WAKALAH
Artinya: "Menyerahkan suatu pekerjaan yang dapat digantikan kepada orang lain
agar dikelola dan dijaga pada masa hidupnya".1
Dari dua definisi diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa wakalah adalah sebuah
transaksi dimana seseorang menunjuk orang lain untuk menggantikan dalam mengerjakan
pekerjaannya/perkaranya ketika masih hidup.
Dalam wakalah sebenarnya pemilik urusan (muwakkil) itu dapat secara sah untuk
mengerjakan pekerjaannya secara sendiri. Namun karena suatu dan hal lain urusan itu ia
serahkan kepada orang lain yang dipandang mampu untuk menggantikannya. Oleh karena
itu, jika seorang (muwakkil) itu ialah orang yang tidak ahli untuk mengerjakan urusannya
itu seperti orang gila atau anak kecil maka tidak sah untuk mewakilkan kepada orang lain.
Contoh wakalah, seseorang mewakilkan kepada orang lain untuk bertindak sebagai wali
nikah dalam pernikahan anak perempuannya. Contoh lain seorang terdakwa mewakilkan
urusan kepada pengacaranya.
Landasan Hukum
1Imam Taqiyuddin Abu Bakar bin Muhammad al-Husaini, Kifayat al-Akhyar, (Bandung: PT Al-Maarif, tt), hlm.
283.
2 Hasbi Ash-Shiddiqie, Pengantar Fiqh Mu'amalah, (Jakarta: Bulan Bintang, 1984), hlm. 91.
1
Islam mensyariatkan wakalah karena manusia membutuhkannya. Manusia tidak mampu
untuk mengerjakan segala urusannya secara pribadi. Ia membutuhkan orang lain untuk
menggantikan yang beritindak sebagai wakilnya. Kegiatan wakalah ini, telah dilakukan
oleh orang terdahulu seperti yang dikisahkan oleh al-Qur'an tentang ashabul kahfi, dimana
ada seorag dianatar mereka diutus untuk mengecek keabsahan mata uang yang mereka
miliki ratusan tahun di dalam gua.
Ijma' ulama membolehkan wakalah karena wakalah dipandang sebagai bentuk tolong
menolong atas dasar kebaikan dan takwa yang diperintahkan oleh Allah SWT. dan Rasul-
Nya. Allah SWT. berfirman dalam surat al-Maaidah ayat 2:
Artinya: Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan
jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. dan bertakwalah kamu
kepada Allah, Sesungguhnya Allah Amat berat siksa-Nya. (Q.S. Al-Maaidah: 2)
Artinya: "Allah senantiasa menolong hambanya selama hamba itu menolong saudaranya".
Dalam hadits lain yang sebagaimana dinukil dalam kitab fiqh sunnah bahwa wakalah
bukan hanya diperintahkan oleh Nabi tetapi Nabi sendiri pernah melakukannya. Nabi
pernah mewakilkan kepada Abu Rafi' dan seorang Anshar untuk mewakilinya mengawini
Maimunah. Rasulullah juga pernah mewakilkan dalam membayar utang, mewakili dalam
mengurusi untanya.3
2
Ada beberapa rukun yang harus dipenuhi dalam wakalah:
3
Pekerjaan yang boleh diwakilkan adalah semua pekerjaan yang dapat diakadkan
oleh dirinya sendiri, artinya secara hukum pekerjaan ini dapat gugur jika digantikan.
Contoh, mewakilkan orang lain untuk menjual barang atau membeli, dan menjadi wali
pernikahan. Adapun sesuatu yang tidak dapat diwakilkan adalah pekerjaan yang tidak ada
campur tangan perwakilan artinya hukum ini tidak gugur jika digantikan oleh orang lain
seperti ibadah badaniyah karena dalam ibadah badaniyah ini tujuannya untuk menguji
ketaatan hamba, yang tidak dapat dicapai tujuan itu jika dilakukan oleh orang lain seperti
shalat, dan puasa.
Contoh lain jasa perbankan syariah yang menggunakan akad wakalah yaitu sebagai
berikut:
Produk/Jasa Akad
Setoran Kliring Wakalah
Kliring Antar Wakalah
RTGS Wakalah
Inkaso Wakalah
Transfer Wakalah
Transfer Valuta Asing Wakalah
Berakhirnya Wakalah
Transaksi wakalah dinyatakan berakhir atau tidak dapat dilanjutkan diakrenakan
oleh salah satu sebab di bawah ini:
4
3. Pekerjaan yang dimakusd dihentikan.
4. Pemutusan oleh muwakkil terhadap wakil, meskipun wakil tidak mengetahui
(menurut Syafi'I dan Hambali) tetapi menurut Hanafi wakil wajib tahu sebelum
ia tahu maka tindakannya seperti sebelum ada pemutusan.
5. Wakil memutuskan sendiri. Menurut Hanafi tidak perlu muwakkil
mengetahuinya.
6. Keluarnya orang yang mewakilkan (muwakkil) dari status pemilikan. 5
D. Hikmah Wakalah
Pada hakikatnya wakalah merupakan pemberian dan pemeliharaan amanat. Oleh
karena itu, baik muwakkil (orang yang mewakilkan) dan wakil (orang yang mewakili) yang
telah melakukan kerja sama/kontrak wajib bagi keduanya untuk menjalankan hak dan
kewajibannya, saling percaya, dan menghilangkan sifat curiga dan berburuk sangka. Dari
sisi lain, dalam wakalah terdapat pembagian tugas , karena tidak semua orang memiliki
kesempatan untuk menjalankan pekerjaanya dengan dirinya sendiri. Dengan mewakilkan
kepada orang lain, maka muncullah sikap salin tolong menolong dan memberikan
pekerjaan bagi orang yang sedang menganggur. Dengan demikian, si muwakkil akan
terbantu dalam menjalankan pekerjaanya dan si wakil tidak kehilangan pekerjaanya di
samping akan mendapat imbalan sewajarnya.
2. KAFALAH
Artinya: "Menggabungkan dzimmah (tanggung jawab) kepada dizimmah yang lain dalam
penagihan".6
5
Artinya: "akad yang menetapkan hak pada tanggungan (beban) yang lain atau
menghadirkan badan oleh orang yang berhak menghadirkannya".7
3. Menurut Hanafiyah
6
untuk bertindak dalam urusan hartanya, dan rela dengan kafalah.
Kafiil tidak boleh orang gila dan juga anak kecil sekalipun ia telah
membedakam sesuatu ( tamyiz ). Kafiil juga dapat disebut dhamin
(orang yang menjamin), zaim (penanggung jawab), haamil (orang
yang menanggung beban) atau qaabil (orang yang menerima)
2. Ashiil/makful anhu yaitu orag yang berutang , yaitu orang yang
ditanggung. Tidak disyaratkan baligh, berakal, kehadiran, dan
kerelaanya dengan kafalah.
3. Makful lahu yaitu orang yang memberi utang (berpiutang).
Disyaratkan diketahui dikenal oleh orang yang menjamin. Hal ini
supaya lebih mudah dan disiplin.
4. Makful bihi yaitu sesuatu yang dijamin berypa orang atau barang
atau pekerjaan yang wajib dipenuhi oleh orang yang keadaanya
ditanggung (ashiil/makful anhu).
5. Lafadz yaitu lafal yang menunjukkan arti menjamin.
C. Macam-Macam Kafalah
Secara garis besar kafalah dibedakan menjadi:
9 Sayyid Sabiq, Op.Cit., Jilid III, hlm. 926
7
a. Kafalah dengan jiwa disebut juga dengan jaminan muka. Yaitu
keharusan bagi si Kafiil menghadirkan orang yang ia tanggung
kepada orang yang ia janjikan tanggungan (makful lahu/ orang
yang berpiutang). Jika persoalannya, menyangkut kepada hak
manusia maka orang yang dijamin tidak mesti mengetahui
persoalan karena ini menyangkut badan bukan harta.
Menurut pendapat yang kuat sebagaimana dijelaskan oleh Imam
Taqiyuddin, sah hukumnya menanggung badan orang yang wajib
menerima hukuman yang menjadi hak anak Adam seperti Qishas dan
Qazaf.10
Jika orang yang ditanggung itu harus menerima hukuman yang
menjadi hak Allah seperti had zina dan had khamr maka kafalah tidak
dibenarkan berdasarkan hadits Nabi.
10 Imam Taqidyuddin, Abu Bakar bin Muhammad al-Husaini, Kifayat al-Akhyar, terj. K.H. Syarifuddin Anwar,
2007, (Surabaya: Bina Iman, 2007), hlm. 626.
8
Diisyaratkan dalam hutang tersebut sebagai berikut:
c. Pembayaran Kafiil
Jika kafiil (penjamin) telah melaksanakan kewajibanyya dengan
membayar utang orang yang ia jamin (makfuul anhu) maka si kafiil
boleh meminta kembali kepada makfuul anhu apabila pembayaran itu
dilakukan berdasarkan izinnya. Alasannya, karena si kafiil telah
mengeluarkan harta untuk kepentingan yang bermanfaat bagi si
makfuul anhu. Dalam hal ini keempat imam sepakat. Namun mereka
9
berbeda pendapat jika pembayaran yang dilakukan kafiil tanpa seizin
makfuul anhu, sedangkan si kafiil sudah terlanjur membayar.11
Menurut Syafi'I dan Abu Hanifah bahwa membayar utang orang
yang dijamin tanpa izin darinya hukumnya sunnah. Dhamin (kafiil) tidak
berhak umtuk minta ganti rugi kepada orang yang ia jamin. Tetapi
menurut Maliki dhamin berhak menagih kembali kepada makfuul anhu.
Ibnu Hazm berpendapat bahwa dhamin tidak berhak menagih
kembali kepada makfuul anhu atas apa yang telah ia bayarkan baik
dengan izin makfuul anhu atau tidak.
Jika makfuul anhu ghaib (tidak ada) kafiil tetap berkewajiban
menjamin. Ia tidak dapat mengelak dari kafalah kecuali dengan
membayar atau orang yang perpiutang menyatakan bebas untuk kafiil
dari utang makfuul anhu.12
d. Hikmah Kafalah
Dhaman (jaminan) merupakan salah satu ajaran Islam. Jaminan
pada hakikatnya usaha untuk memberikan kenyamanan dan keamanan
bagi semua orang yang melakukan sebuah transaksi. Untuk era
sekarang ini kafalah ialah asuransi. Jaminan atau asuransi telah
diisyaratkan oleh Islam ribuan tahun silam. Ternyata, untuk masa
sekarang ini kafalah (jaminan) sangat penting, tidak pernah dilepaskan
dalam bentuk transaksi seperti utang apalai transaksi besar seperti
bank dan sebagainya. Hikmah yang dapat diambil adalah kafalah
mendatangkan sikap tolong menolong, keamanan, kenyamanan, dan
kepastian dalam bertransaksi. Wahbah Zuhaily mencatat hikmah tasry'
dari kafalah untuk memperkuat hak, merealisasikan sifat tolong
menolong, mempermudah transaksi dalam pembayaran utang. harta,
dan pinjaman. Supaya orang yang memiliki hak mendapatkan
ketenangan terhadap hutang yang dipinjamkan kepada orang lain atau
benda yang dipinjam.13
10
Produk/Jasa Akad
Bank Garansi Kafalah
Kartu Talangan (syariah Charge Kafalah wal Ijarah (pembelian barang),
Card) Al-Qardh wal Ijarah (penarikan tunai)
3. HIWALAH
A. Pengertian Hiwalah
Menurut bahasa, yang dimaksud dengan hiwalah ialah al-intiqal
dan al-tahwil, artinya ialah memindahkan atau mengoperkan. Maka
Abdurrahman al-Jaziri,14 berpendapat bahwa yang dimaksud dengan
hiwalah menurut bahasa ialah al-intiqal dan al-tahwil, artinya ialah
memindahkan atau mengoperkan.
"Pemindahan dari satu tempat ke tempat yang lain."
11
"Akad yang menetapkan pemindahan beban utang dari seseorang
kepada yang lain."16
12
1. Orang yang memindahkan utang (muhilf) adalah orang yang
berakal, maka batal hiwalah ynag dilakukan muhil dalam
keadaan gila atau masih kecil.
2. Orang yang menerima hiwalah (rah al-dayn) adalah orang yang
berakal, maka batallah hiwalah yang dilakukan oleh orang yang
tidak berakal.
3. Orang yang dihiwalahkan (mahal 'alah) juga harus orang
berakal dan diisyaratkan pula dia merdhainya.
4. Adanya utang muhil kepada muhal alaih.22
Menurut Syafi'iyah, rukun hiwalah itu ada empat, sebagai berikut:
1. Relanya pihak mihil dan muhal tanpa muhal 'alaih, jadi yang
harus rela itu muhil dan muhal 'alaih. Bagi muhal 'alaih rela
maupun tidak rela, tidak akan mempengaruhi kesalahan hiwalah.
Ada juga yang mengatakan bahwa muhal tidak diisyaratkan rela,
yang harus rela adalah muhil, hal ini karena Rasul telah
bersabda.
22 Abd al-Rahman al-Jazairi, Fiqh 'Ala Madzahib al-Arba'ah, 1969 hlm. 212-213
23 Ahmad idris dalam; Fiqh Al-Syafi'iyah, Karya Indah, Jakarta, tahun 1986 hlm. 57-58.
13
2. Samanya kedua hak, baik jenis maupun kadarnya,
penyelesaiannya, tempo waktu, kualitas, dan kuantitasnya.
3. Stabilnya muhal 'alaih, maka penghiwalahan kepada seorang
yang tidak mampu membayar utang adalah batal.
4. Hak tersebut diketahui secara jelas.
KESIMPULAN
14
REFERENSI
15