Anda di halaman 1dari 29

SISTEM PERBANKAN SYARIAH DALAM INDONESIA

MAKALAH
UNTUK MEMENUHI TUGAS MATAKULIAH
Bank dan Lembaga Keuangan Bukan Bank
yang dibina oleh Drs. Mohammad Hari, M.Si.

Oleh
Dhea Prisnawati 150413603001
Dwiki Luthfanusa A. 130413615031
Imayudha Asepta F. 150413603006
Muhammad Afif 130413615005
Ghiffari Akbar P 140413602997

UNIVERSITAS NEGERI MALANG


FAKULTAS EKONOMI
JURUSAN MANAJEMEN
Februari 2016
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Sistem perbankan syariah mungkin untuk dilakukan di Indonesia setelah
ditetapkan Undang-undang No.7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana
telah diubah dengan UU No.10 Tahun 1998. Dengan diperkenalkannya perbankan
dengan sistem syariah, maka sistem perbankan Indonesia saat ini disamping
perbankan konvensional yang dikenal, juga dapat dijalankan sistem perbankan
berdasarkan prinsip syariah. Kegiatan usha perbankan syariah pada dasarnya
merupakan perlusan jasa perbankan bagi masyarakat yang membutuhkan dan
menghendaki pembayaran imbalan yang tidak didasarkan kepada sistem bunga,
melainkan atas dasar prinsip syariah sebagaimana digariskan syariah Islam.
Bank Syariah dalam menjalankan operasinya tidak menggunakan sistem
bunga sebagai dasar dalam menentukan penentuan imbalan yang akan diterima
atas pembiayaan yang diberikan dan atau pemberian imbalan atas dana
masyarakat. Penentuan imbalan yang diinginkan dan yang akan diberikan tersebut
semata-mata didasarkan pada prinsip syariah.
Pada awalnya penerapan sistem perbankan syariah, pembentukan lembaga
keuangan syariah, serta penciptaan produk-produk syariah dalam sistem keuangan
dimasukkan untuk menciptakan suatu kondisi bagi umat muslim agar
melaksanakan semua aspek kehidupannya termasuk aspek ekonominya dengan
berlangsungan pada Al Qur’an dan As-Sunnah. Saat ini, sistem perekonomian
islam mengalami perkembangn yang cukup pesat dan menjadi objek kajian dan
penelitian kalangan barat. Sistem syariah dewasa ini telah terintregsi dan
berinteraksi dengan sistem perekonomian dunia. Sistem perbankan syariah tidak
lagi hanya dimonopoli dan di klaim sebagai sistem perbankan negra-negara Islam.
Oleh para pengamat, sistem syariah ini diyakini akan mampu menjadi
sistem alternatif untuk mengembalikan ekonomi Indonesia. Dewasa ini selain
produk perbankan syariah, produk-produk keuangan syariah lainnya sudah
memasuki sector perekonomian di berbagai negara, antara lain produk pasar
modal syariah (misalnya oblogasi syariah), reksa dana syariah, indeks syriah, dan

1
disektor industri asuransi dikenal pula dengan asuransi berdasarkan prinsip
syariah islam. Berdasarkan uraian yang telah dipaparkan di atas, makalah dengan
judul “Sistem Perbankan Syariah dalam Indonesia” perlu dibahas lebih lanjut.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan pada latar belakang di atas, maka rumusan masalah dari
penulisan makalah ini adalah sebagai berikut.
a. Bagaimana perkembangan sistem perbankan syariah ?
b. Apakah definisi dari bank syariah ?
c. Siapa yang berperan dalam manajemen bank syariah ?
d. Bagaimana prinsip-prinsip yang digunakan bank syariah ?
e. Apakah jasa-jasa dan kegiatan usaha lainnya pada bank syariah ?
f. Apa perbadaan antara sistem bunga dengan prinsip syariah ?

1.3 Tujuan Pembahasan


Berdasarkan rumusan masalah yang ada, tujuan makalah ini adalah sebagai
berikut.
a. Mengetahui perkembangan sistem perbankan syariah
b. Memahami definisi bank syariah
c. Mengetahui prinsip-prinsip yang digunakan bank syariah
d. Mengetahui sumber daya manusia dalam bank syariah
e. Memahami jasa-jasa dan kegiatan usaha lainnya pada bank syariah
f. Memahami perbedaan antara sistem bunga dengan prinsip syariah

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Perkembangan Sistem Perbankan Syariah


Perbankan syariah telah lama dikembangkan di beberapa negara, antara lain:
Fisal Islamic Bank, dan Islamic International Bank for Invesment and
Development (Mesir), Dubai Islamic Bank, Jordan Islamic Bank, Bahrain Islamic
Bank. Pengembangan perbankan syariah di Indonesia dimasukkan antara lain
untuk menyediakan alternative pelayanan dalam masyarakat baik dalam bentuk
penyimpanan dana atau jenis-jenis lainnya maupun berupa pembiyaan yang
dilakukan berdasarkan prinsip syariah. Dalam upaya pengembangan bank syariah
dijumpai berbagai kendala antara lain :
a. Masih minimnya pemahaman masyarakat terhadap jenis operasi dan produk-
produk yang ditawarkan oleh bank-bank syariah.
b. Jumlah dan jaringan kantor bank syariah yang masih terbatas sehingga
menyulitan masyarakat mengakses pelayanan bank syariah.
c. Kurangnya sumberdaya manusia yang memiliki pemahaman dan pengalaman
teknik pebankan syariah.
Kendala tersebut terjadi karena perbankan syariah merupakan lembaga baru
di indonesia. Keberadaan perbankan syariah dapat dikatkan baru benar-benar
muncul pada decade 1990-an yang diawali dengan di syahkannya Undang -
Undang No. 7 Tahun 1992 tentang perbankan. Oleh karena itu UU ini dapat
dikatakan sebagai embrio penerapan perbankan syariah di Indonesia, meskipun
sebenarnya Undang-undang ini tidak mengatur secara eksplisit mengenai
perbankan syariah. Undang-undang tersebut bahkan hanya menggunakan istilah
“bagi hasil” yang disisipkan dalam divinisi Kredit pada pasal yang membahas
yang mengenai usaha bank. Setelah UU No. 7 Tahun 1992 tersebut diubah dengan
UU No. 10 Tahun 1998, penggunaan istilah Prinsip Syariah dinyatakan secara
jelas dalam beberapa pasal. Lebih lanjut, ketentuan pelaksanaan operasional
perbankan syariah diaturn secara koprehensif oleh Peraturan bank Indonesia.
Gagasan atas adanya sistem perbankan syariah ini pertama ditemukan
Majelis Ulama Indonesia di awal tahun 1990 dalam Musyawarah Nasional ke IV.

3
Selanjutnya, dengan inisiatif beberapa pihak temasuk Presiden Soeharto saat itu,
pendirian bank syariah pertama, PT Bank Muamalat Indonesia (BMI), diresmikan
dengan modal disetor berasal dari umat Islam sebesar Rp106 miliar. Kantor-
kantor cabang BMI saat ini telah tersebar ke beberapa Ibukota Provinsi di Jawa
dan di luar Jawa.
Jumlah bank berdasarkan prinsip syariah, baik bank umum syariah, bank
umum koversional yang membuka cabang syariah, maupun BPR syariah semakin
bertambah sejalan dengan semakin meningkatnya minat dan kesadaran
masyarakat terhadap produk syariah. Sejalan dengan perkembangn perbankan
syariah, pendirian Asuransi Tafakul yang menerpkan sistem asurnsi berdasarkan
prinsip syariah juga ikut memainkan sistem keuangan Indonesia sejak tahun 1991.
Sosialisasi konsep bisnis syariah semakin gencar dijalankan dengan
dibentuknya Dewan Syariah Nasional (DSN), sebuah badan di bawah badan
oranisasi MUI. Badan ini berwenang mengeluarkan fatwa yang berkaitan dengan
pelaksanaan bisnis syariah Indonesia.
Selnjutnya, dari sisi perbankan, pemerintah dan Bank Indonesia telah
mengantisipasi pertumbuhan bisnis syariah ini dengan mengaturnya dalam UU
NO.7 Tahun 1992 tentng perbankan, yang saat ini telah diubah dengan UU No. 10
Tahun 1998.
a. PBI No.6/24/PBI/2004 tanggal 14 Oktober 2004 tentang Bank Umum yang
Melaksanakan Kegiatan Usaha Berdasarkan Prinsip Syariah.
b. PBI No.6/17/PBI/2004 Tanggal 1 Juli 2004 tentang Bank Perkreditan Rakyat
Berdasarkan Prinsip Syariah.
c. PBI No.5/9/PBI/2003 tanggal 19 Mei 2003 tentang Penyisihan Penghapusan
Aktiva Produktif bagi Bank Syariah.
d. PBI No.5/3/PBI/2003, 4 Februari 2003 tentang Fasilitas Pembiyaan Jangka
Pelaksanaan kegiatan perbankan syariah secara teknis juga diatur oleh bank
Indonesia melalui beberapa peraturan antra lain: Pendek bagi Bank Syariah.
e. PBI No.5/7/PBI/2003 19 Mei 2003 tentang Kualitas Aktiva Produktif Bagi
Bank Syariah.
Sejak digulirkannya sistem perbankan syariah pada awal tahun 1990 an,
sudah terdapat dua bank yang beroprasi penuh sebagai bank syariah yaitu PT.

4
Bank Muamalat Indonesia dan PT. Bank Syariah Mandiri. Disamping itu, terdapat
tujuh bank konvensional yang memiliki unit syariah. Untuk melayani, mendorong,
menangani perbankan syariah. Oleh karena itu, untuk mengembangkan perbankan
syariah tersebut perlu diikut sertakan unsure-unsur yang dapat membantu
perkembangan sistem perbankan syariah antara lain banker syariah, paran ahli
ekonomi, hokum dan perbankan Islam, serta para ulama. Bank syariah merupakan
suatu bentuk sistem perbankan yang mengkuti ketentuan syariah islam, yang
bersumber dasri Hadis dan Al Qur’an. Oleh karena itu, sistem perbankan ini
bersifat universal. Artinya, negara manapun dapat melakukan dan mengadopsi
sistem perbankan syariah dalam hal :
a. Penetapan imbalan yang akan diberikan kepada masyarakat sehubungna
dengan penggunaan dana masyarakat yang diperayakan kepadanya.
b. Penetapan imbalan yang akan diterima sehubungan dengan penyeiaan dana
kepada masyarakat dalam bentuk pembiayaan baik untuk keperluan investasi
maupun modal kerja.
c. Penetapan imbalan sehubungan dengan kegiatan usaha lainnya yang lazim
dilakukan oleh bank syariah.

2.1.1 Pengertian dan Pengharaman Riba


Pelanggaran terhadap praktik riba diharamkan oleh Islam. Beberapa sumber
memberikan pengertian riba sebagai pengenaan bunga oleh pemillik uang (lender)
kepada peminjaman yang dikenakan kepada pinjaman (borrower). Dari dua
pengertian riba diatas, terdapat dua kata kunci yaitu “jumlah yang berlebihan” dan
“tambahan” yang dikenakan atas satu pinjaman. Pinjaman di sini tidak dijelaskan
secara eksplisit apakah jenis atau bentuk pinjaman. Artinya pinjaman tersebut
dapat berupa uang atau non uang misalnya natura atau jasa.
Sumber lain mengemukakan bahwa pinjaman bentuk tujuan produktif atau
komersial pada dasarnya dapat saja dikenakan bunga. Sementara pengenaan
bunga pinjaman yang dimaksutkan untuk tujuan konsumtif tidak diperbolehkan
atau diharamkan. Tetapi kedua pendapat terakhir ini menurut Dr. Yusuf Al
Qardhawi. Pelarangan dan pengharaman mengenai riba ini secara jelas telah
ditetapkan dan diatur dalam Al Qur’an sebagai berukut:

5
a. QS. Al Baqarah: 275
b. QS. Al Baqarah: 278 - 278
c. QS. Ali Imran: 130
Beberapa fatwa yang mendukung tentang hokum riba dan pengharaman
bunga dari semua jenis pinjaman antara lain : (sanarto Zulkifli.2003).
a. Organisasi Konferensi Islam (keputusan No. 10 Majelis Majma’ riqhi Islamy,
Konferensi OKI II, tanggal 22 – 28 Desember 1985).
b. Rabithah Al-Alam Islam (keputusan No.6 sidang ke-9, mekkah, 12-19 Rajab
1406 H).
c. Majelis Ulama Indonesia, Ijtima Ulama Komisi Fatwa Se-Indonesia, Jakarta,
16 Desember 2003 mengeluarkan fatwa mengenai bunga adalah riba.

2.1.2 Sistem Perbankan Syariah Indonesia


Dalam rangka menghadapi perkembangan perekonomian nasional yang
berubah cepat, tantangan yang dinamis, semakin kompleks serta terintegrasi
dengan perekonomian internasional, diperlukan berbagai penyesuaian kebijakan
dibidang perbankan. Kebijakan ini diharapkan dapat memperbaiki dan
memperkokoh ketahanan perbankan nasional. Kebijkan perbankan yang
komprehensif, transoaran dan mengandung kepasian hukum tersebut diantaranya
berkaitan dengan pengaturan kepemilikan dan permodalan, kepengurusan,
perluasan jaringan, serta pertumbuhan kegiatan usaha Bank Syariah. Artinya,
Bank Indonesia, antara lain tetap mempertimbangkan faktor-faktor kemampuan
Bank Syariah, prinsip kehati-hatian operasional, tingkat persaingan yang sehat,
tingkat kejenuhan jumlah bank yang melakukan kegiatan usaha bedasarkan
prinsip syariah, pemerataan pembangunan ekonomi nasional, kelayakan rencana
kerja, serta kemampuan dan atau kelayakan pemilik, pengurus, dan pejabat.
Dalam pendirian Bank Syariah diperlukan dukungan permodalan yang kuat
dan pemilik bank yang layak serta kondisi keuangan yang sehat sehingga Bank
Syariah mampu bersaing dalam dunia perbankan internasional. Selain permodalan
yang kuat, bank perlu didukung pula oleh pengurus. Dewan Pengawas Syariah,
dan pejabat yang mampu dan kompeten untuk mengelola bank secara sehat.
Persyaratan kepengurusan dan Dewan Pengawas Syariah diatur dengan cara

6
seeleksi administratif dan wawancara sebagai salah satu pilar dalam menciptakan
good corporate governance di dunia perbankan.

2.2 Pengertian Bank Syariah


Bank Syariah adalah bank umum sebagaimana dimaksud dalam UU No. 17
tahun 1992 tentang perbankan yang saat ini telah diubah dengan UU No. 10 tahun
1998 yang melakukan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah, termasuk unit
usaha syariah dan kantor cabang bank asing yang melakukan kegiatan usaha
berdasarkan prinsip syariah.
Sedangkan yang dimaksud dengan Kegiatan Usaha Berdasarkan Prinsip
Syariah menurut Pasal 1 ayat 13 Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang
Perbankan yang saat ini telah diubah dengan Undang-undang Nomor 10 tahun
1998 adalah aturan perjanjian berdasarkan hukum Islam antara bank dan pihak
lain untuk penyimpanan dana atau pembiayaan kegiatan usaha, atau kegiatan
lainnya yang dinyatakan sesuai dengan syariah, antara lain:
a. Pembiayaan berdasarkan prinsip bagi hasil (mudharabbah)
b. Pembiayaan berdasarkan prinsip penyertaan modal (musarakhah)
c. Prinsip jual beli barang dengan memperoleh keuntungan (murabahah)
d. Pembiayaan barang modal bedasarakan sewa murni tanpa pilihan (ijarah)
e. Dengan adanya pilihan pimindahan kepemilikan atas barang yang disewa dari
pihak bank oleh pihak lain (ijarah wa iqtina)

2.2.1 Bentuk Hukum, Permodalan Dan Kepemilikan


Berdasarkan UU Perbankan, bentuk hukum Bank Syariah dapat berupa:
a. Perseroan Terbatas
b. Koperasi; atau
c. Perusahaan Daerah

Modal disetor untuk mendirikan Bank Syariah ditetapkan sekurang-


kurangnya sebesar Rp. 3.000.000.000.000,00 (tiga triliun rupiah). Pendirian Bank
Syariah hanya dapat dilakukan oleh:
a. Warga negara Indonesia dan atau badan hukum Indonesia.

7
b. Warga negara Indonesia dan atau badan hukum Indonesia dengan warga
negara asing dan atau badan hukum asing secara kemitraan.

Sedangkan kepemilikan yang berasal dari warga negara asing dan atau baan
hukum asing setinggi-tingginya sebesar 99% dari modal disetor Bank.
Sementara kepemilikan Bank oleh badan hukum Indonesia setinggi-tingginya
adalah sebesar modal bersih sendiri dari badan hukum yang bersangkutan. Dana
yang digunakan dalam rangka kepemilikan Bank dilarang bersumber dari:
a. Pinjaman atau fasilitas pembiayaan dalam bentuk apapun dari bank dan
atau pihak lain.
b. Sumber yang diharamkan menurut prinsip Syariah, termasuk dari dan
untuk tujuan pencucian uang (money laundering).

Selanjutnya, berdasarkan ketentuan Bank Indonesia, yang dapat menjadi


pemilik bank adalah pihak-pihak yang:
a. Tidak termasuk daam daftar orang-orang yang dilarang menjadi pemegang
saham dan atau pengurus bank, sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan
oleh Bank Indonesia,
b. Menurut penilaian Bank Indonesia, yang bersangkutan memiliki integritas
yang baik yaitu antara lain adalah pihak-pihak yang:
1. Memiliki akhlak moral yang baik.
2. Mematuhi peraturan perundang-undangan yang berlaku;
3. Memiliki komitmen yang tinggi terhadap pengembangan
operasional Bank yang sehat.
c. Pemegang Saham Pengendali wajib memenuhi persyaratan bahwa yang
bersangkutan bersedia untuk mengatasi kesulitan permodalan dan
likuiditas yang dihadapi Bank dalam menjalankan kegiatan usahanya.

Berdasarkan ketentuan Bank Indonesia. Bank yang telah mendapatkan izin


beroprasi sebagai Bank Syariah dilarang melakukan kegiatan usaha perbankan
secara konvensional dan dilarang mengubah kegiatan usaha menjadi bank
konvensional.

8
2.3 Dewan Syariah Nasional
Dewan Syariah Nasional dibentuk tahun 1997 dan merupakan lembaga
otonom dibawah Majelis Ulama Indonesia (MUI). DSN bertugas
menumbuhkembangkan penerapan nilai-nilai syariah dalam kegiatan
perekonomian pada umumnya dan sektor keuangan pada khususnya, termasuk
usaha bank, asuransi, dan reksa dana. Anggota DSN terdiri dari ulama, praktisi,
dan pakar dalam bidang terkait dengan perekonomian dan syariah muamalah.
Anggota DSN ditunjuk dan diangkat oleh MUI untuk masa bakti 4 tahun. DSN
memiliki kewenangan untuk menetapkan fatwa tentang produk dan jasa dalam
kegiatan usaha bank berdasarkan prinsip syariah.
DSN merupakan satu-satunya badan yang mempunyai kewenangan
mengeluarkan fatwa atas jenis-jenis kegiatan, produk dan jasa keuangan syariah,
serta mengawasi fatwa yagn dimaksud oleh lembaga-lembaga keuangan syariah di
Indonesia. Di samping itu, DSN juga mempunyai beberapa kewenangan, yaitu
sebagai berikut :
a. Memberikan atau mencabut rekomendari nama-nama yang akan duduk
sebagai anggota Dewan Pengawas Syariah (DPS) pada suatu lembaga
keuangan syariah, termasuk bank, asuransi dan reksa dana.
b. Mengeluarkan fatwa yang mengikat DPS di masing-masing lembaga kuangan
syariah dan mendari dasar tindakan hukum pihak terkait.
c. Mengeluarkan fatwa yang menjadi landasan bagi ketentuan yang dikeluarkan
oleh instansi yang berwenang, seperti Bank Indonesia dan BAPEPAM.
d. Memberikan Peringatan kepada lembaga keuangan syariah untuk
menghentikan penyimpangan dari fatwa yang telah dikeluarkan oleh DSN.
e. Mengusulkan kepada pihak yang berwenang untuk mengambil tindakan
apabila peringatan tidak diindahkan.
Untuk melaksanakan tugas sehari-hari dibentuk Badan Pelaksana Harian,
dipimpin oleh seorang ketua dan sekretaris serta beberapa orang anggota. Tugas-
tugas Dewan Syariah Nasional antara lain sebagai berikut :
a. Mengawasi produk-produk lembaga keuangan syariah agar sesuai dengan
syariah islam.

9
b. Menyusun panduan produk syariah yang bersumber hukum Islam yang
dijadikan dasar pengawasan bagi DPS lembaga-lembaga keuangan syariah
c. Memeri rekomendasi para ulama yang ditugaskan menjadi DPS lembaga
keuangan syariah.
d. Meneliti dan memberi fatwa terhadap produk perkembangan lembaga
keuangan syariah.

2.3.1 Dewan Pengawas Syariah


Dewan Pengawas Syariah (DPS) adalah dewan yang melakukan
pengawasan pada kegiatan usaha Bank Syariah. Anggota DPS hanya dapat
merangkap jabatan pada 2 bank lain dan 2 lembaga keuangan Syariah bukan bank.
Sebanyak-banyaknya 2 anggota DPS dapat menjadi anggota DSN. Anggota DPS
berdasarkan peraturan Bank Indonesia digolongkan sebagai pihak terafiliasi.
Beberapa persyaratan sebagai anggota DPS wajib memenuhi persyaratan sebagai
berikut :
a. Integritas,
b. Kompetensi, dan
c. Reputasi Keuangan.
Syarat Integritas, anggota DPS yang memenuhi persyaratan integritas, antara lain :
a. Memiliki akhlak dan moral yang baik.
b. Memiliki komitmen untuk peraturan perundang-undangan yang berlaku
c. Memiliki komitmen terhadap pengembangan operasional bank syariah
d. Tidak termasuk daftar tidak lulus yang ditetapkan oleh Bank Indonesia
Syarat Kompetensi, anggota DPS yang memenuhi persyarata kompetensi,
antara lain yang memiliki pangetahuan dan pengalaman dibidang syariah
mu’amalah dan pengetahuan dibidang perbankan atau keuangan secara umum.
Syarat Reputasi, anggota DPS yang memenuhi persyaratan reputasi
keuangan antara lain adalah yang :
a. Tidak termasuk dalam kredit/pembiayaan macet
b. Tidak pernah dinyatakan pailit atau Direksi atau komisaris
c. Tidak dinyatakan bersalah menyebabkan suatu perseroan dinyatakan pailit,
dalam waktu 5 tahun terakhir sebelum dicalonkan

10
Berdasarkan persyaratan diatas maka tugas, wewenang dan tanggung jawab
seorang anggota DPS antara lain meliputi :
a. Memastikan dan mengawasi kesesuaian kegiatan operasional bank terhadap
fatwa yang dikeluarkan oleh DSN.
b. Menilai aspek syariah dalam pedoman operasional, dan produk keluaran bank
c. Memberikan opini dari aspek syariah terhadap pelaksanaan operasional Bank
secara keseluruhan dalam laporan publikasi Bank Syariah
d. Mengkaji produk jasa baru tanpa fatwa untuk dimintakan fatwa pada DSN
e. Menyampaikan laporan hasil pengawasan syariah sekurang-kurangnya setiap
6 bulan kepada Direksi komisaris, DSN, dan Bank Indonesia.

2.3.2 Pengurus Bank Syariah


Kepengurusan Bank Syariah terdiri dari Direksi dan dewan Komisaris dan
atau bentuk lain yang dipersamakan dengan itu. Bank Syariah wajib membentuk
dan memiliki DPS yang berkedudukan di kantor pusat bank. Anggota Direksi dan
dewan Komisaris wajib memenuhi persyaratan sebagai berikut :
a. Tidak termasuk dalam daftar orang-orang yang dilarang menjadi pemegang
saham dan atau pengurus bank sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan
oleh Bank Indonesia
b. Menurut Penilaian Bank Indonesia yang bersangkutan memiliki kompetensi
dan integritas yang baik.
Anggota Direksi dan dewan Komisaris Bank Syariah yang memiliki
kompetensi dan integritas yang baik, antara lain adalah pihak-pihak yang :
a. Memiliki akhlak dan moral yang baik
b. Mematuhi peraturan perundangan-undangan yang berlaku
c. Memiliki komitmen dalam mengikuti fatwa DSN, dan
d. Memiliki kemampuan dalam menjalankan tugas dan atau mengawasi
kegiatan usaha Bank Syariah agar sesuai dengan prinsip syariah
Mayoritas anggota Direksi dilaran saling memiliki hubungan keluarga
sampai derajat kedua termasuk besan dengan anggota dewan Komisaris. Anggota
Direksi dilarang merangkap jabatan sebagai anggota Direksi, dewan Komisaris,
atau Pejabat Eksekutif pada bank, perusahaan atau lembaga lain.

11
2.3.3 Dewan Direksi Dewan Pengawas
Calon anggota Direksi atau dewan Komisaris wajib memperoleh
persetujuan dari Bank Indonesia sebelum diangkat dan menduduki jabatannya
oleh rapat umum pemegang saham atau rapat anggota. Sebelum dimintakan
persetujuan dari Bank Indonesia, penetapan calon anggota Direksi atau dewan
Komisaris wajib dilakukan dengan berpedoman pada ketentuan perundangan-
undangan yang berlaku. Bank Syariah wajib mengajukan calon anggota DPS
untuk memperoleh persetujuan Bank Indoenesia, dan Penetapan DSN sebelum
diangkat dan menduduki jabatannya.

2.3.4 Pejabat Eksekutif


Pengangkatan atau pergantian Pejabat Eksekutif atau pemimpin Kantor
Cabang Syariah wajib dilaporkan oleh Bank Syariah kepada Bank Indonesia
selambat-lambatnya 10 hari setelah tanggal pengangkatan efektif. Disertai dengan
surat pengangkatan dan pemberian kekuasann sebagai Pejabat Eksekutif atau
pemimpin Kantor Cabang dari Direksi Bank Syariah. Dokumen mengenai
identitas Pejabat Eksekutif atau pemimpin Kantor Cabang Bank Syariah. Apabila
berdasarkan penilaian dan penelitian Bank Indonesia, Pejabat Eksekutif atau
pemimpin Kantor Cabang termasuk dalam daftar orang-orang yang dilarang
menjadi pemegang saham, pemegang saham pengendali, pengurus, pejabat
eksekutif bank maka bank syariah wajib segera memberhentikan yang
bersangkutan.

2.3.5 Unit Usaha Syariah


Kantor-kantor cabang syariah dari bank umum konvensional pada dasarnya
merupakan unit yang mempunyai karakteristik kegiatan usaha yang berbeda, serta
mempunyai pencatatan dan pembukuan yang berfungsi sebagai kantor induk dari
yang terpisah dari kantor-kantor konvensionalnya. Oleh karena itu, dibutuhkan
suatu unit kerja khusus yang disebut dengan Unit Usaha Syariah (UUS) yang
berfungsi sebagai kantor induk dari seluruh kantor cabang syariah. Unit tersebut
berada di kantor pusat bank dan dipimpin oleh seorang anggota direksi atau

12
pejabat satu tingkat di bawah direksi. Secara umum tugas UUS mencakup
beberapa hal, yaitu :
a. Mengatur dan mengawasi seluruh kegiatan kantor cabang syariah
b. Melaksanakan fungsi treasury dalam rangka pengelolaan dan penempatan dana
yang bersumber dari kantor-kantor cabang syariah
c. Menyusun laporan keuangan konsolidasi dari seluruh kantor cabang syariah
d. Melaksanakan tugas penatausahaan laporan keuangan kantor cabang syariah.

2.3.6 Sumber Daya Manusia


Kegiatan usaha bank secara umum menuntut adanya profesionalisme yang
tinggi guna mendukung proses pengambilan keputusan dan pengendalian risiko
usaha sekecil mungkin. Sesuai dengan karakteristik kegiatan usahanya, sumber
daya manusia perbangkan syariah selain harus mempunyai kemampuan teknis di
bidang perbankan, juga dituntut untuk memiliki pengetahuan mengenai ketentuan
dan prinsip syariah secara baik, serta memiliki akhlak dan moral yang islami.
Akhlak dan moral Islami dalam bekerja mempunyai empat ciri pokok yaitu :
shiddiq (benar atau jujur), tabligh (mengembangkan lingkungan/bawahan menuju
kebaikan), amanah (dapat dipercaya), dan fathonah (kompeten dan profesional).
Keempat ciri pokok tersebut hendaknya dapat menjadi ketentuan umum yang
bersifat normatif dalam penetapan kualitas sumber daya manusia baik pimpinan
maupun pelaksana pada bank syariah. Secara khusus Bank Indonesia mengatur
bahwa pimpinan bank syariah dan pimpinan kantor cabang bank syariah
diharuskan memenuhi persyaratan sebagai berikut, yaitu :
a. Memiliki komitmen dalam menjalankan operasional bank berdasarkan prinsip
syariah secara konsisten.
b. Memiliki integritas dan moral yang baik.
c. Mempunyai pengalam operasional perbankan syariah atau telah mendapatkan
pendidikan atau pelatihan perbankan syariah baik dalam maupun di luar negeri.
Oleh karena itu, bank syariah memerlukan kepercayaan masyarakat bahwa
dalam pelaksanaan usahanya tidak menyimpang dari ketentuan dan prinsip syariah
serta mempertimbangkan aspek sosio-kultur masyarakat muslim Indonesia, maka

13
sebaiknya dalam tahap awal pengangkatan pimpinan unit usaha syariah dan
pimpinan kantor cabang syariah beragama Islam.

2.4 Kegiatan Usaha Bank Syariah


Berdasarkan Peraturan Bank Indonesia No:62/24/PBI/2004 tanggal 14
Oktober 2004 tentang Bank Umum yang melaksanakan kegiatan usaha
berdasarkan prinsip syariah, kegiatan usaha bank syariah dapat dibedakan sebagai
berikut: a. penghimpun dana (funding) b. penyaluran dana atau pembiayaan
(financing) c. penyedia jasa-jasa pelayanan perbankan (bank services).

2.4.1 Penghimpun Dana


Penghimpun dana (funding) adalah kegiatan penarikan dana atau
penghimpunan dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan investasi berdasarkan
prinsip syariah. Dana simpanan atau tabungan yang tidak memberikan imbalan
bagi nasabah seperti hanya menitipkan uang. Sedangkan simpanan investasi akan
mendapatkan imbalan dari bank. Proses operasional syariah yang telah diterapkan
secara luas dalam penghimpunan dana masyarakat adalah prinsip Al-Wadi’ah dan
Al-Mudharabah. Bentuk-bentuk simpanan berdasarkan prinsip syariah dapat
disebutkan sebagai berikut :
a. Giro berdasarkan prinsip Al-Wadi’ah;
b. Tabungan berdasarkan prinsip Al-Wadi’ah dan atau Al-Mudharabah;
c. Deposito Berjangka berdasarkan prinsip Al-Mudharabah.

Giro dan atau Tabungan berdasarkan prinsip Al-Wadi’ah adalah simpanan


atau titipan yang kedua-duanya dapat ditarik sewaktu-waktu oleh penabung.
Prinsip Al-Wadi’ah yang berlaku baik untuk simpanan dalam bentuk giro maupun
tabungan dapat dijelaskan sebagai berikut :
a. berdasarkan karakteristik Giro dan Tabungan, bank dapat memanfaatkan dan
menyalurkan kedua jenis sumber dana serta menjamin simpanan dapat ditarik
setiap saat oleh pemilik dana.
b. Keuntungan atau kerugian penyaluran dana menjadi hak milik atau
ditanggung bank.

14
c. Manfaat yang diperoleh pemilik dana adalah fasilitas-fasilitas pelayanan giro
dan tabungan. Misalnya buku cek, biliyet giro, buku tabungan, kartu ATM.
d. Pada dasarnya bank dapat memberikan bonus kepada pemilik dana
e. Bank membuat akad pembukaan rekening bank dapat mengenakan biaya
administrasi. Untuk menghindari riba, maka biaya administrasi harus
dinyatakan dengan nominal, bukan persentase.
f. Ketentuan-ketentuan lain yang berkaitan dengan rekening giro dan tabungan
tetap berlaku selama tidak bertentangan prinsip syariah.

Tabungan dan Deposito berjangka pada prinsip Al-Mudharabah adalah


sebagai akad kerja sama usaha antara pihak pemilik modal dengan pihak
pengelola modal untuk melakukan usaha tertentu. Keuntungan dibagi menurut
kesepakatan bersama. Prinsip Al-Mudharabah yang berlaku baik untuk tabungan
maupun deposito berjangka adalah sebagai berikut :
a. Bank wajib memberitahukan kepada pemilik dana mengenai nisbah dan
tatacara pembagian keuntungan dana serta risiko yang dapat timbul dari
penyimpanan dana.
b. Untuk tabungan Mudharabah, bank dapat memberikan buku tabungan sebagai
bukti penyimpanan, serta kartu ATM atau alat penarikan lainnya kepada
penabung.
c. Bank memberikan sertifikat atau bukti simpanan.
d. Deposito berjangka hanya dapat dicarikan sesuai jangka waktu.
e. Deposito yang diperpanjang setelah jatuh tempo akan diperbarui, jika akad
sudah diperpanjang maka tidak diperlukan akad baru.
f. Ketentuan-ketentuan lain berkaitan dengan tabungan dan deposito tetap berlaku
sepanjang tidak bertentangan dengan prinsip syariah.

2.4.2 Penyaluran Dana


Kegiatan penyaluran dana atau pembiayaan Bank Syariah harus tetap
berpedoman pada prinsip-prinsip kehati-hatian yang diatur oleh Bank Indonesia.
Oleh karena itu, bank diwajibkan untuk meneliti secara seksama calon nasabah
penerima dana berdasarkan azas pembiayaan yang sehat. Bentuk penyaluran dana

15
atau pembiayaan yang dilakukan Bank Syariah dalam melaksanakan operasinya
secara garis besar dapat dibedakan ke dalam 4 kelompok sebagai berikut :
1. Prinsip jual beli (Bai’)
2. Prinsip bagi hasil
3. Prinsip sewa menyewa (Ijarah)
4. Prinsip pinja-meminjam berdasarkan akad qardh

1. Prinsip Jual Beli (Bai’)


Dalam penerapan prinsip syariah terdapat 3 jenis prinsip jual beli (bai’)
yang banyak dikembangkan oleh perbankan syariah dalam kegiatan pembiayaan
modal kerja dan produksi, yaitu sebagai berikut:
a. Bai’ al-Murabahah
b. Bai’ as-Salam
c. Bai’ al-Istishna

a. Bai’ al-Murabahah
Bai’ al-Murabahah pada dasarnya adalah transaksi jual beli barang dengan
tambahan keuntungan yang disepakati. Untuk memenuhi kebutuhan barang oleh
nasabahnya, bank membeli barang dari supplier sesuai dengan spesifikasi barang
yang dipesan atau dibutuhkan nasabah, kemudian bank menjual kembali barang
tersebut kepada nasibah dengan memperoleh marjin keuntungan yang disepakati.
Umumnya nasabah memilih metode pembayaran secara cicilan.

1. Negosiasi & persyaratan

2. Akad Jual Beli


BANK NASABAH

3. Bayar

SUPPLIER 4. Terima
Barang
PENJUAL
5. Beli
6. Kirim

16
Prinsip murabahah banyak diterapkan dalam pembiayaan pengadaan barang
investasi. Skema ini paling banyak digunakan karena sederhana dan menyerupai
kredit investasi pada bank konvensional. Skema murabahah sangat berguna bagi
seseorang yang membutuhkan barang secara mendesak tapi kekurangan dana. Ia
meminta kepada bank agar membiayai pembelian barang tersebut dan membayar
sesuai dengan kemampuan keuangannya. Harga jual pada pemesanan adalah
harga pokok ditambah marjin keuntungan yang disepakati. Kesepakatan harga jual
dicantumkan dalam akad jual beli dan tidak dapat berubah menjadi lebih mahal
selama berlakunya akad.

b. Bai’ as-Salam
Bai’ as-Salam adalah pembelian suatu barang yang penyerahaannya
(delivery) dilakukan kemudian hari sedangkan pembayarannya dilakukan dimuka
secara tunai. Bai’ as-Salam dalam perbankan biasanya diaplikasikan pada
pembiayaan berjangka pendek untuk produksi agribisnis atau hasil pertanian atau
industri lainnya. Barang yang dibeli harus diketahui secara jelas jenis, macam,
ukuran, mutu, da jumlahnya. Harga jual yang disepakati harus dicantumkan dalam
akad dan tidak boleh berubah selama berlakunya akad. Apabila barang atau hasil
produksi yang diterima cacat atau tidak sesuai dengan akad, maka penjual atau
produsen harus bertanggung jawab dengan cara mengembalikan dana yang telah
diterimanya atau mengganti dengan barang yang sesuai pesanan.

NASABAH
PEMBELI
PENJUAL 4. Kirim Pesanan

3. Kirim Dokumen 5. Bayar

1. Pemesanan Barang BANK 2. Negosiasi pesanan


Nasabah & bayar tunai dengan kriteria
SYARIAH

Mengingat bank tidak memproduksi atau memiliki persediaan atas barang yang
dibeli atau dipesan nasabah, maka dimungkinkan bagi bank untuk melakukan
akad as-salam dengan pihak lain yakni pemasok. Misalnya bulog, pedagang pasar

17
induk, atau rekaman lain. Mekanisme transaksi as-salam seperti ini disebut
dengan Paralel as-Salam.Dalam bai’ as-salam kesepakatan antara pembeli dan
penjual meliputi harga, ukuran, kuantitas, kualitas, dan yang paling penting adalah
harga yang dibayar dimuka secara tunai. Di samping itu transaksi as-salam lebih
cenderung bersifat suka sama suka.

c. Bai’ al-Istishna’
Bai’ al-istishna pada dasarnya merupakan kontrak penjualan antara pembeli
dan pembuat barang dengan pembayaran dimuka. Baik dilakukan dengan cara
tunai, cicil, atau ditangguhkan. Untuk melaksanakan skim Bai’ al-istishna kontrak
dilakukan ditempat pembuat barang menerima pesanan dari pembeli. Prinsip bai’
al-istishna hampir sama dengan bai’ as-salam, namun dalam istishna pembayaran
dapat dilakukan dimuka, dicicil, atau ditangguhkan. Sementara dalam skim as-
salam dilakukan secara tunai.
Harga jual yang telah disepakati dicatumkan dalam akad istishna dan tidak
boleh berubah selama berlakunya akad. Jika terjadi perubahan criteria pesanan
dan terjadi perubahan harga setelah akad ditandatangani, maka seluruh biaya
tambahan tetap ditanggung oleh nasabah. Dalam pelaksanaan istishna dapat
dilakukan melalui dua cara, yaitu:
a. Pihak produsen ditentukan bank dan pihak produsen ditentukan nasabah.
b. Pelaksanaan salah satu dari kedua cara tersebut harus ditentukan dimuka
dalam akad, berdasarkan kesepakatan kedua belah pihak.

NASABAH
KONSUMEN PRODUSEN
(PEMBELI) Wakil & Pesanan

1. Pesan Beli

2. Pesan & Beli


3. Jual Beli BANK
PENJUAL

18
2. Prinsip Bagi Hasil
Prinsip kedua dalam penyaluran dana adalah prinsip bagi hasil. Bagi hasil
atau profit sharing dalam perbankan berdasarkan prinsip syariah terdiri dari empat
jenis akad, yaitu al-Mudharabah, al-Musyarakah, al-Muzara’ah, dan al-Musaqah.
Namun yang paling banyak diimplementasikan dalam perbankan syariah adalah
dua prinsip bagi hasil al-Mudharabah dan al-Musyarakah.
A. Al-Musyarakah
Antonio Syafi’i dalam siamat (2005) mendefenisikan al-Musyarakah secara
singkat namun jelas yaitu, akad kerja sama antara dua pihak atau lebih untuk suatu
usaha tertentu di mana masing-masing pihak memberikan kontribusi dana atau
keahlian dengan kesepakatan bahwa keuntungan dan resiko akan ditanggung
bersama sesuai dengan kesepakatan.
Bank Indonesia mendefinisikan al-Musyarakah sebagai suatu perjanjian
diantara pihak para pemilik dana/modal untuk mencampurkan dana/modal mereka
pada suatu usaha tertentu, dengan pembagian keuntungan di antara pemilik
dana/modal berdasarkan nisbah yang telah disepakati sebelumnya.
Musyarakah dalam perbankan biasanya diaplikasikan untuk pembiayaan
proyek di mana nasabah dan bank sama-sama menyediakan dana untuk
membiayai proyek tersebut. Modal yang disetor bisa berupa uang, barang
perdagangan (trading asset), property, equipment atau gible asset (seperti hak
paten da goodwill), dan barang-barang lainnya yang dapat dinilai dengan uang.
Semua modal digabung untuk dijadikan modal proyek al-musyarakah dan dikelola
bersama-sama.

Nasabah Parsial Bank Syariah


Asset Value Parsial Pembiayaan

PROYEK/
USAHA

KEUNTUNGAN

Bagi Hasil Keuntungan


Sesuai porsi kontribusi modal
(nisbah)

19
Pemilik modal yang dipercaya untuk menjalankan proyek musyarakah tidak
boleh melakukan tindakan:
a. Menggabungkan dana proyek dengan harta pribadi
b. Menjalankan proyek musyarakah dengan pihak lain tanpa izin dari pemilik
modal lainnya
c. Memberi pinjaman kepada pihak lain
Setiap pemilik modal dapat mengalihkan penyertaan digantikan oleh pihak
lain. Setiap pemilik modal dianggap mengakhiri kerjasama apabila:
a. Menarik diri dari perserikatan
b. Meninggal dunia
c. Menjadi tidak cakap hokum
Dalam hal di mana pemilik modal sepakat untuk menunjuk pihak ketiga
sebagai pengelola proyek (wakil) maka ada dua perjanjian yang berlaku.
Perjanjian pertama yaitu perjanjian musyarakah antar pemilik modal. perjajian
kedua adalah perjanjian mudharabah atau murabahah yaitu antara pemilik modal
dengan pengelola proyek (wakil). Biaya yang timbul dalam pelaksanaan proyek
serta jangka waktu proyek harus diketahui bersama. Keuntungan dibagi sesuai
kesepakatan, sedangkan kerugian dibagi dengan kontribusi modal. Proyek yang
akan dijalankan harus disebutkan di dalam akad. Setelah proyek selesai nasabah
mengembalikan dana tersebut bersama bagi hasil yang telah disepakati. Prinsip
musyarakah dibagi menjadi beberapa jenis yaitu:
a. Syirkah al ‘Inan
Yaitu perjanjian kerjasama antara dua pihak atau lebih dimana masing-
masing pihak menyerahkan bagian/porsi modal dan ikut aktif dalam usaha.
b. Syirkah Mufawadhah
Yaitu perjanjian kerjasama antara dua pihak atau lebih dimana masing-
masing pihak menyerahkan bagian modal yang jumlahnya sama besar dan
ikut berpartisipasi dalam pekerjaan.
c. Syirkah A’maal
Yaitu perjanjian kerjasama dua pihak atau lebih memiliki keahlian atau
profesi sama untuk menyelesaikan pekerjaan dimana keuntungan dibagi
bersama.

20
d. Syirkah Wujuh
Yaitu perjanjian kerjasama antara dua pihak atau lebih yang masing-masing
memiliki reputasi dan kredibilitas (kepercayan) dalam melakukan suatu
usaha.
e. Syirkah al-Mudharabah
Yaitu perjanjian kerjasama antara dua pihak atau lebih di mana pihak satunya
menyediakan dana dan pihak lainnya menyediakan tenaga atau keahlian.
B. Al-Mudharabah
Al-Mudharabah pada dasarnya adalah perjanjian kerjasama antara dua pihak
atau lebih di mana salah satu pihak menyediakan tenaga atau keahlian. Antonio
Syafi’i mendefinisikan al-mudharabah sebagai suatu perjanjian kerjasama antara
dua pihak di mana pihak pertama (pemilik modal) menyediakan seluruh
kebutuhan modal. sedangka pihak lainnya menjadi pengelola. Keuntungan usaha
yang diperoleh akan dibagi berdasarkan perjanjian atau kesepakatan. Sebaliknya
apabila usaha mengalami kerugian yang disebakan buka karena kesalahan atau
kelalaian pihak pengelola, kerugian tersebut merupakan tanggung jawab pemilik
modal.

PERJANJIAN BAGI
HASIL

MUDHARIB BANK
Keahlian
Keterampilan
PROYEK/USAHA MODAL
100%
Nisbah Nisbah
X% Y%
PEMBAGIAN
KEUNTUNGAN
Pengembalian
modal pokok
MODAL

Dalam al-mudharaba dibagi menjadi dua jenis yaitu al-mudharabah mutqlaqah


dan al-mudharabah muqayyadah.

21
a. Al-Mudharabah Muthlaqah
Merupakan bentuk mudharabah antara shahibul mal (pemilik modal) dan
mudharib (bank). Di mana pemilik modal memberikan hak atau kekuasaan
yang sangat besar kepada bank untuk melakukan bisnis.
b. Al-Mudharabah Muqayyadah
Jenis al-mudharabah muqayyadah ini sangat berbeda dengan muthqlaqah.
Sifat kontrak kerjasama antara pemilik modal dan bank memberikan batasan
kepada bank dalam melaksanakan bisnisnya. Karena ada pembatasan maka
bagi bank dalam menjalankan usahanya harus mengikuti ketentuan tersebut.

3. Prinsip Sewa Menyewa


Prinsip ketiga dalam penyaluran dana Bank Syariah adalah sewa-menyewa.
Sewa menyewa pada dasarnya merupakan transaksi sewa guna usaha liasing. Oleh
karena itu sebagaimana dalam praktek, sewa guna usaha bisa dalam bentuk sewa
guna usaha dengan hak opsi atau financial lease dan sewa guna usaha tanpa hak
opsi atau operating lease. Dalam syariah Islam prinsip sewa menyewa ini
dibedakan berdasarkan akad, yaitu al-ijarah dan al-ijarah al-muntahiya bit-
tamlink.
a. Al-Ijarah
Adalah perjanjian pemindahan hak guna atau manfaat atas suatu barang atau jasa
dengan membayar sewa untuk suatu jangka waktu tertentu tanpa diikuti
pemindahan hak kepemilikan atas barang tersebut.
b. Al-Ijarah Al-Muntahiya Bit-Tamlik
Adalah akad atau pirjanjian yang merupakan kombinasi antara jual-beli dan sewa-
menyewa suatu barang antara bank dengan nasabah atau dimana nasabah
(penyewa) diberi hak untuk membeli atau memiliki obyek sewa pada akhir akad.

A. MILIK
PENJUAL OBJEK NASABAH
SUPPLIER SEWA

3. Sewa
Beli
2. Beli Objek B. MILIK
1. Butuh Objek
Sewa
Sewa
BANK
SYARIAH

22
4. Prinsip Pinjam Meminjam Berdasarkan Akad Al-Qardh
Bank Indonesia mendefinisikan Al-Qardh sebagai penyediaan dana atau
tagihan antara Bank Syariah dengan pihak peminjam melakukan pembayaran
sekaligus atau secara cicilan dalam jangka waktu tertentu. Sedangkan Safi’i
Antonio memberikan pengertian al-qardh seebagai pemberian harta kepada orang
lain yang dapat ditagih atau diminta kembali. Dengan kata lain qardh berarti
meminjamkan tanpa mengharapkan imbalan.

2.4.3 Jasa-Jasa Bank Syariah


Jasa-jasa yang diberikan perbankan syariah kepada nasabah berdasarkan
akad dengan imbalan atau fee, anatara lain : Al-wakalah, hawalah, kafalah, rahn.
a. Al-Wakalah
Al-Wakalah secara harfiah berarti penyerahan, pendelegasian, atau
pemberian mandat. Dalam aplikasi perbankan al-wakalah terjadi apabila nasabah
memberikan kuasa kepada bank untuk mewakili dirinya melakukan pekerjaan atau
jasa tertentu, seperti pembukaan L/C, inkaso, dan transfer uang.
b. Al-Hawalah
Al-Hawalah adalah pengalihan utang dari seorang yang berutang (debitur)
kepada orang lain yang wajib menanggungnya.
c. Al-kafalah
Al-Kafalah adalah garansi atau jaminan yang diberikan oleh penanggung
kepada pihak ketiga untuk menaggung kewajiban pihak kedua(tertanggung)
apabila tertanggung tidak dapat memenuhi kewjibannya.
d. Al-Rahn
Al-Rahn adalah harta atau aset yang harus diserahkan oleh peminjam
(debitur) sebagai jaminan atas pinjaman yang diterimanya dari bank.

2.5 Kegiatan Usaha Lainnya


Bank Syariah dapat pula melakukan kegiatan usaha lain yang ditetapkan
oleh Bank Indonesia antara lain :

23
a. Membeli, menjual, dan/atau menjamin atas risiko sendiri dari surat
berharga pihak ketiga yang diterbitkan atas dasar transaksi nyata
(underlying transaction) berdasarkan prinsip syariah.
b. Membeli surat berharga berdasarkan prinsip syariah yang diterbitkan.
c. Menerbitkan surat berharga berdasarkan prinsip syariah.
d. Memindahkan uang untuk kepentingan sendiri dan/atau nasabah
berdasarkan prinsip syariah.
e. Menerima pembayaran tagihan atas surat berharga diterbitkan dan
perhitungan dengan antar pihak ketiga berdasarkan prinsip syariah.
f. Menyediakan tempat untuk menyimpan barang dan surat-surat berharga
berdasarkan prinsip wadi’ah yad amanah.
g. Melakukan kegiatan penitipan, termasuk penatausahaannya untuk
kepentingan pihak berdasrakan suatu kontrak dengan prinsip wakalah.
h. Memberikan fasilitas letter of credit (L/C) berdasarkan prinsip syariah.
i. Meberikan fasilitas garansi bank berdasarakn prinsip bank syariah.
j. Melakukan kegiatan usaha kartu debet, charge card berprinsipkan syariah
k. Melakukan kegiatan wali amanat berdasarkan akad wakalah.
l. Melakukan kegiatan lain yang lazim dilakukan bank sepanjang disetujui
oleh Bank Indoensia dan mendapatkan fatwa DSN.
m. Melakukan kegiatan dalam valuta asing berdasarkan akad sharf.
n. Melakukan kegiatan penyertaan modal pada bank atau perusahaan lain di
bidang keuangan, berprinsipkan syariah seperti sewa guna usaha modal
ventura, perusahaan efek, asuransi, lembaga kliring penyelesaian dan
penyimpanan.
o. Melakukan kegiatan penyertaan modal sementara berdasarkan prinsip
syariah untuk mengatasi akibat kegagalan pembiayaan, syarat harus
menarik kembali pernyataanya dengan ketentuan sebegaimana ditetapkan
oleh Bank Indonesia.
p. Bertindak sebagai pendiri dana pensiun dan pengurus dana pensiun
berdasarkan prinsip syariah. Sesuai dengan ketentuan dalam perundang-
undangan dana pensiun yang berlaku.

24
q. Bank syariah dalam melaksanakan fungsi sosial dapat bertindak sebagai
penerimaan dana sosial, antara lain dalam bentuk zakat, shadaqah, waqaf,
dan hibah. Kemudian menyalurkannya sesuai syariah atas nama bank
syariah atau lembaga amil zakat bank yang ditunjukan oleh pemerintah.
r. Melakukan penempatan yaitu penanaman dana bank syariah lainnya dan
atau BPR berdasarkan prinsip syariah, antara lain dalam bentuk giro dan
atau tabungan Wadiah, deposito berjangka dan tabungan Mudharahah,
Pembiayaan yang diberikan. Sertifikat Investasi Mudharahah antar bank
(Sertifikat IMA) dan bentuk-bentuk penempatan lainnyua berdasarkan
prinsip syariah.

2.6 Perbedaan Sistem Bunga Dengan Prinsip Syariah


Sistem bunga yang diterapkan oleh bank konvensional dan prinsip syariah
dalam perbankan syariah dalam kegiatan pemberian pinjaman atau pembiaayan
kepada masing-masing nasabahnya memiliki beberapa perbedaan, antara lain
sebagai berikut :
Pokok Perbedaan Sistem bunga/konvensional Prinsip Syariah Islam
Dasar perjanjian
Tidak berdasarkan Berdasarkan
penentuan
keuntungan/kerugian keuntungan/kerugian
bunga/imbalan
Nisbah bagi hasil
Dasar perhitungan Persentasi tertentu dari
berdasarkan keuntungan
bunga/imbalan pinjaman
yang diperoleh
a. Imbalan dibayar bila
usaha nasabah untung,
a. Tetap haru dibayar
Bila merugi, kerugian
meskipun usaha nasabah
Kewajiban membayar ditanggung kedua
merugi
bunga/imbalan pihak.
b. Besarnya pembayaran
b. Besarnya imbalan
bunga tetap
disesuaikan
keuntungan
Persyaratan jaminan Mutlak diperlukan tidak ada Tidak mutlak

25
Objek usaha yang pembatasan jenis usaha Jenis usaha harus sesuai
dibiayai sepanjang bankable syariah
Kedudukan sistem Pembayaran Imbalan
Pengenaan bunga sifatnya
bungan berdasarkan berdasar bagi hasil
haram
prinsip syariah adalah halal.

26
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
1. Sistem syariah ini diyakini mampu menjadi sistem alternatif untuk
mengembalikan ekonomi Indonesia. Selain produk perbankan syariah,
produk-produk keuangan syariah lainnya sudah memasuki sector
perekonomian di berbagai negara, antara lain produk pasar modal syariah
(oblogasi syariah), reksa dana syariah, indeks syriah, dan disektor industri
asuransi dikenal pula dengan asuransi berdasarkan prinsip syariah islam.
2. Bank syariah merupakan suatu bentuk sistem perbankan yang mengkuti
ketentuan syariah islam, yang bersumber dasri Hadis dan Al Qur’an. Oleh
karena itu, sistem perbankan ini bersifat universal. Artinya, negara manapun
dapat melakukan dan mengadopsi sistem perbankan syariah.
3. Kegiatan usaha bank secara umum menuntut adanya profesionalisme yang
tinggi guna mendukung proses pengambilan keputusan dan pengendalian
risiko usaha sekecil mungkin. Sesuai dengan karakteristik kegiatan usahanya,
sumber daya manusia perbangkan syariah selain harus mempunyai
kemampuan teknis di bidang perbankan, juga dituntut untuk memiliki
pengetahuan mengenai ketentuan dan prinsip syariah secara baik, serta
memiliki akhlak dan moral yang islami.
4. Berdasarkan Peraturan Bank Indonesia No:62/24/PBI/2004 tanggal 14
Oktober 2004 tentang Bank Umum yang melaksanakan kegiatan usaha
berdasarkan prinsip syariah, kegiatan usaha bank syariah dapat dibedakan,
yaitu: a. penghimpun dana (funding) b. penyaluran dana atau pembiayaan
(financing) c. penyedia jasa-jasa pelayanan perbankan (bank services).
5. Bank Syariah dapat pula melakukan kegiatan usaha lain yang ditetapkan oleh
Bank Indonesia antara lain :
a. Memberikan fasilitas letter of credit (L/C) berdasarkan prinsip syariah.
b. Meberikan fasilitas garansi bank berdasarakan prinsip bank syariah.
c. Melakukan kegiatan usaha kartu debet, charge card berprinsipkan
syariah.

27
DAFTAR PUSTAKA

Siamat. Dahlan. 2005. Manajemn Lembaga Keuangan Kebijakan Moneter dan


Perbankan. Edisi Kelima. Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.
Jakarta: LP-FEUI

Universitas Negeri Malang. 2010. Pedoman Penulisan Karya Ilmiah: Skripsi,


Tesis, Disertasi, Artikel, Makalah, Laporan Penelitian. Edisi Kelima.
Malang: Universitas Negeri Malang.

28

Anda mungkin juga menyukai