BAB II
PERBANKAN SYARIAH
A. Pengertian Perbankan Syariah
Bank Islam atau selanjutnya disebut dengan Bank Syariah adalah bank yang
beroperasi dengan tidak mengandalkan pada bunga. Bank Islam atau biasa disebut
dengan Bank Tanpa Bunga adalah lembaga keuangan/perbankan yang operasional dan
produknya dikembangkan berlandaskan pada Al-Qur’an dan Hadist Nabi SAW. Atau
dengan kata lain, Bank Islam adalah lembaga keuangan yang usaha pokoknya
memberikan pembiayaan dan jasa-jasa lainnya dalam lalu lintas pembayaran serta
peredaran uang yang pengoperasiannya disesuaikan dengan prinsip syariat Islam.
Antonio dan Perwataadmadja membedakan menjadi dua pengertian, yaitu Bank Islam
dan Bank yang beroperasi dengan prinsip syariah Islam1. Bank Islam adalah (1) bank
yang beroperasi sesuai dengan prinsip-prinsip syariah, (2) bank yang tata cara
beroperasinya mengacu pada ketentuan-ketentuan Al-Qur’an dan Hadist, dikatakan lebih
lanjut dalam tata cara bermuamalah itu dijauhi praktik-praktik yang dikhawatirkan
mengandung unsur-unsur riba untuk diisi dengan kegiatan-kegiatan investasi atas dasar
bagi hasil dan pembiayaan perdagangan2.
Untuk menghindari pengoperasian bank dengan sistem bunga, Islam
memperkenalkan prinsip-prinsip muamalah Islam. Dengan kata lain, Bank Syariah lahir
sebagai salah satu alternatif terhadap persoalan pertentangan antara bunga bank dan riba.
Dengan demikian, kerinduan umat Islam Indonesia yang ingin melepaskan diri dari
persoalan riba telah mendapatkan jawaban lewat lahirnya bank Islam. Bank Islam lahir
1
Karnaen Perwataadmadja & M. Syafi'i Antonio, Apa dan Bagaimana Bank Islam (Yogyakarta:
PT Dana Bhakti Wakaf 1997), h. 20
2
Muhammad, Lembaga Keuangan Umat Kontemporer (Yogyakarta: UII Press, 2000), h. 52
Perbankan Syariah 11
dengan gencarnya , pada sekitar tahun 90-an atau tepatnya setelah ada Undang-Undang
No. 07 tahun 1992, yang direvisi dengan Undang-undang Perbankan No. 10 tahun 1998,
dalam bentuk sebuah bank yang beroperasi dengan sistem bagi hasil.
B. Fungsi dan Peranan Bank Syariah
Sistem operasional Perbankan Syariah mengacu kepada prinsip-prinsip ekonomi
Islam yakni tidak mengenal konsep bunga uang dan yang tidak kalah pentingnya adalah
untuk tujuan komersial, Islam tidak mengenal peminjaman uang tetapi
kemitraan/kerjasama (mudharabah dan musyarakah) dengan prinsip bagi hasil, sedang
peminjaman uang hanya dimungkinkan untuk tujuan sosial tanpa adanya imbalan
apapun.
Di dalam menjalankan operasinya fungsi Bank Islam akan terdiri dari:
1. Sebagai penerima amanah untuk melakukan investasi atas dana-dana yang
dipercayakan oleh pemegang rekening investasi/deposan atas dasar prinsip
bagi hasil sesuai dengan kebijakan investasi bank.
2. Sebagai pengelola investasi atas dana yang dimiliki oleh pemilik
dana/shahibul maal sesuai dengan arahan investasi yang dikehendaki oleh
pemilik dana (dalam hal ini bank bertindak sebagai manajer investasi)
3. Sebagai penyedia lalu lintas jasa pembayaran dan jasa-jasa lainnya sepanjang
tidak bertentangan dengan prinsip syariah
4. Sebagai pengelola fungsi social seperti pengelolaan dana zakat dan
penerimaan serta penyaluran dana kebajikan (fungsi optional)3.
Adanya Bank Islam diharapkan dapat memberikan sumbangan terhadap
pertumbuhan ekonomi masyarakat melalui pembiayaan-pembiayaan yang dikeluarkan
oleh Bank Islam. Melalui pembiyaan ini Bank Islam dapat menjadi mitra dengan
nasabah, sehingga hubungan Bank dan nasabah tidak lagi sebagai kreditur dan debitur
tetapi menjadi hubungan kemitraan.
Secara khusus peranan Bank Syariah secara nyata dapat terwujud dalam aspek-
aspek berikut ini4:
3
Achmad Barabba, Prinsip Dasar Operasional Perbankan Syariah, Buletin Ekonomi Moneter
dan Perbankan (BMEB) 2003, h. 1-8
4
Muhamad, Manajemen Bank Syari'ah (Yogyakarta: Unit Penerbit dan Percetakan Sekolah
Tinggi Ilmu Manajemen YKPN, 2011), h. 39
Perbankan Syariah 12
Cendikiawan Muslim (ICMI), pengusaha muslim dan juga pemerintah. Sayangnya bank
tersebut kurang familiar di mata masyarakat dan barulah ketika krisis ekonomi pada
tahun 1998 bank ini baru dilirik oleh nasabah5.
Secara intensif, berbagai upaya pendirian Bank Islam di Indonesia dimulai sejak
1988, yaitu pada saat pemerintah mengeluarkan Paket Kebijakan Oktober (PAKTO),
yang mengatur tentang deregulasi industri perbankan di Indonesia. Para ulama saat itu
telah berusaha untuk mendirikan bank yang bebas bunga, tetapi tidak ada satu pun
perangkat hukum yang dapat dirujuk, kecuali adanya penafsiran dari peraturan
perundang-undangan yang ada bahwa perbankan dapat saja menetapkan bunga sebesar
0% (nol persen).
Setelah adanya rekomendasi dari Lokakarya Ulama tentang Bunga Bank dan
Perbankan di Cisarua, Bogor pada 19–22 Agustus 1990, yang kemudian diikuti dengan
diundangkannya UU No. 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan, di mana perbankan bagi
hasil diakomodasikan, Bank Muamalat Indonesia didirikan sebagai Bank Umum Islam
pertama yang beroperasi di Indonesia. Pendirian Bank Muamalat ini diikuti oleh
pendirian bank-bank pembiayaan rakyat syariah (BPRS). Namun, karena lembaga ini
masih dirasakan kurang mencukupi dan belum sanggup menjangkau masyarakat Islam
lapisan bawah, lembaga-lembaga simpan pinjam yang disebut sebagai Baitul Maal wat
Tamwil (BMT) dibentuk.
Adanya Undang-undang No. 10 tahun 1998 ini dapat membawa kesegaran baru
bagi dunia perbankan kita. Terutama bagi dunia perbankan syariah di tanah air,
berdirinya bank-bank baru yang bekerja berdasarkan prinsip syariah akan menambah
semarak lembaga keuangan syariah yang telah ada di sini seperti: Bank Umum Syariah,
BPR Syariah, dan Baitul Maal wa Tamwil (BMT)6.
Menurut Mudradjad dan Suharjono (2002) mengatakan bahwa deregulasi
financial yang sedang berlangsung di Indonesia saat ini agaknya sejalan dengan
deregulasi financial yang terjadi di sekitar Negara-negara Asia. Persamaannya yaitu
terlihat pada tiga dimensi deregulasi yang terpisah namun kaitannya erat, yaitu:
deregulasi harga (terutama deregulasi suku bunga), deregulasi product (ragam jasa yang
5
Agus Marimin, Abdul Haris Romdhoni, Tira Nur Fitria, Perkembangan Bank Syariah di
Indonesia, Jurnal Ilmiah Ekonomi Islam, Vol I No. 2, 2015, h. 75-87
6
M. Syafe'i Antonio, Bank Islam: Teori dan Praktek (Jakarta: Gema Insani Press, 2000), h. 87
Perbankan Syariah 14
kerja bank berasal dari masyarakat, lembaga keuangan lain, dan pinjaman likuiditas dari
bank sentral.
Uang dalam pandangan syariat bukanlah merupakan suatu komoditas, melainkan
hanya sebagai alat untuk mencapai pertambahan nilai ekonomis (economic added value).
Hal ini bertentangan dengan perbankan yang berbasis bunga, di mana “uang
mengembangbiakkan uang”, tidak peduli apakah uang itu dipakai dalam kegiatan yang
produktif atau tidak.
Untuk menghasilkan keuntungan, uang harus dikaitkan dengan kegiatan ekonomi
dasar (primary economic activities), baik secara langsung (melalui transaksi, seperti
perdagangan, industri manufaktur, sewa-menyewa, dan lain-lain) maupun secara tidak
langsung (melalui penyertaan modal guna melakukan salah satu atau seluruh kegiatan
usaha tersebut).
Berdasarkan prinsip tersebut, bank syariah dapat menarik dana pihak ketiga atau
masyarakat dalam bentuk, sebagai berikut:
1. Titipan (wadi’ah), yaitu simpanan yang dijamin keamanan dan pengembaliannya
(guaranteed deposit), tetapi tanpa memperoleh imbalan atau keuntungan.
2. Partisipasi modal berbagi hasil dan berbagi risiko (non-guaranteed account)
untuk investasi umum (general investment account/mudharabah mutlaqah), di
mana bank akan membayar bagian keuntungan secara proporsional dengan
portofolio yang didanai dengan modal tersebut.
3. Investasi khusus (special investment account/mudharabah muqayyadah), di mana
bank bertindak sebagai manajer investasi untuk memperoleh fee. Jadi, bank tidak
ikut berinvestasi, sedangkan investor sepenuhnya mengambil risiko atas investasi
tersebut.
Tantangan dan peluang perbankan syariah di Indonesia bisa kita lihat dari tabel yang
telah disediakan di bawah ini7:
Tabel 2.1.
Tantangan dan peluang Bank Syariah di Indonesia
No Tantangan Peluang
1 Sedikitnya jaringan kantor - Konversi beberapa Bank Umum di daerah
7
Aprianti, Hani Werdi, Perkembangan Industri Perbankan Syariah di Indonesia: Analisis
peluang dan tantangan, MAKSIMUM, Vol 1 No. 1, 2017, h. 16-23
Perbankan Syariah 17
simpanan individu
- Rencana Penambahan modal beberapa
Perbankan Syariah, contoh Bank Muamalah
Indonesia.
Sumber: Roadmap Perbankan Syariah Indonesia, diolah pada tahun 2016
E. Manajemen Perbankan Syariah
Manajemen adalah sebuah kata bebas nilai, bergantung pada fungsi dan kegunaan
yang akan diharapkan. Manajemen berarti seni dan ilmu pengelolaan yang berisi atau
berfungsi untuk melakukan perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, dan
pengawasan. Manajemen perbankan syariah berarti seni dan ilmu mengelola usaha jasa
perbankan syariah. Dikatakan seni karena sering terjadi hal khusus dan unik berdasarkan
karakteristik masing-masing lembaga. Di sisi lain, dikatakan ilmu karena dapat dipelajari,
dapat ditiru, dan dapat didokumentasikan. Implementasi manajemen sangat diperlukan
untuk kemajuan organisasi perbankan syariah.
Manajemen perbankan syariah paling tidak membahas tentang manajemen umum,
manajemen pemasaran, manajemen sumber daya manusia (MSDM), manajemen
operasional, manajemen keuangan, dan manajemen risiko dari perbankan syariah.
Manajemen umum menyangkut aspek-aspek makro dan aspek umum, seperti studi
kelayakan pendirian usaha, pengelolaan lingkungan usaha, perizinan, dampak
lingkungan, dan tata kelola korporasi.
F. Perbedaan Bank Syariah Dan Bank Konvensional
Masih banyak di kalangan pengguna jasa perbankan mengalami kesulitan untuk
membedakan antara bank syariah dan bank konvensional. Pada prinsipnya, bank syariah
tidak benar benar berbeda dengan bank konvensional. Bahkan, ada beberapa persamaan
yang terutama dilihat dari manajemen perbankan. Akan tetapi, terdapat sedikit perbedaan
yang merupakan substansi dari hakikat kesyariahan dari lembaga keuangan perbankan.
a. Riba
b. Maisir
c. Gharar
d. Haram
e. Zalim
2. Fungsi Uang Fungsi uang tidak sebagai Fungsi uang sebagai
komoditas yang komoditas yang
diperdagangkan, penggunaan diperdagangkan,
uang harus ada transaksi yang penggunaan tidak
mendasarinya (underlaying harus ada transaksi
transaction). Uang di bank yang mendasarinya
syariah:
a. Barang
Akad murabahah (ready
stock)
Akad salam (pesanan)
Akad istishna’ (pesanan)
mendapatkan margin
b. Usaha produktif
Akad mudharabah
Akad musyarakah
(pendapatan bagi hasil)
c. Barang/ paket jasa
Akad ijarah
Akad IMBT (pendapatan
ijarah/fee)
d. Kebutuhan mendasar
Akad qardh (tidak ada
fee)
3. Sumber pendapatan Nonriba: Riba : pendaapatan
a. Pendapatan jual beli bunga bank
(margin)
Perbankan Syariah 20