Oleh: Kelompok 4
Dosen Pengampu:
Drs. H. M. Amin Djamaluddin, MA
BAB I
PENDAHULUAN
Muhkam dan mutasyabih adalah salah satu pokok bahasan dalam kajian-
kajian Al-Qur’an dan tafsir yang penting dan kontroversial sepanjang sejarah.
Sangat banyak karya tulis yang secara khusus membahas masalah ini. Seperti
kitab Al Fihtris, Kasyfuzh Zhanun, dan Al Itqan. Selain dalam kitab-kitab
tersebut, pembahsan tentang terma muhkan dan mutasyabih juga ditemukan
dalam kitab-kitab tafsir, terutama ketika mengulas firman Allah dalam surat
Ali Imran (3):7 yang artinya : “dialah yang telah menurunkan Al-Qur’an
kepadamu, diantaranya ada ayat-ayat muhkam yang merupakan induk dan
lainnya mutasyabih. Adapun orang-orang yang dalam hatinya condong
kepada kesesatan, maka mereka mengikuti ayat-ayat yang mutasyabih untuk
menimbulkan fitnah dan mencari-cari takwilnya kecuali Allah. Dan orang-
orang yang mendalam ilmunya berkata: kami beriman kepada ayat-ayat
yang mutasyabih; semuanya itu dari sisi tuhan kami” (QS 3:7).
Muhkam dan mutasyabih yang terdapat pada ayat diatas menjadi titik
sentral dari berbagai perdebatan, baik dari segi pengertian, kriteria, bentuk-
bentuk tasybihnya dan lain sebagainya.
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan
BAB II
PEMBAHASAN
Muhkam secara lughawi berasal dari kata hakama kata hakm berarti
memutuskan antara dua hal atau lebih perkara, maka hakim adalah orang yang
mencegah yang zhalim dan memisahkan dua pihak yang sedang bertikai.
Sedangkan muhkam adalah sesuatu yang dikokohkan, jelas, fasih dan
membedakan antara yang hak dan yang bathil. Dengan pengertian inilah Allah
mensifati Al-Qur’an dengan muhkam, sebagaimana ditegaskan dalam firman-Nya,
=ْ =َص= ل
=ٍت= ِم= ْ=ن= لَ= ُد= ْ=ن= َ=ح= ِك= ي= ٍ=م= َ=خ= بِ= ي=ر =ْ =ب= أُ= ْ=ح= ِك= َم
ِّ =ُت= آ=يَ= ا=تُ= هُ= ثُ= َّم= ف =ٌ =ا=ل=ر= ۚ= ِك= تَ= ا
Artinya : inilah suatu kitab yang ayat-ayatnya disusun dengan rapi serta
dijelaskan secara terperinci yang diturunkan dari sisi Tuhan yang Maha
Bijaksana lagi Maha Tahu.(QS. 11 : 1).
Mutasyabih secara lughawi berasal dari kata syabaha, yakni bila salah satu
dan dua hal serupa dengan yang lain. Syubhah ialah keadaan di mana satu dari dua
hal itu tidak dapat dibedakan dari yang lain karena adanya kemiripan di antara
keduanya secara kongkrit atau abstrak. Dengan pengertian ini Allah menyebut Al-
Qur’an sebagai kitaban mutasyabihan matsani, yang tertera dalam Al-Qur’an
surat Az-Zumar 23:
3
ِ =هَّللا ُ= نَ= َّز= َل= أَ= ْ=ح= َس= َ=ن= ا= ْل= َ=ح= ِد= ي
=ث= ِك= تَ= ا=بً= ا= ُم= تَ= َش= ا=بِ= هً= ا= َم= ثَ= ا=نِ= َي= تَ= ْق= َش= ِع= ر=ُّ= ِم= ْن= هُ= ُج= لُ=و= ُد= ا=لَّ= ِذ= ي= َ=ن= يَ= ْ=خ= َش= ْ=و= َن
=َر= ب=َّ=هُ= ْم
Artinya : Allah yang menurunkan perkataan yang paling baik, yaitu Al-Qur’an
yang mutasyabih dan berulang-ulang yang karenanya bergetarlah kulit orang
yang takut kepada Tuhan mereka. (QS. 39 : 23).
Dari berbagai pengertian yang telah ditawarkan oleh para ulama di muka,
dapat ditarik kesimpulan bahwa muhkam adalah kata yang dipakai oleh Al-Qur’an
untuk menunjuk ayat yang terang makna dan lafalnya yang diletakkan untuk suatu
makna yang kuat dan mudah dipahami. Sedangkan mutasyabih adalah kata yang
dipakai Al-Qur’an untuk menunjuk ayat yang bersifat global (mujmal) yang
membutuhkan takwil (mu’awal) dan sukar dipahami (musykil), sebab ayat-ayat
yang mujmal membutuhkan rincian; ayat-ayat yang mu’awal baru dapat diketahui
maknanya setelah ditakwilkan dan ayat-ayat yang musykil samar maknanya dan
sukar dimengerti.
makna. Mutasyabihat dari segi lafaz dapat dibagi mufrad dan murakkab.
Mutasyabih lafaz mufrad adalah tinjauan dari segi kegharibannya, seperti kata
yaziffun, al abu; isytirak seperti al yadu al yamin.
Mutasyabih dari segi makna menckup sifat-sifat Allah dan berita ghaib.
Sedangkan mutasyabih darisegi lafaz dan makna ditinjau dari segi kalimat, seperti
umum dan khusus, misalnya: “uqtulul musyrikiina” dari segi cara seperti wujub
dan nadb, misalnya: “fankihu man thaba lakum minannisa’i”, dari segi waktu
misalnya nasikh dan mansukh misalnya: “ittaqullaha haqqa tuqatihi”, dari segi
tempat dan hal-hal lain yang turun disana, seperti: “laisal birra an ta’tul buyuta
min zhuhuriha innaman nasi’u ziyadatun fil kufri”, segi syarat-syarat yang
mengesahkan dan membatalkan suatu perbuatan, seperti syarat-syaratshalat dan
nikah
Subhi Al Salih membedakan pendapat para ulama kedaalam dua mazhab, yaitu:
ْث َويَ ْعلَ ُم َما فِي اأْل َرْ َح ِام ۖ َو َما تَ ْد ِري نَ ْفسٌ َما َذا
َ إِ َّن هَّللا َ ِع ْن َدهُ ِع ْل ُم السَّا َع ِة َويُن َِّز ُل ْال َغي
وتُ ض تَ ُم ٍ ْتَ ْك ِسبُ َغدًا ۖ َو َما تَ ْد ِري نَ ْفسٌ بِأَيِّ أَر
َو َما يَ ْعلَ ُم تَأْ ِويلَهُ إِاَّل هَّللا ُ ۗ َوالرَّا ِس ُخونَ فِي ْال ِع ْل ِم
9
Artinya: tidak akan datang kepadanya (Alquran) kebatilan baik dari depan
maupun dari belakang, ,yang diturunkan dari Tuhan yang Maha Bijaksana lagi
Maha Terpuji”.(QS.41:42 ).
Ketiga, Al Qur’an yang berisi ayat ayat muhkamat dan ayat ayat mutasyabihat,
menjadi motifasi bagi ummat islam utuk terus menerus menggali berbagai
kandungan nya sehingga mereka akan terhindar dari taklod, bersedia membaca
Alquran denga khusyu sambil merenung dan berfikir.
Dari uraian diatas maka dapat diambil kesimpulan, pertama belum ada
sepakat tentang pengertian istilah muhkamat dan mutasyabihat disebabkan
karena rumitnya masalah ini. Secara garis besar, muhkamat adalah ayat yang
maknanya jelas lagi terang, sedangkan mutasyabihat adalah ayat ayat yang
maknanya kurang tahu atau tidak jelas atau hanya diketahui oleh Allah semata.
Sebagian mutasyabihat dapat diketahui maknanya dengan merujuk pada ayat ayat
muhkamah. Kedua, kriteria mutasyabihat ialah ayat atau lafal yang sama sekali
10
tidak dapat diketahui hakikatnya; ayat ayat yang hanya bisa diketahui maknanya
dengan sarana bantu, ayat ayat yang hanya bisa dipahami oleh orang orang yang
memiliki ilmu yang mendalam. Yang ketiga, hikmah dibalik ayat ayat muhkamat
dan mutasyabihat ialah, sebagai media ujian keimanan bagi hamba Allah. Sebagai
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
DAFTAR PUSTAKA
Drs. H. Ramli Abdul wahid, M.A, Ulumul Qur’an, Rajawali Pers, Jakarta,1993.