Disusun Oleh :
Kelas : A
2
B. Definisi Wakalah
1
Sutan Remy Sjadeini, Perbankan Syariah Produk Produk dan Aspek- Aspek
Hukumnya,(Jakarta:Prenamedia Group,2014),cet.1,h.392-393.
3
Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah (KHES) Pasal 20 ayat 19
mendefinisikan wakalah sebagai “Pemberian kuasa kepada pihak lain
untuk mengerjakan sesuatu.” Kuasa dalam konteks ini kuasa untuk
menjalankan kewajiban dan juga kuasa untuk menerima hak. Kuaa untuk
menjalankan kewajiban misalnya seseorang mewakilkan kepada orang
lain untuk membayar utang. Sementara kuasa untuk menerima hak
seperti mewakilkan untuk menerima pembayaran utang. Seorang wakil
sepenuhnya menjalankan dan kewenangan dan tanggung jawab orang
yang diwakilkannya.5
C. Dasar Hukum
Dari dulu hingga sekarang, masyarakat membutuhkan akad
wakalah untuk menyelesaikan segala persoalan hidup mereka. Hal ini
terjadi karena unsur keterbatasan yang senantiasa melingkupi kehidupan
manusia. Untuk itu syari’ah memberikan legalitas atas keabsahan akad
tersebut.8
5Abu Bakar Muhammad bin Abi Sahl al-Sarakhsi sebagaimana dikutip oleh Imam
Mustofa,Fiqih Muamalah Kontemporer,(Metro:STAIN Jurai Siwo Metro Lampung,2014),h.206.
4
a. Al Qur’an
Salah satu dasar dibolehkannya al-wakalah adalah firman Allah
SWT berkenaan dengan kisah Ash-habul Kahfi, yang artinya
“Demikianlah Kami bangunkan mereka agar mereka saling bertanya di
antara mereka sendiri. berkatalah salah seorang di antara mereka:
“Sudah berapa lamakah kamu berada (disini?)". Mereka menjawab:
"Kita berada (disini) sehari atau setengah hari". Berkata (yang lain
lagi): "Tuhan kamu lebih mengetahui berapa lamanya kamu berada (di
sini). Maka suruhlah salah seorang di antara kamu untuk pergi ke kota
dengan membawa uang perakmu ini, dan hendaklah ia lihat manakah
makanan yang lebih baik, Maka hendaklah ia membawa makanan itu
untukmu, dan hendaklah ia Berlaku lemah-lembut dan janganlah
sekali-kali menceritakan halmu kepada seorangpun.” (al-Kahfi:19)
Ayat ini melukiskan perginya salah seorang ash-habul kahfi yang
bertindak untuk dan atas nama rekan-rekannya sebagai wakil mereka
dalam memilih dan membeli makanan.9
11 Ibid.
5
b. Al-Hadits
Banyak hadits yang dapat dijadikan landasan keabsahan wakalah,
diantaranya,
Suatu ketika Rasulullah pernah mewakilkan dirinya kepada Hakim bin
Nizam atau ‘Urwah al Bariqi untuk membeli domba kurban.
(HR. Abu Daud)12
c. Ijma’
Para ulama pun bersepakat dengan ijma atas dibolehkannya
wakalah. Mereka bahkan ada yang cenderung mensunnahkannya
dengan alasan bahwa hal tersebut termasuk jenis ta’awun atau tolong
menolong atas dasar kebaikan dan takwa. Tolong menolong diserukan
oleh Al-Qur’an dan disunnahkan oleh Rasulullah saw. Allah berfirman
yang artinya
“....Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan
takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan
permusuhan....”(al-Maa’idah:2)15
13
Sutan Remy Sjadeini, Perbankan Syariah Produk Produk dan Aspek- Aspek
Hukumnya... h.394
15 Ibid,..
6
D. Rukun Wakalah
Rukun wakalah ada tiga yaitu :
1. Dua orang yang melakukan transaksi, yaitu orang yang mewakilkan
dan yang menjadi wakil.
2. Shighat (Ijab Kabul).
3. Muwakal fih (sesuatu yang diwakilkan)16
Alaudin Abu Bakar Mas’ud al-Kasani sebagaimana dikutip oleh Imam Mustofa, Fiqih
17
18 Ibid,..
7
Sebagaimana tercantum dalam Fatwa DSN-MUI No: 10/DSN-
MUI/IV/2000, tanggal 13 April 2000 tentang Wakalah, Rukun wakalah
sebagai berikut :
a.Orang yang memberi kuasa (al Muwakkil)
b.Orang yang diberi kuasa (al Wakil);
c.Perkara/hal yang dikuasakan (al Taukil;
d.Pernyataan Kesepakatan( Ijab dan Qabul).19
E. Syarat Wakalah
1. Seorang muwakkil, disyaratkan harus memiliki otoritas penuh atas
suatu pekerjaan yang akan didelegasikan kepada orang lain. Dengan
alasan, orang yang tidak memiliki otoritas sebuah transaksi, tidak bisa
memindahkan otoritas tersebut kepada orang lain. Akad wakalah tidak
bisa dijalankan oleh orang yang tidak memiliki ahliyyah, seperti orang
gila, anak kecil yang belum tamyiz. Ulama fiqh selain Madzhab
Hanafiyyah menyatakan, akad wakalah tidak bisa dilaksanakan oleh
anak kecil secara mutlak.
2. Seorang wakil, disyaratkan haruslah orang yang berakal dan tamyiz.
Anak kecil, orang gila, anak belum tamyiz, tidak boleh menjadi wakil,
ini menurut Hanafiyyah. Ulama selain Hanafiyyah juga menyatakan
hal yang sama. Anak kecil tidak boleh menjadi wakil, karena mereka
belum bisa terbebani dengan hukum hukum syar’i. Segala tindakan
yang dilakukan, belum bisa diakui.
3. Objek yang diwakilkan, harus memenuhi beberapa syarat. Objek
tersebut harus diketahui oleh wakil, wakil mengetahui secara jelas
apa yang harus dikerjakan dengan spesifikasi yang diinginkan.
Sesuatu yang diwakilkan itu, harus diperbolehkan secara syar’i. Tidak
diperbolehkan mewakilkan sesuatu yang diharamkan syara’, seperti
mencuri, merampok dan lain lain. Objek tersebut memang bisa
8
diwakilkan dan didelegasikan (diwakilkan) kepada orang lain, seperti
akad jual beli, ijarah dan lain – lain. (Zuhaili,1898,IV, hal. 153-154).20
9
c. Pernyataan Kesepakatan (Ijab-Qabul,Kesepakatan kedua belah pihak
baik lisan maupun tulisan dengan keikhlasan memberi dan menerima
baik fisik maupun manfaat dari hal yang ditransaksikan.
d. Pembatalan Wakalah dan Berakhirnya Wakalah
1. Apabila Pemberi kuasa berhalangan Tetap , Dalam hal pemberi
kuasa berhalangan tetap (wafat), maka pemberian kuasa tersebut
batal, sebagaimana halnya batal dengan adanya pembebasan atau
pengunduran diri pemberi kuasa, kecuali diperjanjikan lain.
2. Perselisihan antara pemberi kuasa dengan yang diberi
kuasa,apabila terjadi perselisihan antara orang yang diberi kuasa
dengan orang yang memberi kuasa, khususnya kehilangan barang
yang dikuasakan, maka yang dijadikan pegangan adalah perkataan
orang yang menerima kuasa disertai dengan saksi. Apabila
sengketa disebabkan pembayaran, maka yang dipegang adalah
perkataan penerima kuasa dengan bukti-buktinya.Jika penerima
kuasa melakukan suatu perbuatan yang dianggap salah, sedangkan
ia beranggapan bahwa pemberi kuasa menyuruhnya demikian,
maka yang dijadikan pegangan adalah perkataan penerima kuasa
selama penerima kuasa adalah orang yang terpercaya untuk
melakukan perbuatan.
e. Berakhirnya Wakalah
Matinya salah seorang dari shahibul akad (orang-orang yang
berakad), atau hilangnya cakap hukum.
Dihentikannyaaktivitas/pekerjaan dimaksud oleh kedua belah pihak.
Pembatalanakad oleh pemberi kuasa terhadap penerima kuasa, yang
diketahui oleh penerima kuasa.
Penerimakuasa mengundurkan diri dengan sepengetahuan pemberi
kuasa.
Gugurnyahak pemilikan atas barang bagi pemberi kuasa21
Penerapan dan Aplikasi Akad Wakalah pada Produk Jasa Bank Syariah”, Economic: Jurnal
Ekonomi dan Hukum Islam, (Vol. 3, No. 2,2013) h. 104-105
10
F. Penutup
KESIMPULAN
Wakalah atau biasa disebut perwakilan adalah pelimpahan
kekuasaan oleh satu pihak (muwakil) kepada pihak lain (wakil) dalam hal
hal yang boleh diwakilkan. Atas jasnya, maka penerima kekuasaan dapat
meminta imbalan tertentu dari pemberi amanah. Dasar hukum wikalah
yaitu Al Qur’an, Al Hadits dan Ijma’. Wakalah dapat dilakukan jika
memenuhi rukun dan syarat wakalah.
Rukun Wakalah :
1. Orang yang memberi kuasa (al Muwakkil)
2. Orang yang diberi kuasa (al Wakil);
3. Perkara/hal yang dikuasakan (al Taukil;
4. Pernyataan Kesepakatan( Ijab dan Qabul).
Syarat Wakalah :
1. Seorang muwakkil, disyaratkan harus memiliki otoritas penuh atas
suatu pekerjaan yang akan didelegasikan kepada orang lain. Dengan
alasan, orang yang tidak memiliki otoritas sebuah transaksi, tidak bisa
memindahkan otoritas tersebut kepada orang lain. Akad wakalah tidak
bisa dijalankan oleh orang yang tidak memiliki ahliyyah, seperti orang
gila, anak kecil yang belum tamyiz. Ulama fiqh selain Madzhab
Hanafiyyah menyatakan, akad wakalah tidak bisa dilaksanakan oleh
anak kecil secara mutlak.
2. Seorang wakil, disyaratkan haruslah orang yang berakal dan tamyiz.
Anak kecil, orang gila, anak belum tamyiz, tidak boleh menjadi wakil,
ini menurut Hanafiyyah. Ulama selain Hanafiyyah juga menyatakan
hal yang sama. Anak kecil tidak boleh menjadi wakil, karena mereka
belum bisa terbebani dengan hukum hukum syar’i. Segala tindakan
yang dilakukan, belum bisa diakui.
11
3. Objek yang diwakilkan, harus memenuhi beberapa syarat. Objek
tersebut harus diketahui oleh wakil, wakil mengetahui secara jelas
apa yang harus dikerjakan dengan spesifikasi yang diinginkan.
Sesuatu yang diwakilkan itu, harus diperbolehkan secara syar’i. Tidak
diperbolehkan mewakilkan sesuatu yang diharamkan syara’, seperti
mencuri, merampok dan lain lain. Objek tersebut memang bisa
diwakilkan dan didelegasikan (diwakilkan) kepada orang lain, seperti
akad jual beli, ijarah dan lain – lain.
12
DAFTAR PUSTAKA
Indah Nuhyatia,”Penerapan dan Aplikasi Akad Wakalah pada Produk Jasa Bank
Syariah”, Economic: Jurnal Ekonomi dan Hukum Islam,Vol. 3, No. 2,2013.
13