Anda di halaman 1dari 9

PERBEDAAN TATA CARA BERIBADAH YANG TERJADI DI MASYARAKAT

MAKALAH
Untuk memenuhi ujian akhir mata kuliah Pendidikan Agama Islam
yang dibina oleh

Bapak Frendies Sya’am Amrullah

oleh

Ghiffari Akbar Putra

140413602997

UNIVERSITAS NEGERI MALANG


FAKULTAS EKONOMI
JURUSAN MANAJEMEN

18 Desember 2014
BAB I

PENDAHULUAN

1. LATAR BELAKANG

Beribadah dalam Islam adalah cara kita menjalankan perintah Allah S.W.T
agar kita menjadi hambanya yang patuh dan selalu mendapat hidayah dan
perlindungan dariNya. Tidak sedikit dari kita sebagai hamba Allah S.W.T yang selalu
melalaikan perintahNya, entah dengan melalaikan shalat, membatalkan puasa, dll.
Banyak dari kita dalam melakukan ibadah kepada Allah S.W.T hanya sekedar ikut-
ikutan semata, bukan untuk dipelajarinya lebih mendalam agar kita mengetahui
makna yang tersirat di dalamnya sehingga kita dapat membedakan mana yang benar
mana yang salah dalam beribadah. Dan dalam tata cara beribadah tersebut, terdapat
perbedaan dalam melaksanakannya antara kelompok aliran satu dengan yang lainnya..
Dalam perbedaan tersebut terdapat sekolompok aliran yang bisa menerima
keperbedaan, ada juga yang terlalu fanatik terhadap aliran tersebut sehingga tidak
dapat menerima perbedaan dalam mengabdikan dirinya kepada Allah S.W.T. Yang
kita takutkan adalah dalam perbedaan ini terdapat perpecahan sehingga menimbulkan
perang saudara diantara pihak yang berseteru. Kita sebagi generasi muda harus bisa
menangani secara bijak dan mempelajarinya perbedaan yang ada sehingga kita dapat
memberikan ilmu kita pada masyarakat.

Konflik yang terjadi di Sampang merupakan konflik yang terjadi antara aliran
Suni dan aliran syi’ah yang memiliki perbedaan pendapat dalam beribadah. Kaum
Suni dalam melakukan ibadahnya kepada Allah S.W.T sebagian besar semua sama
dengan mayoritas islam yang ada di Indonesia. Berbeda dengan kaum syi’ah yang tata
cara beribadah mereka yang cukup bertolak belakang, contohnya :

1. Tidak shalat jum’at. Meskipun shalat jum’at bersama jama’ah,


tetapi mereka langsung berdiri setelah imam mengucapkan salam.
Orang-orang akan mengira dia mengerjakan shalat sunnah, padahal
dia menyempurnakan shalat Zhuhur empat raka’at, karena pengikut
Syi’ah tidak meyakini keabsahan shalat jum’at kecuali bersama
Imam yang ma’shum atau wakilnya.
2. Pengikut Syi’ah juga tidak  akan mengakhiri shalatnya dengan
mengucapkan salam yang dikenal kaum Muslimin, tetapi dengan
memukul kedua pahanya beberapa kali.

3. Pengikut Syi’ah jarang shalat jama’ah karena mereka tidak


mengakui shalat lima waktu, tapi yang mereka yakini hanya tiga
waktu saja.

4. Jika kita perhatikan caranya berwudhu maka Kita akan dapati


bahwa wudhunya sangat aneh, tidak seperti yang dikenal kaum
Muslimin.

5. Pada bulan Ramadhan penganut Syi’ah tidak langsung berbuka


puasa setelah Adzan maghrib; dalam hal ini Syi’ah berkeyakinan
seperti Yahudi yaitu berbuka puasa jika bintang-bintang sudah
nampak di langit, dengan kata lain mereka berbuka bila benar-
benar sudah masuk waktu malam. (mereka juga tidak shalat tarwih
bersama kaum Muslimin, karena menganggapnya sebagai bid’ah)

Dari beberapa perbedaan tersebut, tata cara beribadah kaum syi’ah cukup
bertolak belakang dengan tata cara ibadah kaum muslimin mayoritas. Oleh sebab itu
terjadi konflik di Sampang yang menganggap bahwa kaum Syi’ah adalah aliran sesat,
tidak sedikit korban jiwa akibat konflik tersebut.

Berdasarkan beberapa uraian yang telah saya jelaskan, oleh sebab itu saya
tertarik untuk menelaah pembahasan yang berjudul “Perbedaan tata cara beribadah
yang terjadi di masyakarat”.

2. RUMUSAN MASALAH
Adapun permasalahan yang akan dibahas dalam proses penyusunan makalah
ini adalah :
1. Apakah yang dimaksud dengan Beribadah dalam Islam?
2. Bagaimana cara beribadah dengan benar yang sesuai dengan mayoritas islam yang
ada?
3. Bagaimana cara kita menerima dan menyikapinya perbedaan dalam beribadah
kepada Allah S.W.T?
4.
3. Tujuan Penulisan
Adapaun tujuan penulisan yang akan dibahas dalam proses penyusunan
makalah ini adalah :
1. Untuk mengetahui maksud dari beribadah dalam Islam.
2. Untuk menjelaskan cara beribadah dengan benar yang sesuai dengan mayoritas
islam yang ada.
3. Untuk menjelaskan cara kita menerima dan menyikapinya perbedaan dalam
beribadah kepada Allah S.W.T.
BAB II

PEMBAHASAN

1. Beribadah dalam Islam

Ibadah adalah bentuk penghambaan diri kepada Allah S.W.T yang bukan
hanya berkaitan dengan dengan hubungan manusia dengan Tuhannya (hablun
minaallah) tetapi juga hubungan manusia dengan sesamanya (hablun minannas).

Dalam terminologi bahasa Indonesia sebagaimana yang terdapat dalam Kamus


Besar Bahasa Indonesia (KBBI) kata ini meimiliki arti:

1. Perbuatan atau penyataan bakti terhadap Allah atau Tuhan yang didasari oleh


peraturan agama.
2. Segala usaha lahir dan batin yang sesuai perintah agama yang harus dituruti
pemeluknya.
3. Upacara yang berhubungan dengan agama[1].
Disiratkan di dalam Al-Qur'an, pengertian ibadah dapat ditemukan melalui
pemahaman bahwa :

1. Kesadaran beragama pada manusia membawa konsekwensi manusia itu


melakukan penghambhaan kepada tuhannya. Dalam ajaran Islam manusia itu
diciptakan untuk menghamba kepada Allah, atau dengan kata lain beribadah kepada
Allah (Adz-Dzaariyaat QS. 51:56).
2. Manusia yang menjalani hidup beribadah kepada Allah itu tiada lain manusia
yang berada pada shiraathal mustaqiem atau jalan yang lurus (Yaasiin QS 36:61)
3. Sedangkan manusia yang berpegang teguh kepada apa yang diwahyukan Allah,
maka ia berada pada shiraathal mustaqiem atau jalan yang lurus (Az Zukhruf QS.
43:43).
Dengan demikian apa yang disebut dengan manusia hidup beribadah kepada
Allah itu ialah manusia yang dalam menjalani hidupnya selalu berpegang teguh
kepada wahyu Allah. Jadi pengertian ibadah menurut Al Quran tidak hanya terbatas
kepada apa yang disebut ibadah mahdhah atau Rukun Islam saja, tetapi cukup luas
seluas aspek kehidupan yang ada selama wahyu Allah memberikan pegangannya
dalam persoalan itu.Itulah mengapa umat Islam tidak diperkenankan memutuskan
suatu persoalan hidupnya sekiranya Allah dan Rasul-Nya sudah memutuskan perkara
itu (Al Ahzab QS. 33:36)
2. Cara beribadah dengan Benar.
Kaum muslimin dalam beribadah kepada Allah S.W.T yang merupakan tanda
penghambaan dirinya kepada Tuhan yang Maha Esa harus melaksanakannya dengan
istiqomah dan hati yang ikhlas. Keduanya harus ada dalam kita menjalankan ibadah,
jika tidak maka apa yang kita lakukan dalam beribadah kepadaNya akan sia – sia.
Kebanyakan dari kita dalam melakukan ibadah, hanya sebatas melakukan
ibadah dengan hubungannya manusia dengan Tuhannya. Padahal dalam melakukan
ibadah yang benar adalah tidak hanya berkaitan dengan hubungan manusia dengan
Tuhannya tetapi juga hubungan manusia dengan sesamanya.
Dalam islam terdapat ketentuan ibadah yang diwajibkan kepada kita
(Muslimin) yaitu disebut dengan Rukun islam. Rukun islam tersebut terdiri atas 5
aspek, yaitu
1. Mengucapkan 2 kalimat syahadat.
2. Melaksanan shalat 5 waktu.
3. Melakukan zakat.
4. Berpuasa di bulan Ramadhan
5. Menunaikan ibadah haji jika mampu.
Serta dalam islam, terdapat Rukun iman yang harus kita yakini akan
kebenarannya, yaitu :
1. Iman kepada Allah S.W.T.
2. Iman kepada malaikat Allah.
3. Iman kepada Al-Qur’an.
4. Iman kepada Nabi dan Rasul Allah.
5. Iman kepada hari kiamat.
6. Iman kepada qada’ dan qadar.
Tidak luput juga dalam melaksanakan ibadah kepada Allah kita harus berdasar
pada Al-qur’an dan Hadist, ataupun sunnah Rasul. Kita seharusnya tidak melakukan
ibadah berdasarkan pendapat beberapa orang yang mengakatan bahwa ibadah tersebut
adalah “benar”. Hal tersebut akan menimbulkan kesan yang bersifat sesat, contohnya
saja dengan shalat 5 waktu bukanlah suatu kewajiban melainkan hanya shalat 3
waktu. Kita telah mengetahui bahwa Rasul kita (Nabi Muhammad S.A.W) menyuruh
kepada umatnya bahwa kita harus shalat 5 waktu (shubuh, dzuhur, ashar, maghrib,
ishya’). Apabila kita mengubah ketentuan yang telah diajarkan oleh Rasul kita,
bukankah kita termasuk orang yang mengaku diri kita benar? Dan membuat ajaran
baru ?
Oleh sebab itu sebelum kita melakukan suatu ibadah, baik itu hablun
minaallah maupun hablun minannas, kita seharusnya harus mempelajari lebih
mendalam dengan berdasar Al – qur’an dan Hadis agar mengetahui mana yang
dianggap benar dan mana yang dianggap salah, bukan hanya sekedar ikut-ikutan
beribadah semata.

3. Menyikapi perbedaan yang ada

Dalam melakukan ibadah itu sendiri terdapat beberapa aliran yang perbedaan.
Contohnya pada perbedaan antara NU dengan Muhammadiyah. . Perbedaan pendapat yang
muncul di kalangan ulama terdahulu, sebenarnya hanya berkisar pada masalah furu'iyah atau
cabang-cabang fikih saja. Itu pun disebabkan metode yang mereka gunakan untuk mengambil
hukum fikih tersebut berbeda-beda. Misalnya dalam menentukan suatu hukum yang belum
ada dibahas dalam Al-Quran dan Hadist, Imam Malik mengedepankan perbuatan penduduk
Madinah, karena menurut beliau segala sesuatu yang berkenaan dengan cara beribadah
penduduk Madinah tidak mungkin kalau bukan hasil dari melihat perbuatan Rasulullah yang
diturun-temurunkan generasi ke generasi. Berbeda dengan Imam Syafi'i yang lebih
mengedepankan Ijma' (kesepakatan para ulama) setelah Al-Quran dan Hadist. perlu
digarisbawahi bahwa perbedaan-perbedaan tersebut hanya dalam ranah furu'iyah saja. Jika
kemudian perbedaan yang berkembang justru menjurus kepada perbedaan akidah dan tauhid,
maka tentu saja dalam hal ini kebenaran atau yang haq itu harus kita kedepankan. Karena
batasan dan rambu-rambu yang digambarkan Islam dalam wilayah tauhid dan akidah itu
sudah sangat jelas.

Jika ada yang mencoba untuk mengubah rukun Iman dan rukun Islam, maka
ini harus kita perangi. Jika ada yang mengatakan Al-Qur'an hanyalah produk budaya, ini pun
juga harus kita perangi. Jika ada yang memperbolehkan perkawinan homoseksual, pemikiran
seperti ini jelas telah menyimpang dari koridor yang telah ditentukan Islam. Namun cara
memeranginya pun juga harus baik. Jika kita diserang dengan pemikiran seperti itu, maka
untuk membalasnya tentu saja juga dengan pemikiran juga, bukan malah dengan kekerasan.
Jika hal seperti ini yang terwujud di antara umat Islam di Indonesia sekarang ini, maka serasa
indah Islam itu  dijalankan. Penilaian-penilaian negatif tentang Islam dan perpecahan, Islam
dan kekerasan, hingga Islam dan terorisme, harus segera kita hentikan. Caranya yaitu dengan
membangun kembali image Islam yang cinta damai, yang profesional dalam menanggapi
segala perbedaan.

BAB 3

PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Dalam beribadah kepada Allah S.W.T kita harus melakukannya dengan
sungguh dan mengharap ridho Allah. Dan tata cara peribadatannya tersebut harus
sesuai dengan Apa yang telah diajarkan Rasulullah yang berdasar pada Al-qur’an dan
Hadist. Dan tidak lupa juga ibadah harus memiliki 2 unsur yang terkait yaitu,
hubungan manusia dengan TuhanNya (Hablun Minaallah) dan hubungan manusia
dengan sesamanya (Hablun Minannas). Jika ada yang mencoba untuk mengubah
rukun Iman dan rukun Islam, maka ini harus kita perangi. Jika ada yang mengatakan
Al-Qur'an hanyalah produk budaya, ini pun juga harus kita perangi. Jika ada yang
memperbolehkan perkawinan homoseksual, pemikiran seperti ini jelas telah
menyimpang dari koridor yang telah ditentukan Islam. Namun cara memeranginya
pun juga harus baik. Jika kita diserang dengan pemikiran seperti itu, maka untuk
membalasnya tentu saja juga dengan pemikiran juga, bukan malah dengan kekerasan.

3.2 SARAN

Dalam melakukan ibadah yang baik dan benar, kita tidak hanya ikut-ikutan
saja atau paham hanya sekedar hafal. Akan tetapi kita harus mengerti dan menelaah
lebih mendalam lagi tentang bagaimana tata cara beribadah yang baik dan benar
dalam islam. Baik melalui buku – buku panduan tata cara beribadah, maupun
searching di internet.

DAFTAR RUJUKAN

http://www.arrahmah.com/kajian-islam/inilah-15-ciri-pengikut-syiah-di-indonesia.html
http://id.wikipedia.org

Buku Pendidikan Islam transoformatif, Dream litera

Anda mungkin juga menyukai