PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Melihat kehidupan sekarang perlu kiranya kita mengetahui akad dalam
muammalah yang sekarang ini akan kita bahas adalah wakalah (perwakilan), yang
semuanya itu sudah ada dan diatur dalam al Qur’an, Hadist, maupun dalam kitab-
kitab klasik yang telah dibuat oleh ulam terdahulu. Untuk mengetahui tentang
hukm wakalah, sumber-sumber hukum wakalah, dan bagaimana seharusnya
wakalah diaplikasikan dalam kehidupan kita.
B. Rumusan Masalah
Dari uraian diatas dapat kita rumuskan rumusan masalah sebagai berikut :
1. Apa pengertian wakalah dan dasar hukumnya?
2. Apa saja rukun-rukun dalam wakalah?
3. Bagaimana praktek wakalah di masyarakat?
C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui pengertian wakalah dan dasar hukumnya
2. Untuk mengetahui apa saja rukun-rukun dalam wakalah
3. Untuk mengetahui bagaimana praktek wakalah di masyarakat
1
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Secara bahasa kata al-wakalah atau al-wikalah berarti al-Tafwidh
(penyerahan, pendelegasian dan pemberian mandat) seperti perkataan :usanku
kepada Allah
تفويض ما له فعله مما يقبل النيا بة الى غيره ليحفظه فى حال حياته
Artinya: “menyerahkan suatu pekerjaan yang dapat digantikan kep[ada orang lain
agar dikelola dan dijaga pada masa hidupnya”.
Dari dua definisi diatas dapat ditari kesimpulan bahwa wakalah adalah
sebuah transaksi dimana seseorang menunjuk orang lain untuk menggantikan
dalam mengerjakan pekerjaannya/perkaranya ketika masih hidup.
Dalam wakalah sebenarnya pemilik urusan (muwakkil) itu dapat secara
sah untuk mengerjakan pekerjaannya secara sendiri. Namun, karena satu dan lain
hal urusan itu ia serahkan kepada orang lain yang dipandang mampu untuk
menggantikannya. Oleh karena itu, jika seorang (muwakkil) itu ialah orang yang
tidak ahli untuk mengerjakan urusannya itu seperti orang gila atau anak kecil
maka tidak sah untuk mewakilkan kepada orang lain. Contoh wakalah, seseorang
mewakilkan kepada orang lain untuk bertindak sebagai wali nikah dalam
2
pernikahan anak perempuannya. Contoh lain seorang terdakwa mewakilkan
urusan kepada pengacaranya.
B. Landasan Hukum
Islam mensyariatkan wakalah karena manusia membutuhkannya. Manusia
tidak mampu untuk mengerjakan segala urusannya secara pribadi. Ia
membutuhkan orang lain untuk menggatikan yang bertindak sebagai wakilnya.
Kegiatan wakalah ini, telah dilakukan oleh orang terdahulu seperti yang
dikisahkan oleh al-Qur’an tentang ashabul kahfi, dimana ada seorang diantara
mereka diutus untuk mengecek keabsahan mata uang yang mereka miliki ratusan
tahun di dalam gua.
a. Al-Qur’an
Salah satu dasar dibolehkannya al-wakalah adalah sebagaimana dalam
firman Allah SWT berikut:
3
b. Ijma’
Ulama membolehkan wakalah karena wakalah dipandang sebagai bentuk
tolong menolong atas dasar kebaikan dan taqwa yang diperintahkan oleh Allah
SWT dan Rasul-Nya. Allah SWT berfirman dalam surat Al-Maaidah ayat 2 :
Artinya: “Dan tolong menolonglah kamu dalam mengerjakan kebaikan dan taqwa
dan janganlah kamu tolong menolong dalam mengerjakan dosa dan permusuhan
dan bertaqwalah kepada Allah. Sesungguhnya siksa Allah sangat pedih”.[3]
c. Hadits
ان رسول هللا صلى هللا عليه وسلم بعث اب رافع ورجال من اال نصار فزو جاه
ميمو نة بنت الحارث
“BahwasanyaRasulullah saw. mewakilkankepada Abu Rafi’
danseorangAnsharuntukmewakilinyamengawiniMaimunahbintiHarits.”
Dalam kehidupan sehari-hari, Rasulullah telah mewakilkan kepada orang
lain untuk berbagai urusan. Diantaranya membayar utang, mewakilkan penetapan
had dan membayarnya, mewakilkan pengurusan unta, membagikan daging hewan,
dan lain-lain.
4
Sebuah akad wakalah dianggap syah apabila memenuhi persyaratan sebagai
berikut:
Ada beberapa rukun yang harus dipenuhi dalam wakalah:
1. Orang yang mewakilnya (muwakkil) syaratnya dia berstatus sebagai pemilik
urusan/benda dan menguasainya serta dapat bertindak terhadap harta tersebut
dengan dirinya sendiri. Jika muwakkil itu bukan pemiliknya atau bukan orang
yang ahli maka batal. Dalam hal ini, maka anak kecil dan orang gila tidak sah
menjadi muwakkil karena tidak termasuk orang yang berhak untuk bertindak.
2. Wakil (orang yang mewakili) syaratnya ialah orang berakal. Jika ia idiot, gila,
atau belum dewasa maka batal. Tapi menurut Hanafiyah anak kecil yang cerdas
(dapat membedakan mana yang baik dan buruk) sah menjadi wakil alasannya
bahwa Amr bin Sayyidah Ummu Salamah mengawinkan ibunya kepada
Rasulullah, saat itu Amr masih kecil yang belum baligh. Orang yang sudah
berstatus sebagai wakil ia tidak boleh berwakil kepada orang lain kecuali seizin
dari muwakkil pertama atau karena terpaksa seperti pekerjaan yang diwakilkan
terlalu benyak sehingga tidak dapat mengerjakannya sendiri maka boleh berwakil
kepada orang lain. Si wakil tidak wajib untuk menanggung kerusakan barang yang
diwakilkan kecuali disengaja atau cara di luar batas.
3. Muwakkal fih (sesuatu yang diwakilkan), syaratnya:
a. Pekerjaan/urusan itu dapat diwakilkan atau digantikan oleh orang lain. Oleh
karena itu, tidak sah untuk mewakilkan untuk mengerjakn ibadah seperti salat,
puasa dan membaca al-Qur’an.
b. Pekerjaan itu dimiliki oleh muwakkil sewaktu akad wakalah. Oleh karena itu,
tidak sah berwakil menjual sesuatu yang belum dimilikinya.
c. Pekerjaan itu diketahui secara jelas. Maka tidak sah mewakilkan sesuatu yang
masih samar seperti “aku jadikan engkau sebagai wakilku untuk mengawini salah
satu anakku”.
4. Shigat:shigat hendaknya berupa lafal yang menunjukkan arti “mewakilkan” yang
diiringi kerelaan dari muwakkil seperti “saya wakilkan atau serahkan pekerjaan ini
kepada kamu untuk mengerjakan pekerjaan ini” kemudian diterima oleh wakil.
5
Dalam shigat kabul si wakil tidak syaratkan artinya seandainya si wakil tidak
mengucapkan kabul tetap dianggap sah.
6
Muwakkil meminta bank untuk mendebet rekening tabungannya, dan kemudian
meminta bank untuk menambahkan di rekening nasabah yang dituju sebesar
pengurangan pada rekeningnya sendiri. Yang sangat sering terjadi saat ini adalah
proses yang ketiga ini, dimana nasabah bisa melakukan transfer sendiri melalui
mesin ATM.[7]
7
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dalamakad Wakalah beberapa rukun dan syarat harus dipenuhi agar akad
ini menjadi sah:
1. Orang yang mewakilkan (Al-Muwakkil)
2. Orang yang diwakilkan. (Al-Wakil)
3. Obyek yang diwakilkan.
4. Shighat
B. Saran
8
DAFTAR PUSTAKA