Anda di halaman 1dari 3

HILAH RIBAWI

a. Definisi Al Hilah

Secara bahasa, kata al hilah (‫)الحيلة‬, sebagaimana dijelaskan Ibnu Hajar di dalam Fat-hul
Bari, mempunyai arti, segala cara yang mengantarkan kepada tujuan dengan cara yang
tersembunyi (lembut). Adapun secara istilah, al hilah adalah, melakukan suatu amalan yang
zhahirnya boleh untuk membatalkan hukum syar’i serta memalingkannya kepada hukum yang
lainnya. Syaikh Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah berkata,”Sesungguhnya kata umum al hilah,
bila diarahkan menurut pemahaman ulama fiqih mengandung arti tipu daya atau cara yang
dipakai untuk menghalalkan hal-hal yang haram, sebagaimana tipu dayanya orang-orang
Yahudi.” Ibnu Qudamah berkata,”Yaitu dengan menampakkan transaksi yang mubah, sebagai
tipu daya dalam melakukan hal yang diharamkan atau jalan yang mengantarkan kepada sesuatu
yang telah Allah haramkan…”. Sehingga, dapat dikatakan, trik atau tipu daya yang diharamkan
adalah, tipu daya dalam perkara-perkara yang haram, dengan menggunakan cara tidak langsung
atau terselubung.

b. Jenis Al Hilah Secara Umum

Menurut Ibnul Qayyim, terdapat dua jenis al hilah, yaitu:

1. Jenis yang mengantarkan kepada amalan yang diperintahkan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala
dan meninggalkan apa yang dilarangNya, menghentikan dari sesuatu yang haram,
memenangkan yang haq dari kezhaliman yang menghalang, membebaskan orang yang
dizhalimi dari penindasan orang-orang yang zhalim. Jenis ini termasuk baik, dan pelaku atau
penyeru (yang mengajaknya) akan mendapatkan pahala.
2. Yang bertujuan untuk menggugurkan kewajiban, menghalalkan perkara yang haram,
membolak-balikkan keadaan dari orang yang teraniaya menjadi pelaku aniaya dan orang yang
zhalim seakan menjadi orang yang terzhalimi, merubah kebenaran menjadi kebatilan dan
kebatilan menjadi kebenaran. Jenis hilah seperti ini, para salaf telah bersepakat tentang
kenistaannya…).
c. Macam - Macam Hilah

Ibnu Qayyim rahimahullah membagi hilah (tipu daya terlarang) menjadi 3 macam, yaitu:

1. Hilah haram ditujukan kepada sesuatu yang haram pula. Semisal, melakukan rekayasa untuk
menghalalkan amalan yang mengandung unsur riba. Misalnya, seperti dalam masalah mud
‘ajwa, yaitu seseorang yang menjual jenis barang yang masuk dalam masalah riba` dengan
sejenisnya, dengan disertakan (disyaratkan) bersama keduanya atau salah satunya sesuatu
yang lain jenisnya.
2. Cara atau perbuatan asalnya boleh, akan tetapi dipergunakan untuk sesuatu yang haram.
Seperti melakukan safar yang digunakan untuk merampok, membunuh orang, dan lain-lain.
3. Cara yang dipakai pada asalnya tidak dipergunakan untuk sesuatu yang haram, bahkan
dimaksudkan untuk sesuatu yang disyari’atkan, seperti menikah, melakukan jual-beli,
memberikan hadiah, dan sebagainya; namun kemudian dipakai sebagai tangga untuk menuju
sesuatu yang diharamkan.

d. Contoh Hilah Ribawi

Contoh dari hilah ribawi sebagai berikut:

1. Dua orang mempunyai barang yang berkategori riba, tetapi masing-masing memiliki keadaan
berbeda. Yang satu bagus dan yang kedua jelek. Mereka menaksir harga setiap barang di
ingatan tanpa ada wujud uang yang nyata. Sehingga yang ditaksir dengan harga rendah harus
menambah sesuatu (uang) kepada yang mempunyai barang bagus. Semacam ini termasuk cara
(tipu daya) untuk menghalalkan transaksi riba. Riba yang dimaksud disini adalah jual beli
emas dengan emas, atau rupiah dengan rupiah, atau yang lainnya dengan perbedaan jumlah.
Padahal syarat yang harus dipenuhi dalam transaksi seperti ini ada dua. Yaitu jumlah
(timbangannya sama), dan diberikan langsung di tempat pada waktu terjadi transksi (yadan bi
yadin).
2. Hilah untuk menghalalkan riba, dengan mengatakan kepada orang yang sedang membutuhkan
mobil atau barang lainnya:
“Cari mobil yang kamu inginkan. Nanti saya membereskan pembayarannya dari toko tersebut.
Baru kemudian, kamu bayar kepada saya secara kredit dengan nominal yang kita sepakati”.
Perbuatan seperti ini sama bentuknya dengan melakukan hilah (tipu daya, rekayasa) untuk
menghalalkan riba. Yang nampak seakan ingin membantu, tetapi kenyataannya ingin meraih
keuntungan dengan memanfaatkan kesusahan orang lain. Seakan-akan ia mengatakan “aku
pinjamkan uang kepada kamu, tetapi nanti kamu kembalikan uang tersebut (untuk membeli
barang itu) dengan tambahan bunga yang kita sepakati”.

Kesimpulan:

hiyal/hilah ribawi tentu saja tidak boleh disebabkan adanya beda takaran dan timbangan.
Perbedaan takaran dan timbangan ini dalam kasus fiqih disebut sebagai riba al-fadl, yaitu riba
yang terjadi karena ada unsur lebih dalam takaran di salah satu pihak yang saling melakukan
akad/transaksi.

Sumber: https://islam.nu.or.id/post/read/84331/mengenal-konsep-hilah-menyiasati-hukum-
fiqih
Sumber : https://almanhaj.or.id/2890-al-hilah-melakukan-rekayasa-terhadap-hukum-allah.html

Anda mungkin juga menyukai