian
maupun muamalah (interaksi sesama manusia dalam berbagai aspek kehidupan) guna meraih
kebahagiaan di dunia dan di akhirat.
Menurut Syafi’I Antonio, syariah mempunyai keunikan tersendiri, syariah tidak saja
komprehensif, tetapi juga universal. Universal bermakna bahwa syariah dapat diterapkan dalam
setiap waktu dan tempat oleh setiap manusia. Keuniversalan ini terutama pada bidang sosial
(ekonomi) yang tidak membeda-bedakan antara kalangan Muslim dan non-Muslim.
Dengan mengacu pada pengertian tersebut, Hermawan Kartajaya dan Syakir Sula memberi
pengertian bahwa Bisnis syariah adalah bisnis yang santun, bisnis yang penuh kebersamaan dan
penghormatan atas hak masing-masing. Pengertian yang hari lalu cenderung normatif dan
terkesan jauh dari kenyataan bisnis kini dapat dilihat dan dipraktikkan dan akan menjadi trend
bisnis masa depan.

2.12. Ruang Lingkup Bisnis Syariah


Bisnis syariah mempunyai keunikan sendiri, tidak hanya bersifat konperhensif tetapi
bisnis syariah juga memiliki sifat yang universal yang artinya dapat diterapkan kapan saja dan
oleh siapa saja baik muslim maupun non musim. Bisnis syariah memiliki 4 prinsip dalam
melakukan kegiatan ekonominya yaitu Keseimbangan atau Kesejajaran, Tanggung Jawab,
Tauhid dan Kehendak Bebas.
1.      Keseimbangan atau Kesejajaran
Suatu konsep yang mengharuskan adanya keadilan social didalam jalannya bisnis yang
berdasarkan syariah.
2.      Tanggung Jawab
Manusia dan segala aktivitas yang dijalaninya memiliki tanggung jawab kepada Allah dan
kepada sesame manusia lainnya, karena manusia tidak dapat hidup sendiri mereka hidup
berdampingan dan tidak lepas dari hokum yang berlaku didunia maupun diakhirat nanti.
3.      Tauhid
Manusia harus menyakini bahwa Allah lah yang menjadi pemilik mutlak dan absolute atas
semua yang berada didunia ini, dari Dial ah sumbernya dan akan berakhir kepadaNya. Maka dari
itu kita sebagai manusia harus mengikuti aturannya dan batas-batas yang ditetapkan.
4.      Kehendak Bebas
Manusi diciptakan dengan satu potensi yaitu, mereka bebas memilih apa yang mereka mau
kerjakan. Tetapi kehendak bebas yang di berikan Allah haruslah sejalan dengan prinsip dasar
diciptakannya manusia dan harus sejalan dengan kepentingan individu terutama lagi kepada
kepentingan umum.
Jadi ruang lingkup bisnis syariah itu dapat  dipelajari dalam agama karena bisnis syariah
suatu ilmu bisnis yang petunjuk-petunjuknya terdapat di dalam Al-Qur’an.
Abdalla Hanafi dan Hamid Salam, Guru Besar Business Administration di Mankata State
Univeristy menambahkan cakupan berupa nilai ketulusan, keikhlasan berusaha, persaudaraan
dan keadilan. Sifatnya juga universal dan bisa dipraktekkan siapa saja. Etika bisnis syariah bisa
diwujudkan dalam bentuk ketulusan perusahaan dengan orientasi yang tidak hanya pada
keuntungan perusahaan namun juga bermanfaat bagi masyarakat dalam arti sebenarnya.
Pendekatan win-win solution menjadi prioritas. Semua pihak diuntungkan sehingga tidak ada
praktek “culas” seperti menipu masyarakat atau petugas pajak dengan laporan keuangan yang
rangkap dan lain-lain.
Bisnis juga merupakan wujud memperkuat persaudaraan manusia dan bukan mencari
musuh. Jika dikaitkan dengan pertanyaan, apakah etika bisnis syariah juga bisa meminimalisir
keuntungan atau malah merugikan ?. Jawabnya tergantung bagaimana kita melihatnya. Bisnis
yang dijalankan dengan melanggar prinsip-prinsip etika dan syariah seperti pemborosan,
manipulasi, ketidakjujuran, monopoli, kolusi dan nepotisme cenderung tidak produktif dan
menimbulkan inefisiensi.
Etika yang diabaikan bisa membuat perusahaan kehilangan kepercayaan dari masyarakat
bahkan mungkin dituntut di muka hukum. Manajemen yang tidak menerapkan nilai-nilai etika
dan hanya berorientasi pada laba (tujuan) jangka pendek, tidak akan mampu bertahan (survive)
dalam jangka panjang. Jika demikian, pilihan berada di tangan kita. Apakah memilih keuntungan
jangka pendek dengan mengabaikan etika atau memilih keuntungan jangka panjang dengan
komit terhadap prinsip-prinsip etika dalam hal ini etika bisnis syariah.

2.13. Perkembangan Bisnis Syariah di Indonesia


Perkembangan bisnis syariah mengalami perkembangan yang pesat, bisnis dengan
menggunakan label syariah ini menjadi trend  yang cukup menggoda. Hal ini dibuktikan dengan
banyaknya ragam bisnis yang saat ini diberi label syariah. Perbankan syariah mungkin dapat kita
sebut sebagai pionirnya, disusul kemudian industri yang bergerak di sektor jasa keuangan
lainnya, ada koperasi jasa keuangan syariah (KJKS), asuransi syariah, pegadaian syariah,
obligasi syariah dan sebagainya.
Jika perkembangan bisnis syariah ini tumbuh berawal dari sektor keuangan, tentu sangat
mudah utuk dipahami. Sebab, bisnis disektor keuangan merupakan bisnis yang basis
penggeraknya adalah bunga. Ketika kemudian ada fatwa yang menjelaskan bahwa bunga bank
adalah riba, maka tentu saja bisnis disektor ini mengalami guncangan (meski banyak juga yang
masih merasa nyaman). Maka upaya-upaya untuk mensyariahkan bisnis di sektor ini terus
menerus dilakukan.
Melihat kenyataan yang telah disebutkan diatas, dapat dipastikan bisnis syariah akan
mengalami perkembangan yang cukup pesat dan bukan tidak mungkin akan mengalahkan
dominasi bisnis konvensional yang saat ini masih mendominasi bisnis Indonesia.

2.14. Peluang Bisnis Wisata Syariah di Indonesia


Negara-negara muslim memiliki banyak potensi wisata yang belum dimanfaatkan secara
optimal, salah satunya adalah pengembangan pariwisata syariah. Trend wisata syariah semakin
tinggi dan menjadi ladang bisnis bagi para pengusaha untuk menggarap keuntungan. Sejalan
dengan perkembangan wisata syariah, produk halal ternyata tidak hanya dikonsumsi oleh turis
muslim saja, namun juga oleh turis non-muslim.
Hal ini menyusul semakin sadarnya masyarakat akan manfaat konsep halal yang
diterapkan Islam, baik dalam hal makanan, wisata, jasa keuangan dan lainnya.
Sektor pariwisata berbasis syariah di indonesia ke depan kian terlihat menjanjikan, karena
pemerintah melalui kementerian pariwisata dan ekonomi kreatif memberikan dukungan penuh
pada pengembangan wisata syariah di Indonesia. Dukungan formal dari pemerintah tersebut
mulai digaungkan sejak era presiden SBY, hal ini terbukti dengan diselenggerakanya
Konferensi Wisata Syariah Negara-negara Anggota Organisasi Konferensi Islam (OKI) yang
berlangsung di Jakarta selama dua hari pada tanggal 2-3 Juni 2014 menghasilkan 13
rekomendasi untuk ditindaklanjuti dalam pengembangan wisata syariah ke depan.
Dalam rangka pengembngan wisata syariah ke depan, maka pada 1st Organization
Islamic Conference (OIC) International Forum on Islamic Tourism menghasilkan beberapa
rekomendasi :
1.     Perlu adanya peningkatan awareness dan penjelasan mengenai wisata syariah dan signifikansinya
terhadap perekonomian yang dapat membuat hubungan sesama umat muslim dan lingkungan
sekitarnya menjadi semakin erat.
2.      Sekretariat Jenderal OKI bersama dengan negara-negara anggota hendaknya menyelenggarakan
sejumlah pertemuan lanjutan mengenai wisata syariah, termasuk dalam mengembangkan
branding dan positioning pada pasar pariwisata dunia.
3. Mendorong Sekretariat Jenderal dan negara anggota OKI untuk mengadakan event internasional
tahunan wisata syariah.\
4. Mendorong arus wisatawan antara negara-negara OKI dengan mengimplementasikan kebijakan
nasional melalui fasilitasi visa, pembangunan kapasitas, dan menyediakan iklim kondusif bagi
investasi wisata syariah.
5. Mengimbau Statistical, Economic and Social Research and Training Centre for Islamic Countries
(SESRIC), Islamic Centre for Development of Trade, Research Centre for Islamic History, Art
and Culture (IRCICA), Islamic Educational, Scientific and Cultural Organization dan Islamic
Development Bank Group, memberi dukungan pembangunan kapasitas untuk pengembangan
wisata syariah di negara-negara anggota OKI.
6. SESRIC hendaknya dapat menyediakan studi dan riset mendetail mengenai wisata syariah,
perilaku wisatawan muslim dan peluang investasi wisata syariah serta memberikan hasilnya pada
Konferensi Menteri Pariwisata OKI yang ke-9 di Niger pada 2015.
7. IRCICA juga diharapkan dapat menghasilkan studi pengembangan situs budaya dan
menyediakan informasi sejarah, seni, dan ilmu pengetahuan dan Islam, dan menyerahkan
hasilnya pada Konferensi Menteri Pariwisata OKI yang ke-9 di Niger pada 2015.
8. Standard and Metrology Institute for Islamic Countries (SMIIC) diharapkan dapat mengaktifkan
kembali Komite Wisata dan membuat standar industri wisata syariah, produk dan jasanya.
9. Kamar Dagang dan Industri Syariah hendaknya mendorong transaksi bisnis wisata syariah
diantara negara-negara OKI.
10. Meminta IDB Group membuat skema pembiayaan untuk pengembangan wisata syariah di
negara-negara anggota OKI.
11. Pelaku industri wisata syariah di negara-negara anggota OKI hendaknya (lanjutan dibawah) :
12. Mengusulkan membentuk Working Group Wisata Syariah dan mengeksplorasi kemungkinan
untuk membuat Rencana Aksi Wisata Syariah pada Konferensi Menteri Pariwisata OKI.
13. Laporan dan rekomendasi dari forum ini diharapkan dapat diadopsi pada Konferensi Menteri
Pariwisata OKI yang ke-9 di Niger pada 2015.

Jauh sebelum pemerintah memberikan dukungan pada wisata syariah dengan wujud
menyelenggarakan Konferensi Wisata Syariah Negara-negara Anggota Organisasi Konferensi
Islam, Dewan Syariah Nasional MUI Sejak beberapa tahun terakhir ini, turut aktif mendukung
pemerintah, khususnya dari Kementrian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, guna mengembangkan
wisata syariah di Indonesia.
Menurut DSN MUI, Wisata Syariah merupakan satu ruang yang sangat luas dan sangat
strategis, karena ddalamnya banyak unsur-unsur yang terkait dengan upaya membangun
peradaban Islam yang kaffah, dan rahmatan lil alamin. Karena faktor lingkungan, SDM, budaya,
seni, dan berbagai derivatif lainnya, pasti akan menjadi komponen-komponen yang menyatu,
yang tidak bisa dipisahkan. Dan semua ini sebetulnya adalah sebuah peradaban yang sejak lama
didirikan oleh manusia. Ini juga tak terlepas dari upaya meningkatkan ekonomi kreatif, sehingga
akan meningkatkan nilai-nilai ekonomis dari obyek-obyek wisata yang kita miliki, yang nantinya
juga akan berdampak pada peningkatan nilai-nilai ekonomi, baik secara mikro maupun makro.
Karena itulah, DSN MUI merasa terpanggil untuk men-support Pemerintah dalam
mengembangkan wisata syariah ini.
Peran DSN MUI sangatlah vital dalam pengembangan wisata syariah ini, untuk itu DSN
MUI melakukan beberapa langkah-langkah diantaranya; DSN MUI mengambil peran yang
dituangkan didalam MOU bersama Kemenparekraf yang isinya :
1.    DSN MUI menyusun Pedoman Umum yang menyangkut wisata syariah, dan juga pedoman-
pedoman khusus yang terkait dengan elemen-elemen dari wisata syariah yang diperlukan, seperti
misalnya, menyangkut perrhotelan syariah, restoran, atau rumah makan, atau hal-hal yang terkait
dengan produk-produk konsumen wisata syariah.
2.    DSN MUI menyiapkan sertifikasi bagi perusahaan-perusahaan yang bergerak di bidang jasa
wisata syariah. DSN juga akan memberikan pelathan dan sertifikasi pula bagi para tour guide,
karena posisi-posisi ini memang sangat penting.
3.    DSN MUI juga akan menempatkan Dewan Pengawas Syariah (DPS) pada biro-biro perjalanan
wisata, guna memberikan arahan, bimbingan, dan juga memberikan opini-opini syariah yang
terkait dengan pengembangan wisata syariah yang berkelanjutan.
4.    DSN MUI juga akan memberikan fatwa-fatwa yang menjadi pedoman dasar dari wisata syariah
ini. Dan tentu saja, DSN MUI juga ikut mensosialisasikan pengembagan wisata syariah di tanah
air ini, bersama-sama dengan pemerintah dan pihak-pihak terkait lainnya.
Dari catatan yang ada, spending muslim travel pada 2013 mencapai US$ 137 miliar.
Dalam laporan berjudul State of The Global Islamic Economy 2013 Report, disebutkan jumlah
ini sama dengan 12,5 persen dari keseluruhan nilai belanja pariwisata dunia.
Angka itu belum termasuk belanja untuk umrah dan haji. Menurut perkiraan mereka,
pada 2018 belanja muslim untuk keperluan wisata menembus US$ 181 miliar. Tingkat
pertumbuhan muslim travel di dunia jauh di atas tingkat pertumbuhan wisatawan mancanegara
yang lain. Sebagai catatan, wisatawan mancanegara yang masuk ke Indonesia mencapai 8,8 juta
turis, dengan total US$ 1,66 miliar.
Namun, para ahli mengamati industri perjalanan dan pariwisata halal di negara-negara
nonmuslim jauh lebih baik daripada di negara-negara muslim. Dewan Crescent Tours di Inggris,
Elnur Seyidli berpendapat pertumbuhan pariwisata halal seperti yang terlihat di Selandia Baru
dan Australia menunjukkan, negara-negara nonmuslim lebih disukai turis negara-negara muslim.
Menurutnya, dunia nonmuslim mampu menggarap potensi tersebut lebih maksimal. Contohnya,
Jepang yang memiliki ruang salat di bandara dan sebagian besar hotel di sana menyediakan
makanan halal. Thomson Reuters baru-baru ini melaporkan, Eropa menjadi tujuan wisata
terpopuler secara global pada 2012. Di bagian daftar teratas adalah Prancis dengan 83 juta
kedatangan. Amerika Serikat menduduki posisi kedua dengan 67 juta kedatangan, diikuti China
dan Spanyol dengan 58 juta kunjungan. Turki dan Malaysia menduduki peringkat ke-6 dan ke-
10.
Indonesia memiliki potensi besar dalam pengembangan wisata syariah mengingat
sebagian besar penduduknya adalah Muslim dan adanya faktor pendukung seperti ketersediaan
produk halal. Indonesia yang mayoritas penduduknya beragama Islam, secara alami budayanya
telah menjalankan kehidupan bermasyarakat yang Islami, sehingga di sebagian besar wilayahnya
yang merupakan destinasi wisata telah ramah terhadap Muslim Traveller. Terkait kebutuhan
umat muslim dunia, dari 6,8 milyar lebih penduduk dunia, tercatat tidak kurang dari 1,57 milyar
atau sekitar 23% adalah muslim. Bahkan di Indonesia, penganut Islam diperkirakan mencapai
angka 203 juta jiwa atau sekitar 88,2% dari jumlah penduduk. Hal ini merupakan potensi bagi
pengembangan wisata syariah, misalnya dengan menciptakan paket-paket wisata syariah di
destinasi pariwisata Indonesia.
Menurut penelitian dari Crescentrating, pengeluaran wisatawan muslim dalam suatu
perjalanan wisata sangat tinggi, dapat dibayangkan uang yang dihabiskan wisatawan muslim di
dunia pada tahun 2011 mencapai 126 milyar dolar AS atau setara Rp 1.222,1 Triliun. Angka ini
dua kali lebih besar dari seluruh uang yang dikeluarkan oleh wisatawan Cina yang mencapai 65
miliar dolar AS atau setara Rp 630 Triliun. Target kita wisatawan dari Timur Tengah, Afrika
Selatan, Asia, China, India, dan Eropa.
Menurut Dirjen Pemasaran Pariwisata, Esthy Reko Astuti, untuk memenuhi kebutuhan
tersebut pemerintah mencoba mengembangkan dan mempromosikan usaha jasa di bidang
perhotelan, restoran, biro perjalanan wisata, dan SPA di 12 destinasi wisata syariah di Indonesia
antara lain Aceh, Sumatera Barat, Riau, Lampung, Banten, Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah,
Yogyakarta, Jawa Timur, NTB serta Sulawesi Selatan. Kedua belas destinasi tersebut merupakan
proyek percontohan dan tidak menutup kemungkinan diperluas ke destinasi lainnya di Indonesia.
Produk baru dari Kemeparekraf ini tentunya membutuhkan tenaga professional di bidang
pariwisata khususnya wisata syariah. Untuk Mendukung program pemerintah tersebut,
Universitas yang membuka fakultas pariwisata perlu mempersiapkan hingga melahirkan tenaga
kerja profesional di bidang kepariwisataan yang berkualitas dan bersertifikat taraf internasional.
Program wisata syariah yang digalakkan oleh Kemenparekraf harus sejalan dengan visi & misi
fakultas pariwisata yang berdasarkan nilai-nilai Islam dalam menngembangkan dan memajukan
Pariwisata Sumatera Barat khususnya dan Indonesia umumnya.
Dengan nilai-nilai keislaman yang ada pada pariwisata syariah bukan hanya bermanfaat
bagi industri pariwisata tapi juga bermanfaat bagi masyarakat dalam meningkatkan keimanan &
menjadi manusia yang lebih baik dan mencegah terjadinya hal hal yang bersifat mudharat bagi
manusia dan lingkungan. Bahkan ketua MUI sendiri menyampaikan bahwa Wisata Syariah
adalah bagian dari Dakwah, Subhanallah. Selaras Sumbar sendiri wisata syariah yang
menghilangkan hal hal yang tidak sesuai dengan syariah islam sangat sesuai dengan.
Dengan adanya wisata Syariah ini mungkin bisa menjawab pertanyaan dari kalangan
masyarakat yang insha Allah bisa mengubah stigma masyarakat tentang pariwisata di Indonesia.
Produk baru Kemenparekraf ini bisa menjadi Jati Diri Pariwisata Indonesia yang bersinergi
dengan seluruh lapisan masyarakat dan dapat menjadi insan pariwisata yang agamis dan
profesional. insyaallah, wisata syari’ah yang paling barokah.
Meski terkesan terlambat, namun pengembangkan sektor “sharia tourism” ini akan
memberikan nilai tambah ekonomi sekaligus khazanah budaya bagi Indonesia sendiri, sehingga
dikenal di manca Negara, utamanya di kalangan dunia Islam. Dewasa ini konsep priwisata Islam
(Islamic tourism) – berkaitan pula dengan konsep wisata halal – sebuah paket wisata yang
sekaligus mengandung nilai-nilai dakwah, manfaat serta pengenalan tentang kebudayaan Islam
(Islamic culture).
Negara-negara di Timur Tengah, sudah lebih dulu mengawalinya secara professional,
contoh seperti Mesir, dan Uni Emirat Arab (UEA) , yang mengemas paket wisata mereka dengan
basis syariah dari hulu ke hilir, semua unsure yang terkait dengan pariwisata dibungkus dengan
nili-nilai Islami, dari bentuk pelayanan, hotel, area destinasi hingga makanan yang disajikan.
Sehingga para wisatawan memandang pejalanan yang dialkukannya adalah penuh manfaat,
bernilai tadabur alam serta rekreasi yang tidak sia-sia. Saat ini “Sharia Tourism” atau Wisata
berbasis syariah sangat menarik untuk dikembangkan, setelah berbagai bisnis berbasis syariah
mengemuka, yakni perbankan syariah, asuransi syariah dan lain-lain, kini bergulir ide Wisata
Syariah. Melihat pada kenyataan yang dipaparkan diatas, bisnis wisata syariah akan menjadi
primadona baru bagi dunia pariwisata nasional bahkan internasional.
Dengan adanya dukungan dari MUI dan pemerintah, serta kebutuhan masyarakat
indonesia akan wisata halal, maka wisata syariah di indonesia akan semakin mudah berkembang.
penyusun melihat di Indonesia belum banyak Jasa Tour yang memiliki konsep syariah. Kalaupun
ada, baru beberapa jenis wisata yang memang dari asalnya sudah syar’i, seperti ziarah wali 9,
atau juga Umrah. Dengan kenyataan ini tentunya wisata syariah akan menjadi lapangan bisnis
yang menjanjikan. Akses untuk membuka bisnis wisata syariah di Indonesia akan lebih mudah
mengingat sekarang ini belum banyak kompetitor yang dalam persaingan bisnis wisata syariah.
BAB III

KESIMPULAN

Dari uraian kita sepakati bersama bahwa perbankan islam adalah lembaga keuangan yang
menjalankan aktivitas perbankan konvensional murni yang tidak sama sekali ada kaitannya
dengan kegiatan keagamaan yang akan menimbulkan kontradiksi apabila terjadi sebuah
kesalahan, maka agama islam termasuk di dalamnya umat islam itu akan tersalahkan.
Namun dalam kegiatannnya perbankan islam tidak boleh menyimpang dari landasan dan
prinsip-prinsip islam itu sendiri, karena timbulnya perbankan islam adalah untuk
menyempurnakan dari sistem sosialis dan konvensional. Yang bukan saja berorientasi pada
profitabilitas tapi juga bagaimana perbankan islam itu sendiri mengedepankan etika dan moral
dalam berbisnis di dunia perbankan yang dapat menciptakan sebuah kegiatan perbankan yang
efisien dan efektip (bebas dari Riba, Gharar, Maysir, dll) sehingga dapat berimplikasi pada
pembangunan ekonomi, kesejahteraan rakyat, menciptakan pasar ekonomi yang sehat dan
menghilangkan paradigma dzalim.
Dan bisa difahami pula bahwa bisnis syariah adalah segala jenis bisnis yang berasakan
syariat Islam. Sehingga pada praktiknya semua pelaku usaha akan benar-benar hati-hati dalam
bertransaksi atau merancang sebuah aturan bisnis. Tentunya hal ini sangat meneteramkan bagi
kaum muslimin dan ternyata diminati juga oleh kaum non muslim. Sehingga bisnis syariah
memiliki prospek yang cemerlang di masa mendatang.

 
BAB IV

DAFTAR PUSTAKA

Buku :
Andri Soemitra. 2009. Bank dan lembaga keuangan syariah. Jakarta : Kencana.
Kautsar Riza Salman. 2012. Akuntansi Perbankan Syariah Berbasis PSAK Syariah. Jakarta :
Indeks.
Syakir Sula, Muhammad, dan kertajaya, Hermawan, syariah marketing, Mizan, Bandung, 2006
Sofyan, Riyanto. Bisnis syariah, mengapa tidak?, jakarta, PT. Gramedia Pustaka Utama.

Sumber lain :
http://www. Makalahegi.blogspot.com Diakses pada tanggal 04 Desember 2020
http://www. Eramoeslem.com”ekonomi syariah
https://adzaniahdinda.wordpress.com/2013/04/07/ruang-lingkup-bisnis-syariah/ diakses pada 04
Desember 2020,
http://reza-rahmat.blogspot.com/2012/06/ruang-lingkup-bisnis-syariah.html diakses pada 04
Desember 2020,
http://mugipanji.wordpress.com/2014/08/19/indonesia-serius-kembangkan-wisata-syariah/
diakses pada 02 januari 2015
wawancara mysharing.com dengan DSN MUI. http://mysharing.co/wisata-syariah/ .diakses
pada 04 Desember 2020

Anda mungkin juga menyukai