Anda di halaman 1dari 28

1

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Bank Bagi Hasil sering disebut Bank Syariah (Bank Islam) merupakan
lembaga perbankan yang menggunakan sistem dan operasi berdasarkan prinsip‐
prinsip hukum atau syariah Islam, seperti diatur dalam Al Qurʹan dan Al
Hadist. Perbankan Syariah merupakan suatu sistem perbankan yang
dikembangkan berdasarkan sistem syariah (hukum islam).Usaha pembentukkan
sistem ini berangkat dari larangan islam untuk memungut dan meminjam
bedasarkan bunga yang termasuk dalam riba dan investasi untuk usaha yang
dikategorikan haram,misalnya dalam makanan,minuman,dan usaha-usaha lain
yang tidak islami,yang hal tersebut tidak diatur dalam Bank Konvensional. 
Adanya Perbankan syariah di Indonesia bertujuan untuk mewadahi penduduk
di Negara Indonesia yang hampir seluruh penduduknya beragama Islam. Dengan
adanya bank tersebut diharapkan tidak adanya kerancuan dalam proses muamalah
bagi para pemeluk agama islam,sehingga mereka terjaga dari keharaman akibat
tidak adanya suatu wadah yang melayani mereka dalam bidang muamalah yang
bersifat islami. Namun realitas yang ada,dari 80% penduduk Indonesia yang
beragama Islam tidak lebih dari 10% di antara mereka yang bertransaksi secara
syar’I lebih-lebih dalam hal perbankan.Sampai saat ini perbankan syariah di
Indonesia belum mampu menunjukan eksistensinya,banyak masyarakat yang
tidak menaruh kepercayaan terhadap perbankkan syariah.
Bahkan para ulama di negeri ini pun sebagian besar masih menyimpan
uangnya di bank konvensional.Hal tersebut terjadi karena kurangnya pemahaman
mengenai sistem operasi perbankan syariah Sistem dalam bank syariah di anggap
sama dengan sistem operasi yang ada dalam bank konvensional. 
Hal ini terjadi karena kurangnya pemahaman masyarakat terhadap bank
syariah dan berakibat kurangnya kepercayaan masyarakat terhadap bank
syariah. Hal tersebut menjadi landasan untuk menyadarkan masyarakat akan
2

keurgenan perbankkan islam di Negara ini. Khusunya bagi mereka yang


beragama islam.Upaya-upaya pensosialisaian mekanisme dan syariah di rasa
perlu,sehingga masyarakat tidak lagi terjebak dalam transaksi-transaksi yang tidak
islami dan masyarakat kembali manaruh kepercayaan terhadap transaksi syariah.

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan bank syariah?
2. Bagaimana sejarah singkat bank syariah?
3. Apa saja landasan hukum operasional bank syariah?
4. Apa saja produk bank syariah?
5. Apa perbedaan antara bank syariah dan bank konvensiaonal?
6. Apa saja kendala yang dihadapi bank syariah?

C. Tujuan penulisan
1. Untuk mengetahui pengertian bank syariah.
2. Untuk mengetahui sejarah singkat bank syariah.
3. Untuk mengetahui apa saja landasan hukum operasional bank syariah.
4. Untuk mengetahui apa saja produk bank syariah.
5. Untuk memahami perbedaan antara bank syariah dan bank konvensiaonal.
6. Untuk memahami apa saja kendala yang dihadapi bank syariah.
3

BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Bank Syariah


Bank syariah terdiri dari dua kata, yaitu bank dan syariah. Secara etimologis,
istilah bank berasal dari kata Italia “Banco” yang artinya “Bangku”. Bangku ini
digunakan pegawai bank untuk melayani aktivitas operasionalnya kepada para
penabung.1 Secara terminologis, bank adalah badan usaha yang menghimpun
dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada
masyarakat dalam bentuk kredit dan/atau bentuk lainnya dalam rangka
meningkatkan taraf hidup rakyat.2
Pengertian syariah secara etimologis berarti sumber air yang mengalir,
kemuadian kata tersebut digunakan untuk pengertian: hukum-hukum Allah yang
diturunkannya untuk umat manusia (hamba Allah).3 Secara terminologis syariah
yaitu hukum atau peraturan yang diturunkan Allah melalui Rasul-Nya yang mulia,
untuk umat manusia, agar mereka keluar dari kegelapan kedalam terang dan
mendapatkan petunjuk kearah yang lurus.4 Adapun yang dimaksud dengan prinsip
syariah menurut undang-undang adalah prinsip hukum Islam dalam kegiatan
perbankan berdasarkan fatwa yang dikeluarkan oleh lembaga yang memiliki
kewenangan dalam menetapkan fatwa dalam bidang syariah.5
Oleh karena itu, maka yang dimaksud dengan Bank Syariah adalah bank yang
menjalankan kegiatan usahanya berdasarkan prinsip syariah dan menurut jenisnya
terdiri atas Bank Umum Syariah dan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah.6 Bank

1
Syukri Iska, Sistem Perbankan Syariah di Indonesia, (Yogyakarta: Fajar Media Press, 2012)
h. 11
2
Pasal 1 ayat (2) UU No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah.
3
Mardani, Aspek Hukum Lembaga Keuangan Syariah di Indonesia, (Jakarta: Prenadamedia
Group, 2015) h. 9.
4
Mardani, Aspek Hukum Lembaga Keuangan Syariah di Indonesia. h. 11.
5
Pasal 1 ayat (12) UU No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah.
6
Pasal 1 ayat (7) UU No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah.
4

Umum Syariah (BUS) adalah bank syariah yang dalam kegiatannya memberikan
jasa dalam lalu lintas pembayaran, 7 sedangkan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah
(BPRS) adalah bank syariah yang dalam kegiatannya tidak memberikan jasa
dalam lalu lintas pembayaran.8
Berdasarkan definisi perbankan syariah diatas, maka dapat di tarik
kesimpulan, bahwa bank syariah adalah bank yang berdasarkan prinsip syariah
(hukum Islam), yang dalam operasionalnya berpedoman kepada fatwa Dewan
Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI).9

B. Sejarah Singkat Perbankan Syariah


Bank merupakan suatu lembaga keuangan yang mempunyai fungsi utamanya
adalah menerima simpanan uang, meminjamkan uang dan jasa pengiriman uang.
Pada awalnya istilah bank memang tidak dikenal didunia Islam, yang lebih
dikenal adalah Jihbiz. Jihbiz mempunyai arti penagih pajak yang pada waktu itu
Jihbiz dikenal dengan penagih dan penghitung pajak pada benda yang kena pajak,
yaitu barang dan tanah.
Pada zaman Bani Abbasiyyah, Jihbiz lebih dikenal dengan profesi penukar
uang yang pada itu diperkenalkan mata uang yang dikenal dengan fulus yang
terbuat dari tembaga, dengan adanya fulus para gubernur pemerintahan cenderung
mencetak fulusnya masing-masing sehingga akan berbeda-beda nilai dari fulus
tersebut, kemudian ada system penukaran uang. Selain melakukan penukaran
uang, jihbiz juga menerima titipan dana, meminjamkan uang, dan jasa pengiriman
uang. Ide untuk menggunakan bank dengan sistem bagi hasil telah muncul sejak
lama dan ditandai dengan munculnya para pemikir Islam yang menulis mengenai
bank syariah, mereka diantaranya Anwar Quraeshi (1946), Naiem Siddiqi (1948)
dan Mahmud Ahmad (1952)dan ditulis kembali secara terperinci oleh Mawdudi

7
Pasal 1 ayat (8) UU No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah.
8
Pasal 1 ayat (9) UU No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah.
9
Mardani, Aspek Hukum Lembaga Keuangan Syariah di Indonesia. h. 12.
5

(1961), selain itu tulisan-tulisan Muhammad Hamidullah pada tahun 1944-1962


bisa dikatakan sebagai pendahulu mengenai perbankan syariah.
Perkembangan bank syariah modern tercatat di Pakistan dan Malaysia sekitar
tahun 1940, yang pada waktu itu adalah usaha pengelolaan dana jamaah haji
secara non-konvensional. Pada tahun 1940 di Mesir didirikan Mit Ghamr Lokal
Saving Bank oleh Ahmad El-Najar yang dipandu oleh Raja Faisal dari Arab
Saudi. Dalam jangka waktu empat tahun Mit Ghamr berkembang dengan
membuka Sembilan cabang dengan nasabah mencapai satu juta orang. Gagasan
lain muncul dari konferensi negara-negara Islam se-dunia di Kuala Lumpur pada
tanggal 21-27 April 1969 yang diikuti oleh 19 negara peserta. Di indonesi sendiri
sudah muncul gagasan mengenai bank syariah pada pertengahan 1970 yang
dibicarakan pada seminar Indonesia-Timur Tengah pada tahin1974 dan Seminar
Internasional pada tahun 1976.10
Perkembangan bank syariah di Indonesia dapat diuraikan sebagai berikut:
1980; Muncul ide dan gagasan konsep lembaga keuangan syariah, uji coba BMT
Salman di bandung dan Koperasi Ridho Gusti.
1990; Lokakarya MUI dimana para peserta sepakat mendirikan bank syariah di
Indonesia.
1992; Pada tanggal 1 Mei 1992 bank syariah pertama bernama Bank Muamalah
Indonesia (BMI) mulai beroperasi. Kemunculan BMI ini kemudian diikuti
dengan lahirnya UU No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan yang
Mengakomodasi Perbankan dengan Prinsip Bagi Hasil baik Bank Umum
maupun BPRS.
1998; Keluar UU No. 10 Tahun 1998 tentang Perubahan UU No. 7 Tahun 1992
yang mengakui keberadaan bank syariah dan bank konvensional serta
memperkenankan bank konvensional membuka kantor cabang syariah.

10
Muhamad, Sistem Keuangan Islam; Prinsip dan Operasionalnya di Indonesia, (Depok: PT
RajaGrafindo Persada, 2019) h. 231-232.
6

1999; Keluar UU No. 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia yang


mengakomodasi kebijakan moneter berdasarkan prinsip syariah, dimana Bi
bertanggung jawab terhadap pengaturan dan pengawasan bank komersial
termasuk bank syariah. BI dapat menetapkan kebijakan moneter dengan
menggunakan prinsip syariah. Pada tahun ini dibuka kantor cabang bank
syariah untuk perttama kali.
2000; BI mengeluarkan regulasi operasioanal dan kelembagaan bank syariah,
dimana BI menetapkan peraturan kelembagaan perbankan syariah.
Pengembangan Pasar Uang Antarbank Syariah (PUAS) dan Sertifikat
Wadiah Bank Indonesia (SWBI) sebagai instrumen Pasar Uang Syariah.
2001; Pendirian unit kerja Biro Perbankan Syariah di Bank Indonesia untuk
menangani perbankan syariah.
2002; Peraturan BI No. 4/1/2002 mengenai pengenalan pembuktian bersih cabang
syariah yang merupakan penyempurnaan jaringan kantor cabang syariah.
2004; Keluar UU No. 3 Tahun 2004 tentang Perubahan UU No. 23 tahun 1999
tentang Bank Indonesia yang makin mempertegas penetapan kebijakan
moneter dengan yang dilakukan oleh BI dapat dilakukan dengan prinsip
syariah.
2005; Di era UU No. 10/1998 secara teknis mengenai produk mengacu pada PBI
No. 7/46/PBI/2005 tentang Akad Penghimpunan dan Penyaluran Dana
Bagi Bank yng Melaksanakan Kegiatan Usaha Berdasarkan Prinsip
Syariah, yang kemudian sudah diganti dengan PBI No. 9/19/PBI/2007
tentang Pelaksanaan Prinsip Syariah dalam Kegiatan Penghimpunan Dana
dan Penyaluran Dana serta Pelayanan Jasa Bank Syariah.
2006; Pemberian layanan syariah juga semakin dipermudah dengan
dikenalkannya konsep office channeling, yakni semacam counter layanan
syariah yang terdapat di kantor cabang/ kantor cabang pembantu bank
konvensional yang sudah memiliki UUS. Hal demikian ditemukan dalam
PBI No. 8/3/PBI/2006 tentang Perubahan Kegiatan Usaha Bank Umum
7

Konvensional menjadi Bank Umum yang melaksanakan Kegiatan Usaha


Berdasarkan Prinsip Syariah oleh Bank Umum Kovensional. Produk bank
syariah terdiri dari produk penghimpunan dana (funding), produk
penyaluran dana (lending), jasa (services) dan produk di bidang sosial.
2008; Pada tanggal 16 Juli 2008 UU No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan
Syariah disahkan yang memberikan landasan hukum industri perbankan
syariah. Undang-undang ini mengatur secara khusus mengenai perbankan
syariah, baik secara kelembagaan maupun kegiatan usaha. Beberapa
lembaga hukum baru di kenalkan dalam UU No. 21/2008, antara lain
menyangkut pemisahan (spin off) UUS baik secara sukarela maupun wajib
dan Komite Perbankan Syariah. Terdapat beberapa Peraturan Bank
Indonesia (PBI) yang diamanatkan oleh UU No. 21/2008.
2011; Pembentukan Otoritas Jasa Keuangan yang secara bertahap beralih menjadi
pengatur dan pengawas Lembaga Keuangan di Indonesia. Untuk industry
pasar modal dan industry keuangan nonbank pengalihan dilakukan pada
tanggal 31 Desember 2012, sedangkan untuk industry perbankan pada
tanggal 31 Desember 2013, untuk Lembaga Keuangan Mikro pada tahun
2015.
2015; Menurut statistic Perbankan Syariah OJK per Juni 2015, ada 12 bank
umum syariah dan 22 UUS di Indonesia dengan total jaringan kantor
sebanyak 2.460 unit , terdiri dari 593 kantor cabang, 1.622 kantor cabang
pembantu dan 245 kantor kas. Sementara, UUS didukung oleh 1.900
layanan syariah. Total aset mencapai Rp. 272,3 triliun.11

C. Landasan Hukum Operasional Bank Syariah


Prinsip syariah Islam dalam pengelolaan harta menekankan pada
keseimbangan antara kepentingan individu dan masyarakat. Harta harus
dimanfaatkan untuk hal-hal produktif terutama kegiatan investasi yang
11
Andri Soemitra, Bank & Lembaga Keuangan Syariah, (Jakarta: Kencana, 2017) h.60-63.
8

merupakan landasan aktivitas ekonomi dalam masyarakat. Tidak setiap orang


mampu secara langsung menginvestasikan hartanya untuk menghasilkan
keuntungan oleh karena itu, diperlukan suatu lembaga perantara yang
menghubungkan masyarakat pemilik dana dan pengusaha yang memerlukan dana
(pengelola dana). Salah satu bentuk lembaga perantara tersebut adalah bank yang
kegiatan usahanya berdasarkan prinsip syariah.12
Dasar pemikiran bank syariah yaitu bersumber dari larangan riba dalam Al-
Qur’an dan Hadis. Pengharaman riba dalam Al-Qur’an bersifat gradatif
(bertahap), yaitu melalui empat tingkatan, tingkatan tersebut sebagai berikut:
1. Tahap pertama turun QS. Ar-Ruum (30): 39. Ayat ini turun di Mekkah, ayat
ini hanya mengisyaratkan bahwa riba dibenci oleh Allah Subhanahu Wata’ala.
2. Tahap kedua turun QS. An-Nisaa’ (4): 160.Ayat ini diturunkan di Madinah,
ayat ini menceritakan tentang larangan riba bagi kaum Yahudi tetapi mereka
melanggarnya sehingga Allah menurunkan laknat terhadap mereka. Ayat ini
mengharamkan riba secara tidak langsung kepada kaum Muslimin, karena
ayat ini hanya mencerikatan hukum haramnya riba bagi kaum Yahudi.
3. Tahap ketiga turun QS. Ali Imran (3): 130. Ayat ini diturunkan di Madinah,
ayat ini mengharamkan secara langsung praktik riba, namun hanya pada
keadaan tertentu saja (juz’i) seperti praktik yang berlipat ganda.
4. Tahap keempat turun QS. Al-Baqarah (2): 275-280. Ayat ini mengharamkan
riba secara keseluruhan (kulli) pada praktik riba, baik sedikit maupun banyak.
Begitu juga banyak hadis Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam yang
mengharamkan riba, diantaranya:
1. Hadis riwayat Muslim dan Bukhari dari Jabir yang artinya: “Rasulullah
Shallallahu ‘Alaihi Wasallam melaknat pemakan riba, orang yang
memberikannya, orang yang menjadi juru tulisnya, dan dua orang yang
menjadi saksinya, dan beliau bersabda; mereka itu semuanya sama.”

12
Muhamad, Sistem Keuangan Islam; Prinsip dan Operasionalnya di Indonesia. h. 232.
9

2. Hadis riwayat Ibnu Majah dari Abu Hurairah yang artinya: Riba itu
mempunyai tujuh puluh tiga bagian, paling ringan ialah seumpama seseorang
mengawini ibunya sendiri.”13
Bank syariah beroperasi atas dasar konsep bagi hasil. Bank syariah tidak
menggunakan bungan sebagai alat untuk memperoleh pendapatan maupun
membebankan bungan atas penggunaan dana dan pinjaman karena bunga
merupakan riba yang diharamkan. Berbeda dengan bank non-syariah, bank
syariah secara tegas antara sektor moneter dan sektor riil sehingga dalam kegiatan
usahanya dapat melakukan transaksi-transaksi sektor riil, seperti jual beli dan
sewa menyewa. Disamping itu, bank syariah juga dapat menjalankan kegiatan
usaha untuk memperoleh imbalan atas jasa perbankan lain yang tidak
bertentangan dengan prinsip syariah. Suatu transaksi sesuai dengan prinsip
syariah apa bila telah memenuhi seluruh syarat berikut:
1. Transaksi tidak mengandung unsur kedzaliman.
2. Bukan riba.
3. Tidak membahayakan pihak sendiri atau pihak lain.
4. Tidak ada penipuan (gharar).
5. Tidak mengandung materi-materi yang diharamkan.
6. Tidak mengandung unsur judi (maisyir).
Jadi dalam operasional bank syariah perlu memerhatikan hal-hal yang
memang telah diatur oleh syariah atau ajaran Islam berkaitan dengan harta, uang,
jual beli, dan transaksi ekonomi lainnya.14
Bank syariah secara yuridis normatif dan yuridis emperis diakui
keberadaannya di negara Republik Indonesia. Pengakuan secara yuridis normatif
tercatat dalam peraturan perundang-undangan di Indonesia, diantaranya Undang-
Undang No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan, Undang-Undang No. 10 tentang
Perubahan atas Undang-Undang No. 7 Tahun 1998 tentang Perbankan, Undang-
13
Mardani, Aspek Hukum Lembaga Keuangan Syariah di Indonesia. h. 19-22.
14
Muhamad, Sistem Keuangan Islam; Prinsip dan Operasionalnya di Indonesia. h. 233.
10

Undang No. 3 Tahun 2004 tentang Perubahan atas Undang-Undang No. 23 tahun
1999 tentang Bank Indonesia, Undang-Undang No. 3 tahun 2006 tentang
Perubahan atas Undang-Undang No. 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama.
Selain itu, pengakuan secara yuridis emperis dapat dilihat perbankan syariah
tumbuh dan berkembang pada umumnya diseluruh Ibukota provinsi dan
Kabupaten di Indonesia, bahkan beberapa bank konvensional dan lembaga
keuangan lainnya membuka unit usaha syariah (bank syariah, asuransi syariah,
pegadaian syariah dan semacamnya). Pengakuan secara yuridis dimaksud,
memberi peluang tumbuh dan berkembang secara luas kegiatan usaha perbankan
syariah, termasuk memberi kesempatan kepada bank umum (konvensional) untuk
membuka kantor cabang yang khusus melakukan kegiatan usaha berdasarkan
prinsip syariah.15
Perkembangan berikutnya adalah diundangkannya Undang-Undang No. 21
Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah. Undang-undang ini mengatur secara
khusus mengenai perbankan syariah, baik secara kelembagaan maupun kegiatan
usaha. Beberapa lembaga hukum baru diperkenalkan dalam UU No. 21/2008,
antara lain yakni menyangkut pemisahan (spin-off) UUS baik secara sukarela
maupun wajib dan Komite Perbankan Syariah.16

D. Produk Bank Syariah


1. Penghimpunan Dana
a. Giro Syariah
Prinsip syariah giro diatur dalam Fatwa Dewan Syariah Nasional No.
01/DSN-MUI/IV/2000 tentang Giro. Giro adalah simpanan berdasarkan
akad wadi’ah atau akad lain yang tidak bertentangan dengan prinsip
syariah yang penarikannya dapat dilakukan setiap saat dengan
menggunakan cek, bilyet giro, sarana perintah pembayaran lainnya, atau
15
Zainuddin Ali, Hukum Perbankan Syariah, (Jakarta: Sinar Grafika, 2008) h. 2.
16
Muhamad, Sistem Keuangan Islam; Prinsip dan Operasionalnya di Indonesia. h. 233.
11

dengan perintah pemindahbukuan. Giro yang dibenarkan secara syariah,


yaitu giro yang berdasarkan prinsip wadi’ah dan mudharabah.17
Kegiatan penghimpunan dana dalam bentuk giro atas dasar akad
wadiah berlaku persyaratan paling kurang sebagai berikut:
1) Bank bertindak sebagai penerima dana titipan dan nasabah bertindak
sebagai penitip dana;
2) Bank wajib menjelaskan kepada nasabah mengenai karakteristik
produk, serta hak dan kewajiaban nasabah sebagaimana diatur dalam
ketentuan Bank Indonesia mengenai transparansi informasi produk
bank dan penggunaan data pribadi nasabah;
3) Bank tidak diperkenankan menjanjikan pemberian imbalan atau bonus
kepada nasabah;
4) Bank dan nasabah wajib menuangkan kesepakatan atas pembukaan
dan penggunaan produk giro atau tabungan atas dasar akad wadiah,
dalam bentuk perjanjian tertulis;
5) Bank dapat membebankan kepada nasabah biaya administrasi berupa
biaya-biaya yang terkait langsung dengan biaya pengelolaan rekening
antara lain biaya kartu ATM, buku/cek/bilyet giro, biaya materai,
cetak laporan transaksi dan saldo rekening, pembukuan dan penutupan
rekening;
6) Bank menjamin pengembalian dana titipan nasabah; dan
7) Dana titipan dapat diambil setiap saat oleh nasabah.
Kemudian dalam kegiatan penghimpunan dana dalam bentuk giro atas
dasar akad mudharabah berlaku persyaratan paling kurang sebagai
berikut:
1) Bank bertindak sebagai pengelola dana (mudharib) dan nasabah
bertinndak sebagai pemilik dana (shahibul maal);

17
Andri Soemitra, Bank & Lembaga Keuangan Syariah. h.70-71.
12

2) Bank wajib menjelaskan kepada nasabah mengenai karakteristik


produk, serta hak dan kewajiaban nasabah sebagaimana diatur dalam
ketentuan Bank Indonesia mengenai transparansi informasi produk
bank dan penggunaan data pribadi nasabah;
3) Pembagian keuntungan dinyatakan dalam bentuk nisbah yang
disepakati;
4) Bank dan nasabah wajib menuangkan kesepakatan atas pembukaan
dan penggunaan produk giro atas dasar akad mudharabah, dalam
bentuk perjanjian tertulis;
5) Bank dapat membebankan kepada nasabah biaya administrasi berupa
biaya-biaya yang terkait langsung dengan biaya pengelolaan rekening
antara lain biaya cek/bilyet giro, biaya materai, cetak laporan transaksi
dan saldo rekening, pembukuan dan penutupan rekening;
6) Bank tidak diperkenankan mengurangi nisbah keuntungan nasabah
tanpa persetujuan nasabah.18
b. Tabungan Syariah
Tabungan adalah simpanan berdasarkan akad wadi’ah atau investasi
dana berdasarkan akad mudharabah atau akad lain yang tidak
bertentangan dengan prinsip syariah yang penarikannya hanya dapat
dilakukan menurut syarat dan ketentuan tertentu yang disepakati, tetapi
tidak dapat ditarik dengan cek, bilyet giro, dan/atau alat lainnya yang
disamakan dengan itu.
Prinsip syariah tabungan diatur dalam Fatwa Dewan Syariah Nasional
No. 02/DSN-MUI/IV/2000 tentang Tabungan. Tabungan ada dua jenis
yaitu tabungan yang tidak dibenarkan secara syariah, yaitu tabungan yang

18
Khotibul Umam dan Setiawan Budi Utomo, Perbankan Syariah; Dasar-dasar dan Dinamika
Perkembangannya di Indonesia, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2017) h. 85-86.
13

berdasarkan perhitungan bungan. Dan tabungan yang dibenarkan yaitu


tabungan yang berdasarkan prinsip wadi’ah dan mudharabah.19
Kegiatan penghimpunan dana dalam bentuk tabungan atas dasar akad
wadiah berlaku persyaratan paling kurang sebagai berikut:
1) Bank bertindak sebagai penerima dana titipan dan nasabah bertindak
sebagai penitip dana;
2) Bank wajib menjelaskan kepada nasabah mengenai karakteristik
produk, serta hak dan kewajiaban nasabah sebagaimana diatur dalam
ketentuan Bank Indonesia mengenai transparansi informasi produk
bank dan penggunaan data pribadi nasabah;
3) Bank tidak diperkenankan menjanjikan pemberian imbalan atau bonus
kepada nasabah;
4) Bank dan nasabah wajib menuangkan kesepakatan atas pembukaan
dan penggunaan produk giro atau tabungan atas dasar akad wadiah,
dalam bentuk perjanjian tertulis;
5) Bank dapat membebankan kepada nasabah biaya administrasi berupa
biaya-biaya yang terkait langsung dengan biaya pengelolaan rekening
antara lain biaya kartu ATM, buku/cek/bilyet giro, biaya materai,
cetak laporan transaksi dan saldo rekening, pembukuan dan penutupan
rekening;
6) Bank menjamin pengembalian dana titipan nasabah; dan
7) Dana titipan dapat diambil setiap saat oleh nasabah.
Kemudian dalam kegiatan penghimpunan dana dalam bentuk tabungan
atas dasar akad mudharabah berlaku persyaratan paling kurang sebagai
berikut:
1) Bank bertindak sebagai pengelola dana (mudharib) dan nasabah
bertinndak sebagai pemilik dana (shahibul maal);

19
Andri Soemitra, Bank & Lembaga Keuangan Syariah. h.71-72.
14

2) Pengelolaan dana oleh bank dapat dilakukan sesuai batasan-batasan


yang ditetapkan oleh pemilik dana (mudharabah muqayyadah) atau
dilakukan dengan tanpa batasan-batasan dari pemilik dana
(mudharabah mutlaqah);
3) Bank wajib menjelaskan kepada nasabah mengenai karakteristik
produk, serta hak dan kewajiaban nasabah sebagaimana diatur dalam
ketentuan Bank Indonesia mengenai transparansi informasi produk
bank dan penggunaan data pribadi nasabah;
4) Bank dan nasabah wajib menuangkan kesepakatan atas pembukaan
dan penggunaan produk tabungan dan deposito atas dasar akad
mudharabah, dalam bentuk perjanjian tertulis;
5) Dalam akad mudharabah muqayyadah harus dinyatakan secara jelas
syarat-syarat dan batasan tertentu yang ditentukan oleh nasabah;
6) Pembagian keuntungan dinyatakan dalam bentuk nisbah yang
disepakati;
7) Penarikan dana oleh nasabah hanya dapat dilakukan sesuai waktu yang
disepakati;
8) Bank dapat membebankan kepada nasabah biaya administrasi berupa
biaya-biaya yang terkait langsung dengan biaya pengelolaan rekening
antara lain biaya materai, cetak laporan transaksi dan saldo rekening,
pembukuan dan penutupan rekening;
9) Bank tidak diperbolehkan mengurangi bagian keuntungan nasabah
tanpa persetujuan nasabah yang bersangkutan.20
c. Deposito Syariah
Deposito adalah investasi dana berdasarkan akad mudharabah atau
akad lain yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah yang

20
Khotibul Umam dan Setiawan Budi Utomo, Perbankan Syariah; Dasar-dasar dan Dinamika
Perkembangannya di Indonesia. h. 92-94.
15

penarikannya hanya dapat dilakukan pada waktu tertentu berdasarkan


akad antara nasabah penyimpan dan bank syariah dan/atau UUS.
Prinsip syariah deposito diatur dalam Fatwa Dewan Syariah Nasional
No. 03/DSN-MUI/IV/2000 tentang Deposito. Deposito ada dua jenis yaitu
deposito yang tidak dibenarkan secara syariah, yaitu deposito yang
berdasarkan perhitungan bungan. Dan deposito yang dibenarkan yaitu
deposito yang berdasarkan prinsip mudharabah.21
Dalam kegiatan penghimpunan dana dalam bentuk deposito atas dasar
akad mudharabah berlaku persyaratan paling kurang sebagai berikut:
1) Bank bertindak sebagai pengelola dana (mudharib) dan nasabah
bertinndak sebagai pemilik dana (shahibul maal);
2) Pengelolaan dana oleh bank dapat dilakukan sesuai batasan-batasan
yang ditetapkan oleh pemilik dana (mudharabah muqayyadah) atau
dilakukan dengan tanpa batasan-batasan dari pemilik dana
(mudharabah mutlaqah);
3) Bank wajib menjelaskan kepada nasabah mengenai karakteristik
produk, serta hak dan kewajiaban nasabah sebagaimana diatur dalam
ketentuan Bank Indonesia mengenai transparansi informasi produk
bank dan penggunaan data pribadi nasabah;
4) Bank dan nasabah wajib menuangkan kesepakatan atas pembukaan
dan penggunaan produk tabungan dan deposito atas dasar akad
mudharabah, dalam bentuk perjanjian tertulis;
5) Dalam akad mudharabah muqayyadah harus dinyatakan secara jelas
syarat-syarat dan batasan tertentu yang ditentukan oleh nasabah;
6) Pembagian keuntungan dinyatakan dalam bentuk nisbah yang
disepakati;
7) Penarikan dana oleh nasabah hanya dapat dilakukan sesuai waktu yang
disepakati;
21
Andri Soemitra, Bank & Lembaga Keuangan Syariah. h.72-73.
16

8) Bank dapat membebankan kepada nasabah biaya administrasi berupa


biaya-biaya yang terkait langsung dengan biaya pengelolaan rekening
antara lain biaya materai, cetak laporan transaksi dan saldo rekening,
pembukuan dan penutupan rekening;
9) Bank tidak diperbolehkan mengurangi bagian keuntungan nasabah
tanpa persetujuan nasabah yang bersangkutan.22
2. Penyaluran Dana
a. Akad Syirkah
1) Pembiayaan Atas Dasar Akad Mudharabah
Akad mudharabah dalam pembiayaan adalah akad kerja sama
suatu usaha antara pihak pertama (malik, shahibul maal, atau bank
syariah) yang menyediakan seluruh modal dan pihak kedua (‘amil,
mudharib, atau nasabah) yang bertindak selaku pengelola dana dengan
membagi keuntungan usaha sesuai dengan kesepakatan yang
dituangkan dalam akad, sedangkan kerugian ditanggung sepenuhnya
oleh bank syariah, kecuali jika pihak kedua melakukan kesalahan yang
disengaja, lalai, atau menyalahi perjanjian. Landasan syariah
pembiayaan mudharabah adalah Fatwa DSN MUI No. 07/DSN-
MUI/IV/2000 tentang Pembiayaan Mudharabah (Qiradh).23
2) Pembiayaan Atas Dasar Akad Musyarakah
Akad musyarakah adalah akad kerja sama diantara dua pihak atau
lebih untuk suatu usaha tertentu yang masing-masing pihak
memberikan porsi dana dengan ketentuan bahwa keuntungan akan
diabagi sesuai dengan kesepakatan, sedangkan kerugian ditanggung
sesuai dengan porsi dana masing-masing. Landasan syariah

22
Khotibul Umam dan Setiawan Budi Utomo, Perbankan Syariah; Dasar-dasar dan Dinamika
Perkembangannya di Indonesia. h. 97-98.
23
Andri Soemitra, Bank & Lembaga Keuangan Syariah. h. 76.
17

pembiayaan musyarakah adalah Fatwa DSN MUI No. 08/DSN-


MUI/IV/2000 tentang pembiayaan musyarakah.24
b. Akad Tijarah
1) Pembiayaan Atas Dasar Murabahah
Akad murabahah adalah akad pembiayaan suatu barang dengan
menegaskan harga belinya kepada pembeli dan pembeli membayarnya
dengan harga yang lebih sebagai keuntungan yang disepakati.
Murabahah berasal dari kata ribhu (keuntungan) karena dalam
transaksi jual beli bank menyebut jumlah keuntungannya (margin/
mark up). Bank bertindak sebagai penjual, sementara nasabah sebagai
pembeli. Harga jual adalah harga beli bank dari pemasok ditambah
keuntungan. Kedua pihak harus menyepakati harga jual dan jangka
waktu pembayaran. Harga jual dicantumkan dalam akad jual beli dan
jika telah disepakati tidak dapat dirubah selama berlakunya akad.
Dalam perbankan, murabahah lazimnya dilakukan dengan cara cicilan
(bi tsaman ajil). Dalam transaksi ini barang diserahkan segera setelah
akad, sedangkan pembayaran dilakukan secara tangguh.
Landasan syariah murabahah adalah Fatwa DSN No. 04/DSN-
MUI/IV/2000 tentang Murabahah, No. 10/DSN-MUI/IV/2000 tentang
Wakalah, No. 13/DSN-MUI/IV/2000 tentang Uang Muka dalam
Murabahah, No. 16/DSN-MUI/IX/2000 tentang Diskon dalam
Murabahah, No. 23/DSN-MUI/III/2002 tentang Potongan Pelunasan
dalam Murabahah, No. 46/DSN-MUI/II/2005 tentang Potongan
Tagihan Murabahah, No. 47/DSN-MUI/II/2005 tentang Penyelesaian
Piutang Murabahah bagi Nasabah Tidak Mampu Membayar, No.
48/DSN-MUI/II/2005 tentang Penjadwalan Kembali Tagihan
Murabahah, No. 49/DSN-MUI/II/2005 tentang Konversi Akad
Murabahah, dan No. 84 (Metode Pengakuan Keuntungan at-Tamwil
24
Andri Soemitra, Bank & Lembaga Keuangan Syariah. h. 78.
18

bi al-Murabahah (Pembiayaan Murabahah) di Lembaga Keuangan


Syariah).
2) Pembiayaan Atas Dasar Akad Salam
Akad salam adalah akad pembiayaan suatu barang dengan cara
pemesanan dan pembayaran harga yang dilakukan terlebih dahulu
dengan syarat tertentu yang sepakati. Dalam praktik perbankan, ketika
barang telah di serahkan kepada bank, maka bank akan menjualnya
kepada rekanan nasabah atau kepada nasabah itu sendiri secara tunai
atau secara cicilan. Harga jual yang ditetapkan bank adalah harga beli
bank dari nasabah ditambah keuntungan. Dalam hal bank menjualnya
secara tunai biasanya disebut pembiayaan talangan (bridging
financing). Sedangkan dalam hal bank menjualnya secara cicilan,
kedua pihak harus menyepakati harga jual dan jangka waktu
pembayarannya. Harga jual dicantumkan dalam akad jual beli dan jika
telah disepakati tridak dapat dirubah selama berlakunya akad.
Umumnya transaksi ini diterapkan dalam pembiayaan barang yang
belum ada, seperti pembelian komoditas pertanian oleh bank unutk
kemudian dijual kemmbali secara tunai atau secara cicilan. Landasan
syariah salam adalah Fatwa DSN MUI No. 05/DSN-MUI/IV/2000
tentang Jual Beli Salam.25
3) Pembiayaan Atas Dasar Akad Istishna’
Akad istishna’ adalah akad pembiayaan barang dalam bentuk
pemesanan pembuatan barang tertentu dengan kriteria dan persyaratan
tertentu yang disepakati antara pemesan atau pembeli (mustashni’) dan
penjual atau pembuat (shani’). Produk istishna’ menyerupai produk
salam, namun dalam istishna’ pembayarannya dapat dilakukan oleh
bank dalam beberapa kali (termin) pembayaran. Skim istishna dalam
bank suariah umumnya diaplikasikan pada pembiayaan manufaktur
25
Andri Soemitra, Bank & Lembaga Keuangan Syariah. h. 74-75.
19

dan konstruksi. Landasaya syariah istishna’adalah Fatwa DSN MUI


No. 06/DSN-MUI/IV/2000 tentang Jual Beli Istushna’ dan No.
22/DSN-MUI/III/2002 tentang Jual Beli Istushna’ Paralel.26
c. Akad Ijarah
1) Pembiayaan Atas Dasar Akad Ijarah
Akad ijarah adalah akad penyediaan dana dalam rangka
memindahkan hak guna atau manfaat dari suatu barang atau jasa
berdasarkan transaksi sewa, tanpa diikuti dengan pemindahan
kepemilikan barang itu sendiri. Landasan syariah akad ijarah adalah
Fatwa DSN MUI N0. 09/DSN-MUI/IV/2000 tentang Pembiayaan
Ijarah, dan Fatwa DSN MUI No. 56 Ketentuan Review Ujarah pada
LKS.27
2) Pembiayaan Multijasa
Pembiayaan multijasa adalah pembiayaan yang diberikan bank
syariah dalam bentuk sewa-menyawa jasa dalam bentuk ijarah dan
kafalah. Landasan syariah pembiayaan multijasa ini adalah Fatwa
DSN MUI No. 44/DSN-MUI/VII/2004 tentang Pembiayaan
Mulltijasa.28
d. Akad Qardh (Pembiayaan Atas Dasar Akad Qardh)
Akad qardh adalah akad pinjaman dana kepada nasabah dengan
ketentuan bahwa nasabah wajib mengembalikan pokok pinjaman yang
diterimanya pada waktu yang telah disepakati, baik secara sekaligus
maupun cicilan. Landasan syariah akad qardh adalah Fatwa DSN MUI
No. 19/DSN-MUI/IV/2000 tentang Qardh dan Fatwa DSN MUI No.
79/DSN-MUI/III/2011 tentang Qardh dengan Menggunakan dana
nasabah.29
26
Andri Soemitra, Bank & Lembaga Keuangan Syariah. h. 76.
27
Andri Soemitra, Bank & Lembaga Keuangan Syariah. h. 80.
28
Andri Soemitra, Bank & Lembaga Keuangan Syariah. h. 81.
29
Andri Soemitra, Bank & Lembaga Keuangan Syariah. h. 79.
20

3. Pelayanan Jasa
a. Letter of Credit (L/C) Impor Syariah
Letter of Credit (L/C) Impor Syariah adalah surat pernyataan akan
membayar pada eksportir (beneficiary) yang diterbitkan oleh bank
(issuing bank) atas permintaan importer dengan pemenuhan persyaratan
tertentu (Uniform Customs and Practice for Documentary Credits / UCP).
Akad yang digunakan adalah akad wakalah bil ujrah dan kafalah. Akad
wakalah merupakan pelimpahan kekuasaan oleh satu pihak kepada pihak
lain dalam hal-hal yang boleh diwakilkan. Wakalah bil ujrah adalah akad
wakalah dengan memberikan imbalan/fee/ujrah kepada wakil. Akad
wakalah bil ujrah dapat dilakukan dengan atau tanpa disertai dengan
qardh atau mudharabah atau hawalah. Sedangkan akad kafalah adalah
transaksi peminjaman yang diberikan oleh penanggung kepada pihak
ketiga atau yang tertanggung untuk memenuhi kewajiban pihak kedua.
Landasan hukumnya adalah Fatwa DSN MUI No. 34/DSN-MUI/IX/2002
tentang Letter of Credit (L/C) Impor Syariah.30
b. Bank Garansi Syariah
Bank garansi adalah jaminan yang diberikan oleh bank kepada pihak
ketiga penerima jaminan atas pemenuhan kewajiban tertentu nasabah bank
selaku pihak yang dijamin kepada pihak ketiga dimaksud. Akad yang
digunakan adalah akad kafalah yaitu transaksi peminjaman yang diberikan
oleh penanggung kepada pihak ketiga atau yang tertanggung untuk
memenuhi kewajiban pihak kedua. Landasan hukumnya adalah Fatwa
DSN MUI No. 11/DSN-MUI/IV/2000 tentang Kafalah.31
c. Penukaran Valuta Asing (Sharf)
Penukaran valas merupakan jasa yang diberikan bank syariah untuk
membeli atau meenjual valuta asing yang sama (single currency) maupun
30
Andri Soemitra, Bank & Lembaga Keuangan Syariah. h. 82.
31
Andri Soemitra, Bank & Lembaga Keuangan Syariah. h. 83.
21

berbeda (multy currency), yang hendak ditukarkan atau dikehendaki oleh


nasabah. Akad yang digunakan adalah sharf yaitu transaksi pertukaran
antara mata uang berlainan jenis. Landasan syariahnya adalah Fatwa DSN
MUI No. 28/DSN-MUI/III/2002 tentang Jual Beli Valuta Asing (Sharf).32

E. Perbedaan Bank Syariah dan Bank Konvensional


Bank syariah merupakan bank yang dalam sistem operasionalnya tidak
menggunakan sistem bunga, akan tetapi menggunakan prinsip dasar sesuai
dengan syariah Islam. Dalam menentukan imbalannya, baik imbalan yang
diberikan maupun yang diterima, bank syariah tidak menggunakan sistem bunga,
akan tetapi menggunakan konsep imbalan sesuai dengan akad yang
diperjanjikan.33
Beberapa perbedaan antara bank syariah dan bank konvensional adalah
sebagai berikut:34
No
Unsur Bank Syariah Bank Konvensional
.
Investasi hanya unyuk Investasi tidak
proyek atau produk yang mempertimbangkan halal
1 Investasi halal serta menguntungkan. atau haram asalkan proyek
yang dibiayai
menguntungkan.
Return yang dibayar dan/ Return baik yang dibayar
atau diterima berasal dari kepada nasabah
bagi hasil atau pendapatan penyimpan dana dan
2 Return
lainnya berdasarkan prinsip return yang diterima dari
syariah. nasabah pengguna dana
berupa bunga.
32
Andri Soemitra, Bank & Lembaga Keuangan Syariah. h. 84.
33
Ismail, Perbankan Syariah, (Jakarta: Kencana, 2017) h. 34.
34
Ismail, Perbankan Syariah. h. 38.
22

Perjanjian dibuat dalam Perjanjian menggunakan


3 Perjanjian bentuk akad sesuai dengan hukum positif.
syariah Islam.
Orientasi pembiayaan tidak Orientasi pembiayaan
hanya untuk keuntungan untuk memperoleh
akan tetapi juga falah keuntungan atas dana
4 Orientasi
oriented, yaitu berorientasi yang dipinjamkan.
pada kesejahteraan
masyarakat.
Hubungan Hubungan antara bank dan Hubungan antara bank
5 bank dengan nasabah adalah mitra. dan nasabah kreditur dan
nasabah debitur.
Dewan pengawas terdiri Dewan pengawas terdiri
Dewan dari BI, Bapepam, dari BI, Bapepam dan
6
Pengawas Komisaris dan Dewan Komisaris.
Pengawas Syariah (DPS).
Diupayakan diselesaikan Melalui pengadilan negeri
Penyelesaian secara musyawarah antara setempat.
7
sengketa bank dan nasabah atau
melalui peradilan agama.

F. Kendala Bank Syariah


Banyak tantangan dan permasalahan yang dihadapi dalam perkembangan
bank syariah, terutama berkaitan dengan penerapan suatu sistem perbankan yang
baru yang mempunyai sejumlah perbedaan prinsip dari sistem keuntungan yang
dominan dan telah berkembang pesat di Indonesia. permasalahan ini dapat berupa
permasalahan yang bersifat operasional perbankan maupun aspek dari lingkungan
makro. Beberapa kendala yang dihadapi dalam pengembangan bank syariah
diantaranya sebagai berikut:
23

1. Permodalan
Permsalahan pokok yang senantiasa dihadapi dalam pendirian suatu usaha
adalah permodalan. Setiap idea taupun rencana untuk mendirikan Bank
Syariah sering tidak dapat terwujud sebagai akibat tidak adanya modal yang
cukup untuk pendirian Bank Syariah tersebut, walaupun dari sisi niat ataupun
“ghiroh” para pendiri relatif sangat kuat.
2. Peraturan Perbankan
Peraturan perbankan yang berlaku belum sepenuhnya mengakomodir
operasional Bank Syariah mengingat adanya sejumlah perbedaan dalam
pelaksanaan operasional bank syariah dan bank konvensional. Ketentuan-
ketentuan perbankan yang ada kiranya masih perlu disesuaikan agar
memenuhi ketentuan syariah agar bank syariah dapat beroperasi secara relatif
dab efisien.
3. Sumber Daya Manusia
Kendala di bidang SDM dalam pengembangan perbankan syariah
disebabkan kaarena sistem perbankan syariah masih belum lama dikenal di
Indonesia. Di samping itu, lembaga akademik dan pelatihan ini masih
terbatas, sehingga tebaga terdidik dan berpengalaman dibidang perbankan
syariah baik dari sisi bank pelaksana maupun bank sentral (pengawas dan
peneliti bank).

4. Pemahaman Umat
Pemahaman sebagian besar masyarakat mengenai sistem dan prinsip
perbankan syariah belum tepat, bahkan diantara ulama dan cendikiawan
Muslim sendiri masih belum ada kata sepakat yang mendukung keberadaan
bank syariah, terbukti dari hasil pretest terhadap 37 Dosen Fakultas Syariah
dalam acara Orientasi Perbankan yang telah dilakukan oleh Asbisindo
Wilayyah Jatim beberapa waktu yang lalu memberikan jawaban yang tidak
24

konsekuen dan cenderung ragu-ragu. Di samping itu masih ada nasabah yang
menngaku paham akan Syariah Islam tetapi tidak mau menjalankannya.
5. Sosialisasi
Sosialisasi yang telah dilakukan dalam rangka memberikan informasi
yang lengkap dan besar mengenai kegiatan usaha perbankasn syariah kepada
masyarakat luas belum dilakukan secara maksimal. Tanggung jawab kegiatan
sosialisasi ini tidak hanya di pundak para bankir syariah sebagai pelaksana
operasional bank sehari-hari, tetapi tanggung jawab semua pihak yang
mengaku Islam baik secara perorangan, kelompok, maupun instansi yang
meliputi unsur alim ulama, pengusaha negara/pemerintahan, cendikiawan dan
lain-lain, yang memiliki kemampuan dan akses yang besar dalam
penyebarluasan informasi terhadap masyarakat luas.
6. Piranti Moneter
Piranti moneter yang ada pada saat ini masih mengacu pada sistem bunga
sehingga belum bisa memenuhi dan mendukung kebijakan moneter dan
kegiatan usaha bank syariah, seperti kelebihan/kekurangan dana yang terjadi
pada bank syariah ataupun pasar uang antarbank syariah dengan tetap
memerhatikan prinsip syariah. Bank Indonesia sebagai penentu kebijakan
perbankan mencoba untuk menyiapkan piranti moneter yang sesuai dengan
prinsip syariah seperti halnya SBI dan SPBU yang berlandaskan syariah
Islam.

7. Jaringan Kator
Pengembangan jaringan kantor bank syariah diperlukan dalam rangka
perluasan jangkauan pelayanan kepada masyarakat. Di samping itu,
kurangnya jumlah bank syariah yang ada juga menghambat perkembangan
kerja sama antarbank syariah. Jumlah jaringan kantor bank yang luas juga
akan meningkatkan efisiensi usaha serta meningkatkan kompetisi kearah
25

peningkatan kualitas pelayanan dan mendorong inovasi produk dan jasa


perbankan syariah.
8. Pelayanan
Dunia perbankan senantiasa tidak terlepas pada masalah persaingan, baik
dari sisi rate/margin yang diberikan maupun pelayanan. Dari hasil survei
lapangan membuktikan bahwa kualitas pelayanan merupakan peringkat
pertama kenapa masyarakat memilih bergabung dengan suatu bank. Dewasi
ini semua bank konvensional berlomba-lomba untuk senantiasa memerhatikan
dan meningkatkan pelayanan kepada nasabah, tidak terlepas dalam hal ini
bank syariah yang dalam operasionalnya juga memberikan jasa tentunya unsur
pelayanan yang baik dan islami harus diperhatikan dan senentiasa
ditingkatkan. Tentunya hal ini harus didukung oleh adanya SDM yang cukup
handal dibidangnya. Kesan kotor, miskin dan tampil ala kadarnya yang
selama ini melekat pada “Islam” harus dihilangkan.35

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Bank Syariah adalah bank yang berdasarkan prinsip syariah (hukum Islam),
yang dalam operasionalnya berpedoman kepada fatwa Dewan Syariah Nasional
Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI).

35
Muhamad, Sistem Keuangan Islam; Prinsip dan Operasionalnya di Indonesia. h. 236-240.
26

Pada awalnya istilah bank memang tidak dikenal didunia Islam, yang lebih
dikenal adalah Jihbiz. Hingga saat ini perbankan syariah di Indonesia telah
berjalan sekitar 22 tahun. Sempat terhambat oleh krisis ekonomi yang juga
menimpa perbankan konvensional, dalam perjalanannya perbankan syariah
mampu meningkatkan pangsa pasar, diversifikasi produk, dan sumber daya
manusia.
Dasar pemikiran bank syariah yaitu bersumber dari larangan riba dalam Al-
Qur’an dan Hadis. Dan landasan lainnya juga tercatat dalam peraturan perundang-
undangan, diantaranya Undang-Undang No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan,
Undang-Undang No. 10 tentang Perubahan atas Undang-Undang No. 7 Tahun
1998 tentang Perbankan, Undang-Undang No. 3 Tahun 2004 tentang Perubahan
atas Undang-Undang No. 23 tahun 1999 tentang Bank Indonesia, Undang-
Undang No. 3 tahun 2006 tentang Perubahan atas Undang-Undang No. 7 Tahun
1989 tentang Peradilan Agama. Perkembangan berikutnya adalah
diundangkannya Undang-Undang No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah.
Undang-undang ini mengatur secara khusus mengenai perbankan syariah, baik
secara kelembagaan maupun kegiatan usaha.
Adapun produk bank syariah yaitu:
1. Penghimpunan dana, berupa:
a. Giro syariah (Giro atas dasar akad wadiah dan giro atas dasar akad
mudharabah).
b. Tabungan syariah (Tabungan atas dasar akad wadiah dan tabungan atas
dasar akad mudharabah).
c. Deposito syariah (Deposito atas dasar akad mudharabah).
2. Penyaluran dana, berupa:
a. Akad Syirkah (pembiayaan atas dasar akad mudharabah dan
musyarakah).
b. Akad Tijarah (pembiayaan atas dasar akad murabahah, salam dan
istishna’).
27

c. Akad Ijarah (pembiayaan atas dasar akad ijarah dan pembiayaan


multijasa).
d. Akad Qardh (pembiayaan atas dasar akad qardh).
3. Pelayanan jasa, berupa:
a. Letter of Credit (L/C) Impor syariah.
b. Bank garansi syariah.
c. Penukaran valuta asing.
Bank syariah dan bank konvensional sangat berbeda dalam hal sistem
operasionalnya, mulai dari investasinya, return, perjanjian, orientasi, hubungan
bank dengan nasabah, dewan pengawas dan juga sistem penyelesaian
sengketanya.
Dalam perkembangan bank syariah juga tentunya tidak lepas dari segala
tantangan dan permasalahan, yang mana permasalahan itu meluputi permodalan,
peraturan perbankan, Sumber Daya Manusia (SDM), pemahaman umat,
sosialisasi, piranti moneter, jaringan kantor dan pelayanan.

B. Saran
Dalam proses pembuatan makalah ini penulis menyadari betul bahwa makalah
ini masih jauh dari kesempurnaan, karena rendahnya ilmu dari penulis itu sendiri.
Maka kritik dan saran yang sifatnya membangun kami terima dengan lapang,
demi lebih baiknya makalah ini.

DAFTAR PUSTAKA

Iska, Syukri. 2012. Sistem Perbankan Syariah di Indonesia. Yogyakarta: Fajar Media
Press).

Undang-undang RI Nomor 21 Tahun 2008, tentang Perbankan Syariah.


28

Mardani. 2015. Aspek Hukum Lembaga Keuangan Syariah di Indonesia. Jakarta:


Prenadamedia Group.

Muhamad. 2019. Sistem Keuangan Islam; Prinsip dan Operasionalnya di Indonesia.


Depok: PT RajaGrafindo Persada.

Soemitra, Andri. 2017. Bank & Lembaga Keuangan Syariah. Jakarta: Kencana.

Ali, Zainuddin. 2008. Hukum Perbankan Syariah. Jakarta: Sinar Grafika.

Umam, Khotibul dan Setiawan Budi Utomo. 2017. Perbankan Syariah; Dasar-dasar
dan Dinamika Perkembangannya di Indonesia. Jakarta: PT RajaGrafindo
Persada.

Ismail. 2017. Perbankan Syariah. Jakarta: Kencana.

Anda mungkin juga menyukai