BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Bank Bagi Hasil sering disebut Bank Syariah (Bank Islam) merupakan
lembaga perbankan yang menggunakan sistem dan operasi berdasarkan prinsip‐
prinsip hukum atau syariah Islam, seperti diatur dalam Al Qurʹan dan Al
Hadist. Perbankan Syariah merupakan suatu sistem perbankan yang
dikembangkan berdasarkan sistem syariah (hukum islam).Usaha pembentukkan
sistem ini berangkat dari larangan islam untuk memungut dan meminjam
bedasarkan bunga yang termasuk dalam riba dan investasi untuk usaha yang
dikategorikan haram,misalnya dalam makanan,minuman,dan usaha-usaha lain
yang tidak islami,yang hal tersebut tidak diatur dalam Bank Konvensional.
Adanya Perbankan syariah di Indonesia bertujuan untuk mewadahi penduduk
di Negara Indonesia yang hampir seluruh penduduknya beragama Islam. Dengan
adanya bank tersebut diharapkan tidak adanya kerancuan dalam proses muamalah
bagi para pemeluk agama islam,sehingga mereka terjaga dari keharaman akibat
tidak adanya suatu wadah yang melayani mereka dalam bidang muamalah yang
bersifat islami. Namun realitas yang ada,dari 80% penduduk Indonesia yang
beragama Islam tidak lebih dari 10% di antara mereka yang bertransaksi secara
syar’I lebih-lebih dalam hal perbankan.Sampai saat ini perbankan syariah di
Indonesia belum mampu menunjukan eksistensinya,banyak masyarakat yang
tidak menaruh kepercayaan terhadap perbankkan syariah.
Bahkan para ulama di negeri ini pun sebagian besar masih menyimpan
uangnya di bank konvensional.Hal tersebut terjadi karena kurangnya pemahaman
mengenai sistem operasi perbankan syariah Sistem dalam bank syariah di anggap
sama dengan sistem operasi yang ada dalam bank konvensional.
Hal ini terjadi karena kurangnya pemahaman masyarakat terhadap bank
syariah dan berakibat kurangnya kepercayaan masyarakat terhadap bank
syariah. Hal tersebut menjadi landasan untuk menyadarkan masyarakat akan
2
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan bank syariah?
2. Bagaimana sejarah singkat bank syariah?
3. Apa saja landasan hukum operasional bank syariah?
4. Apa saja produk bank syariah?
5. Apa perbedaan antara bank syariah dan bank konvensiaonal?
6. Apa saja kendala yang dihadapi bank syariah?
C. Tujuan penulisan
1. Untuk mengetahui pengertian bank syariah.
2. Untuk mengetahui sejarah singkat bank syariah.
3. Untuk mengetahui apa saja landasan hukum operasional bank syariah.
4. Untuk mengetahui apa saja produk bank syariah.
5. Untuk memahami perbedaan antara bank syariah dan bank konvensiaonal.
6. Untuk memahami apa saja kendala yang dihadapi bank syariah.
3
BAB II
PEMBAHASAN
1
Syukri Iska, Sistem Perbankan Syariah di Indonesia, (Yogyakarta: Fajar Media Press, 2012)
h. 11
2
Pasal 1 ayat (2) UU No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah.
3
Mardani, Aspek Hukum Lembaga Keuangan Syariah di Indonesia, (Jakarta: Prenadamedia
Group, 2015) h. 9.
4
Mardani, Aspek Hukum Lembaga Keuangan Syariah di Indonesia. h. 11.
5
Pasal 1 ayat (12) UU No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah.
6
Pasal 1 ayat (7) UU No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah.
4
Umum Syariah (BUS) adalah bank syariah yang dalam kegiatannya memberikan
jasa dalam lalu lintas pembayaran, 7 sedangkan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah
(BPRS) adalah bank syariah yang dalam kegiatannya tidak memberikan jasa
dalam lalu lintas pembayaran.8
Berdasarkan definisi perbankan syariah diatas, maka dapat di tarik
kesimpulan, bahwa bank syariah adalah bank yang berdasarkan prinsip syariah
(hukum Islam), yang dalam operasionalnya berpedoman kepada fatwa Dewan
Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI).9
7
Pasal 1 ayat (8) UU No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah.
8
Pasal 1 ayat (9) UU No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah.
9
Mardani, Aspek Hukum Lembaga Keuangan Syariah di Indonesia. h. 12.
5
10
Muhamad, Sistem Keuangan Islam; Prinsip dan Operasionalnya di Indonesia, (Depok: PT
RajaGrafindo Persada, 2019) h. 231-232.
6
12
Muhamad, Sistem Keuangan Islam; Prinsip dan Operasionalnya di Indonesia. h. 232.
9
2. Hadis riwayat Ibnu Majah dari Abu Hurairah yang artinya: Riba itu
mempunyai tujuh puluh tiga bagian, paling ringan ialah seumpama seseorang
mengawini ibunya sendiri.”13
Bank syariah beroperasi atas dasar konsep bagi hasil. Bank syariah tidak
menggunakan bungan sebagai alat untuk memperoleh pendapatan maupun
membebankan bungan atas penggunaan dana dan pinjaman karena bunga
merupakan riba yang diharamkan. Berbeda dengan bank non-syariah, bank
syariah secara tegas antara sektor moneter dan sektor riil sehingga dalam kegiatan
usahanya dapat melakukan transaksi-transaksi sektor riil, seperti jual beli dan
sewa menyewa. Disamping itu, bank syariah juga dapat menjalankan kegiatan
usaha untuk memperoleh imbalan atas jasa perbankan lain yang tidak
bertentangan dengan prinsip syariah. Suatu transaksi sesuai dengan prinsip
syariah apa bila telah memenuhi seluruh syarat berikut:
1. Transaksi tidak mengandung unsur kedzaliman.
2. Bukan riba.
3. Tidak membahayakan pihak sendiri atau pihak lain.
4. Tidak ada penipuan (gharar).
5. Tidak mengandung materi-materi yang diharamkan.
6. Tidak mengandung unsur judi (maisyir).
Jadi dalam operasional bank syariah perlu memerhatikan hal-hal yang
memang telah diatur oleh syariah atau ajaran Islam berkaitan dengan harta, uang,
jual beli, dan transaksi ekonomi lainnya.14
Bank syariah secara yuridis normatif dan yuridis emperis diakui
keberadaannya di negara Republik Indonesia. Pengakuan secara yuridis normatif
tercatat dalam peraturan perundang-undangan di Indonesia, diantaranya Undang-
Undang No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan, Undang-Undang No. 10 tentang
Perubahan atas Undang-Undang No. 7 Tahun 1998 tentang Perbankan, Undang-
13
Mardani, Aspek Hukum Lembaga Keuangan Syariah di Indonesia. h. 19-22.
14
Muhamad, Sistem Keuangan Islam; Prinsip dan Operasionalnya di Indonesia. h. 233.
10
Undang No. 3 Tahun 2004 tentang Perubahan atas Undang-Undang No. 23 tahun
1999 tentang Bank Indonesia, Undang-Undang No. 3 tahun 2006 tentang
Perubahan atas Undang-Undang No. 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama.
Selain itu, pengakuan secara yuridis emperis dapat dilihat perbankan syariah
tumbuh dan berkembang pada umumnya diseluruh Ibukota provinsi dan
Kabupaten di Indonesia, bahkan beberapa bank konvensional dan lembaga
keuangan lainnya membuka unit usaha syariah (bank syariah, asuransi syariah,
pegadaian syariah dan semacamnya). Pengakuan secara yuridis dimaksud,
memberi peluang tumbuh dan berkembang secara luas kegiatan usaha perbankan
syariah, termasuk memberi kesempatan kepada bank umum (konvensional) untuk
membuka kantor cabang yang khusus melakukan kegiatan usaha berdasarkan
prinsip syariah.15
Perkembangan berikutnya adalah diundangkannya Undang-Undang No. 21
Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah. Undang-undang ini mengatur secara
khusus mengenai perbankan syariah, baik secara kelembagaan maupun kegiatan
usaha. Beberapa lembaga hukum baru diperkenalkan dalam UU No. 21/2008,
antara lain yakni menyangkut pemisahan (spin-off) UUS baik secara sukarela
maupun wajib dan Komite Perbankan Syariah.16
17
Andri Soemitra, Bank & Lembaga Keuangan Syariah. h.70-71.
12
18
Khotibul Umam dan Setiawan Budi Utomo, Perbankan Syariah; Dasar-dasar dan Dinamika
Perkembangannya di Indonesia, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2017) h. 85-86.
13
19
Andri Soemitra, Bank & Lembaga Keuangan Syariah. h.71-72.
14
20
Khotibul Umam dan Setiawan Budi Utomo, Perbankan Syariah; Dasar-dasar dan Dinamika
Perkembangannya di Indonesia. h. 92-94.
15
22
Khotibul Umam dan Setiawan Budi Utomo, Perbankan Syariah; Dasar-dasar dan Dinamika
Perkembangannya di Indonesia. h. 97-98.
23
Andri Soemitra, Bank & Lembaga Keuangan Syariah. h. 76.
17
3. Pelayanan Jasa
a. Letter of Credit (L/C) Impor Syariah
Letter of Credit (L/C) Impor Syariah adalah surat pernyataan akan
membayar pada eksportir (beneficiary) yang diterbitkan oleh bank
(issuing bank) atas permintaan importer dengan pemenuhan persyaratan
tertentu (Uniform Customs and Practice for Documentary Credits / UCP).
Akad yang digunakan adalah akad wakalah bil ujrah dan kafalah. Akad
wakalah merupakan pelimpahan kekuasaan oleh satu pihak kepada pihak
lain dalam hal-hal yang boleh diwakilkan. Wakalah bil ujrah adalah akad
wakalah dengan memberikan imbalan/fee/ujrah kepada wakil. Akad
wakalah bil ujrah dapat dilakukan dengan atau tanpa disertai dengan
qardh atau mudharabah atau hawalah. Sedangkan akad kafalah adalah
transaksi peminjaman yang diberikan oleh penanggung kepada pihak
ketiga atau yang tertanggung untuk memenuhi kewajiban pihak kedua.
Landasan hukumnya adalah Fatwa DSN MUI No. 34/DSN-MUI/IX/2002
tentang Letter of Credit (L/C) Impor Syariah.30
b. Bank Garansi Syariah
Bank garansi adalah jaminan yang diberikan oleh bank kepada pihak
ketiga penerima jaminan atas pemenuhan kewajiban tertentu nasabah bank
selaku pihak yang dijamin kepada pihak ketiga dimaksud. Akad yang
digunakan adalah akad kafalah yaitu transaksi peminjaman yang diberikan
oleh penanggung kepada pihak ketiga atau yang tertanggung untuk
memenuhi kewajiban pihak kedua. Landasan hukumnya adalah Fatwa
DSN MUI No. 11/DSN-MUI/IV/2000 tentang Kafalah.31
c. Penukaran Valuta Asing (Sharf)
Penukaran valas merupakan jasa yang diberikan bank syariah untuk
membeli atau meenjual valuta asing yang sama (single currency) maupun
30
Andri Soemitra, Bank & Lembaga Keuangan Syariah. h. 82.
31
Andri Soemitra, Bank & Lembaga Keuangan Syariah. h. 83.
21
1. Permodalan
Permsalahan pokok yang senantiasa dihadapi dalam pendirian suatu usaha
adalah permodalan. Setiap idea taupun rencana untuk mendirikan Bank
Syariah sering tidak dapat terwujud sebagai akibat tidak adanya modal yang
cukup untuk pendirian Bank Syariah tersebut, walaupun dari sisi niat ataupun
“ghiroh” para pendiri relatif sangat kuat.
2. Peraturan Perbankan
Peraturan perbankan yang berlaku belum sepenuhnya mengakomodir
operasional Bank Syariah mengingat adanya sejumlah perbedaan dalam
pelaksanaan operasional bank syariah dan bank konvensional. Ketentuan-
ketentuan perbankan yang ada kiranya masih perlu disesuaikan agar
memenuhi ketentuan syariah agar bank syariah dapat beroperasi secara relatif
dab efisien.
3. Sumber Daya Manusia
Kendala di bidang SDM dalam pengembangan perbankan syariah
disebabkan kaarena sistem perbankan syariah masih belum lama dikenal di
Indonesia. Di samping itu, lembaga akademik dan pelatihan ini masih
terbatas, sehingga tebaga terdidik dan berpengalaman dibidang perbankan
syariah baik dari sisi bank pelaksana maupun bank sentral (pengawas dan
peneliti bank).
4. Pemahaman Umat
Pemahaman sebagian besar masyarakat mengenai sistem dan prinsip
perbankan syariah belum tepat, bahkan diantara ulama dan cendikiawan
Muslim sendiri masih belum ada kata sepakat yang mendukung keberadaan
bank syariah, terbukti dari hasil pretest terhadap 37 Dosen Fakultas Syariah
dalam acara Orientasi Perbankan yang telah dilakukan oleh Asbisindo
Wilayyah Jatim beberapa waktu yang lalu memberikan jawaban yang tidak
24
konsekuen dan cenderung ragu-ragu. Di samping itu masih ada nasabah yang
menngaku paham akan Syariah Islam tetapi tidak mau menjalankannya.
5. Sosialisasi
Sosialisasi yang telah dilakukan dalam rangka memberikan informasi
yang lengkap dan besar mengenai kegiatan usaha perbankasn syariah kepada
masyarakat luas belum dilakukan secara maksimal. Tanggung jawab kegiatan
sosialisasi ini tidak hanya di pundak para bankir syariah sebagai pelaksana
operasional bank sehari-hari, tetapi tanggung jawab semua pihak yang
mengaku Islam baik secara perorangan, kelompok, maupun instansi yang
meliputi unsur alim ulama, pengusaha negara/pemerintahan, cendikiawan dan
lain-lain, yang memiliki kemampuan dan akses yang besar dalam
penyebarluasan informasi terhadap masyarakat luas.
6. Piranti Moneter
Piranti moneter yang ada pada saat ini masih mengacu pada sistem bunga
sehingga belum bisa memenuhi dan mendukung kebijakan moneter dan
kegiatan usaha bank syariah, seperti kelebihan/kekurangan dana yang terjadi
pada bank syariah ataupun pasar uang antarbank syariah dengan tetap
memerhatikan prinsip syariah. Bank Indonesia sebagai penentu kebijakan
perbankan mencoba untuk menyiapkan piranti moneter yang sesuai dengan
prinsip syariah seperti halnya SBI dan SPBU yang berlandaskan syariah
Islam.
7. Jaringan Kator
Pengembangan jaringan kantor bank syariah diperlukan dalam rangka
perluasan jangkauan pelayanan kepada masyarakat. Di samping itu,
kurangnya jumlah bank syariah yang ada juga menghambat perkembangan
kerja sama antarbank syariah. Jumlah jaringan kantor bank yang luas juga
akan meningkatkan efisiensi usaha serta meningkatkan kompetisi kearah
25
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Bank Syariah adalah bank yang berdasarkan prinsip syariah (hukum Islam),
yang dalam operasionalnya berpedoman kepada fatwa Dewan Syariah Nasional
Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI).
35
Muhamad, Sistem Keuangan Islam; Prinsip dan Operasionalnya di Indonesia. h. 236-240.
26
Pada awalnya istilah bank memang tidak dikenal didunia Islam, yang lebih
dikenal adalah Jihbiz. Hingga saat ini perbankan syariah di Indonesia telah
berjalan sekitar 22 tahun. Sempat terhambat oleh krisis ekonomi yang juga
menimpa perbankan konvensional, dalam perjalanannya perbankan syariah
mampu meningkatkan pangsa pasar, diversifikasi produk, dan sumber daya
manusia.
Dasar pemikiran bank syariah yaitu bersumber dari larangan riba dalam Al-
Qur’an dan Hadis. Dan landasan lainnya juga tercatat dalam peraturan perundang-
undangan, diantaranya Undang-Undang No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan,
Undang-Undang No. 10 tentang Perubahan atas Undang-Undang No. 7 Tahun
1998 tentang Perbankan, Undang-Undang No. 3 Tahun 2004 tentang Perubahan
atas Undang-Undang No. 23 tahun 1999 tentang Bank Indonesia, Undang-
Undang No. 3 tahun 2006 tentang Perubahan atas Undang-Undang No. 7 Tahun
1989 tentang Peradilan Agama. Perkembangan berikutnya adalah
diundangkannya Undang-Undang No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah.
Undang-undang ini mengatur secara khusus mengenai perbankan syariah, baik
secara kelembagaan maupun kegiatan usaha.
Adapun produk bank syariah yaitu:
1. Penghimpunan dana, berupa:
a. Giro syariah (Giro atas dasar akad wadiah dan giro atas dasar akad
mudharabah).
b. Tabungan syariah (Tabungan atas dasar akad wadiah dan tabungan atas
dasar akad mudharabah).
c. Deposito syariah (Deposito atas dasar akad mudharabah).
2. Penyaluran dana, berupa:
a. Akad Syirkah (pembiayaan atas dasar akad mudharabah dan
musyarakah).
b. Akad Tijarah (pembiayaan atas dasar akad murabahah, salam dan
istishna’).
27
B. Saran
Dalam proses pembuatan makalah ini penulis menyadari betul bahwa makalah
ini masih jauh dari kesempurnaan, karena rendahnya ilmu dari penulis itu sendiri.
Maka kritik dan saran yang sifatnya membangun kami terima dengan lapang,
demi lebih baiknya makalah ini.
DAFTAR PUSTAKA
Iska, Syukri. 2012. Sistem Perbankan Syariah di Indonesia. Yogyakarta: Fajar Media
Press).
Soemitra, Andri. 2017. Bank & Lembaga Keuangan Syariah. Jakarta: Kencana.
Umam, Khotibul dan Setiawan Budi Utomo. 2017. Perbankan Syariah; Dasar-dasar
dan Dinamika Perkembangannya di Indonesia. Jakarta: PT RajaGrafindo
Persada.